Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

Praktik Klinik Keperawatan Jiwa

Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Utama

Resiko Perilaku Kekerasan

Oleh :

AFIFAH MEIZAYANI
P0 5120317 003

Mengetahui,

Clinical Teacher Clinical Instructure

(______________________) (______________________)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN JURUSAN KEPERAWATAN
T.A. 2019/2020
MASALAH UTAMA : RESIKO PERILAKU KEKERASAN

I. KONSEP DASAR RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Jenny, Purba, Mahnum, & Daulay, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida & Yudi, 2011).
Resiko perilaku kekerasan atau agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol
(Yosep, 2007). Resiko mencederai diri yaitu suatu kegiatan yang dapat menimbulkan
kematian baik secara langsung maupun tidak langsung yang sebenarnya dapat dicegah
(Depkes, 2007).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan
yaitu ungkapan perasaan marah yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana
individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

B. ETIOLOGI

Menurut Direja (2011) faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan pada


pasien gangguan jiwa antara lain
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor psikologis
1) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami
hambatan akan timbul dorongan agresif yang memotivasi perilaku
kekerasan.
2) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa kecil yang
tidak menyenangkan.
3) Rasa frustasi.
4) Adanya kekerasan dalam rumah, keluarga, atau lingkungan.
5) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego
dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat
memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri
serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi
bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga
diri pelaku tindak kekerasan.
6) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang
dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik dipengaruhi oleh
contoh peran eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi
biologik.
b. Faktor sosial budaya
Seseorang akan berespons terhadap peningkatan emosionalnya secara
agresif sesuai dengan respons yang dipelajarinya. Sesuai dengan teori menurut
Bandura bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Faktor
ini dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering
mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan terjadi. Budaya
juga dapat mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu
mendefinisikan ekspresi marah yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku
kekerasan sebagai cara penyelesaiannya masalah perilaku kekerasan
merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
c. Faktor biologis
Berdasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya stimulus elektris ringan
pada hipotalamus (pada sistem limbik) ternyata menimbulkan perilaku agresif,
dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus
frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk interpretasi
indra penciuman dan memori) akan menimbulkan mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada di sekitarnya.
Selain itu berdasarkan teori biologik, ada beberapa hal yang dapat
mempengaruhi seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut
a) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis
mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Townsend (1996)
menyatakan bahwa berbagai neurotransmitter (epinefrin, norepinefrin,
dopamine, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi
dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon androgen dan
norepinefrin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan 7) pada cairan
serebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang menyebabkan
timbulnya perilaku agresif pada seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetik termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara tindak kriminal (narapidana)
d) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbik dan lobus
temporal) trauma otak, apenyakit ensefalitis, epilepsi (epilepsi lobus
temporal) terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak
kekerasan.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa
injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus
perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh
dengan agresif, dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun eksternal
dari lingkungan.
c. Lingkungan
Panas, padat, dan bising.
Menurut Shives (1998) dalam Fitria (2009), hal-hal yang dapat menimbulkan
perilaku kekerasan atau penganiayaan antara lain sebagai berikut.
a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
b. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu.
c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya
dalam menempatkan diri sebagai orang yang dewasa.
d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat
dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa
frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

C. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Direja (2011) tanda dan gejala yang terjadi pada perilaku
kekerasanterdiri dari :
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah
memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras,
kasar, ketus.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.
8. Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual

D. POHON MASALAH

Resiko Tinggi Mencederai, Orang Lain, dan Lingkungan

Perilaku Kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik
Inefektif

Harga Diri Rendah Isolasi Sosial :


Kronis Menarik Diri

Koping Keluarga
Berduka Disfungsional
Tidak Efektif

Gambar 2.2 Pohon Masalah Perilaku Kekerasan

Sumber : (Fitria, 2010)


E. PENATALAKSANAAN

Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1. Medis

a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan


hiperaktivitas.

d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah


pada keadaan amuk.

