Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KELOMPOK 3 : HUKUM ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan Agama Islam
(PAI).

DISUSUN OLEH :
1. Farrah
2. Hendry Setiawan
3. Intan Nur Putri

Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi


Jakarta
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas kelompok dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan
judul “Hukum Islam".

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami
tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................................. 2
C. Manfaat............................................................................................................ 2
D. Rumusan Masalah........................................................................................... 2

Bab II Pembahasan...................................................................................... 3
A. Definisi Hukum Islam ….............................................................................. 3
B. Sumber Hukum Islam ................................................................................... 3
a . Al-Qur'an...............................................................................
b. As-Sunnah.............................................................................
c. Ijtihad.....................................................................................
C. Tujuan Hukum Islam …................................................................................. 5
D. Ruang Lingkup Hukum Islam …..................................................................... 7
a. Ibadah..................................................................................
b. Muamalah...........................................................................
c. Jinayah................................................................................
d. Siyasah...............................................................................
e. Akidah dan Akhlak..............................................................
f. Peraturan lainnya................................................................

Bab III Penutup.............................................................................................. 12


A. Kesimpulan..................................................................................................... 14
B. Saran............................................................................................................... 14

Daftar Pustaka................................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak masyarakat yang kurang atau belum memahami arti dari Hukum Islam secara umum, sering juga
masyarakat tidak mengerti dan tidak paham benar tentang Hukum Islam yang sebenarnya di ajarkan oleh
ALLAH SWT, Nabi Muhammad SAW, dan para sahabatnya.

Hukum Islam adalah salah satu aspek ajaran Islam yang menempati posisi yang sangat krusial dalam
pandangan umat islam, karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari hukum Islam sebagai
sebuah agama. Sedemikian pentingnya hukum Islam dalam skema doktrinal-Islam, sehingga seorang
orientalis, Joseph Schacht

menilai, bahwa “mustahil memahami Islam tanpa memahami hukum Islam”.

Pada dasarnya manusia meskipun berbeda jenis, suku, bangsa, dan ras di hadapan Allah dan muka hakim
semuanya sama. Mengapa di mata Allah dan hakim itu sama? Bukankah Allah dan hakim adalah suatu
tahta yang berbeda?

Karena bila dilihat dari perspektif historisnya, Hukum Islam pada awalnya merupakan suatu kekuatan
yang dinamis dan kreatif. Hal ini dapat di lihat dari munculnya sejumlah madzhab hukum yang responsif
terhadap tantangan historisnya masingmasing dan memiliki corak sendiri-sendiri, sesuai dengan latar
sosio kultural dan politis dimana madzhab hukum itu mengambil tempat untuk tumbuh dan
berkembang.

B. Tujuan
Topik kajian ini dipilih karena penulis ingin menyajikan pemahaman mengenal lebih dalam apa itu
hukum Islam secara rinci.

C. Manfaat
Oleh karena itu, kajian ini mempunyai manfaat bagi umat muslim. Bagi umat muslim, diharapkan dapat
memberikan tambahan wawasan dan pandangan lebih jauh tentang hukum Islam dan akhirnya dapat
membantu dalam mengambil keputusan dari masalah yang sulit diatasi kebenarannya.

D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka timbul rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Hukum Islam?

2. Apa tujuannya?

3. Apa saja sumber-sumber hukum islam?

4. Apa saja Ruang lingkup hukum islam?

BAB II

PEMBAHASAN

1. Hukum Islam

Istilah hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu ‘hukum’ dan ‘Islam’. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata ‘hukum’ diartikan dengan: 1) peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat;
2) undang-undang, peraturan, dsb untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; 3) patokan (kaidah,
ketentuan) mengenai peristiwa tertentu; dan 4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim
(di pengadilan) atau vonis (Tim Penyusun Kamus, 2001: 410). Secara sederhana hukum dapat dipahami
sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu
masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh
penguasa (Muhammad Daud Ali, 1996: 38). Kata hukum sebenarnya berasal dari bahasa Arab al-hukm
yang merupakan isi mashdar dari fi’il (kata kerja) hakama-yahkumu yang berarti memimpin,
memerintah, memutuskan, menetapkan, atau mengadili, sehingg kata alhukm berarti putusan,
ketetapan, kekuasaan, atau pemerintahan (Munawwir, 1997: 286). Dalam ujudnya, hukum ada yang
tertulis dalam bentuk undangundang seperti hukum modern (hukum Barat) dan ada yang tidak tertulis
seperti hukum adat dan hukum Islam.

