Anda di halaman 1dari 9

PEMICU

Seorang ibu A, hamil 9 bulan dan baru diketahui menderita HIV posistif. Satu minggu kemudian
ibu A kemudian melahirkan bayi B secara section caesarea. Bayi B lahir dengan berat badan
3000 gram dan panjang badan lahir 43 cm. Satu jam paksa lahir, terjadi perdebatan dianatar
kalangan medis tentang cara memberikan susu/formula kepada bayi B, namun ibu A tetap
berkeras ingin memberikan ASI nya kepada bayi B dengan bebrapa alas an.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
-
II. DEFINISI MASALAH
1. Ibu menderita HIV positif
2. Melahirkan bayi secara sectio caesarea
3. Ibu tetap berkeras ingin membrikan ASI
III. ANALISA MASALAH
1. Ibu menderita HIV positif
 Berhubungan seksual dengan penderita HIV
 Penggunaan jarum suntik yang bersamaan
 Pernah transfusi darah dari penderita HIV

2. Melahirkan bayi secara sectio caesarea


 Atas keinginan ibu sendiri
 CPD
 Kurangnya kekuatan ibu untuk mengedan
 Adanya penyakit kelamin pada ibu

3. Ibu tetap berkeras ingin membrikan ASI


 Mengapa ibu penderita HIV tidak boles memberikan ASI
 Karena jikalau bayi diberikan ASI dari ibu yang menderita HIV bayi
akan tertular, karena penularannya dari cairan ASI tersebut.
 Manfaat pemberian ASI
 Sebagai KB alami
 Mengurangi kemungkinan kanker payudara
1
 Imunitas bayi
 Memperkuat ikatan anatara ibu dan bayi

IV. GALI KONSEP

Ibu hamil 9 bulan

HIV (+)

Sectio caesarea

Tetap bersikeras ingin


memberikan ASI

V. LEARNING OBJECTIVE
1. Definisi dan etiologi HIV
2. Cara penularan HIV
3. Patofisiologi HIV
4. Gejala klinis HIV
5. Deferential diagnose HIV
6. Pemeriksaan penunjang HIV
7. Diagnosa HIV
8. Penatalaksanaan HIV
2
9. Komplikasi HIV
10. Pencegahan HIV
11. Manfaat ASI
12. Kontraindikasi pemberian ASI

VI. BELAJAR MANDIRI


1. Definisi dan etiologi HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem
imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penanda CD4+ di permukaannya,
seperti makrofag dan limfosit T.
Etiologi

2. Cara penularan HIV


Penularan HIV terjadi melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu
melalui hubungan seksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi
komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkannya.

3. Patofisiologi HIV
HIV menyerang sel-sel dengan reseptor CD4+, terutama limfosit T dan
monosit/makrofag, namun juga menginfeksi sel lainnya, seperti megakariosit,
epidermal Langerhans, mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks, sel
trofoblas, sel retina, dan epitel ginjal.
Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3bulan. Seiring pertambahan
replikasi virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit CD4+ akan terus
menurun. Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya gejala klinis pada AIDS
berkisar antara 5-10 tahun.
Infeksi primer HIV dapat memicu gejala infeksi akut yang tidak spesifik, seperti
demaam, nyeri kepala, faringitis dan nyeri tenggorokan., limfadenopati, dan ruam
kulit. Fase akut tersebut dilanjutkan dengan periode laten yang asimptomatis, tetapi
pada fase inilah terjadi penurunan jumlah sel limfosit CD4+ selama bertahun-tahun
hingga terjadi manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun.

