Pengertian
Resiko bunuh diri adalah perilaku merusak diri yang langsung dan
disengaja untuk mengakhiri kehidupan (Herdman, 2012). Bunuh diri
merupakan salah satu dari 20 penyebab utama kematian secara global untuk
semua umur dan hampir satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap
tahunnya (Schwartz-Lifshitz, dkk, 2013).
C. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjangsiklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyairiwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untukmelakukan tindakan bunuh diri
adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati,impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan,kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan,atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan
intervensiyang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab
masalah, respons seseorang dalammenghadapi masalah tersebut, dan lain-
lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
factor penting yang dapatmenyebabkan seseorang melakukan tindakan
bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimiayang terdapat di dalam otak sepeti serotonin,
adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebutdapat dilihat melalui
ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
D. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami olehindividu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukanbunuh diri ataupun
percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebutmenjadi
sangat rentan.
E. Manifestasi klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah
dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis danmenyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau
terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
F. Penatalaksanaan
1. Klinis harus menilai risiko bunuh diri berdasarkan pemeriksaan klinis. Hal
yang paling prediktif yang berhubungan dengan risiko bunuh diri
dituliskan dalam tabel di bawah. Bunuh diri juga dikelompokkan ke dalam
faktor yang berhubungan dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
2. Jika memeriksa pasien yang berusaha bunuh diri, jangan meninggalkan
mereka sendirian, keluarkan semua benda yang kemungkinan berbahaya
dari ruangan.
3. Jika memeriksa pasien yang baru saja melakukan usaha bunuh diri,
nilailah apakah usaha tersebut telah direncanakan atau dilakukan secara
impulsif dan tentukan letalitasnya, kemungkinan pasien untuk ditemukan.
(contohnya, apakah pasien sendirian dan apakah pasien memberitahukan
orang lain?), dan reaksi pasien karena diselamatkan (apakah pasien
kecewa atau merasa lega?), dan apakah faktor-faktor yang menyebabkan
usaha bunuh diri telah berubah.
4. Penatalaksanaan adalah sangat tergantung pada diagnosis. Pasien dengan
gangguan depresif berat mungkin diobati sebagai rawat jalan jika
keluarganya dapat mengawasi mereka secara ketat dan jika pengobatan
dapat dimulai secara cepat. Selain hal tersebut, perawatan di rumah sakit
mungkin diperlukan.
5. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik biasanya menghilang dengan
abstinensia dalam beberapa hari. Jika depresi menetap setelah tanda
psokologis dari putus alkohol menghilang, diperlukan kecurigaan yang
tinggi adanya gangguan depresif berat. Semua pasien yang berusaha
bunuh diri oleh alkohol atau obat harus dinilai kembali jika mereka sadar.
6. Ide bunuh diri pada pasien skizofrenia harus ditanggapi secara serius,
karena mereka cenderung menggunakan kekerasan atau metoda yang
kacau dengan letalitas yang tinggi.
7. Pasien dengan gangguan kepribadian mendapatkan manfaat dari
konfrontasi empatik dan bantuan dengan mendapatkan pendekatan
rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah yang mencetuskan
krisis dan bagaimana mereka biasanya berperan. Keterlibatan keluarga
atau teman dan manipulasi lingkungan mungkin membantu dalam
menghilangkan krisis yang menyebabkan usaha bunuh diri.
8. Hospitalisasi jangka panjang diindikasikan pada keadaan yang
menyebabkan mutilasi diri, tetapi hospitalisasi singkat biasanya tidak
mempengaruhi perilaku tersebut. “Parasuicide” juga mendapatkan manfaat
dari rehabilitasi jangka panjang, dan periode singkat stabilisassi mungkin
diperlukan, tetapi tidak ada pengobatan jangka pendek yang dapat
diharapkan mengubah perjalanannya secara bermakna.
G. Psikopatologi
Gambaran Proses Terjadinya Bunuh Diri
Pertimbangan
untuk melakukan
bunuh diri
Ambivalensi
Kurangnya respon
Kematian
positif
Bunuh Diri
3. Perencanaan
Perencanaa meliputi penentuan diagnosisi keperawatan, tujuan dan
intervensi keperawatan. Beberapa kemungkinan diagnosis keperawata pada
keadaan gawat darurat adalah sbg berikut :
Dorongan yang kuat untuk bunuh diri sehubungan dengan alam perasaan
depresi
a. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan ketidakmampuan
menangani setress, perasaan bersalah.
b. Koping yang tidak efektif sehubungan dengan keinginan bunuh diri
sebegai pemecah masalah.
c. Potensial untuk bunuh diri sehubungan dengan keadaan kerisis yang tibab
tiba (dirumah, komuniti)
d. Isolasi social sehubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang
menurun
e. Gangguan konsep diri: perasaan tidak berharga sehubungan dengan
kegagalan
Perencanaan
Diagnosis
Tujuan
Keperawatan Kriteria evaluasi Intervensi Rasional
(TUK/TUM)
Dx 1 Resiko bunuh TUM Pasien menunjukkan Bina hubungan salaing Kepercayaan dari
diri : Ancaman atau Pasien tidak tanda tanda percaya percaya dengan prinsip pasien merupakan hal
percobaan bunuh mencederai diri kepada perawat melalui: komunikasi terapeutik : yang akan
diri sendiri atau tidak a. Ekpresi wajah 1. Sapa pasien dengan memudahkan perawat
melakukan bunuh bersahabat nama baik verbal dalam melakukan
diri b. menunjukan rasa maupun non verbal pendekatan
TUK 1 : senang 2. Perkenalkan diri keperawatan atau
Pesien dapat c. ada kontak mata dengan sopan intervensi selanjutnya
membina hubungan d. mau bejabat tangan 3. Tanya nama lengkap terhadap pasien
saling percaya. e. mau menyebutkan pasien dena nama
f. mau menjawab panggilan yang disukai
salam 4. Jelaskan tujuan
g. mau duduk pertemuan
berdampingan 5. Jujur dan menenpati
dengan perawat janji
h. mau mengutarakan 6. Tunjukan sikap empati
masalah yang dan menerima pasien
dihadapi apa adanya
7. Berikan perhatian
kepada pasien dan
perhatikan kebutuhan
dasar
TUK 2 : Kriteria evaluasi : 1. Jauhkan pasien dari Pasien tidak
Pasien dapat Pasien dapat terlindung benda benda yang melakukan tindakan
terlindng dari dari prilaku bunuh diri, membahayakan percobaan bunuh diri
perilaku bunuh diri 2. Tempatkan pasien di
ruangan yang tenan dan
selalu dilihat oleh
perawat
3. Awasi pasien secara
ketat setiap saat
DepKes RI. 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa I: Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta. Keliat, B.A. 2004. Keperawatan Jiwa:
Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.