2. Penatalaksanaan keperawatan

a. Psikoterapeutik

b. Lingkungan terapieutik

c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d. Pendidikan kesehatan

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Meskipun pemeriksaan diagnostik merupakan pemeriksaan penunjang, tetapi


peranannya penting dalam menjelaskan dan mengkuantifikasi disfungsi neurobiologis,
memilih pengobatan, dan memonitor respon klinis.

Menurut Doenges, pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk penyakit fisik


yang dapat menyebabkan gejala reversibel seperti kondisi defisiensi'toksik, penyakit
neurologis, gangguan metabolik/endokrin. Serangkaian tes diagnostik yang dapat
dilakukan pada Skizofrenia Paranoid adalah sebagai berikut:

1. Computed Tomograph (CT) Scan

Hasil yang ditemukan pada pasien dengan Skizofrenia benupa abnormalitas otak
seperti atrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikel-otak
meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat.
2. Magnetie Resorance Imaging (MRI)

MRI dapat memberi gambaran otak tiga dimensi, dapat memperlihatkan gambaran
yang lebih kecil dari lobus frontal rata-rata, atrofi lobus temporal (terutama
hipokampus, girus parahipokampus, dan girus temporal superior).

3. Positron Emission Tomography (PET)

Alat ini dapat mengukur aktivitas metabolik dari area spesifik otak dan dapat
menyatakan aktivitas metabolik yang rendah dari lobus frontal, terutama pada area
prefrontal dari korteks serebral,

4. Regional Cerebral Blood Flow (RCBF)

Alat yang dapat memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada
daerah otak yang bervariasi.

5. Brain Electrical Activity Mapping (BEAM)

Alat yang dapat menunjukkan respon gelombang otak terhadap ransangan yang
bervanasi disertai dengan adanya respons yang terhambat dan menurun, kadang-
kadang di lobus frontal dan sistem limbik.

6. Addiction Severity Index (ASI)

ASI dapat menentukan masalah ketergantungan (ketergantungan zat), yang


mungkin dapat dikaitkan dengan penyakit mental, dan mengindikasikan area
pengobatan yang diperlukan.

7. Electroensephalogmam (EEG)

Dari pemeriksaan didapatkan hasil yang mungkin abnormal, menunjukkan ada


atau luasnya kerusakan organik pada otak.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. DATA PENGKAJIAN
Menurut Keliat (2014) data perilaku kekerasan dapat diperolah melalui
observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini:
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengarupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda /orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau mengontrol perilaku
kekerasan.

B. MASALAH KEPERAWATAN
Menurut Keliat (2014) daftar masalah yang mungkin muncul pada perilaku
kekerasan yaitu :
1. Perilaku Kekerasan.
2. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
3. Perubahan persepsi sensori: halusinasi.
4. Harga diri rendah kronis.
5. Isolasi sosial.
6. Berduka disfungsional.
7. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
8. Koping keluarga inefektif.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan perilaku kekerasan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

Nama Klien : Diagnosa Medis :


Ruang : Nomor CM :

