Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

Disusun Oleh :

1. Mochammad Fatony P1337420718044


2. Latifah Nurfitriyaningrum A P1337420718047
3. Karina Febriana P1337420718052
4. Wulan Tri Mulyani P1337420718064
5. Rosyada Ulfa Raihana P1337420718067
6. Hafiranisa Ashari P1337420718068

PRODI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


MAGELANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

TAHUN 2019
TEORI

1. Uji Snellen

Snellen chart adalah poster yang berfungsi untuk mendeteksi tajam


penglihatan seseorang. Berhubung ada perbedaan antara sistem pengukuran yang
dipakai di Indonesia (juga sebagian besar negara lain di dunia) dan Amerika
Serikat, Snellen chart ini pun terdapat dalam dua versi angka. Yang satu dalam angka
metrik dan yang satu lagi dalam angka imperial. Snellen chart metrik dinyatakan
dalam pembanding 6 meter (6/6, 6/9, 6/12, dan seterusnya sampai 6/60). Snellen
chart imperial dinyatakan dalam pembanding 20 kaki / 609.6 cm (20/20 sampai
20/200).
Jika seseorang tidak dapat membaca Snellen chart sama sekali bahkan dengan
bantuan lensa, pemeriksaan selanjutnya adalah hitung jari (count fingers). Orang
normal dapat menghitung jari pada jarak 60 meter. Jadi apabila subjek baru dapat
menghitung jari pada jarak 2 meter, berarti tajam penglihatannya 2/60. Pemeriksaan
berikutnya adalah lambaian tangan (hand motion). Orang normal dapat melihat
lambaian pada jarak 300 meter. Sama seperti hitung jari, apabila subjek baru dapat
melihat lambaian pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya 1/300.
Pemeriksaan terakhir adalah ada atau tidaknya persepsi sinar (light perception).

Untuk anak yang belum dapat membaca ataupun orang buta huruf, seluruh
huruf di Snellen chart diganti dengan huruf E. Subjek diminta mengatakan ke mana
arah huruf E membuka.
Snellen chart dianggap kurang objektif dalam menilai tajam penglihatan,
karena jumlah huruf yang berbeda-beda pada tiap baris dan jarak huruf yang semakin
dekat pada baris-baris bawah.

2. Uji Tonometri

Tes tonometri merupakan tes yang dilakukan dengan mengukur tekanan di


dalam mata, yang disebut tekanan intraokular (TIO). Tonometri Schiozt memakai
instrument metal yang dipegang tangan (tonometer) yang diletakan pada permukaan
kornea yang dianestesi. Tes ini digunakan untuk memeriksa glaukoma, penyakit mata
yang dapat menyebabkan kebutaan dengan merusak saraf di bagian belakang mata
(saraf optik). Kerusakan saraf optik dapat disebabkan oleh penumpukan cairan yang
tidak mengalir dengan benar keluar dari mata.
Wanita biasanya memiliki IOP lebih tinggi dibandingkan laki-laki, dan TIO
biasanya semakin tinggi seiring bertambahnya usia.
 TIO normal: 10-21 milimeter merkuri (mm Hg)
 Abnormal: lebih tinggi dari 21 mm Hg

3. Uji Buta Warna


Buta warna adalah kondisi di mana kualitas penglihatan terhadap warna
berkurang. Seseorang yang menderita penyakit ini akan sulit membedakan warna
tertentu (buta warna sebagian) atau bahkan seluruh warna (buta warna total).
a. Trikromasi
Yaitu mata mengalami perubahan tingkat sensitivitas warna dari satu atau lebih
sel kerucut pada retina. Jenis buta warna inilah yang sering dialami oleh orang-
orang. Ada tiga klasifikasi turunan pada trikomasi:
· Protanomali, seorang buta warna lemah mengenal merah
· Deuteromali, warna hijau akan sulit dikenali oleh penderita
· Trinomali (low blue), kondisi di mana warna biru sulit dikenali penderita.
b. Dikromasi
Yaitu keadaan ketika satu dari tiga sel kerucut tidak ada. Ada tiga klasifikasi
turunan:
Protanopia, sel kerucut warna merah tidak ada sehingga tingkat kecerahan warna
merah atau perpaduannya kurang
· Deuteranopia, retina tidak memiliki sel kerucut yang peka terhadap warna
hijau
· Tritanopia, sel kerucut warna biru tidak ditemukan.
c. Monokromasi
Monokromasi sebenarnya sering dianggap sebagai buta warna oleh orang umum.
Kondisi ini ditandai dengan retina mata mengalami kerusakan total dalam
merespon warna. Hanya warna hitam dan putih yang mampu diterima retina.

Untuk menentukan buta warna atau tidaknya bisa melakukan uji coba misalnya
dengan, Tes Ishihara. Tes Ishihara adalah yang paling sering digunakan. Dalam
prosesnya, dokter akan meminta pasien mengenali angka atau huruf yang tertera
secara samar pada gambar berupa titik-titik berwarna.
HASIL PEMERIKSAAN

 Snellen
Hasil
Jarak baca (satuan
pemeriksaan
No Probandus kaki)
(jarak 6 m)
Kanan Kiri Kanan Kiri
Mochammad
1 20/100 20/100 6/30 6/30
Fatony
Latifah
2 Nurfitriyaningrum 20/70 20/70 6/21 6/21
A
3 Karina Febriana 20/20 20/20 6/6 6/6
4 Wulan Tri Mulyani 20/20 20/20 6/6 6/6
Rosyada Ulfa
5 20/20 20/20 6/6 6/6
Raihana
6 Hafiranisa Ashari 20/20 20/20 6/6 6/6

 Tonometer
Hasil pemeriksaan
No Probandus
(mmHg)
1 Mochammad Fatony 10
2 Latifah Nurfitriyaningrum A 10
3 Karina Febriana 16
4 Wulan Tri Mulyani 10
5 Rosyada Ulfa Raihana 16
6 Hafiranisa Ashari 9
 Buta Warna
Mata Probandus
No
Normal Fatony Latifah Karina Wulan Rosyada Hafira
1. 12 12 12 12 12 12 12
2. 8 8 8 8 8 8 8
3. 5 5 5 5 5 5 5
4. 29 29 29 29 29 29 29
5. 74 74 74 74 74 74 74
6. 7 7 7 7 7 7 7
7. 45 45 45 45 45 45 45
8. 2 2 2 2 2 2 2
9.
10. 16 16 16 16 16 16 16
11. 35 35 35 35 35 35 35
12. 96 96 96 96 96 96 96
13.
14.
Keterangan Normal Normal Normal Normal Normal Normal
PENJELASAN DAN KESIMPULAN

 Uji Snellen
 Penjelasan:
1. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart terhadap
Mochammad Fatony sebagai OP (Orang Percobaan) dapat disimpulkan
bahwa mata kanan OP memiliki visus sebesar 20/100 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 100 kaki. Untuk mata
kiri dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus 20/100 yang artinya OP
bisa melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki
visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 100 kaki.
2. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart terhadap Latifah
Nurfitriyaningrum A sebagai OP (Orang Percobaan) dapat disimpulkan
bahwa mata kanan OP memiliki visus sebesar 20/70 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 70 kaki. Untuk mata kiri
dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus 20/70 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 70 kaki.
3. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart terhadap Karina
Febriana sebagai OP (Orang Percobaan) dapat disimpulkan bahwa mata
kanan OP memiliki visus normal sebesar 20/20 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki. Untuk mata kiri
dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus normal 20/20 yang artinya
OP bisa melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang
memiliki visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki.
4. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart terhadap Wulan Tri
Mulyani sebagai OP (Orang Percobaan) dapat disimpulkan bahwa mata
kanan OP memiliki visus normal sebesar 20/20 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki. Untuk mata kiri
dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus normal 20/20 yang artinya
OP bisa melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang
memiliki visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki.
5. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart terhadap Rosyada
Ulfa Raihana sebagai OP (Orang Percobaan) dapat disimpulkan bahwa
mata kanan OP memiliki visus normal sebesar 20/20 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki. Untuk mata kiri
dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus normal 20/20 yang artinya
OP bisa melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang
memiliki visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki.
6. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan Snellen Chart terhadap Hafiranisa
Ashari sebagai OP (Orang Percobaan) dapat disimpulkan bahwa mata
kanan OP memiliki visus normal sebesar 20/20 yang artinya OP bisa
melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang memiliki visus
normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki. Untuk mata kiri
dapat disimpulkan, bahwa OP memiliki visus normal 20/20 yang artinya
OP bisa melihat benda yang berjarak 20 kaki sementara orang yang
memiliki visus normal mampu melihat benda tersebut pada jarak 20 kaki.
 Kesimpulan
Bahwa tes yang dilakukan

