Anda di halaman 1dari 10

BAB I

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai
bagian dan sub bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan
fungsi masing-masing namun tetap saling berhubungan untuk menunjang
kelancaran operasional secara penuh. Sebagai suatu lingkungan kerja yang
kompleks keselamatan kerja merupakan suatu faktor utama yang harus
diperhatikan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor yang akan
memberikan pengaruh terhadap kinerja mereka yang bekerja pada lingkungan
tersebut.
Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit telah diidentifikasi
sebagai sebuah lingkungan di mana terdapat aktivitas yang berkaitan dengan
ergonomi antara lain mengangkat, mendorong, menarik, menjangkau,
membawa benda, dan dalam hal penanganan pasien. Petugas kesehatan,
terutama yang bertanggung jawab untuk perawatan pasien, memiliki potensi
bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal
dibandingkan berbagai bidang lainnya. (OSHA, 2013)

B. Tujuan
1. Umum
a. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit.
2. Khusus
a. Menciptakan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja di tempat kerja.
b. Memberikan perlindungan dan keamanan bagi setiap orang saat bekerja.
c. Menjaga keselamatan dan kesehatan kerja.
d. Memperketat risiko timbul sumber bahaya.
e. Sebagai bahan acuan merumuskan dan mewujudkan tujuan k3.
C. Manfaat
1. Bagi rumah sakit:
a. Meningkatkan mutu pelayanan.
b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit.
c. Meningkatkan citra rumah sakit.

2. Bagi karyawan rumah sakit:


a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).

3. Bagi pasien dan pengunjung:


a. Mutu layanan yang baik.
b. Kepuasan pasien dan pengunjung.
BAB II

A. Pembahasan
1. Undang-undang K3 yang Ada di RS
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2016 tentang keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit, meliputi:
a. Bab 1 tentang ketentuan umum K3RS.
b. Bab 2 tentang sistem manajemen K3RS.
c. Bab 3 tentang standar K3RS.
d. Bab 4 tentang pendidikan dan pelatihan K3RS.
e. Bab 5 tentang pencatatan dan pelaporan K3RS.
f. Bab 6 tentang organisasi penyelenggaraan K3RS.
g. Bab 7 tentang unit pelayanan kesehatan kerja.
h. Bab 8 tentang penilaian K3RS.
i. Bab 9 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan K3RS.
j. Bab 10 tentang ketentuan peralihan.
k. Bab 11 tentang ketentuan penutup.

2. Pengertian PK3RS
PK3RS adalah sebuah kepanitiaan keselamatan dan kesehatan
kerja di rumah sakit yang memiliki tugas pokok sebagai badan
pertimbangan di tempat kerja ialah memberikan saran dan pertimbangan
baik diminta maupun tidak kepada direksi/direktur mengenai masalah-
masalah keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit.
Serta memiliki fungsi menghimpun dan mengolah segala data dan
atau permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit di tempat
kerja yang bersangkutan dan mendorong ditingkatkannya penyuluhan,
pengawasan, latihan dan penelitian keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit.
3. Penanganan Tumpahan B3 di RS
a. Petugas yang menemukan tumpahan B3 memakai alat pelindung diri,
seperti masker, sarung tangan, sepatu boots, dan pakaian pelindung.
b. Petugas mulai menangani tumpahan, apabila tumpahan bahan kimia
B3 dalam bentuk cair maka dapat menggunakan bahan inert /absorben
untuk menyerap cairan. (misalnya kain flanel kering atau pasir).
c. Apabila tumpahan bahan kimia B3 dalam bentuk serbuk dapat
menggunakan kain flannel basah untuk mengikat tumpahan.
d. Petugas mengambil kain flannel yang digunakan untuk menangani
tumpahan dan ditaruh dalam wadah atau tempat sampah yang
ditentukan.
e. Petugas menggunakan pinset untuk mengambil pecahan dan menaruh
pecahan kedalam wadah yang tidak tembus terhadap benda tajam yang
sudah ditentukan, bila ada pecahan.
f. Petugas membungkus atau menutup wadah sampah tumpahan dengan
rapat.
g. Petugas menyemprotkan air dan mengepel seluruh area yang terkena.
h. Petugas membuang air untuk mengepel kesaluran ke saluran
pengolahan air limbah, tidak membuang ke saluran umum.
i. Petugas membawa sampah dengan troli tertutup ke tempat pengolahan
atau tempat penampungan sementara limbah B3 yang ada dan
mencatat berat ke buku catatan yang ada di TPS, tanggal, berat, nama
pengirim dan disaksikan petugas penerima di TPS.
j. Petugas kembali keruangan dan melepaskan pakaian dan alat
pelindung yang dipakai.
k. Petugas cuci tangan sebelum melanjutkan pekerjaan yang lain.
l. Petugas membuat laporan kejadian tumpahan.
4. Penanganan Risiko Paparan Radiasi pada Petugas
Resiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
a. Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel
yang mampu menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh
di rumah sakit: di unit radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran
nuklir.
b. Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan
energi yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau
radiasi gelombang mikro.
Pengendalian resiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja
radiasi, peserta didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus
sudah mendapatkan informasi tentang resiko bahaya radiasi dan cara
pengendaliannya. Selain APD yang baik, monitoring tingkat paparan
radiasi dan kepatuhan petugas dalam pengendalian bahaya radiasi
merupakan hal yang penting. Sebagai indikator tingkat paparan, semua
pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk mengukur tingkat
paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau dan tingkat
paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk
pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau
therapy radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila
hamil harus melapor kepada petugas”.