3
4. Gejala klinis HIV
a) Gejala mirip flu, termasuk demam ringan, nyeri badan, menggigil, dapat muncul
beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi. Gejala menghilang
setelah respons imun awal menurunkan jumlah partikel virus, walaupun virus
tetap dapat bertahan pada sel-sel lain yang terinfeksi.
b) Selama periode laten, orang yang terinfeksi HIV mungkin tidak memperlihatkan
gejala atau pada sebagian kasus mengalami limfadenopati persisten.
c) Antara dua sampai sepuluh tahun setelah terinfeksi HIV, sebagian pasien mulai
mengalami berbagai infeksi oportunistik, bila tidak ditangani, yaitu antara lain
varisela zoster, sitomegalovirus, atau herpes simpleks persisten. Penyakit-penyakit
ini mengisyaratkan munculnya AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).
d) Setelah terbentuk AIDS, sering terjadi infeksi saluran pernapasan, misalnya
tuberkulosis. Pasien AIDS yang menderita tuberkulosis biasanya mengalami
perjalanan penyakit yang cepat memburuk yang menyebabkan kematian dalam
beberapa bulan. Penyakit biasanya cepat menyebar ke luar paru, termasuk otak
dan dan tulang.
e) Gejala pada susunan saraf pusat adalah sakit kepala, defek motorik, kejang,
perubahan kepribadian, dan demensia. HIV juga dapat secara langsung merusak
sel-sel otak.
f) Diare dan berkurangnya lemak tubuh juga sering terjadi. Diare terjadi akibat
infeksi virus dan protozoa. Infeksi jamur di mulut dan esofagus menyebabkan
nyeri hebat sewaktu menelan dan mengunyah, dan ikut berperan menyebabkan
berkurangnya lemak dan gangguan pertumbuhan.
5. Deferential diagnose HIV
6. Pemeriksaan penunjang HIV
Pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis HIV adalah pemeriksaan
laboratorium. Secara garis besar dapat dibagi menjadi pemeriksaan serologik untuk
mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi
keberadaan virus HIV
Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan
dengan isolasi atau biakan virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetik dalam
darah pasien
4
Pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi terhadap HIV dilakukan dengan tes ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay), dimana pada tes ELISA dilakukan tiga kali
pemeriksaan. Untuk pemeriksaan pertama harus digunakan tes dengan sensitifitas
yang tinggi (>99%), untuk selanjutnya menggunakan tes dengan spesifitas tinggi
(>99%).
 Hasil ELISA dapat berupa : positif (sangat reaktif) ; negatif (non-reaktif) ;
interdeminate (reaktif parsial). Jika hasilnya negatif, pasien tidak diperiksa
lagi, kecuali ada indikasi atau kecurigaan kuat bahwa pasien berada dalam
fase infeksi awal HIV (3 bulan pertama)
 Jika hasilnya positif atau interdeminate, ELISA harus diulang
 Setelah tes diulang 2 kali dan hasilnya negatif, pasien dikatakan negatif HIV
 Setelah tes diulang, hasilnya positif atau interdeminate, harus dilakukan
pemeriksaan dengan Western Blot untuk HIV-1
o Jika Western Blot hasilnya negatif, diagnosis HIV-1 dapat
disingkirkan
o Jika Western Blot hasilnya nterdeminate, pemeriksaan harus diulang
dalam 4-6 minggu
7. Diagnosa HIV
Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium
terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan
untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

8. Penatalaksanaan HIV
Salah satu terapi yang diberikan pada penderita HIV adalah pemberian antiretroviral
(ARV). Tujuan terapi ARV adalah untuk menurunkan jumlah RNA virus hingga tidak
terdeteksi, mencegah komplikasi HIV, menurunkan transmisi HIV, serta menurunkan
angka mortalitas.

Nama dagang Nama generik Golongan Sediaan Dosis (per hari)


