Anda di halaman 1dari 13

Journal Reading

LAPORAN KASUS
KEMATIAN YANG TIDAK BIASA AKIBAT TRAUMA PETIR
DALAM RUANGAN

Disusun Oleh:
Salvilia Fitri Dyastini Putri 140100195
M. Ariadi Syahputra Dalimunthe 140100144

Pembimbing:
dr. Agustinus Sitepu, M.Ked (For), Sp.F

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2019
LAPORAN KASUS
KEMATIAN YANG TIDAK BIASA AKIBAT TRAUMA PETIR
DALAM RUANGAN

Francesco Ventura, MD, PhD, Rosario Barranco, MD,


Alessandro Bonsignore, MD, PhD, dan Francesco De Stefano, MD

Abstrak : Kematian akibat sambaran petir jarang terjadi, terutama di dalam


ruangan. Beberapa kasus mungkin memiliki kepentingan medikolegal karena
merupakan hal yang tidak biasa dan tidak umum terjadi. Penulis melaporkan suatu
kasus sengatan listrik yang sangat jarang terjadi di dalam sebuah rumah di daerah
pedesaan. Seorang pria berusia 53 tahun tersambar aliran listrik yang berasal dari
petir ketika dia sedang melakukan pekerjaan renovasi di sebuah pondok. Dalam
hal ini, interpretasi yang benar dari autopsi dan pemeriksaan histologi jaringan
serta analisis yang teliti terhadap data lingkungan mengarahkan pada diagnosis
kematian yang benar dan rekonstruksi kejadian yang terjadi. Faktanya adalah
kejadian ini memang dapat terjadi selama badai petir yang hebat, dengan petir
yang menyambar dari bawah ke atas membentuk busur listrik. Korban yang saat
itu berada dekat dengan benda logam (meja gergaji), tersambar di kaki kiri dan
arus keluar dari tangan kanan melewati jantung yang menyebabkan kematian
segera.

Kata Kunci : sambaran petir, luka bakar, kematian akibat kecelakaan yang tidak
disengaja.

Trauma akibat sambaran petir adalah fenomena alam yang menarik dan tak
terduga dengan efek yang sangat berat. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia
terdapat 1.800 badai petir aktif yang terjadi setiap saat, dengan 44.000 badai petir
yang menghasilkan 8 juta kilatan petir per hari.1
Petir dapat dianggap sebagai bentuk arus searah bertegangan tinggi. Petir
merupakan pemindahan muatan listrik antara muatan positif dan negatif yang
terpolarisasi dalam awan badai dan tanah. Petir adalah hasil dari peningkatan
perbedaan potensial listrik antara muatan negatif yang berlebihan di dasar awan
petir yang menggeser elektron yang bergerak bebas di permukaan tanah, sehingga
menginduksi tanah menjadi bermuatan positif. Sambaran petir akhirnya terjadi
ketika resistensi listrik udara terlampaui.2 Proses fisika yang terjadi di dalam dan
di sekitar petir menghasilkan listrik statis antara tetesan air atau partikel es yang
secara kolektif, pada skala besar, melibatkan struktur yang menonjol di tanah
sehingga membentuk suatu sirkuit listrik yang masif. Sebelum sambaran listrik
muncul, elektron dari awan mengikuti jalur zigzag menuju tanah dan menyebar ke
berbagai tempat. Hal ini dikenal sebagai stepped ladder, dimana muatan yang
terdapat di permukaan bumi tertarik ke atas membentuk sebuah aliran: pertemuan
muatan-muatan tersebut terjadi kira-kira 150 hingga 200 m di atas permukaan
tanah. Aliran elektron terjadi pada interval 50 ms, melalui rute resistansi listrik
terendah, dalam saluran terionisasi yang diameternya bervariasi dari beberapa
milimeter hingga 20 cm. Karena fenomena tersebut terjadi dalam kecepatan yang
ekstrim, aliran tersebut terlihat terjadi secara terus-menerus di mata manusia, yang
tidak mampu melihat kilatan-kilatan cahaya yang terpisah dengan kecepatan lebih
cepat dari sepersepuluh detik. Di antara awan-awan dengan potensial yang
berbeda, terjadi pelepasan muatan listrik, yang biasa disebut kilatan petir.
Karakteristik fisik petir adalah: panjang muatan spasial yang bervariasi dari 8
hingga 10 k, diameter rata-rata 20 cm, potensial listrik beberapa juta Volt,
intensitas yang berosilasi antara 10.000 dan 110.000 A, dan suhu setara 8000 °C. 3
Cedera yang dihasilkan pada korban yang tersambar petir pada dasarnya berasal
dari fenomena elektro-termal, meskipun efek mekanis tidak langsungnya tidak
sepele. Mayoritas kematian yang disebabkan oleh sambaran petir adalah karena
henti jantung dan/atau cedera elektro-termal. Sebagian besar kasus terjadi di luar
ruangan; namun, beberapa kasus memang ada yang terjadi di dalam ruangan.
Penulis melaporkan kasus trauma petir dari seorang pria paruh baya sehat
yang tersambar secara fatal ketika bekerja di dalam ruangan di sebuah pondok.

LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 53 tahun sedang merenovasi pondoknya sendirian.
Pada malam hari, setelah tidak kunjung mendapatkan jawaban darinya,
keluarganya memutuskan untuk memanggil polisi. Pada saat polisi beserta ahli
patologi forensik tiba, pria tersebut ditemukan berbaring di sisi kanannya di antara
dua meja gergaji besi. Tetani dipastikan karena selama investigasi tempat kejadian
yang berlangsung sekitar dua jam, mayat mengalami kekakuan yang tidak biasa,
yang tidak dapat digerakkan dengan kekuatan manual, sehingga tidak dapat
dikatakan sebagai rigor mortis saja. Tempat kejadian tidak memberikan indikasi
bahwa adanya suatu kebakaran. Alat-alatnya berserakan, dan perabotan yang ada
di ruangan itu tidak menunjukkan tanda terbakar. Pemadam kebakaran tidak
menemukan kerusakan pada pemutus sirkuit atau mendeteksi suatu kerusakan
listrik. Struktur pondok terdiri dari dinding yang belum sempurna dengan rangka
baja yang menghubungkan bagian luar struktur ke bagian tengah pondok melalui
atap. Rangka baja tersebut mungkin memainkan peran penting dalam mengalirkan
arus listrik selama badai. Alat-alat logam di dalam ruangan berada dalam posisi
mengarah ke langit-langit, yang lebih memudahkan mengalirnya arus (Gambar 1).
Gambar 1. Temuan pada pemeriksaan tempat kejadian: A. Korban berbaring di sisi kanannya di
antara dua meja gergaji dari bahan logam. Perabotan yang ada di ruangan itu tidak menunjukkan
tanda-tanda terbakar. B. Tubuh korban ditutupi oleh potongan pakaian yang terbakar. Terdapat
luka bakar derajat pertama, kedua, dan ketiga, terutama di daerah perut, proksimal paha dan
genitalia. C. Tubuh korban kaku dengan lokasi arus keluar di ibu jari kanan. D. Sepatu terbakar,
khususnya di sol sepatu kiri, diduga sebagai pintu masuk arus.

Insinyur yang memeriksa tempat kejadian menyatakan bahwa petir masuk


ke dalam pondok melalui rangka baja dan menciptakan lengkung arus di tempat di
mana korban bekerja.
Kantor meteorologi melaporkan bahwa badai petir terjadi di daerah itu
beberapa jam sebelum kejadian. Selain itu, terdapat juga laporan mengenai orang
lain yang disambar petir saat melintasi jembatan di desa tersebut.
Evaluasi medikolegal dan teknik yang cermat memungkinkan untuk
memastikan bahwa petir mencapai rangka baja yang ditempatkan di dalam
dinding dan menonjol ke luar. Muatan arus listrik yang keluar dari bawah ke atas
membentuk lengkung listrik. Korban yang berada dekat dengan benda logam yaitu
meja gergaji, tersambar di kaki kiri, dan arus keluar dari tangan kanannya
melewati jantung (Gambar 2).
Gambar 2. Temuan pemeriksaan tempat kejadian dan otopsi: A-B. Rambut dan janggut hangus. C.
Tampilan umum perut dan paha. D. Luka bakar derajat pertama, derajat kedua, dan derajat ketiga
di daerah perut.

Temuan pada Pakaian dan Otopsi


Otopsi menunjukkan mayat seorang pria (tinggi 175 cm, berat 75 kg)
dengan beberapa tanda trauma petir. Tubuh ditutupi oleh sisa-sisa pakaian yang
terbakar. Pemeriksaan luar menunjukkan sepatu yang terbakar, terutama sol
sepatu kiri, yang diduga sebagai pintu masuk arus. Didapati luka bakar derajat
satu, dua dan tiga di daerah perut, proksimal paha, dan genitalia, dengan total
area luka bakar sekitar 70% dari seluruh permukaan tubuh. Jenggot, rambut tubuh,
dan kulit kepala hangus. Terdapat stria Lichtenberg di paha kiri. Secara
makroskopis, ibu jari kanan menunjukkan kulit yang deepitelisasi dan perubahan
warna kekuningan. Lidah edema dan papila hangus. Pemeriksaan dalam
menunjukkan kongesti di semua organ utama dengan edema paru. Selain itu,
otopsi menunjukkan tidak adanya jelaga di trakea dan dijumpai tetani otot yang
difus. Tes darah menunjukkan kadar karboksihemoglobin yang rendah (3,9%).
Analisis toksikologis menyingkirkan keberadaan alkohol, amfetamin-
metamfetamin, 3,4-methylenedioxy-methamphet-amine, tetrahydrocannabinol,
kokain, opiat, metadon, barbiturat, benzodiazepin, neuroleptik, dan antidepresan
trisiklik.

Temuan Histologis
Pemeriksaan histologis memperlihatkan nekrosis pada pita kontraksi
miokard, fragmentasi, dan gangguan seluler. Selain itu, analisis ini menunjukkan
emfisema dan edema paru akut. Pada ibu jari kanan, cedera sambaran petir
menghasilkan nekrosis epidermal, keropeng, dan lepuh, dengan homogenisasi
dermis superfisial dan dalam (Gambar 3).

Gambar 3. Temuan histologis: A. Fragmentasi miokard (H&E, x10). B. Cedera petir dan
kekacauan myocardial (H&E, x20). C. Nekrosis epidermis dan homogenisasi kulit (x20). D.
Cedera termal epidermis dengan lepuh (H&E, x4). H&E, hematoxylin-eosin.
Menurut temuan otopsi dan histologis, penyebab kematian ditentukan akibat
kegagalan ventrikel akut sekunder karena listrik atmosfer (petir) dengan luka
bakar kulit kontekstual.

DISKUSI
Petir menyambar bumi lebih dari 100 kali per detik, yaitu 8 juta kali sehari. 4
Di Amerika Serikat, fenomena ini menyebabkan sekitar 300 kecelakaan dan 100
kematian per tahun.5 Layanan Cuaca Nasional Amerika Serikat saat ini
memperkirakan 70 kematian per tahun, dan angka kematian 10%. Selain itu,
penduduk kota dianggap berisiko lebih rendah daripada penduduk di daerah
pedesaan.6 Dengan sangat sedikit pengecualian, orang-orang disambar petir saat
melakukan kegiatan di luar ruangan. Orang-orang yang bekerja di lokasi
konstruksi atau di pertanian, serta mereka yang bermain golf atau pergi
memancing, berenang, atau berkemah sangat berisiko. Serangan petir yang fatal
lebih sering terjadi pada musim panas dan musim gugur, antara bulan Mei dan
September, dan lebih sering pada sore dan malam hari.7
Serangan petir menghasilkan tingkat kematian 10% hingga 30% dengan
risiko konsekuensi jangka panjang pada korban yang selamat sebesar 76%.8 Masa
kontak petir dengan korban adalah sekitar 10.000 sampai 1000 detik.
Petir dapat menyebabkan cedera melalui beragam mekanisme: serangan
langsung, "flash side", di mana petir menyerang objek lain dan kemudian
"melompat" ke korban, atau dengan konduksi melalui objek lain.2
Dalam beberapa kasus, fenomena yang disebut flashover dapat terjadi,
dimana sebagian aliran dialihkan ke permukaan tubuh karena tertarik oleh
konduktor logam dan kelembaban tubuh. Beberapa penulis9 percaya bahwa ini
adalah fenomena perlindungan karena memungkinkan arus mengalir di sepanjang
permukaan tubuh, bukan melalui itu.
Dalam beberapa penelitian, kematian akibat sambaran petir terjadi segera 10
karena henti jantung atau fibrilasi ventrikel.11,12 Arus listrik menyebabkan
"serangan balasan" yang secara bersamaan mendepolarisasi semua sel miokard.
Pemeriksaan histologis menunjukkan campuran nekrosis, perdarahan, miokarditis
eosinofilik,13,14 dan kemungkinan gangguan jantung. Pada saat yang sama, henti
napas dapat disebabkan oleh kelumpuhan otot dan depresi pusat pernapasan.
Dapat juga terjadi pneumonia aspirasi, edema paru, dan perdarahan alveolar difus.
Temuan ini dapat dihasilkan dari depolarisasi sistem saraf pusat difus, yang
mengarah pada regulasi yang salah dari refleks muntah, atau dari upaya resusitasi.
Cedera akibat sambaran petir juga dapat memicu pelepasan katekolamin intens,
yang kemudian mengakibatkan nekrosis pita kontraksi miokardium.
Lesi kulit yang khas dari luka akibat sambaran petir adalah pola
“arborescent”, menyerupai pola pakis atau seperti pohon dari perubahan warna
kulit merah muda, mewakili hemolisis intravaskular di dalam pembuluh darah
subkutan.2 Secara histologis, hal ini ditandai dengan epidermis yang utuh dan
ekstravasasi darah fokal dalam lemak subkutan. 16 Selain itu, sambaran petir juga
dapat menyebabkan karbonisasi kulit (lebih jelas pada saat masuk dan keluar
situs) dan nekrosis epidermal, sedangkan tanda makula simetris di bawah
payudara jarang terjadi.17
Temuan otopsi lain yang sering dilaporkan adalah pecahnya membran
timpani, yang diidentifikasi pada 50% hingga 80% korban.15,18
Jika petir menyambar rumah, mekanisme cedera yang dikemukakan terdiri
dari energi listrik yang disalurkan melalui segala jenis pipa atau kabel.19
Mayoritas kasus cedera sambaran petir dalam ruangan terkait dengan
penggunaan telepon.20,21 Dalam kasus tersebut, korban serangan petir menerima
sengatan listrik atau akustik saat sedang menelepon. Tidak jarang korban
“dilempar ke tanah” mungkin oleh kontraksi otot yang hebat pada saat tersengat
listrik. Peristiwa seperti ini hampir tidak pernah menyebabkan kematian karena
individu hanya menerima sebagian kecil dari arus petir atau arus intensitas rendah.
Bianco-Pampin et al22 menggambarkan sebuah kasus sambaran petir dalam
ruangan, pada pria berusia 55 tahun, yang terkena sambaran petir saat berada di
tempat tidur. Dalam kasus yang tidak biasa ini, investigasi tempat kejadian dan
otopsi sangat penting dalam menentukan penyebab kematian.
Kreci et al23 melaporkan kasus seorang pria berusia 46 tahun yang
meninggal di dapurnya karena muatan listrik dikonduksikan melalui cerobongnya,
yang bagian luarnya terkena petir.
Sebuah tinjauan literatur mengkonfirmasi kelangkaan ekstrim dari kasus
yang dilaporkan. Interpretasi yang tepat dari data otopsi dan analisis histologis
menyebabkan rekonstruksi akurat dari peristiwa yang menyebabkan kematian.
Dari sudut pandang post-mortem dan medikolegal ada beberapa elemen
berbeda yang mendukung kesimpulan bahwa kematian disebabkan oleh efek dari
sambaran petir. Karbonisasi sepatu menunjukkan tempat masuknya pelepasan
listrik ke tubuh. Sambaran petir mengakibarkan tetani otot difus dan adanya luka
bakar kulit dengan berbagai derajat, sekunder akibat efek Joule. Konsentrasi
rendah karboksihemoglobin dalam darah dan tidak adanya jelaga di bronkial
mengindikasikan bahwa kematian tiba-tiba, mendahului timbulnya luka bakar.
Akhirnya, nekrosis epidermal, dengan homogenisasi permukaan dermis tangan
kanan menunjukkan aliran arus di dalam kulit, yang mewakili tempat keluarnya
arus listrik.