5. Penanganan Risiko Paparan Bahaya Biologi pada Petugas


a. Resiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko
ini di rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau
Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3, Instalasi
Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja pemberi pelayanan
langsung kepada pasien.
b. Resiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Resiko
ini dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping
yang baik dari seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.
6. Penanganan Limbah Medis dan Non Medis di Rumah Sakit
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan
berbagai cara. Yang diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa
pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan
sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment)
(Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal
berikut :
a. Pemisahan limbah
1) Limbah harus dipisahkan dari sumbernya.
2) Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
3) Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda
yang menunjukkan kemana kantong plastik harus diangkut untuk
insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto. H, 1995).
b. Penyimpanan limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai
gantinya dapat digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat
secara lokal sehingga dapat diperloleh dengan mudah) kantung kertas
ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan
ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
c. Penanganan limbah
1) Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3
bagian. Kemudian diikiat bagian atasnya dan diberik label yang
jelas.
2) Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga  jika
dibawa mengayun menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat 
tertentu untuk dikumpulkan.
3) Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung
dengan  warna yang sama telah dijadikan satu dan dikirimkan
ketempat yang sesuai.
4) Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap
kutu dan hewan perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan.
d. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut
kode warnanya. Limbah bagian bukan klinik misalnya dibawa
kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa keinsenerator.
Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama
dengan dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk
mengangkut limbah tersebut sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan
setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada  kebocoran kantung limbah)
dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
e. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik
dapat dibuang ditempat penimbunan sampah (Land-fill site), limbah
klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak mungkin harus ditimbun
dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari
yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
(Bambang Heruhadi, 2000).