 Uji Tonometri
 Penjelasan:
1. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan alat Tonometer terhadap
Mochammad Fatony, didapatkan hasil 10 mmHg, hal ini menandakan
bahwa OP tidak dicurigai menderita glaukoma, karena berada di kisaran
TIO normal yaitu 10-21 mmHg.
2. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan alat Tonometer terhadap Latifah
Nurfitriyaningrum A, didapatkan hasil 10 mmHg, hal ini menandakan
bahwa OP tidak dicurigai menderita glaukoma, karena berada di kisaran
TIO normal yaitu 10-21 mmHg.
3. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan alat Tonometer terhadap Karina
Febriana, didapatkan hasil 16 mmHg, hal ini menandakan bahwa OP tidak
dicurigai menderita glaukoma, karena berada di kisaran TIO normal yaitu
10-21 mmHg.
4. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan alat Tonometer terhadap Wulan Tri
Mulyani, didapatkan hasil 10 mmHg, hal ini menandakan bahwa OP tidak
dicurigai menderita glaukoma, karena berada di kisaran TIO normal yaitu
10-21 mmHg.
5. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan alat Tonometer terhadap Rosyada
Ulfa Raihana, didapatkan hasil 16 mmHg, hal ini menandakan bahwa OP
tidak dicurigai menderita glaukoma, karena berada di kisaran TIO normal
yaitu 10-21 mmHg.
6. Setelah dilakukan pemeriksaan dengan alat Tonometer terhadap Hafiranisa
Ashari, didapatkan hasil 16 mmHg, hal ini menandakan bahwa OP tidak
dicurigai menderita glaukoma, karena berada di kisaran TIO normal, yaitu
< 21 mmHg.
 Kesimpulan
Tonometer adalah alat yang mengeksploitasi sifat fisik mata untuk mendapatkan
tekanan intra okuler tanpa perlu mengkanulasi mata. Dari hasil kelompok kami: Tony
10mmHg. Yang dapat dikatakan dalam batas normal, oleh karena itu kelompok kami
bisa diidentifikasi tidak mengidap penyakit glukoma (dengan indikasi >21 mmHg
mengalami glukoma).

 Uji Buta Warna


 Penjelasan:
1. Setelah dilakukan pengecakan menggunakan metode ishihara pada
Mochammad Fatony, didapatkan hasil bahwa OP bisa menjawab &
mengikuti gambar dengan tepat saat diuji.
2. Setelah dilakukan pengecakan menggunakan metode ishihara pada Latifah
Nurfitriyaningrum A, didapatkan hasil bahwa OP bisa menjawab &
mengikuti gambar dengan tepat saat diuji.
3. Setelah dilakukan pengecakan menggunakan metode ishihara pada Karina
Febriana, didapatkan hasil bahwa OP bisa menjawab & mengikuti gambar
dengan tepat saat diuji.
4. Setelah dilakukan pengecakan menggunakan metode ishihara pada Wulan
Tri Mulyani, didapatkan hasil bahwa OP bisa menjawab & mengikuti
gambar dengan tepat saat diuji.
5. Setelah dilakukan pengecakan menggunakan metode ishihara pada
Rosyada Ulfa Raihana, didapatkan hasil bahwa OP bisa menjawab &
mengikuti gambar dengan tepat saat diuji.
6. Setelah dilakukan pengecakan menggunakan metode ishihara pada
Hafiranisa Ashari, didapatkan hasil bahwa OP bisa menjawab & mengikuti
gambar dengan tepat saat diuji.
 Kesimpulan
Dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa probandus yang di uji tidak
mengalami buta warna, dengan diperkuat bukti bahwa mereka dapat menjawab &
mengikuti gambar yang diuji dengan tepat. Hal ini menunjukkan bahwa saraf
reseptor cahaya pada retina yaitu sel kerucut (cone) yang peka pada warna di
siang hari, tidak mengalami kerusakan, sehingga mereka dapat menjawab uji yang
diberikan dengan tepat.

Anda mungkin juga menyukai