Adapun kata yang kedua, yaitu ‘Islam’, oleh Mahmud Syaltout didefinisikan sebagai agama Allah yang
diamanatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengajarkan dasar-dasar dan syariatnya dan juga
mendakwahkannya kepada semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya (Mahmud
Syaltout, 1966: 9). Dengan pengertian yang sederhana, Islam berarti agama Allah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw. lalu disampaikan kepada umat manusia untuk mencapai kesejahteraan hidupnya baik
di dunia maupun di akhirat kelak.
Dari gabungan dua kata ‘hukum’ dan ‘Islam’ tersebut muncul istilah hukum Islam. Dengan memahami
arti dari kedua kata yang ada dalam istilah hukum Islam ini, dapatlah dipahami bahwa hukum Islam
merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT. dan Nabi Muhammad
saw. untuk mengatur tingkah laku manusia di tengahtengah masyarakatnya.

Dengan kalimat yang lebih singkat, hukum Islam dapat diartikan sebagai hukum yang bersumber dari
ajaran Islam. Dalam khazanah literatur Islam (Arab), termasuk dalam al-Quran dan Sunnah, tidak dikenal
istilah hukum Islam dalam satu rangkaian kata. Kedua kata ini secara terpisah dapat ditemukan
penggunaannya dalam literatur Arab, termasuk juga dalam al-Quran dan Sunnah. Dalam literatur Islam
ditemukan dua istilah yang digunakan untuk menyebut hukum Islam, yaitu al-syari’ah al-Islamiyah
(Indonesia: syariah Islam) dan al-fiqh alIslami (Indonesia: fikih Islam).

Istilah hukum Islam yang menjadi populer dan digunakan sebagai istilah resmi di Indonesia berasal dari
istilah Barat. Hukum Islam merupakan terjemahan dari istilah Barat yang berbahasa Inggris, yaitu Islamic
law. Kata Islamic law sering digunakan para penulis Barat (terutama para orientalis) dalam karya-karya
mereka pada pertengahan abad ke-20 Masehi hingga sekarang. Sebagai contoh dari bukubuku mereka
yang terkenal adalah Islamic Law in Modern World (1959) karya J.N.D. Anderson, An Introduction to
Islamic Law (1965) karya Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law (2009) kayra Wael B. Hallaq, dan
lain-lain.

Hukum Islam dibagi ke dalam dua bagian :

1. Bidang Ibadah (ibadah mahdah)

Ibadah mahdah adalah tata cara beribadah yang wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan
dengan Allah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

2. Bidang Mu’amalah ( ibadah ghairu mahdah )

Mu’amalah adalah ketetapan Allah yang langsung berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, yang
sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtiad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan
usaha itu.

Dengan adanya hukum ibadah mahdah dan muamalah ini jika diamalakan oleh manusia akan dapat
terpelihara Agama, jiwa, dan akalnya.

2. Sumber hukum Islam

Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturan-aturan untuk diterapkan di
dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui permasalahan-permasalahan, umumnya dalam
bidang agama yang sering kali membuat pemikiran umat muslim yang cenderung kepada perbedaan.
Oleh karenanya untuk menetapkan sumber syariat Islam harus berdasarkan ketetapan yang qath’i (pasti)
kebenarannya, bukan sesuatu yang bersifat dugaan (dzanni). Menurut Mahmud Syaltut, sumber syariat
(hukum) dalam Islam ada tiga :

1. Al-Qur'an

Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah kitab suci umat Muslim yang diturunkan
kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungan-
kandungan yang berisi perintah, larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. Al-
Quran menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani kehidupannya agar tercipta
masyarakat yang ber akhlak mulia. Maka dari itulah, ayatayat Al-Quran menjadi landasan utama untuk
menetapkan suatu syariat.

Al-Qur’an diriwayatkan dengan cara tawatur (mutawatir) yang artinya diriwayatkan oleh orang sangat
banyak semenjak dari generasi shahabat ke generasinya selanjutnya secara berjamaah. Jadi apa yang
diriwayatkan oleh orang per orang tidak dapat dikatakan sebagai Al-Qur’an. Orangorang yang memusuhi
Al-Qur’an dan membenci Islam telah berkali-kali mencoba menggugat nilai keasliannya. Akan tetapi
realitas sejarah dan pembuktian ilmiah telah menolak segala bentuk tuduhan yang mereka lontarkan. Al-
Qur’an adalah kalamullah, bukan ciptaan manusia, bukan karangan Muhammad saw ataupun saduran
dari kitab-kitab sebelumnya.Al-Qur’an tetap menjadi mu’jizat sekaligus sebagai bukti keabadian dan
keabsahan risalah Islam sepanjang masa dan sebagai sumber segala sumber hukum bagi setiap bentuk
kehidupan manusia di dunia.

2. As-Sunnah atau Hadist

Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala sesuatu yang berlandaskan pada
Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku, diamnya beliau. Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-
aturan yang merinci segala aturan yang masih global dalam Alquran. Kata hadits yang mengalami
perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka dapat berarti segala perkataan (sabda),
perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Rasulullah SAW yang dijadikan ketetapan ataupun
hukum Islam.

3. Ijtihad

Perkataan ijtihad (dalam bahasa Arab) berasal dari kata jahada artinya bersungguh sungguh
atau mencurahkan segala daya dalam berusaha.

Adapun pengertiannya secara terminologi menurut Al-‘Amidi adalah mencurahkan segenap


kemampuan dalam mencari hukum syar’i yang bersifat dzanny, dalam batas samapai dirinya
merasa mampu melebihi usahanya itu. Dari definisi ini, tampak jelas bahwa produk dari ijtihad
itu selalu bersifat relatif, tidak absolut benar atau dalam term ushul fiqh disebut dengan dzanny.
Sementara Al-Ghazali membuat rumusan ijtihad itu adalah:
Pencurahan kemampuan seorang mujtahid dalam rangka memperoleh hukum-hukum
syar’i.

Rumusan Ijtihad yang dikemukakan oleh Al Ghazali di atas lebih bersifat umum, tidak
menjelaskan lapangan ijtihad.

Dalam hubungannya dengan hukum, ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-
sungguh dengan memperguanakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli
hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya di dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Orang yang berijtihad disebut
mujtahid.

A. Syarat-Syarat Ijtihad

Ijtihad perlu dilakukan oleh orang yang memenuhi syarat dari masa ke masa, karena
Islam dan umat Islam berkembang pula dari zaman ke zaman sesuai dengan perkembangan
masyarakat.

Tidak semua orang dibenarkan melakukan ijtihad karena ijtihad bukan persoalan yang
mudah. Untuk itu, para ahli Ushul fiqih memberikan persyaratan khusus bagi orang yang akan
melakukannya.

Al Ghazali telah mengemukakan beberapa syarat berkaitan dengan seorang mujtahid.


Secara garis besar ia membagi syarat ijtihad menjadi dua kelompok :

Syarat yang dikelompokkan syarat utama, yang meliputi penguasaan terhadap materi hukum
yang terdapat dalam sumber utama ajaran Islam, kemudian bahasa Arab yang merupakan alat
dalam memahami sumber tersebut.
Syarat yang dikelompokkan sebagai syarat pelengkap, yaitu mengetahui nasikh mansukh, baik
untuk al-Qur'an maupun al-hadist dan mengetahui cara untuk menyeleksi atau
mengklasifikasikan hadis sebagai sumber hukum.

B. Metode Ijtihad

Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad dilakukan sendiri-
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Di antara metode atau cara berijtihad adalah
(1)Ijma’ (2) Qiya

1. IJMA’

Ijma’ menurut bahasa, artinya kesepakatan. Adapun menurut istilah, Ijma’ adalah
persetujuan atau kesesuaian pendapat para ahli mengenai suatu masalah pada suatu tempat di
suatu masa dalam menetapkan suatu hukum yang tidak ditemukan dalilnya secara tegas dalam
al-Qur’an atau Hadis.

Sedangkan dalil ijma' adalah Firman Allah SWT QS al-Nisa’ 115 sebagaimana
disebutkan dalam kitab Tanqȋhul al-Fushȗl Fȋ al-Ushȗl hal 82:

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Sudah merupakan sunnatullah dalam perkembangan zaman senantiasa ditemui masalah-


masalah baru dalam kehidupan manusia yang perlu diketahui kedudukan hukumnya. Apabila
para ulama mujtahidin sepakat dalam menetapkan hukumnya, berarti lahirlah ijma’/kesepakatan
para ulama.

Kesepakatan itu diperoleh dengan suatu cara di tempat yang sama namun kini sukar
dicari suatu cara dan sarana yang dapat dipergunakan untuk memperoleh persetujuan seluruh ahli
mengenai suatu masalah pada suatu ketika di tempat yang berbeda.

Ijma’ yang Hakiki hanya mungkin terjadi pada masa kedua Khulafaur Rasyidin (Abu
Bakar dan Umar) dan sebagian masa pemerintahan khalifah yang ketiga (Usman). Sekarang
ijma’ hanya berarti persetujuan atau kesesuaian pendapat di suatu tempat mengenai tafsiran ayat-
ayat (hukum) tertentu dalam al-Qur’an (H.M. Rasjidi, 1984:457)

Contoh ijma’ adalah kesepakatan para sahabat tentang adzan dua kali pada hari Jum’at,
sholat tarawih secara berjamaah sebulan penuh dan semacamnya.

2. QIYAS

Qiyas menurut bahasa artinya ukuran. Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang
tidak terdapat ketentuannya di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah atau al-Hadis dengan hal (lain)
yang hukumnya disebut dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasul (yang terdapat dalam kitab-kitab
hadis) karena persamaan illat (penyebab atau alasannya).

Dalam proses qiyas, ada 4 faktor (rukun) yang harus dipenuhi, yakni asalnya, cabangnya,
hukumnya, dan sifatnya. Misalnya, tentang haramnya khamar (arak). Khamar itu disebut asalnya.
Sifatnya memabukkan dipandang sebagai sebabnya, maka setiap minuman lain yang sifatnya
memabukkan dipandang sebagai cabangnya, dan dinyatakan hukumnya sebagai haram. Dari
kriteria tersebut, dapat dikembangkan kepada minuman atau makanan lain. Apabila terdapat
kesamaan maka dihukumi sebagaimana khamar, misalnya narkotik. Contoh qiyas lainnya adalah
perintah untuk meninggalkan segala jenis pekerjaan pada saat adzan Jum’at dikumandangkan.
Hal ini disamakan dengan perintah untuk meninggalkan jual beli pada saat-saat tersebut, yang
secara langsung dinyatakan dalam al-Qur’an yakni firman Allah SWT:
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”(Qs. Al-Jumu’ah, 9)

Sikap para ulama mujtahidin terhadap qiyas berbeda-beda. Adapun Imam Malik dan
Imam Syafi'i menempuh jalan tengah. Pandangan moderat Imam Malik tampak karena qiyas
dipergunakan selama tidak ada nash dari al-Qur’an, Hadits, dan Atsar sahabat yang sah.
Golongan Hanafiah lebih mengutamakan qiyas daripada Hadis Ahad, sedangkan golongan
Syafi'iyah baru menggunakan qiyas apabila tidak ada nash al-Qur’an dan Hadits.

Selain tiga sumber hukum tersebut, ada beberapa kajian bidang yang erat berkaitan
dengan sumber hukum Islam, yaitu

1. Istishab, yakni menetapkan hukum sesuatu berdasarkan keadaan hukum yg


sebelumnya, sehingga ada hukum baru yg mengubahnya.. Contoh : sebagian ulama' mengatakan
bahwa orang yg sholat dgn Tayammum kemudian dalam menunaikan sholat (fardhu), ia melihat
air, maka sholatnya tidak batal, dengan alasan istishab kepada ijma' syahnya sholat dengan
tayammum sebelum melihat air, hukum ini terus berlaku sampai adanya dalil bahwa melihat air
membatalkan sholat

2. Maslahah mursalah, yakni mengambil manfaat dan menolak kemudharatan yang dalam
rangka untuk memelihara tujuan tujuan syara’.. Contoh : Dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul
tidak ada nash yang melarang mengumpulkan Al Qur’an dari hafalan kedalam tulisan, meskipun
demikian, para sahabat di zaman Abu Bakar bersepakat untuk menulis dan mengumpulkannya,
karena mengingat kemaslahatan ummat, yang saat itu sahabat penghafal Al-qur’an banyak yang
meninggal dunia.

3. 'Urf, yakni sesuatu yg tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena sudah menjadi
kebiasaan dan menyatu dgn kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau perkataan. Contoh:
Menganggukan kepala tanda menyetujui dan menggelengkan kepala tanda menolak atau
menidakkan sesuatu.
3. Tujuan Hukum Islam

Sumber hukum syariat Islam adalah Al-Quran dan Al-Hadist. Sebagai hukum dan ketentuan yang
diturunkan Allah swt, syariat Islam telah menetapkan tujuan-tujuan luhur yang akan menjaga
kehormatan manusia, yaitu sebagai berikut.

1. Pemeliharaan atas keturunan

Hukum syariat Islam mengharamkan seks bebas dan mengharuskan dijatuhkannya sanksi bagi pelakunya.
Hal ini untuk menjaga kelestarian dan terjaganya garis keturunan. Dengan demikian, seorang anak yang
lahir melalui jalan resmi pernikahan akan mendapatkan haknya sesuai garis keturunan dari ayahnya.

2. Pemeliharaan atas akal

Hukum Islam mengharamkan segala sesuatu yang dapat memabukkan dan melemahkan ingatan, seperti
minuman keras atau beralkohol dan narkoba. Islam menganjurkan setiap Muslim untuk menuntut ilmu
dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Jika akalnya terganggu karena pesta miras oplosan,
akalnya akan lemah dan aktivitas berpikirnya akan terganggu.

3. Pemeliharaan atas kemuliaan

Syariat Islam mengatur masalah tentang fitnah atau tuduhan dan melarang untuk membicarakan orang
lain. Hal ini untuk menjaga kemuliaan setiap manusia agar ia terhindar dari hal-hal yang dapat
mencemari nama baik dan kehormatannya.

4. Pemeliharaan atas jiwa

Hukum Islam telah menetapkan sanksi atas pembunuhan, terhadap siapa saja yang membunuh
seseorang tanpa alasan yang benar. Dalam Islam, nyawa manusia sangat berharga dan patut dijaga
keselamatannya.

5. Pemeliharaan atas harta

Syariat Islam telah menetapkan sanksi atas kasus pencurian dengan potong tangan bagi pelakunya. Hal
ini merupakan sanksi yang sangat keras untuk mencegah segala godaan untuk melakukan pelanggaran
terhadap harta orang lain.

6. Pemeliharaan atas agama Hukum Islam memberikan kebebasan bagi setiap manusia untuk
menjalankan ibadah sesuai kepercayaannya. Islam tidak pernah memaksakan seseorang untuk memeluk
Islam. Akan tetapi, Islam mempunyai sanksi bagi setiap muslim yang murtad agar manusia lain tidak
mempermainkan agamanya.Untuk melengkapi postingan tentang pengertian hukum Islam, sumber dan
tujuan, syariat Islam mulai berlaku untuk orang dewasa (mukallaf) atau orang yang sudah baligh, yakni
sudah cukup umur, berakal sehat dan sudah menerima seruan agama sejak usia 9 tahun, bagi pria dan
wanita bila sudah bermimpi basah (tanda dewasa).
Tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan
maslahah bagi mereka, mengarahkan kepada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan
akhirat, dengan perantara segala yang bermanfaat serta menolak yang medarat atau tidak berguna bagi
kehidupan manusia.

B. Ruang lingkup hukum Islam

Ruang lingkup hukum islam menurut Zainuddin Ali, sebagai berikut :

1. Ibadah

Peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan Allah SWT. yang terdiri atas :

a. Rukun Islam, yaitu mengucapkan syahadat, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan
puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji bila mampu.

b. Ibadah yang berhubungan dengan rukun Islam, dan ibadah lainnya, yaitu Badani dan Mali.

- Badani (bersifat fisik) yaitu bersuci, azan, ikamat, iktikad, doa, sholawat, umrah, dan lain-lain.

- Mali (bersifat harta) yaitu zakat, infak, sedekah, kurban, dan lain-lain.

2. Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lainnya dalam hal
tukar-menukar harta (termasuk jual-beli), diantaranya seperti dagang, pinjam-meminjam, sewa-
menyewa, pengupahan, warisan, wasiat, dll.

3. Jinayah, yaitu peraturan yang menyangkup pidana Islam, diantaranya seperti pembunuhan, zinah,
meminum yang memabukkan, dll.

4. Siyasah, yaitu menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, diantaranya seperti persaudaraan,


tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan, dll.

5. Akidah dan Akhlak,

Akidah berasal dari kata aqoda yaqidu uqdatan yang berarti keyakinan yang mantap.

Akhlak adalah sikap yang melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah
laku dan perbuatan. Akhlak memiliki dua jenis, yaitu Akhlakul Karimah (akhlak terpuji) dan akhlakul
mazmumah (akhlak tercela) .

6. Peraturan lainnya, yaitu norma illahi yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, hubungan
yang terjadi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dalam kehidupan sosial, dan hubungan
manusia dan benda serta alam lingkungan hidupnya, diantaranya seperti makanan dan minuman,
sembelih hewan, nazar, pemeriharaan anak yatim, masjid, dakwah, perang, dll.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hukum Islam ialah ketentuan Allah yang berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf yang mengandung
suatu tuntutan, pilihan, sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya sesuatu yang lain.Syariat Islam
menyamaratakan hukum dan keadilan antara sesama umat Islam.Islam mengerahkan kekuatan manusia
kepada tujuan besar, yaitu kepentingan masyarakat dengan memanfaatkan segala bentuk kebajikan yang
disumbangkan setiap individu.

3.2. Saran

1. Kami menyarankan agar pembaca dapat mengetahui lebih dalam tentang makalah yang kami sajikan.

2. Kami menyarankan agar pembaca bisa menambah wawasan dengan menerapkan ajaran Islam didalam
lingkup hukum.

Anda mungkin juga menyukai