Duviral Tablet, kandungan : 2 x 1 tablet
zidovudin 300 mg,
5
lamivudin 150 mg
Stavir Stavudin (d4T) NsRTI Kapsul : 30 mg, 40 >60 kg :2 x 40 mg
Zerit mg <60 kg : 2 x 30
mg
Hiviral Lamivudin NsRTI Tablet 150 mg 2 x 150 mg
3TC (3TC) <50 kg : 2 mg/kg,
2x/hari
Viramune Nevirapin NNRTI Tablet 200 mg 1 x 200 mg
Neviral (NVP) selama 14 hari,
dilanjutkan
2 x 200 mg
Retrovir Zidovudin NsRTI Kapsul 100 mg 2 x 300 mg, atau
Adovi (ZDV, AZT) 2 x 250 mg
Avirzid
Videx Didanosin NsRTI Tablet kunyah : 100 >60 kg : 2 x 200
(ddI) mg mg atau 1 x 400
mg
<60 kg : 2 x 125
mg atau 1 x 250
mg
Stocrin Efavirenz NNRTI Kapsul 200 mg 1 x 600 mg,
(EFV, EFZ) malam
Nelvex Nelfinavir PI Tablet 250 mg 2 x 1250 mg
Viracept (NFV)

9. Komplikasi HIV
10. Pencegahan HIV
Program pencegahan dan penanggulangan yang dianjurkan oleh WHO adalah :
a) Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda
b) Program penyuluhan sebaya untuk berbagai kelompok sasaran
c) Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik
d) Program pendidikan agama
e) Program layanan pengobatan infeksi menular seksual
f) Program promosi kondom di lokalisasi pantai pijat
g) Pelatihan keterampilan hidup
h) Program pengadaan tempat-tempat untuk tes HIV dan konseling

6
i) Dukungan untuk anak jalanan dan pengentasan prostitusi anak
j) Integrasi program pencegahan dengan program pengobatan, perawatan, dan
dukungan untuk odha
k) Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian
obat ARV

Selain itu, untuk mencegah terpajan HIV, seseorang harus :


a) Melakukan seks atau hubungan kelamin monogami bersama dengan
pasangan yang tidak terinfeksi HIV
b) Diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya virus paling sedikit 6 bulan
setelah hubungan kelamin terakhir yang tidak terlindung, karena
pembentukan antibodi mungkin memerlukan waktu paling sedikit 6 bulan
setelah pajanan ke virus untuk membentuk antibodi.
c) Menggunakan kondom apabila terjadi hubungan kelamin dengan orang yang
status HIV-nya tidak diketahui
d) Tidak melakukan tukar menukar jarum dengan siapapun
e) Mencegah infeksi ke janin atau bayi baru lahir. Apabila ibu hamil positif
HIV, maka sebaiknya diberikan obat-obat atau antibodi antiHIV selama
kehamilan.

11. Manfaat ASI


a) Kolostrum pada ASI mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare
b) Kolostrum pada ASI juga mengandung protein, vitamin A yang tinggi, dan
mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi
c) ASI mengandung zat gizi yang sesuai dan juga mengandung enzim-enzim
untuk mencerna zat gizi tersebut
d) ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi
e) ASI bermanfaat untuk meningkatkan imunitas bayi
f) Sebagai alat kontrasepsi alamiah

7
g) Pemberian ASI juga mempunyai pengaruh emosional yang luar biasa yang
mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak dan perkembangan jiwa anak

12. Kontraindikasi pemberian ASI


a) Retraksi papilla mammae, yaitu putting tertarik kedalam sehingga
menyulitkan ibu dalam memberikan ASI
b) Bayi yang menderita galaktosemia. Dalam hal ini, bayi tidak mempunyai
enzim galaktase sehingga galaktosa tidak dapat dipecah. Bayi yang demikian
juga tidak boleh minum susu formula
c) Ibu yang memerlukan terapi dengan obat-obat tertentu, misalnya antikanker
d) Ibu yang memerlukan pemeriksaan dengan obat-obat radioaktif perlu
menghentikan pemberian ASI kepada bayinya selama 5x waktu paruh obat.
Setelah itu, bayi boleh menyusu lagi.
e) Ibu dengan HIV/AIDS, tetapi dianjurkan untuk memberi bayi pengganti ASI
(PASI). Pemberian PASI harus memenuhi syarat AFASS (Acceptable,
Feasable, Affordable, Sustainable, and Save)

VII. KESIMPULAN

8
DAFTAR PUSTAKA
1. Corwin, Elisabeth.2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
2. Siti Setiadi, Idrus Alwi, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai