Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

ELECTRICAL INJURY

Disusun oleh :
dr. Dwi Rezki Amalia

Pembimbing :
dr. Rini Restiyati

RSUD DATU SANGGUL RANTAU


KALIMANTAN SELATAN

Februari, 2020

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

LAPORAN KASUS.................................................................................................1

PEMBAHASAN......................................................................................................6

PENUTUP ....................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama Penderita : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Umur : 59 tahun

Pekerjaan : Tukang bangunan

MRS : 29 Desember 2019

B. ANAMNESIS (6 Oktober 2018)

Alloanamnesis

Keluhan Utama : tersetrum listrik

1. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien dibawa oleh anaknya dan warga sekitar setelah tersetrum saat

memasang taso diatas atap rumah sekitar 30 menit lalu. Sebelum tersetrum, pasien

sedang memasang taso yang kemudian tanpa sengaja ujung taso tersebut terkena

ujung tiang listrik dan seketika itu pasien langsung tersetrum. Pasien yang tengah

tersetrum kehilangan keseimbangan hingga jatuh dari atas atap dengan posisi

kepala jatuh terlebih dahulu. Saat dibawa pasien sudah dalam keadaan sangat

gelisah dan sulit untuk diajak berkomunikasi.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat gangguan pembekuan darah (-), Alergi (-)

3
4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat gangguan pembekuan darah (-), HT (-), DM (-), Alergi (-)

A. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran Umum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Delirium (sangat gelisah)

Berat badan : 70-80 kg

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Denyut jantung : 98 x/menit, reguler

Suhu : 36.0 °C

Frekuensi nafas : 30 x/menit

SpO2 : 89 % tanpa O2, 90% dengan 02 3 lpm (pasien menolak

pemakaian masker)

Kepala/leher :

Rambut : Rambut berwarna hitam, tipis, distribusi merata, alopesia (-)

Kepala : Normocephali, hematoma + pada temporal sinistra uk. 3x3 cm

Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), pupil 3mm/

3 mm, reflek cahaya langsung +/+, reflek cahaya tak langsung

+/+. Raccoon eye +/+

Telinga : Otorrhea -/-, battle sign -/-

Hidung : Bloody rhinorrhea +/+, krepitasi os nasal -, bulu hidung terbakar -

Mulut : Sde, perdarahan di mulut -

Lidah : Sde

Tenggorokan : Sde

4
Toraks :

a. Pulmo

Inspeksi : Pergerakan dada simetris, retraksi -, kerutan dinding dada -

Palpasi : Gerakan dada simetris +

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : vesikukar, Rh -/-, Wh -/-

a. Cardio

Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 LMC

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : S1S2, reguler

Abdomen

Inspeksi : Distensi -

Auskultasi : BU + normal

Perkusi : Timpani di seluruh regio

Palpasi : Supel, nyeri tekan sde

Genital : Laki-laki, epispadia (-), hipospadia (-)

Ekstremitas atas : Akral hangat

Ekstremitas bawah : Akral hangat

5
Status Lokalis

Luka masuk : manus sinistra, luka bakar grade III 1%

Luka keluar : glutea luka bakar grade III 3%

A/r antebrachii dextra : luka bakar grade IIA-B 3%

A/r antebrachii sinistra: luka bakar grade IIA-B 3%

A/r femur dextra : luka bakar grade IIA-B 4%

Total : Combustio grade IIA-B 10% + combustion grade III 4%

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah rutin

C. Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,0 12,00 – 16,00 g/Dl
Leukosit 17.2 4,00 – 10,5 ribu/Ul
Eritrosit 4.50 4,00 – 5,30 juta/uL
Hematokrit 38,0 37,00 – 47,00 vol%
Trombosit 300 150 – 450 ribu/uL

Pemeriksaan Elektrokardiografi

6
D. DIAGNOSIS KERJA

Combustio grade IIA-B 10% + combustion grade III 4% ec electrical injury +

susp. fraktur basis cranii.

E. PENATALAKSANAAN AWAL

- O2 nasal kanul 3 lpm

- IVFD RL

8 jam I  1960 cc

16 jam II  1960 cc

- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

- Inj. Ketorolac 3x1 amp

- Pasang DC  100 cc merah

- Cek darah rutin

- Periksa elektrokardiografi

7
BAB II
PEMBAHASAN

TRAUMA LISTRIK

A. DEFINISI

Trauma listrik adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh adanya

aliran arus listrik yang melewati tubuh manusia dan membakar jaringan, sehingga

menyebabkan terganggunya fungsi organ internal. Trauma listrik terjadi saat

seorang menjadi bagian dari sebuah perputaran aliran listrik atau disebabkan oleh

adanya kontak dengan sumber listrik. (1)

B. EPIDEMIOLOGI

Setiap tahunnya, kurang lebih 1000 kematian di United States disebabkan

oleh trauma listrik dengan tingkat kematian 3-5%. Trauma listrik diperkirakan

akan menyebabkan 500-1000 kematian di United States setiap tahunnya. (2)

C. KLASIFIKASI

Trauma listrik dapat dibedakan atas tiga berdasarkan tingginya tegangan

listrik yang masuk ke dalam tubuh, yakni sebagai berikut : (3)

 Low voltage : <1000 volt, paling sering 220-360 volt

 High voltage : >1000 volt

 Lightening : >200.000 – 300.000 volt

8
D. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI

Trauma akibat listrik dapat mempengaruhi tubuh dengan berbagai cara,

baik melalui efek langsung maupun tidak langsung. Efek langsung dari arus listrik

pada sel-sel tubuh salah satunya adalah terjadinya gangguan pada membran sel.

Arus listrik yang masuk ke dalam tubuh secara tiba-tiba akan mengubah sifat

listrik membran sel (depolarisasi seluler) dan menyebabkan kerusakan sel secara

langsung dengan membentuk pori-pori dalam membran sel (elektroporasi)

(gambar 1). Selain itu, arus listrik juga dapat menyebabkan cedera termal karena

konversi listrik menjadi panas saat arus listrik melewati jaringan tubuh. (4)

Gambar 1. Efek langsung dan tidak langsung akibat trauma listrik(4)

Pada kasus trauma listrik, energi listrik akan dikonversikan menjadi energi

panas yang akan menyebabkan terjadinya trauma termal. Energi termal yang

terbentuk akan menyebabkan kerusakan organ interna yang tergantung pada

kepadatan dan resistensi jaringan. Apabila resistensi kulit rendah, luka bakar yang

terjadi di kulit tidak akan terlalu luas, tetapi energi listrik yang ada akan lebih

9
banyak ditransmisikan ke struktur-struktur internal yang akan menyebabkan

kerusakan jaringan dan disfungsi organ. Sehingga, luasnya kerusakan kulit tidak

dapat mencerminkan kerusakan organ internal yang terjadi. (5)

Secara umum, energi listrik membutuhkan aliran energi (elektron-

elektron) dalam perjalanannya ke objek. Semua objek bisa bersifat konduktor

(menghantarkan listrik) atau resistor (menghambat arus listrik). Kulit berperan

sebagai penghambat arus listrik yang alami dari sebuah aliran listrik. Kulit yang

kering memiliki resistensi sebesar 40.000-100.000 ohm. Kulit yang basah

memiliki resistensi sekitar 1000 ohm, dan kulit yang tebal kira-kira sebesar

2.000.000 ohm. Anak dengan kulit yang tipis dan kadar air tinggi akan

menurunkun resistensi, dibandingkan orang dewasa. Tahanan dari alat-alat tubuh

bagian dalam diperkirakan sekitar 500-1000 ohm, termasuk tulang, tendon, dan

lemak memproduksi tahanan dari arus listrik. (6)

E. MANIFESTASI KLINIS

Efek langsung ataupun tidak langsung dari trauma listrik dan

perubahannya menjadi energi termal dapat menyebabkan berbagai kerusakan

jaringan. Berbeda dengan trauma termal yang umumnya memberikan gambaran

yang luka bakar yang jelas secara klinis, trauma listrik cenderung memberikan

gambaran yang tidak terlalu jelas secara klinis. Hal tersebut karena energi termal

yang dihasilkan dari perubahan energi listrik akan menyebabkan kerusakan tidak

hanya pada kulit, tetapi pada juga organ dalam yang manifestasi klinisnya tidak

selalu muncul dalam waktu yang cepat. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh

10
trauma listrik ini bervariasi, mulai dari cidera ringan misalnya luka bakar

superfisial hingga disfungsi organ berat dan kematian. (7,8)

Trauma akibat listrik akan menyebabkan gangguan pada sistem konduksi

jantung dan akan menyebabkan aritmia sejak detik pertama terjadi trauma listrik.