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Inrervensi Rasional


Tujuan Kriteria Evaluasi
1 2 3 4 5
Resiko menciderai diri TUM
sendiri dan orang lain Klien dapat melanjutkan
berhubungan dengan hubungan peran sesuai dengan
perilaku kekerasan. tanggung jawab
TUK : Setelah 1 x interaksi
1. Klien dapat membina 1.1. Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam/panggil nama  Hubungan saling
hubungan saling percaya 1.2. klien mau menjabat tangan klien percaya merupakan
1.3. Klien mau menyebutkan 1.1.2 Sebutkan nama perawat landasan untama
nama sambil jabat tangan untuk hubungan
1.4. Klien mau tersenyum 1.1.3 Jelaskan maksud selanjutnya
1.5. klien mau kontak mata hubungan interaksi
1.6. klien mengetahui nama 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak
perawat yang akan dibuat
1.7. menyediakan waktu untuk 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap
kontrak empati
1.1.6 Lakukan kontrak singkat
tapi sering
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Rasionalisasi
2. Klien dapat Setelah 2 kli interaksi dengan perawat, 2.1.1 Beri kesempatan untuk  Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi diharapkan ; mengungkapkan perasannya mengungkapkan perasaannya, dapat
perubahan 2.1. Klien dapat mengungkapkan 2.1.2 Bantu klien untuk mengungkapkan membantu mengurangi stress dan
perilaku kekerasa perasaannya penyebab jengkel /kesal penyebab perasaan jengkel/kesal dapat
2.2. Klien dapat mengungkapkan penyebab diketahui
perasaan jengkel /kesal (dari diri
sendiri, dari lingkunga/orang lain)
3. Klien dapat Setelah 2 kli interaksi dengan perawat, 3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang  Untuk mengetahui hal yang dialami dan
mengidentifikasik diharapkan ; dialami saat marah/jengkel dirasakan saat jengkel
an tanda-tanda 3.1. Klien dapat mengungkapkan persaan 3.1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan  Untuk mengetahui tanda-tanda klien
perilaku saat marah / jengkel pada klien jengkel/kesal
kekerasan 3.2. Klien dapat menyimpulkan tanda- 3.2.1 Simpulkan bersama klien tanda-tanda  Menarik kesimpulan bersama klien
tanda jengkel/kesal yang dialami jengkel yang dialami klien bersama klien supaya klien mengetahui
secara garis besar tanda-tanda
marah/kesal
4. Klien dapat Pada pertemuan ke 3 : 4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan  Mengeksplorasi perasaan klien terhadap