KESIMPULAN
Singkatnya, investigasi tempat kejadian dan temuan otopsi terbukti penting
dalam menentukan penyebab kematian.
Kasus yang dihadapi menimbulkan kepentingan medikolegal tertentu,
karena keadaan yang sangat langka dimana sambaran petir dalam ruangan terjadi
dan kesulitan interpretatif selama investigasi tempat kejadian. Faktanya, korban
terkarbonisasi tanpa adanya sumber panas yang jelas atau api di dalam pondok.
Hipotesis awal para peneliti juga mempertimbangkan kemungkinan bahwa korban
mungkin telah dibakar di tempat lain, dimana kemudian disembunyikan di
pondok. Gagasan ini kemudian ditolak setelah analisis yang cermat mengenai
korban selama pemeriksaan post-mortem sehubungan dengan data lingkungan
yang relevan. Akibatnya, di samping sifat langka dari kematian ini, kasus yang
disajikan berfungsi sebagai peringatan bagi ahli patologi forensik. Ini
menggarisbawahi bahwa interpretasi yang benar dari data yang ditemukan di
tempat investigasi serta melalui pemeriksaan otopsi dan histologis adalah yang
paling penting untuk secara tepat menentukan penyebab dan cara kematian.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis berterima kasih kepada F. Portunato dan M. Botto untuk bantuannya
dalam mengumpulkan data yang terperinci.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cox RA. Lightning electrical injury. J R Soc Med. 1992;85:591–593.


2. Prahlow J. Forensic Pathology for Police, Death Investigators, Attorneys,
and Forensic Scientists. New York, PA: Human Press; 2010.
3. Wankhede AG, Sariya DR. Damage due to lightning when it strikes the
face. Forensic Sci Int. 2013;224:e1–e3.
4. Ritenour AE, Morton MJ, McManus JG, et al. Lightning injury: a review.
Burns. 2008;34:585–594.
5. Duclos PJ, Sanderson LM. An epidemiological description of lightning-
related deaths in the United States. Int J Epidemiol. 1990;19:673–679.
6. Masselo W 3rd. Lightning deaths. Med Leg Bull. 1988;37:1–7.
7. Lifschultz BD, Donoghue ER. Death caused by lightning. J Forensic Sci.
1993;38:353–358.
8. Whitecomb D, Martinez JA, Daberkow D. Lightning injuries. South Med J.
2002;95:1331–1334.
9. Epperly TD, Stewart JR. The physical effects of lightning injury. J Fam
Pract. 1989;29:267–272.
10. Blumenthal R. Lightning fatalities on the South African Highveld: a
retrospective descriptive study for the period 1997 to 2000. Am J Forensic
Med Pathol. 2005;26:66–69.
11. Wetli CV. Keraunopathology. An analysis of 45 fatalities. Am J Forensic
Med Pathol. 1996;17:89–98.
12. Kloeck W, Cummins RO, Chamberlain D, et al. Special resuscitation
situations: an advisory statement from the International Liaison Committee
on Resuscitation. Circulation. 1997;95:2196–2210.
13. Jensen PJ, Thomsen PE, Bagger JP, et al. Electrical injury causing
ventricular arrhythmias. Br Heart J. 1987;57:279–283.
14. Zack F, Hammer U, Klett I, et al. Myocardial injury due to lightning. Int J
Legal Med. 1997;110:326–328.
15. Pincus JL, Lathrop SL, Briones AJ, et al. Lightning deaths: a retrospective
review of New Mexico's cases, 1977-2009. J Forensic Sci. 2015;60:66–71.
16. Resnik BI, Wetli CV. Lichtenberg figures. Am J Forensic Med Pathol.
1996;17:99–102.
17. Webb J, Sriniwas J, Fahmy F, et al. Unusual skin injury from lightning.
Lancet. 1996;347:321.
18. O’Keefe Gatewood M, Zane RD. Lightning injuries. Emerg Med Clin North
Am. 2004;22:369–403.
19. Pfortmueller CA, Yikun Y, Haberkern M, et al. Injuries, sequelae, and
treatment of lightning induced injuries: 10 years of experience at a Swiss
trauma center. Emerg Med Int. 2012;2012:1–6.
20. Elsom DM. Deaths and injuries caused by lightning in the United Kingdom:
analyses of two databases. Atmospheric Research. 2001;56: 325–334.
21. Andrews CJ. Telephone-related lightning injury. Med J Aust. 1992;157:
823–826.
22. Blanco-Pampín JM, Peñaranda JM, Boquete RR, et al. An unusual case of
death by lighting. J Forensic Sci. 1997;42:942–944.
23. Kreci A, Vyshka G, Sinamati A. Lightning injuries in an in-door setting: a
case report and review of the literature. J Environ Pollut Hum Health.
2013;1:16–20.

Anda mungkin juga menyukai