KASUS
Disusun oleh :
Pembimbing :
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
LAPORAN KASUS................................................................................................ 1
PEMBAHASAN......................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
kegawatdaruratan bedah yang ditandai adanya obstruksi pada usus kecil. Small
paling umum, yakni sekitar 15% dari presentasi kasus bedah emergensi.(1)(2)
Pada tiga decade pertama di abad ke 20, tingkat mortalitas akibat small
bowel obstruction (SBO) cukup tinggi, yakni mencapai 60%. Namun, seiring
tatalaksana kasus SBO tingkat kematian akibat SBO mencapai 3-7% pada kasus
SBO tanpa komplikasi dan mencapai 15% pada kasus SBO yang disertai
strangulasi.(3)
Tingkat mortalitas akibat SBO dapat ditekan apabila kasus ini dapat
didiagnosis dan ditatalaksanai secara cepat dan tepat. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang SBO sangat penting bagi tenaga medis. Pada laporan kasus
ini akan dibahas sebuah kasus SBO, tetapi secara spesifik akan membahas tentang
adhesive small bowel obstruction (ASBO), yang merupakan kasus SBO terbanyak
yang ditemukan.
BAB II
TINJAUAN PUSKTAKA
A. DEFINISI
kegawatdaruratan bedah yang ditandai adanya obstruksi pada usus kecil yang
mengakibatkan terhambatnya pasase atau pergerakan isi usus yang dalam hal ini
dengan perbaikan “ad integrum” normal, atau dengan kata lain adhesi merupakan
gambar.
Gambar. Adhesi Peritoneal.(5)
B. EPIDEMIOLOGI
penyebab yang paling umum, yakni sekitar 15% dari presentasi kasus bedah
emergensi.(2)
C. KLASIFIKASI
Sistem klasifikasi yang paling sering digunakan dalam kasus SBO oleh
dokter bedah umum adalah klasifikasi menurut Zühlke et al. (Tabel). Skor pada
klasifikasi tersebut didasarkan pada kuatnya perlekatan adhesi itu sendiri dan
beberapa aspek morfologis adhesi tersebut. Kelebihan dari sistem skoring ini
adalah mudah digunakan dan klasifikasinya dianggap jelas bagi sebagian besar
dokter bedah dan ginekolog. Namun, kelemahan utama sistem skoring ini adalah
bahwa sistem skoring ini tidak dapat menentukan tingkat adhesi dan bahwa daya
jelas terlihat
Grade 4 Adhesi hanya dapat dipisahkan dengan diseksi tajam, organ melekat
D. ETIOLOGI
Adhesi dapat terbentuk akibat riwayat operasi sebelumnya atau terbentuk
sebagai komplikasi dari kondisi inflamasi pada abdomen yang hanya ditangani
Adhesi dihasilkan akibat adanya respon biokimia dan seluler yang terjadi
factor, neuropeptida, dan beberapa faktor lain yang disekresikan oleh sel di dekat
pembentukan adhesi.(4)
1. Pasca operasi : Hampir 90% adhesi abdominal terbentuk sebagai akibat dari
dalam persentase yang lebih kecil diakibatkan oleh operasi laparoskopi. Indikasi
adhesi.
2. Pasca inflamasi atau infeksi : Pada wanita yang tidak memiliki riwayat operasi
adhesi tersering. Disamping itu, etiologi yang dapat terjadi pada pria maupun
wanita antara lain penyakit divertikulitis (terutama pada divertikel pada usus
tindakan tersebut. Tingkat keparahan adhesi bergantung pada luas anatomis area
yang diterapi, derajat dosis fraksinasi, dan total dosis radiasi yang diberikan.