Oleh karena itu, monitoring jantung dan pemeriksaan elektrokardiografi sangat

penting dalam kasus ini dan setiap aritmia yang terjadi harus mendapat tatalaksana

segera. Selain itu, aliran listrik akan menyebabkan kontraksi otot yang abnormal

yang dapat menyebabkan terjadinya faktur pada tulang, terutama pada os vertebra

servikalis dan tulang panjang tubuh, misalnya os humerus dan os femur.(3)

Tidak hanya itu, trauma listrik juga dapat menyebabkan terjadinya

sindrom kompartemen yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya

nekrosis jaringan dan amputasi. Pada trauma termal, akan terjadi peningkatan

permeabilitas pembuluh darah yang akan menyebabkan sindrom kebocoran

vascular. Sindrom kebocoran vascular yang terjadi akan memicu terjadinya

sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen yang terjadi akan menyebabkan

kompresi vascular yang akan menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan yang

akan memicu terjadinya iskemia dan nekrosis. Keadaan tersebut juga dipeparah

oleh adanya thrombus yang terbentuk akibat adanya cidera pada dinding

pembuluh darah yang akan semakin menurunkan perfusi jaringan. Jika tidak

segera ditangani, penurunan perfusi jaringan akan mengakibatkan kerusakan

jaringan permanen yang memerlukan amputasi. (8,9)

11
F. DIAGNOSIS

Diagnosis trauma listrik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.(8)

 Anamnesis

Pada anamnesis, harus ditanyakan tentang riwayat kontak dengan sumber

aliran listrik dan tegangan sumber listrik tersebut (tegangan tinggi/rendah).

Pertanyaan lain yang perlu diajukan adalah keluhan yang mungkin muncul pada

pasien dengan trauma listrik.(8)

 Pemeriksaan fisik

Kulit – Pada kulit dapat dilihat adanya entry wound dan exit wound yang

bermanifestasi sebagai luka bakar. Aliran listrik (sumber listrik/kontak) masuk

(entry point) umumnya masuk melalui tangan atau tengkorak. Sedangkan, aliran

listrik keluar (exit point) melalui tangan dan tumit.(8)

Ekstremitas - Pada pasien dengan luka bakar, tanda-tanda yang perlu dicari

adalah tanda adanya sindrom kompartemen. Selain itu, fraktur tulang panjang /

vertebra dan dislokasi sendi utama merupakan hal yang umum terjadi akibat

adanya kejang otot tetanik, jatuh, dan / atau terlempar dari sumber listrik.(8)

Vaskular – Carilah tanda-tanda adanya iskemia vaskular akibat adanya sinrom

kompartemen. Awasi adanya tanda-tanda trombosis dan atau hemoragik.(8)

Neurologis – Carilah tanda-tanda cidera intracranial (defisit neurologis,

penurunan kesadaran, perubahan status mental, kebingungan, dll) akibat trauma

tumpul. Selain itu, carilah tanda-tanda adanya spinal cord injury akibat fraktur

vertebra yang dapat bermanifestasi sebagai paresis, paresthesia, dan kelemahan.(8)

12
Organ visceral – Carilah tanda-tanda adanya cidera pada organ internal, misalnya

pulmo, pankreas, hepar, intestinum tenue dan intestinum crissum, vesica urinaria,

vesika fellea.(8)

Jantung – Aritmia jantung dan kelainan jantung lainnya yang ditemukan

merupakan tanda adanya abnormalitas jantung lainnya akibat adanya trauma

listrik, misalnya fibrilasi ventrikel dan asistol (dengan cardiac arrest), blok nodus

AV, sinus takikardia, kerusakan miokardium, dll.(8)

 Tes laboratorium dasar(8)

 Pemeriksaan darah lengkap

 Pemeriksaan elektrolit

 Urinalisis

 Pemeriksaan laboratorium lain yang perlu dipertimbangkan (8)

 Kadar myoglobin serum

 Creatinine Kinase (CK)

 Cros-match darah sebagai antisipasi jika memerlukan transfusi darah

 pemeriksaan enzim hepar dan pankreas, serta faktor-faktor koagulasi

 Pemeriksaan lain/imaging (8)

 Elektrokardiografi (EKG), dilakukan untuk semua korban trauma listrik.

