Anda di halaman 1dari 20

Referat

Pneumotoraks

Oleh:

Lisda Risky Amalia

Pembimbing:

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juni, 2019
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Digestif Manusia 3
B. Histologi Traktus Digestivus Manusia 4
C. Sistem Proteksi Traktus Digestivus 6
D. Mukus Sebagai Kunci Proteksi Traktus Digestivus
Manusia 7
BAB III PENUTUP 22
DAFTAR PUSTAKA 23

ii
BAB I
LATAR BELAKANG

Trauma toraks merupakan kejadian katastropik yang paling sering terjadi

pada populasi dan menyebabkan morbiditas, disabilitas, dan mortalitas.(1)(2)

Menurut laporan tahunan German Trauma Society, 59,2% dari 42.954 pasien

trauma berat yang tercatat, menunjukkan adanya trauma pada toraks. Komplikasi

trauma toraks yang paling sering terjadi adalah pneumotoraks. Pneumotoraks

merupakan suatu kasus yang mengancam nyawa terutama apabila telah

berkembang menjadi tension pneumothorax.(3)(4)(5)

Tension pneumothorax akan menyebabkan mediastinum terdorong ke arah

kontralateral, kompresi vena cava superior, kompresi pulmo kontralateral,

membesarnya cavum toraks ipsilateral, dan terdorongnya diaphragm ipsilateral. Hal

tersebut dapat menurunkan volume darah yang akan memasuki jantung (preload),

akibatnya akan menyebabkan berkurangnya stroke volume yang selanjutnya akan

menurunkan jumlah cardiac output. Penurunan jumlah cardiac output inilah yang

akan menyebabkan terjadinya kolapsnya hemodinamik dan terjadinya syok

obstruktif.(6)(7)(8) Keadaan tersebut merupakan keadaan yang mengancam nyawa

yang apabila dibiarkan dapat tanpa penatalaksaan yang adekuat dapat berakhir pada

kematian.(9) Oleh karena itu, sangat penting bagi tenaga medis (terutama dokter)

untuk dapat mendiagnosis dan menatalaksanai kasus pneumotoraks secara cepat

dan tepat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Pneumotoraks adalah suatu kelaianan pada pulmo yang ditandai oleh

adanya udara pada cavum pleura, baik terjadi secara spontan maupun akibat adanya

trauma.(3)(6)(10)

B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI

Berdasarkan etiopatofisiologinya, pneumotoraks secara umum

diklasifikasikan menjadi dua, pneumotoraks spontan dan pneumotoraks traumatik.

Pneumotoraks spontan kemudian dibagi lagi menjadi dua, yakni pneumotoraks

spontan primer dan pneumotoraks spontan sekunder. Pneumotoraks traumatik

dapat disebabkan oleh trauma tajam dan trauma tumpul pada dinding toraks,

ataupun akibat suatu tindakan medis (iatrogenik). Berikut adalah etiologi dan

klasifikasi pneumotoraks berdasarkan etiologi dan patofisiologinya (tabel 1).(6)(11)

Tabel 1. Klasifikasi pneumotoraks berdasarkan etiopatofisologinya.(6)


Pneumotoraks spontan Pneumotoraks traumatik
Primer Sekunder Tajam Tumpul Iatrogenik
Ruftur  Penyakit paru Luka Kecelakaan  Insersi central
subpleural obstruktif kronik tembak, lalu lintas, venous catheter
bleb (PPOK) luka tusuk jatuh,  Implantasi
 Kistik fibrosis kecelakaan pacemaker
 Asma bronchial olahraga  Transthoracic
 Sindrom marfan needle biopsy
 Interstitial lung  Trans bronchial
disease needle biopsy
 Pneumocystis  Thoracocentesis
carinii pneumonia
 Abses pulmo
 Kanker paru
 Perforasi
esophagus

2
Berdasarkan patofisiologinya, pneumotoraks traumatic dibagi menjadi tiga

kategori, yakni sebagai berikut : (12)

1) Simple/closed pneumothorax

Simple/closed pneumothorax sering terjadi akibat adanya laserasi pada

parenkim pulmo oleh ujung kosta yang fraktur, sehingga udara para parenkim

pulmo akan masuk ke dalam cavum pleura. Pada tipe pneumotoraks ini, dinding

dada tetap intak, sehingga udara dari dunia luar tidak dapat masuk maupun keluar.
(4)(6)(11)(12)