Adhesi pasca radiasi dapat menjadi sesuatu yang sangat menantang untuk dikelola
karena luas dan densitasnya dan sifat kompromi dari jaringan di bawahnya
asimptomatik, tetapi pada beberapa pasien terjadi gejala klinis yang signifikan,
mulai dari gejala ringan hingga gejala berat, bahkan gejala yang mengancam
nyawa.(6) Berikut adalah beberapa gejala dan tanda yang dapat muncul pada
SBO:(6)(9)
Bagian proksimal dari lokasi obstruksi akan menjadi besar, berdilatasi, dan
terisi dengan cairan dan udara yang seharusnya dapat bergerak menuju ke
bagian distal usus. Hal ini akan menyebabkan kembung (distensi abdomen).
bagian obstruksi, hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kram dan rasa
Apabila cairan dan udara tidak dapat melewati bagian obstruksi, pasien akan
mengeluhkan tidak bisa kentut dan tidak bisa buang air besar (obstipasi).
G. DIAGNOSIS
Anamnesis
Hal yang harus ditanyakan pada anamnesis adalah gejala yang mengarah
pada SBO, misalnya mual, muntah, tidak bias kentut atau BAB, kembung, kram
perut ataupun abdominal discomfort. Selain itu, pada anamnesis perlu ditanyakan
operasi di daerah perut atau panggul sebelumnya, riwayat peradangan pada perut,
Pemeriksaan Fisik
didapatkan pada kasus SBO diantaranya adalah peningkatan bising usus (pada
beberapa kasus ditemukan metallic sound atau high-pitched sound) atau justru
steifung dan darm contour), perkusi timpani hingga hipertimpani, dan nyeri tekan
abdomen. Disamping itu, untuk mengarahkan diagnosis kea rah adhesi, maka
perlu dicari pula scar bekas operasi pada abdomen dan pelvis.(6)(10)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik terkait dengan ASBO, tetapi
peningkatan enzim hati dapat menjadi dasar adanya etiologi lain selain
Imaging
polos abdomen dan CT scan abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang biasa
dilakukan saat ini. Rangkaian pemeriksaan x-ray pada usus halus menggunakan
water-soluble contrast agents (WSCA) yang telah dipelajari secara detil dalam
melalui posisi dependent (posisi supine atau prone) dan non-dependent (posisi
adanya SBO adalah dilatasi usus halus bagian proksimal dari bagian obstruksi
disertai dengan dekompresi bagian distal usus. Gambaran dilatasi usus (ditandai
dengan lebar usus 3 cm atau lebih (meskipun beberapa ahli lebih menyukai
patokan 2.5 cm atau lebih) ditunjukkan pada gambar. Pada kasus SBO, usus halus
berdilatasi hingga mengambil tempat colon (gambar 5), dan dibagian proksimal
dari obstruksi juga akan berdilatasi bahkan hingga mencapai lambung. Akibat
appearance” yang merupakan istilah yang mengacu pada gambaran gas di usus
halus yang tersusun sebagai garis perpendicular terhadap aksis panjang abdomen
yang terbentuk akibat penipisan dinding usus halus (gambar 5). Gambaran
tersebut diakibatkan sejumlah kecil gas yang terpisah oleh valvulae conniventes di
usus halus yang dipenuhi oleh cairan (Gambar). Selain itu, pada kasus SBO juga
tidak temukan adanya gas rektal, tetapi temuan ini juga mungkin ditemukan pada
kasus obstruksi kolon maupun kasus normal, sehingga ada tidaknya gas rektal
tidak menjadi hal yang penting dalam penegakan kasus SBO.(10) Berikut adalah
H. TATALAKSANA
pasien dengan obstruksi parsial. Namun, hanya sekitar 40% kasus obstruksi total
yang berhasil ditangani dengan manajemen konservatif dengan risiko reseksi usus
yang lebih tinggi (30%) bagi mereka yang gagal. Periode maksimum manajemen
Nasogastric tube (NGT) adalah sebuah pipa plastik yang dipasang melalui
cairan yang ada di lambung. Dalam hal ini, NGT yang dipasang adalah untuk
tujuan dekompresi. Tindakan ini dapat dilakukan selama tidak ada tanda-tanda
strangulasi usus atau kontraindikasi lainnya. Selain itu, pasien juga tidak
diperbolehkan untuk makan ataupun minum dan sebagai gantinya diberikan cairan
intravena untuk keperluan hidrasi. Biasanya, obstruksi usus halus ini akan teratasi
dalam beberapa hari. Ketika kembung pasien sudah berkurang dan pasien sudah
dapat kentut serta terdapat pergerakan usus, NGT dapat dilepas dan pasien
jaringan parut dan membebaskan usus yang terperangkap baik secara tajam
maupun secara tumpul.(1) Apabila ditemukan jaringan usus yang tampak tidak
sehat atau mati, bagian tersebut akan dipotong dan ujung-ujung usus yang sehat
secara teori kontroversial. Di salah satu sisi, pendekatan ini ideal karena biasanya
adhesi yang menyebabkan obstruksi hanya berupa satu pita kecil dan tujuan
operasi hanya untuk memotong pita tersebut. Di sisi lain, usus kecil yang
terperangkat akan melebar dan menjadi lebih rapuh dan mengisi rongga perut,
open adhesiolisis.(12)
Saat ini tidak ada terapi farmakologi yang efektif untuk kasus adhesive.