 Foto thorax diindikasikan untuk mengevaluasi sesak nafas ataupun adanya

trauma tumpul pada dada.

 CT scan atau MRI kepala diindikasikan jika pasien mengalami penurunan

kesadaran atau perubahan status mental untuk menyingkirkan adanya

perdarahan intracranial.

13
 Foto spine atau CT scan spine diindikasikan jika diduga terjadi terjadi spinal

chord injury

 Pemeriksaan radiologis pada bagian tubuh lainnya diindikasikan apabila

terdapat deformitas ataupun nyeri pada bagian tubuh tersebut.

G. TATALAKSANA

Pasien yang mengalami trauma listrik harus dievaluasi seperti pasien

trauma lainnya. Pada pasien trauma listrik harus dilakukan protocol ABC dengan

inline mobilization of spine sesuai dengan guideline ATLS. Pada pasien trauma

listrik harus dicurigai adanya cidera yang tersembunyi, oleh karena itu harus

dilakukan pemeriksaan yang spesifik. Sebagai penanganan primer dilakukan

pemasangan akses intravena, monitoring jantung, pengukuran saturasi oksigen,

dan pemasangan Foley kateter. (9)

Sebagai manajemen awal, maka harus dilakukan resusitasi cairan dengan

target urine output ≥ 0.5 cc/kgBB/jam. Namun, jika pasien dicurigai mengalami

mioglobinuria, disarankan untuk meningkatkan resusitasi cairan dengan target

urine output 1 cc/kgBB/jam. Pada kasus trauma akibat listrik yang disertai dengan

luka bakar yang luas, maka formula standar untuk resusitasi cairan pada luka

bakar dapat digunakan. Dalam melakukan resusitasi cairan, cairan yang

disarankan adalah menggunakan cairan isotonik/kristaloid yang disertai dengan

pemantauan urine output secara ketat. (9)

Selain resusitasi cairan, hal yang penting dilakukan pada pasien yang

mengalami trauma listrik adalah melakukan pematauan jantung secara terus

menerus untuk melihat adanya aritmia terutama pada kasus trauma listrik

14
bertegangan tinggi. Oleh karena itu, pasien yang mengalami trauma listrik sangat

disarankan untuk dirawat di Intensive Care Unit (ICU). (9)

Setelah hemodinamik pasien stabil, maka tatalaksana selanjutnya

difokuskan pada rekonstruksi dan perawatan luka bakar. Berikut adalah

rekonstruksi dan perawatan luka bakar yang memerlukan intervensi bedah,

meliputi debridemen awal, dekompresi (Escharotomy / Fasciotomy) dan

debridemen yang direncanakan secara agresif dengan skin cover untuk

menyelamatkan struktur yang vital (secara detail dijelaskan pada bagian

tatalaksana luka bakar listrik). (9)

H. KOMPLIKASI

Terdapat beberapa komplikasi yang telah dilaporkan pada pasien yang

mengalami trauma listrik, diantaranya adalah gangguan pada jantung, ginjal,

sistem saraf, sistem musculoskeletal, sistem neurologis, dan sistem vaskular. Pada

jantung, komplikasi yang paling sering terjadi adalah aritmia, bradikardia, dan

kerusakan otot-otot jantung (iskemia miokardial). Pada ginjal, dapat terjadi gagal

ginjal akibat adanya presipitat myoglobin pada ginjal yang merupakan produk

dihasilkan apabila terjadi kerusakan otot. Pada otot, dapat terjadi kontraksi otot

yang abnormal yang dapat mencetuskan terjadi fraktur pada tulang,

rhabdomyolisis, dan sindrom kompartemen. Pada sistem vascular, aliran listrik

dapat menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah yang kemudian akan

memicu terbentuknya clotting dan menyebabkan penurunan aliran darah ke

jaringan. Pada sistem neurologis, aliran listrik dapat menyebabkan kerusakan pada

sel saraf yang menyebabkan terjadinya defek neurologis. (3,4)

15
LUKA BAKAR LISTRIK

A. DEFINISI

Luka bakar merupakan trauma termal yang dapat disebabkan oleh agen

biologi, kimia, listrik, dan fisik yang dapat menyebabkan gangguan lokal dan

sistemik. Berdasarkan etiologinya, luka bakar dibedakan menjadi lima, yakni luka

bakar yang disebabkan oleh api, bahan kimia (disebabkan oleh bahan kimia asam

atau basa), listrik, air panas, maupun kontak dengan benda yang panas. (10)

Luka bakar listrik adalah kerusakan jaringan tubuh yang disebakan oleh

adanya arus listrik yang melintasi tubuh. Kerusakan yang dapat ditimbulkan

akibat adanya arus listrik yang melintasi tubuh dapat berupa kerusakan organ

eksternal (kulit) maupun organ internal tubuh.(11)

B. EPIDEMIOLOGI

Luka bakar listrik merupakan jenis luka bakar yang jarang terjadi, hanya

berkisar 3-5% dari total seluruh trauma termal yang terjadi di dunia. Namun, luka

bakar jenis ini menyebabkan kerusakan jaringan yang paling serius jika

dibandingkan dengan trauma termal lainnya. Luka bakar listrik biasanya

menyebabkan kerusakan kulit pada struktur yang lebih dalam dan dapat

menyebabkan area nekrosis yang luas. Hal tersebut menyebabkan tingginya

morbiditas dan mortalitas akibat luka bakar listrik. (12)

C. KLASIFIKASI

16
Sama halnya dengan luka bakar pada umumny, luka bakar listrik dapat

diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan tingkat keparahannya.

- Klasifikasi berdasarkan kedalaman luka bakar

Berdasarkan kedalamannya, luka bakar dibedakan menjadi tiga derajat luka bakar,

yakni sebagai berikut : (10)

 Luka bakar derajat I : merupakan luka bakar yang hanya mengenai bagian

epidermis dan dermis papilare

 Luka bakar derajat II : merupakan luka bakar yang mengenai epidermis dan

dermis retikulare.

 Luka bakar derajat III : merupakan luka bakar yang mengenai ketiga lapisan

kulit dan otot.

- Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan luka bakar

Tingkat keparahan luka bakar dapat ditentukan berdasarkan kedalaman luka

bakar dan luasnya permukaan tubuh yang mengalami luka bakar. Berikut adalah

cara menghitung luas luka bakar berdasarkan Rule of Nine Burn Injury : (13)

17
Gambar 1. Rule of Nine Burn Injury

1. Luka bakar minor

 Pada dewasa, luka bakar derajat II < 15% total luas permukaan tubuh

 Pada anak, luka bakar derajat II < 10% total luas permukaan tubuh

 Luka bakar derajat III < 2% total luas permukaan tubuh pada anak dan

dewasa.(14)

18
2. Luka bakar moderate

 Pada dewasa, luka bakar derajat II 15-25 % total luas permukaan tubuh

 Pada anak, luka bakar derajat II 10-20 % total luas permukaan tubuh

 Luka bakar derajat III 2-10 % total luas permukaan tubuh pada anak dan

dewasa.(14)

3. Luka bakar mayor

 Pada dewasa, luka bakar derajat II >25 % total luas permukaan tubuh

 Pada anak, luka bakar derajat II 20% total luas permukaan tubuh

 Luka bakar derajat III >10 % total luas permukaan tubuh pada anak dan

dewasa

 Trauma inhalasi

 Trauma listrik

 Luka bakar yang disertai dengan trauma lainnya, misalnya trauma kepala,

trauma intraabdominal, ataupun fraktur

 Luka bakar selama kehamilan

 Penyakit komorbid atau keadaan yang memperberat luka bakar, misalnya

diabetes mellitus, penggunaan obat kortikosteroid, supresi sistem imun

 Luka bakar yang mengenai mata, telinga, wajah, tangan, kaki, sendi utama

dan genitalia.(14)

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa luka bakar listrik akan

langsung diklasifikasikan menjadi luka bakar mayor tanpa harus

memperhitungkan luas permukaan tubuh yang terkena. Namun, luas permukaan

tubuh yang terkena harus tetap dihitung untuk kepentingan diagnosis.

19
D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi luka bakar akibat perubahan energi listrik menjadi energi

termal berbeda-beda tergantung derajat atau kedalaman luka bakar itu sendiri.