2) Open pneumothorax

Open pneumothorax diakibatkan oleh adanya hubungan langsung antara

cavum pleura dengan dunia luar. Tipe pneumotoraks ini memungkinkan udara

dapat masuk ke cavum pleura dan keluar dari cavum pleura secara bebas. (4)(6)(11)(12)

Gambar 1. Skematik closed pneumothorax dan open pneumothorax.(13)

3) Tension pneumothorax

Tension pneumothorax terjadi ketika tekanan di dalam cavum pleura menjadi

positif pada semua fase siklus respirasi. Ketika pulmo yang terkena menjadi kolaps,

akumulasi udara dari dunia luar akan menyebabkan tekanan di dalam cavum pleura

3
menjadi positif dan selanjutnya akan mendorong mediastinum ke arah sisi yang

sehat. Tekanan pleura yang positif dapat menjadi sangat tinggi hingga mampu

menekan diaphragm ipsilateral. Mekanisme terjadinya tension pneumothorax

secara spesifik berhubungan dengan tipe one-way-valve, yaitu katup yang akan

membuka ketika inspirasi dan sebaliknya akan menutup saat terjadinya ekspirasi,

sehingga akan menyebabkan udara akan terus terakumulasi di dalam cavum pleura.
(4)(6)(11)(12)

C. EPIDEMIOLOGI

Trauma toraks merupakan penyebab tersering pneumotoraks di unit gawat

darurat. Pneumotoraks traumatik terjadi pada hampir 40-50% pasien yang

mengalami trauma toraks. Pneumotoraks yang ditemukan di unit gawat darurat

umumnya disebabkan oleh trauma tajam maupun tumpul pada toraks.(3)(11)

Selain pneumotoraks traumatik, pneumotoraks spontan juga cukup sering

terjadi dan merupakan permasalah global yang signifikan. Insiden pneumotoraks

spontan primer mencapai 1.2 per 100.000 jiwa pada perempuan hingga 7.4 per

100.000 jiwa pada laki-laki setiap tahunnya. Pneumotoraks spontan lebih sering

terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan dikaitkan dengan kebiasaan

merokok, Di samping itu, insiden pneumotoraks spontan sekunder juga tinggi,

yakni masing-masing pada laki-laki dan perempuan adalah 6.3 dan 2.0 per 100.000

jiwa setiap tahunnya. (11)(14)

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA

Pleura merupakan suatu lapisan fibrosa yang menyelimuti pulmo dan

dinding toraks interna. Secara anatomi, pleura terdiri atas pleura parietalis yang

4
melekat pada dinding toraks interna dan pleura visceralis yang melekat pada

permukaan pulmo. Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu

ruang yang disebut dengan cavum pleura. Berikut adalah anatomi pleura secara

skematik.(15)

Gambar. Anatomi Pleura.(13)(15)

Cavum pleura memiliki tekanan yang negative, yakni -2 sampai -40 cmH2O.

Tekanan negative pada cavum pleura ini dihasilkan oleh kecenderungan pulmo

untuk kolaps dan kecenderungan dinding dada untuk mengembang.(4)(6) Pada orang

yang normal, tekanan pleura relatif tetap negatif terhadap tekanan atmosfer di

sepanjang siklus pernapasan. Adanya perbedaan tekanan antara alveoli paru dan

cavum pleura menghasilkan suatu tekanan yang disebut tekanan transpulmoner.

Tekanan transpulmoner tersebut lah yang menyebabkan pulmo memiliki elastisitas

untuk dapat mengembang selama fase inspirasi dan mengempis selama fase

ekspirasi (elastic recoil).(7)

5
Gambar 2. Fisiologi Respirasi A) Inspirasi; B) Ekspirasi

E. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Pneumotoraks traumatic terjadi sebagai konsekuensi dari trauma tajam

maupun tumpul pada thoraks. Hal ini dapat berkembang pada saat terjadi cidera,

segera setelah terjadi cidera atau setelahnya. Patogenesis pneumotoraks traumatik

akan berbeda sesuai dengan tipenya masing-masing.

Closed pneumothorax sering terjadi sebagai akibat dari adanya trauma

tumpul yang menyebabkan farktur kosta. Kosta yang fraktur selanjutnya akan

menyebabkan cidera atau laserasi pada pleura parietal, pleura visceralis, dan

parenkim pulmo. Laserasi pada pleura visceralis dan parenkim pulmo akan

menyebabkan terbentuknya hubungan antara alveoli dengan cavum pleura,

sehingga menyebabkan udara dari dari alveoli berpindah ke cavum pleura.

Akibatnya, tekanan alveoli dan tekanan cavum pleura menjadi setara.(12)(7)

Open pneumothorax sering terjadi akibat adanya trauma tajam pada dinding

toraks yang biasanya diakubatkan oleh luka tusuk atau luka tembak. Adanya luka

tersebut akan menciptakan hubungan langsung antara lingkungan dengan cavum

pleura dan akan memungkinkan udara bebas dari lingkungan berpindah ke dalam

6
cavum pleura hingga tekanan keduanya menjadi sama atau hingga hubungan

keduanya tertutup. (6)(12)(7)

Ketika terdapat udara di dalam cavum pleura, hal tersebut akan

meningkatkan tekanan cavum pleura dan akan menurunkan tekanan transpulmoner

yang akan menyebabkan pulmo kehilangan kemampuan elastic recoil nya,

akibatnya akan terjadi penurunan pada tekanan parsial oksigen dan penurunan

kapasitas vital pulmo hingga 33%.(6)(7)(16) Ruang untuk menampung udara yang

masuk ke dalam cavum pleura diciptakan dengan mengkompresi pulmo Ruang

untuk menampung udara yang masuk ke dalam cavum pleura diciptakan dengan

mengkompresi pulmo yang akan menurunkan kapasitas vital pulmo sekitar 25%.

Selain itu, perubahan tekanan rongga intra-pleura menyebabkan meningkatnya

volume toraks, yang mengakibatkan perubahan dari recoil dinding toraks dan

menyebabkan penurunan sekitar 8% dari kapasitas vital pulmo.(7)

Tension pneumothorax terjadi ketika tekanan di dalam cavum pleura

meningkat melebihi tekanan atmosfer. Tension pneumothorax terjadi melalui

mekanisme one way valve, yakni katup yang terbuka ketika inspirasi dan tertutup

ketika ekspirasi. Peningkatan tekanan cavum pleura yang berlebihan ini akan

menyebabkan mediastinum terdorong ke arah kontralateral, kompresi vena cava

superior, kompresi pulmo kontralateral, membesarnya cavum toraks ipsilateral,

dan terdorongnya diaphragm ipsilateral. Hal tersebut dapat menurunkan volume

darah yang akan memasuki jantung (preload), akibatnya akan menyebabkan

berkurangnya stroke volume yang selanjutnya akan menurunkan jumlah cardiac

7
output. Penurunan jumlah cardiac output inilah yang akan menyebabkan terjadinya

kolapsnya hemodinamik dan terjadinya syok obstruktif.(6)(7)(8)

F. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Sama halnya dengan penyakit lainnya, diagnosis pneumotoraks dapat

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Melalui anamnesis dapat dicari berbagai keluhan sesuai dengan manifestasi klinis

pada pasien pneumotoraks, diantaranya adalah nyeri dada (terutama pada bagian

toraks yang mengalami trauma), sesak nafas, nadi cepat atau nafas cepat yang

seluruhnya terjadi secara mendadak. Pada kasus pneumotoraks traumatik, pada

anamnesis juga dapat digali riwayat trauma pada dinding toraks secara spesifik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan beberapa abnormalitas,

diantaranya adalah gerakan toraks yang asimetris (sisi yang sakit tertinggal),

penurunan atau hilangnya fremitus vokal pada sisi yang sakit, perkusi hipersonor

pada sisi yang sakit, dan penurunan atau hilangnya suara nafas pada sisi yang sakit.

Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan dan merupakan pemeriksaan

standar di unit gawat darurat untuk membantu menegakkan diagnosis adalah foto

polos toraks dengan posisi postero-anterior (PA). Pada foto polos toraks dapat

ditemukan gambaran abnormal berupa visceral pleural line yang terlihat sebagai

garis putih yang dipisahkan oleh gas dari pleura parietalis. (1)(3)(6)(11)(12)

Pada kasus tension pneumothorax, pulmo telah sepenuhnya kolaps,

kemudian diaphragma ipsilateral akan terdorong ke bawah dan mediastinum akan

terdorong ke sisi kontralateral. Dorongan pada mediastinum akan menyebabkan

trakea bergeser kea rah kontralateral dan mengompresi vena kava superior.

8
Kompresi pada vena kava superior akan menyebabkan turunnya venous return yang

akan menyebabkan penurunan preload, sehingga akan menyebabkan penurunan

pada stroke volume dan cardiac output. Sebagai akibatnya, akan terjadi hipotensi,

takikardia, sianosis, dan penonjolan pada vena jugularis (peningkatan tekanan vena

jugularis). Temuan-temuan tersebut tampak menyerupai gejala pada tamponade


(10)(12)(8)
jantung. Berikut adalah gambaran tension pneumothorax secara

skematik.(17)

Gambar. Manifestasi klinis tension pneumothorax secara skematik.(17)

G. TATALAKSANA

Tujuan tatalaksana pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara yang

terakumulasi di dalam cavum pleura dan mencegah terjadinya rekurensi.

Tatalaksana pneumotoraks tergantung pada derajat keterlibatan sistem

9
kardiorespirasi, beratnya gejala dan ukuran pneumotoraks. Strategi terapi

pneumotoraks meliputi observasi, terapi oksigen, aspirasi jarum, pemasangan

intercostal chest tube, ataupun open thoracotomy.(11)(18) Berikut adalah pemaparan

berbagai strategi terapi yang dapat dilakukan pada kasus pneumotoraks.

 Observasi

Pasien dengan pneumotoraks yang berukuran kecil (biasanya <15%

hemitoraks atau gambaran udara antara dinding toraks dan garis pulmo <2cm pada

level setinggi hilus pulmonalis ) atau lebih besar dari itu dengan gejala minimal

cukup dilakukan observasi selama 24 jam untuk memantau adanya perburukan

gejala sembari dilakukan pemberian suplementasi oksigen.(11)

 Terapi oksigen

Pemberian terapi oksigen diketahui memiliki manfaat baik pada kasus

pneumotoraks traumatik maupun pneumotoraks spontan. klinis dan eksperimental

menunjukkan bahwa absorpsi udara di dalam cavum pleura akan meningkat dengan

pemberian terapi oksigen. Pemberian 100% oksigen diketahui dapat meningkatkan

absorpsi udara di dalam cavum pleura empat sampai enam kali lipat. Pemberian

100% oksigen ini diharapkan dapat menyebabkan denitrogenisasi darah, sehingga

nitrogen yang ada di dalam cavum pleura akan diabsorpsi melalui kapiler.(11)(18)

 Aspirasi jarum/needle chest decompression

Terapi lini pertama pada kasus pneumotoraks dengan luas >15% dari

hemitoraks atau gambaran udara antara dinding toraks dan garis pulmo >2cm pada

level setinggi hilus pulmonalis) adalah aspirasi jarum. Prosedur ini menggunakan

jarum ukuran 16 gauge yang ditusukkan di ICS 2 linea midcalvicularis (Gambar)

10
dibawah anestesi lokal. Aspirasi dilakukan hingga tidak ada udara yang dapat

diaspirasi.(11) Terapi ini juga merupakan terapi utama untuk kasus tension

pneumothorax yang merupakan kasus gawat darurat.(19)

Gambar. lokasi pemasangan needle untuk needle chest decompression.(20)

 Chest tube (Water seal drainage)

Chest tube merupakan tatalaksana awal yang paling definitif untuk kasus

pneumotoraks. Guideline terbaru menganjurkan pemasangan chest tube secepatnya

pada pasien dengan kondisi klinis yang tidak stabil dan dengan gejala hipoksia,

hipotensi atau pasien dengan penurunan kesadaran.(3)(21) Selain pada keadaan

tersebut, apabila tatalaksana dengan aspirasi jarum tidak berhasil atau hasil yang

diharapkan tidak tercapai, maka pemasangan chest tube juga harus dilakukan.

Prosedur ini memberikan pelepasan udara yang cepat dari cavum pleura. (11)

Chest tube biasanya dipasang pada suatu area dibawah axilla yang disebut

dengan ˮsafe triangleˮ, tempat yang dianggap aman untuk dapat menghindari organ

visceral (Gambar). Pemasangan chest tube dilakukan dibawah anestesi lokal. Pada

kasus pneumotoraks spontan, digunakan smallbore ( <14F, diameter 4.7 mm),

sedangkan pada kasus pneumotoraks traumatik digunakan tube yang lebih besar,

yaitu ukuran 28F dan diameter 9.3 mm.(21) Berikut adalah ukuran chest tube, lokasi

11
dan teknik pemasagan chest tube. (11)(22)(23) Setelah chest tube terpasang, maka

selanjutnya chest tube harus dihubungkan dengan chest drainage system / water

seal drainage (gambar).(24)

Gambar. Ukuran chest tube dan safe triangle untuk pemasangan chest tube

Gambar. Teknik pemasangan chest tube.(11)

12
Gambar. Chest tube yang dihubungkan dengan chest drainage system / water
seal drainage.(24)

 Plester tiga sisi (untuk kasus open pneumothorax)

Pada kasus open pneumothorax, terapi awal yang paling tepat dilakukan

adalah menggaplikasikan plester tiga sisi pada defek luka. Plester tiga sisi ini

diaplikasikan dengan tujuan membuat katup yang memungkinkan udara di cavum

pleura keluar melalui luka selama fase ekspirasi, tetapi udara bebas tidak dapat
(16)(24)
masuk melalui luka selama fase inspirasi. Berikut adalah teknik plester tiga

sisi pada open pneumothorax.(24)

Gambar. Teknik pemasangan plester tiga sisi pada open pneumothorax.(24)

13
H. REHABILITASI PASIEN DENGAN CHEST TUBE

Pasien-pasien dengan chest tube perlu mendapatkan terapi rehabilitasi atau

fisioterapi untuk dapat memaksimalkan fungsi chest tube dan berbagai komplikasi

chest tube yang mungkin akan dialami pasien. Berikut adalah beberapa

permasalahan yang dapat muncul pada pasien dengan chest tube dan hal yang dapat

dilakukan untuk mengatasinya.

 Keterbatasan gerak

Pasien dengan chest tube cenderung mengalami keterbatasan gerak. Hal ini

dapat diatasi dengan melatih pasien untuk berjalan (ambulatory training). Salah

satu tujuan ambulatory training adalah untuk memaksimalkan kemampuan diri

pasien untuk mengatur kecepatan berjalan dan waktu untuk istirahat.(25)

 Nyeri

Fisioterapis dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri dengan

menerapkan beberapa strategi terapi, yaitu : (25)

1) Pijat klasik untuk mengurangi tonus otot

2) TENS (Transcutaneous Electric Nerve Stimulation)

3) Prosedur relaksasi (Qi Gong/Meditasi, Feldenkrais, Osteopathy, dll.).

 Sesak nafas

Fisioterapis dapat mengatasi keluhan sesak nafas dengan cara : (25)

1) Menciptakan posisi bernafas yang bebas nyeri

2) Mengurangi sesak dengan membuka jendela atau menggunakan kipas angina

3) Contact breathing (gambar)

14
Gambar. Contact breathing. (25)

 Batuk

Pada pasien pneumotoraks yang terpasang chest tube perlu untuk

menghindari pengeluaran lendir dengan menggunakan tekanan yang tinggi,

misalnya batuk. Untuk menghindari hal tersebut, maka pasien diajarkan alternatif

lain selain batuk yang memungkinkan pengeluaran lendir tanpa menggunakan

tekanan yang tinggi, yakni ˮhuffingˮ atau terengah-engah. Metode tersebut dapat

mengeluarkan lender dengan mempertahankan epiglottis tetap terbuka, sehingga

tekanan yang tinggi dapat dihindari. (25)

I. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang

mengalami pneumotoraks, diantaranya adalah tension pneumothorax,

hemopneumotoraks, fistula bronkopleural, pneumomediastinum, dan

pneumotoraks kronik (kegagalan pulmo untuk kembali mengembang).(6)

15
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

1. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh adanya udara bebas

di dalam cavum pleura.

2. Pneumotoraks merupakan kasus yang paling sering sering ditemui sebagai

komplikasi dari trauma toraks.

3. Pneumotoraks merupakan suatu kasus gawat darurat yang mengancam nyawa,

terutama apabila telah berkembang menjadi tension pneumothorax, sehingga

membutuhkan diagnosis dan tatalaksana yang cepat dan tepat.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramadan AM, Rizk A, Nosseir A, Zakhary T, Waheeb S. The Selective


Conservative Management of Small Traumatic Pneumothorax Following Stab
Injuries of the Chest in Emergency Department Patients. Open Journal of
Thoracic Surgery. 2017;7(02):29.

2. Rowan KR, Kirkpatrick AW, Liu D, Forkheim KE, Mayo JR, Nicolaou S.
Traumatic pneumothorax detection with thoracic US: correlation with chest
radiography and CT—initial experience. Radiology. 2002;225(1):210-4.

3. Sarıçam M, Özkan B, Türk Y. Management of traumatic pneumothorax in


isolated blunt chest trauma. The European Research Journal.2019;5(2):306-
310.

4. Upadhyay GP, Thakker RM. Spontaneous pneumothorax--a clinical study of


100 cases. International Journal of Medical Science and Public Health.
2017;6(1):154-9.

5. Rehfeldt M, Slagman A, Leidel BA, Möckel M, Lindner T. Point-of-Care


Diagnostic Device for Traumatic Pneumothorax: Low Sensitivity of the
Unblinded PneumoScan™. Emergency medicine international. 2018.

6. Slobodan M. Pneumothorax — Diagnosis And Treatment.2015;10(3):221–8.

7. Choi WI. Pneumothorax. Tuberculosis and respiratory diseases.


2014;76(3):99-104.

8. Yoon JS, Choi SY, Suh JH, Jeong JY, Lee BY, Park YG, Kim CK, Park CB.
Tension pneumothorax, is it a really life-threatening condition?. Journal of
cardiothoracic surgery. 2013;8(1):197.

9. Matsumoto S, Sekine K, Funabiki T, Orita T, Shimizu M, Hayashida K,


Kazamaki T, Suzuki T, Kishikawa M, Yamazaki M, Kitano M. Diagnostic
accuracy of oblique chest radiograph for occult pneumothorax: comparison
with ultrasonography. World Journal of Emergency Surgery. 2016;11(1):5.

10. Janssen JP. Management of Pneumothorax-Update with Emphasis on


Interventional and Minimally Invasive Procedures. Solunum. 2013; 15(1):1-4.

11. Tokur M, Ergin M, Demiröz M, Sayan M, Arpağ H. Approach to


Pneumothorax in Emergency Department. Medical Journal of Islamic World
Academy of Sciences. 2015;109(2391):1-0.

17
12. Milisavljević S, Spasić M, Arsenijevic M. Thoracic trauma. In Current
Concepts in General Thoracic Surgery. IntechOpen. 2012.
13. Charalampidis C, Youroukou A, Lazaridis G, Baka S, Mpoukovinas I,
Karavasilis V, Kioumis I, Pitsiou G, Papaiwannou A, Karavergou A, Tsakiridis
K. Physiology of the pleural space. Journal of thoracic disease. 2015.

14. Papagiannis A, Lazaridis G, Zarogoulidis K, Papaiwannou A, Karavergou A,


Lampaki S, Baka S, Mpoukovinas I, Karavasilis V, Kioumis I, Pitsiou G.
Pneumothorax: an up to date “introduction”. Annals of translational medicine.
2015;3(4).

15. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan Fisiologi Pleura. Research Gate.2014.

16. Okonta KE, Gbeneol TJ, Ocheli EO. The technique of horizontal mattress
suture closure of chest wall wound in penetrating chest trauma: Experience
with 65 cases. Nigerian Journal of Surgical Sciences. 2015;25(2):25.

17. Imran JB, Eastman AL. Pneumothorax. Jama. 2017;318(10):974.

18. Panjwani A. Management of pneumothorax with oxygen therapy: a case series.


Chest Disease Reports. 2017;5(1).

19. Chen LJ, Nadler CR, Schwartz MD, Tien CH, Cap LA, Glassberg CE. Needle
thoracostomy for tension pneumothorax: the Israeli Defense Forces experience.
Canadian Journal of Surgery. 2015.

20. Pasquier M, Hugli O, Carron P. Needle Aspiration of Primary Spontaneous


Pneumothorax. 2013; 22–4.

21. Zarogoulidis P, Kioumis I, Pitsiou G, Porpodis K, Lampaki S, Papaiwannou A,


Katsikogiannis N, Zaric B, Branislav P, Secen N, Dryllis G. Pneumothorax:
from definition to diagnosis and treatment. Journal of thoracic disease. 2014.

22. Hernandez MC, Laan DV, Zimmerman S, Naik ND, Schiller HJ, Aho JM. Tube
thoracostomy: Increased angle of insertion is associated with complications.
The journal of trauma and acute care surgery. 2016;81(2):366.

23. Porcel JM. Chest tube drainage of the pleural space: A concise review for
pulmonologists. Tuberculosis and respiratory diseases. 2018;81(2):106-15.

24. Reichman EF. Reichman's Emergency Medicine Procedures. McGraw Hill


Professional; 2018.

25. Süss K. Physiotherapy in Patients with Chest Drains. In Chest Drains in Daily
Clinical Practice. Springer. 2017 (pp. 181-188).

18

Anda mungkin juga menyukai