terapi empirik dan simptomatik seperti yang tersedia untuk dispepsia (misalnya,
tetapi masih terdapat efikasi yang berbeda-beda, tergantung pada sejauh apa gejala
karena akan lebih banyak residu yang dihasilkan sementara kondisi lumen
menyempit akibat adhesi. Disamping itu, non bulking dan non stimulant agen,
mengurangi jumlah operasi pada kasus SBO tanpa komplikasi. Hal ini biasanya
gastrografin yakni sekitar 2200 mOsm/L atau enam kali lipat osmolaritas cairan
lumen usus. Adanya perpindahan cairan ini akan menciptakan gradien tekanan,
mempercepat resolusi ASBO. Namun, efek ini hanya akan terjadi pada
I. PENCEGAHAN
adhesi adalah dengan meminimalisir trauma yang terjadi pada saat pembedahan
Teknik operasi dengan laparoskopi dipercaya dapat mengurangi risiko adhesi dan
risiko terjadinya ASBO, begitupula dengan pemberian adhesion barrier yang
J. PROGNOSIS
pada kasus ini mencapai 30% dengan tingkat mortalitas mencapai 2%.(2)
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Suku : Madura
Alamat : Madura
B. Anamnesis
Nyeri perut
memberat. Keluhan nyeri perut disertai dengan tidak dapat kentut dan BAB. Perut
terutama ketika pasien mencoba makan. Muntah + 2x, berisi makanan. Muntah
hijau atau feses disangkal. Mual +. Demam -. Riwayat nyeri perut sebelumnya +,
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Berat Badan : 65 kg
2. Tanda Vital
Nadi : 75 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
3. Kulit :
4. Kepala dan leher
Hidung : kelainan bentuk hidung (-), sekret hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : mukosa bibir kering (-), perdarahan gusi (-), stomatitis (-),
5. Thorax
Dinding Thorax
Paru
adanya ronkhi ataupun wheezing.
Jantung
sinistra, thrill tidak teraba.
6. Abdomen
region abdomen
Foto thorax
Foto Abdomen Tiga Posisi
F. Diagnosis Pre Operasi
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki berusia
50 tahun berinisial M. Pasien ini dirawat di RS Datu Sanggul Rantau sejak tanggal
1 Mei 2020 hingga tanggal 4 Mei 2020. Pasien dipulangkan setelah menjalani
Pasien ini datang ke IGD RSUD Datu Sanggul dengan keluhan utama
nyeri perut. Nyeri seluruh perut sejak 2 hari SMRS, terjadi perlahan, semakin
memberat. Keluhan nyeri perut disertai dengan tidak dapat kentut dan BAB. Perut
terutama ketika pasien mencoba makan. Muntah + 2x, berisi makanan. Muntah
hijau atau feses disangkal. Mual +. Gejala-gejala yang dialami pasien dapat
dikatakan gejala yang cukup khas yang mengarah ke small bowel obstruction.
gangguan pasase usus halus akibat adanya obstruksi pada lumen usus. Adanya
obstruksi tersebut akan menyebabkan material yang ada pada bagian proksimal
usus akan sulit untuk bergerak ke distal. Akibatnya, material tersebut akan
pasien. Selain itu, material usus yang tidak dapat bergerak ke distal mungkin akan
kembali menuju ke lambung, sehingga akan muncul gejala mual dan muntah.