Berikut adalah tabel yang menjelaskan manifestasi klinis luka bakar berdasarkan

derajat luka bakar tersebut. (10)

Derajat Luka Bakar Manifestasi Klinis


I - Sangat nyeri
- Tidak menimbulkan skar/bekas luka
- Sembuh dalam 3-6 hari
II A (superfisial) - Nyeri, kemerahan
- Pucat saat ditekan
- Sembuh dalam 7-20 hari
II B (profunda) - Kedalaman mencapai dermis retikuar
- Berwarna keputihan, belang-belang, tidak pucat saat
ditekan
- Sembuh dalam 2-5 minggu dengan skar yang luas
III - Berat, tidak nyeri
- Selalu membutuhkan graft

Berikut adalah gambaran klinis luka bakar berdasarkan derajat luka bakar

tersebut.(15)

Gambar 2. Manifestasi klinis luka bakar berdasarkan derajatnya. (15)

20
Meskipun luka bakar yang ditimbulkan mirip dengan luka bakar pada

umumnya, tetapi pada luka bakar yang disebabkan oleh trauma listrik memiliki

suatu gambaran khas yang disebut dengan entry wound (luka masuk) dan exit

wound (luka keluar). Berikut adalah gambaran entry wound dan exit wound

akibat trauma listrik. (16)

Gambar 3. Entry wound and exit wound.(16)

Bagian yang menjadi tempat masuk (entry wound) dan tempat keluar

aliran listrik (exit wound) biasanya mengalami luka bakar derajat 3 atau 4 dengan

nekrosis kulit yang komplit dan kadang-kadang dapat menyebabkan kerusakan

jaringan dibawah kulit, misalnya fascia, nervus, otot, tendon, pembuluh dan

tulang. Nomalnya, entry wound dan exit wound yang tampak sangat kecil dan

tidak lebih dari 1% dari total luas permukaan tubuh. Namun, disepanjang

perjalanan arus listrik, sebagian besar otot profunda bahkan otot superfisial telah

terbakar akibat adanya panas yang ekstrim yang dihasilkan oleh resistensi tulang

dan tegangan arus listrik yang tinggi. Panas yang dihasilkan secara langsung

berkaitan dengan resistensi bagian tubuh tersebut dan tegangan eksponensial

kedua. Jadi pada saat terjadi trauma listrik bertegangan tinggi, akan terjadi lebih

21
banyak nekrosis otot dan luka bakar. Nekrosis otot akan memiliki dua

konsekuensi, yiatu pelepasan mioglobin yang dapat mennyebabkan osbtruksi pada

ginjal dan edema berat pada suatu kompartemen yang akan menyebabkan

terjadinya sindrom kompartemen. (3)

E. TATALAKSANA

Pada kasus trauma akibat listrik yang disertai dengan luka bakar yang luas,

maka formula standar untuk resusitasi cairan pada luka bakar dapat digunakan.

Dalam melakukan resusitasi cairan, cairan yang disarankan adalah menggunakan

cairan isotonik/kristaloid yang disertai dengan pemantauan urine output secara

ketat. (9)

Salah satu rumus yang sering digunakan untuk resusitasi pasien luka bakar

adalah rumus Parkland yang dikembangkan oleh Baxter. Berikut adalah rumus

untuk menentukan kebutuhan cairan pasien luka bakar menurut rumus Parkland.
(17)

Total kebutuhan cairan=4 x LPT yang terkena x BB (kg)

Dengan menggunakan rumus tersebut, maka jumlah cairan yang dibutuhkan dapat

diketahui. Setelah itu, jumlah cairan yang dibutuhkan tersebut akan diberikan

dalam dua tahap, yakni

- 8 jam pertama = 50% dari total kebutuhan cairan

- 16 jam berikutnya = 50% dari total kebutuhan cairan (17)

Cairan yang umum digunakan untuk resusitasi pada pasien luka bakar ini adalah

dengan menggunakan kristaloid dengan pilihan utamanya adalah ringer laktat

(RL).

22
Selain itu, prosedur rekonstruksi luka bakar merupakan hal penting dalam

penanganan luka bakar. Fungtional outcome dari luka bakar listrik berbanding

terbalik dengan waktu yang telah berlalu sebelum dimulainya prosedur

rekonstruksi. Penanganan luka bakar yang optimal terdiri atas beberapa prosedur,

meliputi debridemen awal, dekompresi (Escharotomy / Fasciotomy) dan

debridemen yang direncanakan secara agresif dengan skin cover untuk

menyelamatka struktur yang vital. (9)

Gangguan sirkulasi adalah sekuel umum pada kasus luka bakar listrik.