7. Penanganan Kecelakaan Kerja pada Petugas Rumah Sakit


Supaya tenaga kerja di lingkungan rumah sakit masih efektif serta
produktif dalam melakukan pekerjaan serta tanggung jawabnya dan tidak
mengalami penyakit karena kerja jadi tindakan untuk menghadapi hal itu
memerlukan penerapan manajemen kesehatan serta keselamatan kerja di
dalam rumah sakit.
Manajemen kesehatan serta keselamatan kerja rumah sakit
menyertakan semua unsur manajemen, karyawan serta lingkungan kerja
yang terintegrasi menjadi usaha pencegahan serta kurangi kecelakaan kerja
serta penyakit karena kerja di lingkungan rumah sakit yang mempunyai
tujuan ialah membuat tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari
pencemaran paparan lingkungan kerja, yang selanjutnya bisa
meningkatkan efesiensi serta produktifitas kerja.
Langkah awal yang peting ialah usaha pengendalian di lingkungan
kerja rumah sakit diantaranya kesehatan kerja buat karyawan, sanitasi
lingkungan rumah sakit, pengamanan pasien, pengunjung ataupun petugas
rumah sakit dan sebagainya. Upaya-upaya yang bisa dikerjakan untuk
kurangi serta mnghindarkan kecelakaan kerja serta penyakit karena kerja
ialah seperti berikut:
a. Lakukan substitusi pengenalan lingkungan kerja lewat cara lihat serta
menganal potensial bahaya lingkungan kerja. Mengganti perlengkapan
kerja yang tidak wajar gunakan.
b. Pelajari lingkungan kerja dalam perihal ini menilai karakter serta
besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin muncul hingga dengan
mudah bisa mengutamakan dalam menangani permasalahan yang lebih
potensial.
c. Pengendalian lingkungan kerja dengan bertindak mengurangi bahkan
juga menghilangkan pajanan pada masalah kesehatan pekerja
dilingkungan kerja lewat cara teknologi pengendalian.
d. Pengendalian administratif dengan memperingatkan pekerja agar bisa
memakai alat pelindung diri yang benar dan baik, membuat rambu-
rambu bahaya dilingkungan kerja yang punya potensi bahaya.
e. Kontrol kesehatan pekerja dengan berkala untuk mencari aspek pemicu
serta upaya penyembuhan.
f. Pendidikan serta penyuluhan kesehatan serta keselamatan kerja buat
pekerja di lingkungan rumah sakit.
g. Pengendalian fisik lingkungan kerja, mengidentifikasi suhu,
kelembapan, pencahayaan, getaran, kebisingan, pengendalian sistem
ventilasi dan sebagainya.
h. Lakukan pengawasan serta monitoring dengan berkala pada
lingkungan kerja rumah sakit.
i. Substitusi berbahan kimia, alat kerja serta mekanisme kerja.
8. Pencegahan KTD
Pada remaja KTD dapat menjadi sesuatu yang sangat memalukan
dan dapat merusak masa depan mereka, oleh karena itu alangkah baiknya
bila kita dapat mencegah hal tersebut sebelum terjadi, kehamilan tidak
diinginkan dapat dicegah oleh remaja dengan cara:
a. Tidak melakukan hubungan seks sebelum nikah.
b. Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan positif seperti
olahraga, seni, dan keagamaan.
c. Hindari perbuatan yang akan menimbulkan dorongan seksual, seperti
meraba tubuh pasangan atau menonton video porno.
d. Memperoleh informasi tentang manfaat dan penggunaan alat-alat
kontrasepsi.

B. SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan
a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun
2016 tentang keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit.
b. PK3RS adalah sebuah kepanitiaan keselamatan dan kesehatan kerja di
rumah sakit.
c. Petugas yang menemukan tumpahan B3 memakai alat pelindung diri,
seperti masker, sarung tangan, sepatu boots, dan pakaian pelindung.
d. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan informasi tentang resiko
bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD yang baik,
monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam
pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang penting.
e. Resiko bahaya biologi di rumah sakit sudah dikendalikan oleh bagian
Petugas Pemantau Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) berkoordinasi dengan
Unit K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS) dan Satuan kerja
pemberi pelayanan langsung kepada pasien.
f. Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang
diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce)
dalam volume, penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih
dulu, daur ulang (recycle), dan pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi,
2000).
g. Supaya tenaga kerja di lingkungan rumah sakit masih efektif serta
produktif dalam melakukan pekerjaan serta tanggung jawabnya dan
tidak mengalami penyakit karena kerja jadi tindakan untuk
menghadapi hal itu memerlukan penerapan manajemen kesehatan serta
keselamatan kerja di dalam rumah sakit.
h. Pada remaja KTD dapat menjadi sesuatu yang sangat memalukan dan
dapat merusak masa depan mereka, oleh karena itu alangkah baiknya
bila kita dapat mencegah hal tersebut sebelum terjadi.

2. Saran
Penulis menyadari bahwa resume ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu saran dari para pembaca sangat kami harapkan,
agar resume ini dapat mencapai hasil yang di harapkan dan dapat
bermanfaat bagi kami penulis maupun bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai