Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH EPIDERMINOLOGI HIV AIDS / IMS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah HIV & AIDS
Dosen Pembimbing : Pramono Giri

Disusun Oleh : Kelompok 2

Alba Anatoni P1337420718007 Nidaul K. P1337420718031


Feli Tri Y. P1337420718010 Latifah C. P1337420718034
Risa Nur F. P1337420718012 Wulan T. M. P1337420718064
Khuzaifa A. P1337420718020 Aniyya Nuzul P1337420718065
Sari Eka Pramesti P1337420718024 Rosyada Ulfa P1337420718067
Vanny Aninda P1337420718026 Intan Nur F. P1337420718049
Ismu Tri S. P1337420718027 Anik Tri S. P1337420718008
Mela Ayu M. P1337420718018 Yaneka Aldi P1337420718054
Linda Febiana P1337420718033 Milleana F. R. P1337420718004
Ratu Ellen P1337420718036 Yuyun K. P1337420718039
Melliana F. P1337420718037

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MAGELANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga

makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak

terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan

baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun

menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih

banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan

kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                                   

    Magelang, Maret 2020

                                                                    Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar………………………………………………………………………………..i

Daftar Isi…………………………………………………..………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang………………………………………………………………………………...1

Rumusan Masalah…………………….……………………………………………………….3

Tujuan…………………….……………………...…………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN

Penyebaran HIV AIDS dan IMS………………………………………………………………4

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyebaran HIV AIDS Dan IMS……………………….5

Kelompok Beresiko Terkena HIV AIDS Dan IMS……………………………………………9

Stigma Masyarakat Dan Diskriminasi HIV AIDS dan IMS…………………………………11

BAB III PENUTUP

Kesimpulan…………………….………………………………………….………………….13

Saran…………………….……………………………………………………………………13

Daftar Pustaka……………………….………………………………...……………………14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
AIDS(Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Acquired Immune
DeficiencySyndrome)adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang
timbul karenarusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau
infeksi virus virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan
Iain-lain).1Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus(atau disingkat
HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus iniakan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena rumor.Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus,namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung
aantara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh
yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan presemmal, dan
airsusu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun
oral),transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan
tubuh tersebut.Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang
yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat
infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-
unsurcsistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati
pada penderita AIDS. HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita
AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma kaposi, kanker leher
rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.4 Biasanya penderita AIDS
memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam
hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat
badan. Infeksioportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada
tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup
pasien.
Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae.
Virusini secara material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim

1
reversetranscriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV

2
2

1 dan HIV-2.Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-


masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup
tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia
adalah grup HIV-1 (Zein, 2006).Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap
sebagai virus penyebab AIDS.Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili
lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang
berbentuk silindris dalam virion matur.Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan
untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol,env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan
pengatur ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein
replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen
virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada
HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dariinfeksi HIV. Protein Rev
dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari pola kesehatan dan penyakit serta
faktor yang terkait di tingkat populasi. Ini adalah model cornerstone penelitian
kesehatan masyarakat, dan membantu menginformasikan kedokteran berbasis bukti
(evidence based medicine) untuk mengidentifikasikan faktor risiko penyakit serta
menentukan pendekatan penanganan yang optimal untuk praktik klinik dan untuk
kedokteran preventif. Menurut Dr. Anton Muhibuddin (Universitas Brawijaya), saat
ini epidemiologi telah berkembang pesat baik pendalaman ilmunya maupun perluasan
ilmunya. Perluasan ilmu epidemiologi saat ini juga mencakup epidemiologi bidang
pertanian agrokompleks (termasuk perikanan, perkebunan, prikanan) dan
mikrobiologi. Perluasan tersebut dirasa perlu karena manfaat epidemiolgi sangat nyata
dirasakan dalam bidang-bidang ilmu tersebut. Pendalaman epidemiologi di antaranya
meliputi peramalan berbasis komputer dan pengelolaan agroekosistem.
HIV (human Immunodeficiency Virus) dan AIDS telah menjadi masalah
darurat global. Diseluruh dunia,35juta orang hidup dengan HIV dan 19 juta orang
tidak mengetahui status HIV positif mereka. Di kawasan Asia,sebagian besar angka
prevelensi HIV pada masyarakat umum masih rendah yaitu < 1%,kecuali di Thailand
dam India Utara. Pada tahun 2015,di Asia Pasifik diperkirakan terdapat 350.000 orang
yang baru terinfeksi HIV dan sekitar 64% dari orang tersebut adalah laki-laki.
3

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyebaran HIV AIDS dan IMS?
2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran HIV AIDS dan IMS?
3. Bagaimana kelompok beresiko terkena HIV AIDS dan IMS ?
4. Bagaimana stigma masyarakat dan diskriminasi HIV AIDS dan IMS?
C. Tujuan
1. Mengetahui penyebaran HIV AIDS dan IMS.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran HIV AIDS dan IMS.
3. Mengetahui kelompok beresiko terkena HIV AIDS dan IMS.
4. Mengetahui stigma masyarakat dan diskriminasi HIV AIDS dan IMS.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penyebaran HIV AIDS dan IMS


Penyebaran HIV AIDS dan IMS dapat ditularkan melalui cairan tubuh, termasuk
darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu yang terinfeksi HIV.
Beberapa metode penularan HIV AIDS dan IMS yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut:
1. Hubungan seks
Penularan dengan melakukan hubungan seksual dapat terjadi dari pria ke
wanita atau sebaliknya, serta pada sesama jenis kelamin melalui hubungan seksual
yang berisiko. Penularan HIVAIDS dan IMS dapat terjadi saat hubungan seks
melalui vagina, anal, maupun seks oral dengan pasangan yang terinfeksi HIV
AIDS dan IMS. Salah satu cara terbaik untuk mencegah penularan HIV AIDS dan
IMS adalah menggunakan kondom saat berhubungan seks dan tidak berganti-ganti
pasangan seksual.
2. Penggunaan jarum suntik
HIV AIDS dan IMS dapat ditularkan melalui jarum suntik yang
terkontaminasi dengan darah yang terinfeksi. Berbagi pakai jarum suntik atau
menggunakan jarum suntik bekas, membuat seseorang memiliki risiko sangat
tinggi tertular penyakit, termasuk HIV AIDS dan IMS
3. Selama kehamilan, persalinan atau menyusui
Seorang ibu yang terinfeksi HIV dan mengandung atau menyusui berisiko
tinggi untuk menularkan HIV AIDS dan IMS kepada bayinya. Penting untuk
berkonsultasi dengan dokter agar dapat dilakukan pemeriksaan dan pengobatan
HIV AIDS dan IMS selama kehamilan, guna menurunkan risiko penularan HIV
AIDS dan IMS pada bayi.
4. Transfusi Darah
Dalam sebagian kasus, penularan HIV juga bisa disebabkan oleh transfusi
darah. Namun, kejadian ini semakin jarang terjadi karena kini diterapkan uji
kelayakan donor, termasuk donor darah, organ ataupun donor jaringan tubuh.
Dengan pengujian yang layak, penerima donor darah memiliki risiko yang rendah
untuk terinfeksi HIV AIDS dan IMS.

4
5

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyebaran HIV AIDS Dan IMS


1. Faktor Biologis Ibu Positif HIV
Apakah seorang ibu yang positif terjangkit HIV dapat menularkan virus HIV
pada janin? Berdasarkan hasil medis, jawabannya adalah mungkin. Maksudnya,
risiko penularan ada, namun bukan berarti selalu tertular. Bisa saja janinnya tidak
tertular sebab kondisi tertentu. Cara penularan HIV pada ibu dan janin ini terjadi
melalui tali plasenta.
Selain melalui tali plasenta, penyebab HIV pada bayi pun dapat terjadi ketika
masa persalinan. Secara tidak sengaja maupun sengaja, darah atau cairan tertentu
yang dimiliki ibu positif HIV dapat masuk ke dalam tubuh bayi.
2. Faktor Sanitasi Alat Suntik
Alat suntik pun dapat menjadi penyebab HIV menular. Pasalnya, cairan tubuh
dapat tersisa di dalam jarum suntik. Makanya, sanitasi jarum suntik perlu
diperhatikan. Bahkan, kegiatan medis maupun sejenis yang membutuhkan alat ini
harus menggunakan jarum suntik yang baru, bukan bekas.
Umumnya, cara penularan HIV ini terjadi pada pengguna-pengguna narkoba.
Mereka berbagi alat suntik untuk digunakan bersama. Ketika jarum tersebut
dipakai oleh pemakai narkoba ODHA, pengguna narkoba lainnya akan
menggunakan jarum yang sama. Itulah yang menjadi penyebab HIV tersebar.
Selain jarum suntik, jarum lainnya juga memiliki risiko yang sama, misalnya
jarum peralatan tato-menato.
3. Faktor Pemberian ASI
Penularan HIV juga dapat terjadi lewat pemberian Air Susu Ibu (ASI). Sama
halnya dengan faktor penularan HIV secara biologis antara ibu-anak melalui tali
plasenta, faktor pemberian ASI ini berlaku sama karena adanya pemberian cairan.
Terlebih lagi, penularan HIV lewat ASI memiliki risiko yang lebih tinggi, yakni
dapat mencapai 5 hingga 20 persen.
Selain itu, kondisi tertentu pun dapat terjadi. Contohnya, kondisi kesehatan
bayi sedang turun, imun bayi sedang melemah, luka di sekitar putih payudara ibu,
dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian medis, risiko penularan HIV lewat
ASI terjadi dengan perbandingan 3:100 per tahunnya. Dengan kata lain, setiap
tahunnya, 3 dari 100 anak memiliki risiko terkena HIV lewat ASI.
4. Faktor Transfusi Darah
6

Di dalam kegiatan medis, penularan HIV dapat terjadi juga melalui transfusi
darah. Hal ini disebabkan adanya pertukaran, pencampuran, atau proses lainnya
yang melibatkan kontak cairan darah ODHA. Beberapa di antaranya adalah donor
darah yang dilakukan oleh pendonor positif HIV atau tranfusi darah yang tercemar
virus HIV. Cairan tubuh seperti darah, ASI, sperma, dan cairan vagina memang
memiliki risiko yang besar sebagai media penularan HIV.
5. Faktor Hubungan Seks
Sesuai ragam jenis penyakitnya, yakni penyakit penularan seks, AIDS mudah
ditularkan melalui hubungan seksual. Adanya kontak terhadap sperma dan cairan
vagina akan meningkatkan risiko penularan virus HIV. Juga, kegiatan seks oral
pun termasuk pada kasus ini. Memang, masalah semacam ini dapat diatasi dengan
alat kontrasepsi, tetapi risiko lainnya masih ada. Salah satunya, yaitu luka pada
area kelamin.
Gayle and Hill (2001) menyatakan bahwa heteroseksual dan IDU merupakan
penyebab utama penularan HIV/AIDS di Asia Tenggara, termasuk Indonesia,
meskipun menurut Liu et al. (2005) hal ini disebabkan karena keterbatasan data
tentang HIV/AIDS pada kelompok homoseksual. Keterbatasan ini dipengaruhi antara
lain oleh stigma buruk masyarakat terhadap kelompok homoseksual, sehingga
kelompok ini seringkali tidak berani muncul secara terang-terangan di masyarakat dan
faktor risiko pada kelompok homoseksual tetap tersembunyi.
Faktor-faktor risiko terdiri dari:
1. Faktor risiko perilaku, yaitu perilaku seksual yang berisiko terhadap penularan
HIV/AIDS, yang meliputi partner hubungan seks lebih dari 1, seks anal,
pemakaian kondom.
2. Faktor risiko parenteral, yaitu faktor risiko penularan HIV/AIDS yang berkaitan
dengan pemberian cairan ke dalam tubuh melalui pembuluh darah vena. Faktor ini
meliputi riwayat transfusi darah, pemakaian narkotika dan obat-obatan terlarang
(narkoba) secara suntik (injecting drug users).
3. Faktor risiko infeksi menular seksual (IMS), yaitu riwayat penyakit infeksi bakteri
atau virus yang ditularkan melalui hubungan seksual yang pernah diderita
responden, seperti sifilis, condiloma acuminata, dan gonorrhoea.
Faktor Penyebaran IMS
1. Penyebab penyakit (agent)
7

Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri,
protozoa (Widyastuti, 2009).
2. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host, berperan pada perbedaan insiden
penyakit menular adalah :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Pilihan dalam hubungan seksual.
Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang ada tiga yaitu faktor
predisposisi, faktor-faktor pendukung dan faktor pendorong. Faktor
predisposisi adalah yang memudahkan terjadinya perilaku antara lain
pengetahuan individu, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai pandangan
dan persepsi, tradisi, norma sosial, pendapatan, pendidikan, umur dan status
sosial. Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya
perilaku, antara lain adanya keterampilan dan sumber daya seperti fasilitas,
personal dan pelayanan kesehatan serta kemudahan untuk mencapainya.
Faktor pendorong adalah faktor-faktor yang mampu menguatkan seseorang
untuk melakukan perilaku tersebut, diantaranya sikap dan perilaku petugas
kesehatan serta dorongan yang berasal dari masyarakat ( Notoatmodjo, 2003).
d. Lama bekerja sebagai pekerja seks komersial.
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan erat dengan
kemungkinan terjadinya IMS. Pada beberapa orang dengan kondisi tertentu
dan lingkungan yang memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan
meningkatkan penderita IMS. Orang tersebut termasuk dalam kelompok risiko
tinggi terkena IMS.
e. Status perkawinan
Insiden IMS lebih tinggi pada orang yang belum kawin, bercerai atau
orang yang terpisah dari keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang
sudah kawin karena pemenuhan kebutuhan seksualnya terpenuhi (Setyawulan,
2007).
f. Pemakaian kondom (Saifudin, 2006).

3. Faktor lingkungan
a. Faktor demografi
8

1. Bertambahnya jumlah penduduk dan pemukiman yang padat.


2. Perpindahan populasi yang menambah migrasi dan mobilisasi penduduk
misalnya : perdagangan, hiburan dan lain-lain.
3. Meningkatnya prostitusi dan homo seksual.
4. Remaja lebih cepat matang dibidang seksual yang ingin lebih cepat
mendapatkan kepuasan seksual.
b. Faktor sosial ekonomi
Sosial adalah sesuatu yang mengenai masyarakat, sedangkan ekonomi
adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai
kemakmuran hidupnya (Aat, 2010). Sosial ekonomi adalah sebuah konsep,
karena untuk mengukur sosial ekonomi harus melalui variable-variabel
pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan (Notoatmodjo, 2005). Ekonomi
adalah pengetahuan dan penelitian azas penghasilan, produksi, distribusi,
pemasukan, pemakaian barang dan kekayaan, penghasilan serta menjalankan
usaha menurut ajaran ekonomi (Aat, 2010).
Alasan seorang wanita terjerumus menjadi pekerja seks adalah karena
desakan ekonomi, dimana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun
sulitnya mencari pekerjaan, sehingga menjadi pekerja seks merupakan
pekerjaan yang termudah (Utami, 2010). Pelacuran erat hubungannya dengan
masalah sosial. Kemiskinan sering memaksa orang bisa berbuat apa saja demi
memenuhi kebutuhan hidup termasuk melacurkan diri ke lingkaran prostitusi.
Hal ini biasanya dialami oleh perempuan kalangan menengah kebawah
(Utami, 2010).
Penyebab lain diantaranya tidak memiliki modal untuk kegiatan
ekonomi, tidak memiliki keterampilan maupun pendidikan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik sehingga menjadi pekerja seks merupakan pilihan.
Faktor pendorong lain untuk bekerja sebagai PSK antara lain terkena PHK
sehingga untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup menjadi PSK merupakan
pekerjaan yang paling mudah mendapatkan uang (Utami, 2010).
c. Faktor kebudayaan
Kekosongan spiritual berhubungan dengan rendahnya pemahaman
terhadap nilai-nilai agama pada pekerja seks komersial yang terlihat.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa konflik kebutuhan justru menjadi konflik
utama dalam diri mereka, dan bukan konflik yang disebabkan munculnya
9

perasaan bersalah dan berdosa pada Tuhan. Manajemen konflik yang


dilakukan subjek juga terpusat pada pengelolaan konflik kebutuhan, sehingga
adanya kekosongan spiritual dalam diri mereka yang menyebabkan mereka
tetap bertahan dari pekerjaannya sebagai wanita pekerja seks komersial
(Utami, 2010).
d. Faktor medik
Standar Minimum berlaku untuk Klinik IMS yang telah dikembangkan
guna memperbaiki kualitas diagnosis dan pengobatan IMS secara keseluruhan
di seluruh klinik IMS di Indonesia. Untuk melaksanakan ini, setiap klinik IMS
harus melakukan hal-hal seperti promosi kondom dan seks yang aman,
pelayanan ditargetkan untuk kelompok berisiko tinggi, misalnya pekerja seks
dan kelompok “penghubung” pelanggan mereka, pelayanan yang efektif yaitu
pengobatan secepatnya bagi orang dengan gejala, program penapisan, dan
pengobatan secepatnya untuk IMS yang tanpa gejala pada kelompok risiko
tinggi yang menjadi sasaran (Arifianti, 2008).

C. Kelompok Beresiko Terkena HIV AIDS Dan IMS


Ada 6 kelompok yang dapat beresiko terkena HIv, Aids, dan IMS, yaitu :
1. Heteroseksual, melakukan kontak seksual dengan pasangan yang berbeda-
bedaKontak seksual yang bergantian akan meningkatkan penularan virus HIV,
baik melalui cairan semen atau vagina. Terlebih lagi jika pasangan tersebut
memiliki penyakit seksual, hal ini akan semakin meningkatkan risiko penularan
HIV/AIDS.
2. Pasien hemofilia
Hemofilia adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan pembekuan darah
sehingga darah tidak dapat berhenti ketika mengalami pendarahan. Hal ini
mengharuskan pasien menjalani transfusi darah. Semakin seringnya transfusi
darah yang dilakukan, maka pengecekan alat transfusi darah yang digunakan
harus sering dilakukan untuk mencegah kontaminasi.
3. Kelompok orang yang menjalani banyak transfusi darah
Penyakit seperti thalasemia dan anemia kronis mengharuskan pasien untuk
menjalani transfusi darah. Beberapa transfusi darah yang dijalani akan
meningkatkan risiko penyebaran virus/bakteri baik dari alat transfusi ataupun dari
darah yang digunakan.
10

4. Homoseksual atau biseksual


Laporan HIV/AIDS pada tahun 2007 oleh Center for Disease Control and
Prevention menunjukan bahwa risiko kontak seks antar laki-laki lebih tinggi
dibandingkan kontak seks antar perempuan. Sedihnya, data menunjukkan kejadian
biseksual antar laki-laki lebih tinggi dibandingkan kejadian biseksual antar
perempuan.
5. Pengguna obat intravena
Penggunaan obat secara intervena dilakukan dengan memasukkan obat ke
dalam darah secara langsung dengan alat seperti suntikan. Darah merupakan
bagian tubuh yang sangat sensitif menanggapi respon yang diterimanya. Kontak
darah secara langsung terhadap lingkungan luar mampu meningkatkan risiko
penularan HIV/AIDS.
6. Pengguna narkotika atau obat-obat terlarang
Pengguna narkotika memiliki risiko yang tinggi terhadap perilaku seks bebas.
Selain itu, penggunaan jarum suntik yang bergantian antara pengguna narkotika
mampu meningkatkan penyebaran virus HIV.
7. Petugas Medis
Tanpa disadari, petugas medis berisiko untuk tertular HIV karena mereka
setiap harinya berkontak langsung dengan pasien, baik itu ketika mengambil
sampel darah untuk pengecekan maupun saat transfuse darah. Di rumah sakit juga
sering kali kecolongan dengan pasien HIV, karena mereka belum tahu jika mereka
mengidap HIV sebelum hasil dari pemeriksaan darah keluar
8. Anak dari ibu penderita HIV
Infeksi HIV pada anak yang ditularkan oleh ibu sewaku dalam kandungan atau
masa persalinan biasanya akan menunjukkan tanda dalam rentang waktu 218
bulan pertama setelah anak lahir.
9. Pekerja sekskomersial
Seseorang yang bekerja sebagai PSK dapat dengan mudah tertular HIV bahkan
IMS, karena mereka sering berganti-ganti pasangan. Walaupun sudah
menggunakan kondom, PSK dapat jurga terkena HIV dan IMS.

D. Stigma Masyarakat Dan Diskriminasi HIV AIDS Dan IMS


Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang
memercayai bahwa penyakit AIDS merupakan akibat dari perilaku moral yang tidak
11

dapat diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis,
perasaan ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA.
Banyak yang beranggapan bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS layak
mendapatkan hukuman akibat perbuatannya sendiri. Mereka juga beranggapan bahwa
ODHA adalah orang yang bertanggung jawab terhadap penularan HIV/AIDS. Hal
inilah yang menyebabkan orang dengan infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak
adil, diskriminasi, dan stigma karena penyakit yang diderita. Isolasi sosial,
penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam pelbagai lingkup kegiatan
kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan
merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi. Tingginya penolakan masyarakat dan
lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS menyebabkan sebagian
ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status.
Bentuk stigma di antaranya tidak bersedia makan makanan yang disediakan
atau dijual oleh ODHA, tidak membolehkan anaknya bermain bersama dengan anak
HIV, tidak mau menggunakan toilet bersama dengan ODHA, bahkan menolak untuk
tinggal dekat dengan orang yang menunjukkan gejala HIV/AIDS. Apabila terdapat
ODHA dalam keluarga, mereka merasa takut untuk tidur bersama dengan ODHA dan
tidak bersedia merawat seperti menyiapkan makanan dan membersihkan peralatan
makan, serta duduk dekat dengan orang-orang terinfeksi HIV yang tidak
menunjukkan gejala sakit.
Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stigma pada ODHA di
masyarakat. Pendidikan kesehatan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan
mengenai HIV/AIDS dalam banyak penelitian dibuktikan sebagai salah satu faktor
yang paling memengaruhi terjadinya pengurangan stigma. Orang yang memiliki
pengetahuan cukup tentang faktor risiko, transmisi, pencegahan, dan pengobatan
HIV/AIDS cenderung tidak takut dan tidak memberikan stigma terhadap ODHA.
Selain pengetahuan yang kurang, pengalaman atau sikap negatif terhadap penularan
HIV dianggap sebagai faktor yang dapat memengaruhi munculnya stigma dan
diskriminasi. Pendapat tentang penyakit AIDS merupakan penyakit kutukan akibat
perilaku amoral juga sangat memengaruhi orang bersikap dan berperilaku terhadap
ODHA.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyebaran HIV AIDS dan IMS dapat ditularkan melalui cairan tubuh,
termasuk darah, air mani, cairan vagina, dan air susu ibu yang terinfeksi HIV. Stigma
masyarakat terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis, perasaan ketakutan yang
berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA. Banyak yang beranggapan
bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS layak mendapatkan hukuman akibat
perbuatannya sendiri. Mereka juga beranggapan bahwa ODHA adalah orang yang
bertanggung jawab terhadap penularan HIV/AIDS. Hal inilah yang menyebabkan
orang dengan infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak adil, diskriminasi, dan
stigma karena penyakit yang diderita.
B. Saran
Sebaiknya dari dinas kesehatan maupun dari pegawai kesehatan memberikan
edukasi kepada masyarakat awam tentang HIV dan IMS, agar mereka dapat berhati-
hati agar tidak tertular HIV namun juga tidak menghindar terhadap orang yang sudah
menderita HIV maupun IMS.

12
DAFTAR PUSTAKA

Shaluhiyah, Musthofa, Widjanarko. Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS.


Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4, Mei 2015.
Jurnal Mimbar Kesejahteraan Sosial, Volume 2, Nomor 2 Edisi November 2019
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual
Pipit Reviliana, Artathi Eka Suryandari dan Warni Fridayanti Akademi Kebidanan YLPP
Purwokerto. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Kejadian Pms Di Lokalisasi
Gang Sadar Baturadenkabupaten Banyumas Tahun 2011. Bidan Prada : Jurnal Ilmiah
Kebidanan, Vol.3 No.1 Edisi Juni 2012.
Agung Saprasetya Dwi Laksana, Diyah Woro Dwi Lestar. FAKTOR-FAKTOR RISIKO
PENULARAN HIV/AIDS PADA LAKI-LAKI DENGAN ORIENTASI SEKS
HETEROSEKSUAL DAN HOMOSEKSUAL DI PURWOKERTO. Mandala of Health.
Volume 4, Nomor 2, Mei 2010. Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto
Toha Muhaimin. EPIDEMIOLOGI dan PENCEGAHAN HIV/ AIDS DI INDONESIA.
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Training HIV-Education Persatuan
Dokter Peduli AIDS Indonesia Jakarta, 12 Desembar 2009.
https://www.tokopedia.com/blog/penyebab-penularan-hiv-aids-hlt/amp/ diakses tanggal
4 Maret 2020 pukul 16.00 WIB
https://www.halodoc.com/kesehatan/penyakit-menular-seksual-pms diakses tanggal
4 Maret 2020 pukul 16.30 WIB
https://www.alodokter.com/ini-cara-penularan-hiv-yang-penting-diketahuidiakses
diakses tanggal 4 Maret 2020 pukul 16.00 WIB

13

Anda mungkin juga menyukai