Oleh karena itu, escharotomy atau fasciotomy yang dilakukan segera dapat

mencegah sindrom kompartemen dan membantu memperoleh kembali

vaskularisasi jaringan di bawahnya. Apabila bandingkan, fasciotomy sebenarnya

lebih unggul daripada escharotomy karena fasciotomy dapat membantu

menentukan tingkat nekrosis otot. Assessment ulang saat dilakukan dressing

membantu dalam menentukan viabilitas otot, serta menghilangkan adanya

jaringan nekrotik untuk membantu mengurangi risiko terjadinya infeksi. Apabila

terjadi kerusakan pada ekstremitas yang berat, maka amputasi merupakan

tindakan yang disarankan sebagai upaya life saving. (9)

Setelah resusitasi awal dan optimasi hemodinamik selesai dilakukan, maka

tindakan selanjutnya difokuskan pada perawatan luka. Setelah viabilitas jaringan

dipastikan baik, skin graf ataupun flap harus dilakukan untuk menutup area yang

mengalami defek. (9)

23
BAB IV

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Tn.S berusia 59 tahun yang dirawat tanggal

29 Desember 2019. Pasien didiagnosis dengan combustio grade IIA-B 10% +

combustion grade III 4% ec electrical injury + susp. fraktur basis cranii. Pasien

direncanakan untuk dirujuk ke RS Ulin Banjarmasin untuk penanganan lebih

lanjut, tetapi kondisi pasien dengan cepat memburuk dan not transportable,

sehingga pasien hanya bisa diobservasi di IGD. Namun, dalam masa observasi,

kondisi pasien semakin memburuk hingga meninggal dunia.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Padmasari M. Tugas dokter dalam menangani korban meninggal karena


trauma listrik. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2013.
2. Gajbhiye AS, Meshram MM, Gajaralwar RS, Kathod AP. The management
of electrical burn. Indian Journal of Surgery. 2013;75(4):278-83.
3. Latifi NA, Karimi H. Acute electrical injury: A systematic review. Journal
of Acute Disease. 2017;6(3):93.
4. Waldmann V, Narayanan K, Combes N, Marijon E. Electrical injury. Bmj.
2017;357.
5. Azzena B, Tocco-Tussardi I, Pontini A, Presman B, Huss F. Late
complications of high-voltage electrical injury might involve multiple
systems and be related to current path. Annals of burns and fire disasters.
2016 ;29(3):192.
6. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery. 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-21.
7. Schaefer NR, Yaxley JP, O’donohue P, Lisec C, Jeyarajan E. Electrical
burn causing a unique pattern of neurological injury. Plastic and
Reconstructive Surgery Global Open. 2015;3.
8. Huei TJ, Yussof SM, Lip HT, Salina I. Case report of a high voltage
electrical injury and review of the indications for early fasciotomy in limb
salvage of an electrically injured limb. Annals of burns and fire disasters.
2017 Jun 30;30(2):150.
9. Coban YK. Rhabdomyolysis, compartment syndrome and thermal injury.
World journal of critical care medicine. 2014 Feb 4;3(1):1.
10. Lillard G. Guidance for Emergency Medical Management of Electrical
Injuries. Boston University.2007.
11. Vagholkar K, Murarka A, Shetty S, Vagholkar S. Management of electrical
injuries. International Surgery Journal. 2017;4(9):2874-7.
12. Kym D, Seo DK, Hur GY, Lee JW. Epidemiology of electrical injury:
differences between low-and high-voltage electrical injuries during a 7-year
study period in South Korea. Scandinavian journal of surgery.
2015;104(2):108-14.
13. Espinoza G. Burns: Definition, Classification, Pathophysiology and Initial
Approach. OMICS International. 2017:5(5).
14. Kearns RD, Rich PB, Cairns CB, Holmes JH, Cairns BA. Electrical injury
and burn care: a review of best practices. EMS world. 2014;43(9):35-41.

25
15. Division, Texas EMS Trauma & Acute Care Foundation Trauma. Burn
Clinical Practice Guideline.TETAF International.2016.
16. Yastı AÇ, Şenel E, Saydam M, Özok G, Çoruh A, Yorgancı K. Guideline
and treatment algorithm for burn injuries. Ulus Travma Acil Cerrahi Derg.
2015;21(2):79-89.
17. Suvarna M, Niranjan UC. Classification methods of skin burn images.
International Journal of Computer Science & Information Technology.
2013;5(1):109.

26

Anda mungkin juga menyukai