Tidak hanya itu, adanya obstruksi juga akan menyebabkan pasien tidak dapat
BAB ataupun kentut, terutama ketika obstruksi yang terjadi merupakan obstruksi
total. Selain itu, nyeri perut yang dialami pasien muncul akibat adanya kontraksi
usus untuk mendorong material dalam usus melewati bagian obstruksi. Gejala-
gejala tersebut akan semakin bertambah dan memberat apabila pasien mencoba
untuk makan.(6)(9)
pemeriksaan fisik. Pada pasien ini terdapat beberapa temuan abnormal yang
ditemukan adanya venektasi, darm contour, darm steifung, ataupun bekas luka
operasi pada abdomen dan pelvis. Pada auskultasi, ditemukan adanya peningkatan
bising usus, meskipun tidak ditemukan adanya metallic sound ataupun high pitch
sound. Selain itu, pada perkusi didapatkan suara abdomen hipertimpani yang
adanya nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen, meskipun abdomen masih
teraba supel.(6)(10)
penegakan diagnosis ini adalah foto abdomen tiga posisi, yakni posisi dependent
(posisi supine atau prone) dan non-dependent (posisi tegak atau dekubitus).(10)
Berikut hasil pemeriksaan foto abdomen 3 posisi yang didapatkan pada pasien.
Sesuai dengan teori, pada foto abdomen posisi supine atau prone
didapatkan adanya gambaran spesifik SBO, yakni adanya dilatasi usus halus
gasless abdomen, dan tidak adanya gas di rectum. Selain itu, pada foto posisi
tegak ditemukan adanya gambaran multiple air fluid level. Berdasarkan hasil
pasien ini ditegakkan sebagai SBO. Namun, penyebab dari obstruksi itu sendiri
obstruksi parsial. Namun, hanya sekitar 40% kasus obstruksi total yang berhasil
ditangani dengan manajemen konservatif dengan risiko reseksi usus yang lebih
tinggi (30%) bagi mereka yang gagal. Periode maksimum manajemen konservatif
adalah 3-5 hari,bervariasi tergantung dokter bedah, institusi dan protokol yang
pasien selama puasa. Selain itu, pada pasien ini direncanakan untuk pemasangan
NGT untuk tujuan dekompresi. Namun, pada saat proses pemasangan NGT,
pasien merasa sangat kesakitan dan meminta untuk pemasangan NGT dihentikan.
Sehingga pemasangan NGT pada pasien ini gagal dilakukan dan dengan demikian
perlu dipertimbangkan untuk dilakukan. Pada kasus ini, setelah pasien menolak
dilakukan laparotomy eksplorasi CITO diikuti dengan tindakan lain sesuai dengan
etiologi yang ditemukan. Pada durante operasi, pada kasus ini ditemukan adanya
adhesi pada usus halus grade III-IV, sehingga tindakan dilanjutkan dengan
bedah selama 2 hari. Dalam masa perawatan post operasi, pasien menunjukkan
perbaikan kondisi yang cukup signifikan. Tidak ditemukan lagi gejala nyeri perut,
muntah, mual, dan pasien sudah dapat BAB dengan lancer. Selain itu, pada
pemeriksaan fisik sudah tidak ditemukan distensi abdomen, bising usus dalam
batas normal, perkusi timpani, dan palpasi abdomen supel dan tidak ditemukan
adanya nyeri tekan. Setelah kondisi pasien dipastikan stabil, pasien akhirnya
BAB V
PENUTUP
ruang bedah (Marwah) RSUD Datu Sanggul sejak tanggal 1 Mei 2020. Pada saat
operasi dan perawatan post operasi, kondisi pasien menunjukkan perbaikan yang