Anda di halaman 1dari 9

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden
Dalam penelitian ini, karakteristik responden yang akan dibahas meliputi jenis
kelamin, usia, status pernikahan, pendidikan terakhir, pekerjaan dan pendapatan
responden per bulan. Tingkat partisipasi dalam penelitian ini yaitu 26 responden.

Tabel III. Karakteristik Responden


Karakteristik Responden Persentase (%)
N=36
Jenis Kelamin
Laki-Laki 53
Perempuan 47
Usia
Rentang Usia (18-73 tahun)
18-44 64
45-59 19
60-69 14
≥70 3
Status Pernikahan
Sudah menikah 72
Belum menikah 28
Pendidikan Terakhir
SD 33
SMP 6
SMA 22
Perguruan Tinggi 6
Tidak Tamat SD 25
Tidak Sekolah 8
Jenis Pekerjaan
Petani 75
Wiraswasta 11
PNS 6
Ibu Rumah Tangga (IRT) 8
Pendapatan Per Bulan
< Rp. 300.000,00 31
Rp. 300.000,00 – Rp. 1.000.000,00 39
Rp. 1.000.000,00 – Rp. 2.000.000,00 19
> Rp. 2.000.000,00 11

1. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel III), persentase responden laki-laki yang
menderita TBC lebih banyak (53%) dari responden perempuan (47%). Menurut
penelitian Sarmen dkk (2017), pasien TB lebih banyak laki-laki hal ini dapat terjadi
dikarenakan laki-laki lebih mudah terpapar penyakit akibat penurunan sistem imun
akibat kebiasan laki-laki yang suka mengkonsumsi alkohol dan rokok.
Riestina (2015) menjelaskan penelitian dinegara maju menunjukan bahwa
laki-laki memiliki resiko tertular akibat kontak dan beraktifitas diluar lebih besar dari
pada perempuan, sehingga lebih memudahkan penularan penyakit TB paru dari
orang lain. Menurut penelitian Mariana (2016), kaum wanita lebih banyak
melakukan pengobatan mandiri dan lebih peduli terhadap kesehatan, baik dirinya
sendiri maupun keluarganya dibandingkan dengan kaum laki-laki. Wanita yang lebih
peduli terhadap kesehatan dibandingkan laki-laki, sehingga wanita cenderung
memiliki pengetahuan yang lebih baik mengenai pengobatan dibandingkan dengan
laki-laki.

2. Usia
Usia dewasa adalah usia seseorang yang memiliki hak untuk melakukan
perbuatannya sendiri dengan tanggung jawabnya sendiri tanpa adanya bantuan
dari pihak lain (Adjie, 2013). Perbuatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
sikap dan tindakan responden selama menjalani pengobatan TBC. Dari hasil
penelitian didapatkan rentang usia yang beragam dari 18 –73 tahun (Lihat Tabel
III). Pada penelitian ini, diperoleh data bahwa sebagian besar responden yang
terdiagnosa TB adalah dengan rentang usia 18-59 tahun dimana usia tersebut
merupakan usia produktif. Menurut Sarmen (2017) pada usia produktif terdapat
kecendrungan untuk banyak melakukan interaksi dan memiliki mobilitas yang tinggi
di luar rumah sehingga lebih rentan untuk tertular penyakit tuberkulosis.
3. Status Pernikahan
Status pernikahan responden meliputi menikah dan belum menikah.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel III), dari 36 responden, sebanyak 72 %
responden telah menikah, sedangkan sebanyak 28% belum menikah. Menurut hasil
penelitian Widayati (2012), status pernikahan (tidak menikah/cerai dan menikah)
berpengaruh terhadap pola tindakan self-care. Adanya anjuran dari suami atau istri
bisa merupakan pendorong yang kuat bagi seseorang untuk memutuskan memilih
upaya pencarian pengobatan, misalnya apakah akan berupa upaya self-care atau
upaya konsultasi ke pihak lain.Hal ini dapat menjadi dasar pertimbangan bahwa
sangat penting untuk melibatkan anggota keluarga dalam meningkatkan perilaku
kesehatan.

4. Tingkat pendidikan terakhir


Menurut Nursalam (2011), tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap
tingkat pengetahuan seseorang. Responden dengan pendidikan tinggi cenderung akan
lebih mudah menerima informasi dan lebih baik untuk mengaplikasikan informasi
atau pengetahuan tersebut. Menurut penelitian Pratiwi (2016), mengatakan tingkat
pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan. Melalui proses
pendidikan yang melibatkan serangkaian aktivitas, maka seorang individu akan
memperoleh pengetahuan, pemahaman, keahlian dan wawasan yang lebih baik
termasuk dalam hal pengetahuan dan sikap atas informasi obat.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel III), didapatkan bahwa responden lulusan
SD adalah yang terbanya sebesar 33% (12 responden). Selain itu, terdapat responden
dengan tingkat pendidikan terakhir SMP sebesar 6% (2 responden), SMA/SMK
sebesar 22% (8 responden), tidak tamat SD sebesar 25% (9 responden), perguruan
tinggi sebesar 6% (2 responden), dan 3 responden yang tidak sekolah dengan
persentase sebesar 8%. Menurut Melina (2011), seseorang dengan tingkat pendidikan
SMA atau sederajat sudah mampu dalam mengolah informasi yang didapat dan
mempertimbangkan hal apa yang baik untuk dirinya.
Pernyataan ini juga didukung oleh teori yang menyatakan bahwa pendidikan
adalah proses untuk menuju ke perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012).

5. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku
kesehatan dan kemungkinan penyakit yang akan muncul, dalam hal ini adalah
penyakit TBC dan pengobatannya. Berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan
responden (Tabel III) menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan responden
adalah sebagai petani dengan persentase sebesar 75%. Lokasi penelitian sebagian
besar merupakan daerah pertanian, sehingga secara langsung berpengaruh terhadap
jenis pekerjaan masyarakat Kecamatam Kota Waikabubak.
Jenis pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi tingkat sosial dan interaksi
sosial seseorang dengan orang lain yang berasal dari lingkungan berbeda.
Responden yang bekerja umumnya sering berhubungan dengan dunia luar ataupun
berinteraksi dengan rekan kerjanya. Proses yang dijalani selama bekerja setidaknya
menyebabkan terjadinya tukar-menukar informasi tentang penyakit TBC dan
pengobatannya yang akan mempengaruhi pola pikir responden. Selain itu, seseorang
dengan jenis pekerjaan yang dapat memberikan pendapatan yang tinggi, mungkin
cenderung memilih cara pengobatan yang lebih baik karena memiliki kesempatan
untuk melakukannya dibandingkan dengan seseorang yang jenis pekerjaannya hanya
memberikan sedikit pendapatan.

6. Pendapatan Per Bulan


Tingkat konsumtivitas konsumen sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendapatannya. Tingkat pendapatan berpengaruh terhadap upaya kesehatan
masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmah dkk (2018), menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan penderita TB dengan
keberhasilan pengobatan. Tetapi tingkat pendapatan berpengaruh terhadap biaya
diluar pengobatan. Dalam hal ini terkait dengan vitamin, kebutuhan akan makanan
sehat dan bergizi, serta biaya transportasi ke fasilitas kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian (Tabel III), sebagian besar responden 39% (14
resonden) berpendapatan antara Rp300.000,00 sampai Rp1.000.000,00.
Kemudian, sebanyak 31% (11 responden) berpendapatan kurang dari Rp
300.000,00; sebanyak 19% (7 responden) berpendapatan antara Rp1.000.000,00
sampai Rp2.000.000,00; sebanyak 11% (4 responden) berpendapatan lebih dari
Rp2.000.000,00.

B. Pengetahuan Pasien TB Puskesmas Puu Weri terkait penyakit TB


Menurut Imron (2010), pengetahuan (knowledge) adalah hasil dari rasa ingin
tahu kemudian mencari tahu kebenaran dan menjadikannya sebagai pengalaman.
Dari pengalaman, seseorang dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi
sehingga pengetahuan merupakan faktor yang penting dalam tindakan seseorang.
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah semua hal yang diketahui oleh responden
terkait penyakit tuberculosis. Penelitian ini melibatkan 36 responden yang
merupakan pasien TB dari puskesmas Puu Weri pada tahun 2019.

Tabel IV. Pengetahuan Pasien TB terkait penyakit TB


Kategori Jumlah Persentase (%)
Responden, N=36
Baik 15 42
Cukup 19 53
Kurang 2 5
Total 36 100
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebesar 53% (19 responden),
42% (15 responden) memiliki pengetahuan baik dan 5% (2 responden)
berpengetahuan kurang.

Menurut Sarmen (2017), faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah faktor


internal (pendidikan, pekerjaan, dan umur) dan faktor eksternal ( lingkungan dan
sosial budaya). Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat pengetahuan pasien
tuberkulosis di Puskesmas Puu Weri sudah cukup baik. Berdasarkan data
karakteristik responden (tabel III) sebagian besar responden yang terlibat dalam
penelitian ini merupakan lulusan SD, tidak lulus SD dan tidak sekolah, bekerja
sebagai petani dengan penghasilan sekitar Rp. 300.000,- sampai Rp. 1.000.000,- per
bulan tetapi responden memiliki pengetahuan yang cukup baik.
Menurut Notoatmodjo (2012) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang,

maka akan semakin baik pengetahuannya. Pada penelitian ini sebagian besar
responden yang terlibat dalam penelitian ini merupakan lulusan SD, tidak lulus SD
dan tidak sekolah dengan pengetahuan yang baik tentang kesehatan. Hal ini
dikarenakan responden memperoleh informasi (penyuluhan) dari petugas kesehatan
di puskesmas terkait penyakit TBC selama masa pengobatan.
Menurut Wawan dan Dewi (2011), usia bisa mempengaruhi pengetahuan.
Semakin cukup usia seseorang, maka kemampuan berpikir akan lebih matang dan
lebih dipercaya, sehingga akan berhubungan dengan hal-hal yang diketahui
responden terkait penyakit TB dan pengobatannya. Dalam penelitian ini, usia
responden yang terlibat berada direntang usia 18-73 tahun dengan sebagian besar
responden memiliki pengetahuan yang cukup baik.

C. Sikap Responden Terkait Penyakit Tuberkulosis


Menurut Budiman dan Riyanto (2013), sikap adalah bentuk pernyataan
seseorang terhadap hal-hal yang ditemuinya, seperti benda, orang maupun fenomena.
Adapun output sikap ini akan sangat tergantung pada setiap individu, apabila
individu tersebut tertarik maka ia akan mendekat dan apabila tidak suka maka ia akan
merespon sebaliknya. Sikap ini akan sangat mempengaruhi kesiapan individu untuk
memberikan respon atau tindakan terhadap suatu objek atau fenomena.
Tabel V. Sikap Pasien TB terkait penyakit TB
No. Jumlah Persentase Kategori
Responden, N=36 (%)
1. 20 56 Sangat Baik
2. 13 36 Baik
3. 3 8 Kurang Baik
4. 0 0 Sangat Buruk
Total 36 100
Hasil pengukuran terhadap sikap pasien TB di Puskesmas Puu Weri Kota
Waikabubak, didapatkan hasil bahwa pasien umumnya memiliki sikap yang
berada pada kategori positif (sangat baik/baik) yaitu sebanyak 33 responden
(92%) dan sikap yang negatif (kurang baik/sangat buruk) yaitu sebanyak 3
responden (8%). Menurut peneliti, pengetahuan yang cukup baik akan
menghasilkan sikap yang baik dari responden dan membantu dalam upaya
pengendalian TB.

Menurut Sarmen dkk (2017), seseorang dapat memperoleh sikap yang


baik terhadap upaya pengendalian penyakit TBC jika pengetahuan yang
diperolehnya juga baik dan memadai. Semakin tinggi tingkat pengetahuan yang
dimiliki seseorang akan memberi kontribusi dalam terbentuknya sikap yang baik.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan dimana berdasarkan data
pengukuran tingkat pengetahuan dalam penelitian ini, sebagian besar responden
memiliki pengetahuan yang cukup baik.

a. Tindakan Responden Terkait Penyakit Tuberkulosis


Tindakan merupakan hasil akhir dari perilaku, sehingga tindakan sangat
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap pasien. Tindakan adalah suatu
cara mempraktekkan apa yang telah diketahui setelah mengadakan penilaian atau
pendapat terhadap stimulus yang diterima (Fitriani, 2011). Tindakan pasien
seperti melakukan pemeriksaan dahak, menutup mulut ketika batuk,
meningkatkan daya tahan tubuh, tidak membuang dahak disembarang tempat,
meminum obat TB secara rutin, dan sebagainya merupakan tindakan yang baik
dilakukan oleh pasien.

Tabel VI. Tindakan Pasien TB terkait penyakit TB


No Jumlah Persentase Kategori
Responden, N=36 (%)
1. 19 53 Sangat Baik
2. 12 33 Baik
3. 5 14 Kurang Baik
4. 0 0 Sangat Buruk
Total 36 100
Hasil pengukuran terhadap tindakan yang dilakukan oleh pasien TB di
puskesmas Puu Weri terkait penyakit tuberkulosis, yaitu 19 pasien (53%) dengan
tindakan yang sangat baik, 12 pasien (33%) dengan tindakan baik dan 3 pasien
(14%) dengan tindakan kurang baik. Dengan kata lain, sebesar 86% pasien
memiliki hasil pengukuran tindakan yang positif (sangat baik/baik) dan 14%
dengan hasil negatif (kurang baik). Sebagian besar responden dengan hasil
pengukuran tingkat pengetahuan dan sikap yang baik menghasilkan tindakan yang
baik pula, begitu juga responden dengan tingkat pengetahuan dan sikap kurang
baik memiliki tindakan yang kurang baik.

Dalam penelitian ini responden dengan tindakan yang kurang baik sebesar 14% (5
orang), dimana terdapat juga responden yang memiliki pengetahuan yang cukup
dan sikap yang baik memiliki tindakan yang kurang baik. Menurut Sarmen dkk
(2017) bahwa suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu perilaku yang
terlihat melalui tindakan dimana ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku
di tingkat kesehatan, yaitu terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku
antara lain mencakup lingkungan, pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat,
faktor pemungkin yaitu mencakup keterjangkauan fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat dan faktor penguat yaitu bentuk dukungan tokoh masyarakat maupun
petugas-petugas kesehatan. Dalam penelitian ini, letak fasilitas layanan kesehatan
cukup jauh dari tempat tinggal responden menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan responden memiliki tindakan yang kurang baik dalam menjalani
pengobatan.
Dalam penelitian ini sebanyak 31 responden (86%) memiliki tindakan yang
positif, hal ini terjadi karena responden memiliki pengetahuan yang cukup baik dan
sikap yang baik tentang penyakit tuberkulosis sehingga penderita dapat melakukan
tindakan sesuai yang diketahuinya. Perilaku yang terwujud dalam bentuk tindakan
sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan sikap dari seseorang.

Anda mungkin juga menyukai