mengidentifikasi 4.1. Kien dapat mengungkapkan perilaku perilaku kekrasan yang biasa dilakukan klien perilaku kekerasan an biasa dilakukan
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai denga
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan  Untuk mengetahui perilaku kekerasan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
kekerasan yang 4.2. Klien dapat bermain peran dengan yang biasa dilakukan dan dengan
4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara
biasa dilakukan perilaku kekerasan yang biasa bantuan perawat bias membedakan
yang klien lakukan masalahnya selesai?
dilakukan. perilaku konstruktif dan destriktif
4.3. Klien dapat mengetahui cara yang biasa  Dapat membantu klien menemukan
dapat menyelsaikan maslah atau tidak. cara dalam menyelesaikan masalah
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Rasionalisasi
5. Kien dapat Setelah 3 x interaksi 5.1.1 Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan klien  Membantu klien untuk menilai perilaku
mengidentifikasi 5.1. Klien dapat 5.1.2 Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang digunakan kekerasan yang dilakukannya
akibat perilaku menjelaskan oleh klien  Dengan mengetahui akibat perilaku
kekerasan akibat dari cara 5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara kekerasan diharapkan klien dapat
yang digunakan baru yang sehat merubah perilaku deskruptif menjadi
klien konstruktif
 Agar klien dapat mempelajari cara
yang klien konstruktif
6. Klien dapat Setelah 4x interaksi 6.1.1 Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara  Dengan mengidentifikasi cara yang
mengidentifikasi 6.1 Klien dapat baru yang sehat konstruktif dalam merespon
cara konstruksi melakukan cara 6.1.2 Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat terhadap kemarahan dapat
dalam merespon berespon terhadap 6.1.3 Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat : membantu klien menemukan cara
terhadap kemarahan secara a. Secara fisik tarik nafas tarik nafas dalam jika sedang yang baik untuk mengurangi
kemarahan konstruktif kesal/memukul bantal kasur atau olahraga atau pekerjan kejengkelannya sehingga klien tidak
yang memerlukan tenaga stress lagi
b. Secara verbal katakana bahwa anda sedang kesal/jengkel  Reinforcement positifsdapat
(saya kesal anda berkata seperti itu, saya marah karena memotivasi klien dan meningkatkan
mama tidak memenuhi keinginan saya) harga dirinya
c. Secara social lakukan dalam kelompok cara-cara marah  Berdiskusi dengan klien untuk
yang sehat : latihan asumtif, latihan manajemen, perilaku memilih carayang lain sesuai dengan
kekerasan kemampuan klien
d. Secara spritual anjurkan klien sembahyang, berdoa/ibadah
lain : meminta kepada Tuhan untuk diberi kesabaran.
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Rasionalisasi
7. Klien dapat Setelah pertemuan 4 dengan 7.1.1 Bantu klien memilih cara yang paling  Memberikan stimulasi kepada
mendemostrasikan cara perawat, klien dapat: tepat untuk klien klien untuk menilai respon
mengontrol kekerasan 7.1. mendemontrasikan cara perilaku kekerasan secara cepat
mengontrol perilaku kekerasan 7.1.2 Bantu klien menngidentifikasi manfaat
o Fisik tarik nafas dalam, cara yang dipilih  Membantu klien dalam membuat
olah raga, menyiram keputusan terhadap cara yang
tanaman 7.1.3 Bantu klien untuk menstimulasi cara tepat dipilihnya dengan melihat
o Verbal : mengatakannya tersebut (role play) manfaat
secara langsung dengan
tidak menyakiti 7.1.4 Beri reinforcementpositif atau  Agar klien mengetahui cara
o Spritual : Sembahyang, keberhasilan klien menstimulasi cara marah yang konstruktif
berdoa, atau ibadah klien tersebut
 Pujian dapat meningkatkan
7.1.5 Anjurkan klien untuk menggunakan motivasi dan harga diri klien
cara yang telah dipelajari saat jengkel
atau marah  Agar klien dapat melaksanakan
cara yang dapat dipihnya jika ia
sedang kesal /jengkel
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Rasionalisasi
8. Klien SEtelah 2 kali interaksi 8.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga merawat  Kemampuan keluarga dalam
mendapatkan 8.1. Keluraga klien dapat : klien dari sikap apa yangtelah dilakukan mengidentifikasi dan memungkinkan
dukungan o Menyebutkan cara keluarga terhadap klien selama ini keluarga untuk melakukan penilaian
keluarga dalam merawat klien yang terhadap perilaku kekerasan
mengontrol berperilaku 8.1.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam
perilaku kekerasan kekerasan merawat klien.  Meningkatkan pengetahuan
o Mengungkapkan rasa keluarga tentang cara merawat klien
puas dalam merawat 8.1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien : sehingga keluargaterlihat dalam
klien  Terka : dengan cara mengnontrol perawatan kllien
perilaku marah secara konstruktif
 Sikap tenang, bicaratenagdan jelas  Agar keluarga dapat merawat klien
 Membantu klien mengenal penyebab dengan perilaku kekerasan
marah
 Agar keluarga dapat mengetahui
8.1.4 Bantu keluar mendemonstrasikan cara cara merawat klien melalui
merawat klien demonstrasi yang dilihat keluarga
secara langsung
8.1.5 Bantu keluarga menngungkapkan
perasaannya setelah melakukan demonstrasi  Mengeksplorasi perasaan keluarga
setelah melakukan demonstrasi
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Rasionalisasi
9. Klien dapat menggunakan Setelah 5 kali interaksi, klien 91.1 Jelaskan obat-obat yang  Klien dan keluarga dapat mengetahui
obat-obatan yang diminum dapat; dimunum klien pada klien dan nama-nama obat yang diminum oleh
dan kegunaannya (jenis, 9.1 Menyebutkan obat-obatan keluarga klien
waktu, dosis dan efek) yang diminum dan
9.1.2 Diskusikan manfaatminum  Klien dan keluarga dapat mengetahui
kegunannya (jenis,waktu,
obatdan kerugian berhenti kegunaan obat yang dikonsumsi klien
efek).
minum obattanpa seijin dokter
 Klien dan keluarga mengetahui prinsip
9.2 Klien dapat minum obat
9.2.1 Jelaskan prinsip benar minum benar agar tidak terjadi kesalahan
sesuai program
obat, baca nomor yang tertera dalam mengkonsumsi obat
pengobatan
pada botol obat, dosis obat,
 Klien dapat memiliki kesadaran
waktu dan cara minum)
pentingnya minum obatdan bersedia
9.2.2 Ajarkan klien minta obat dan minum obat dengan kesadaran sendiri
minum tepatwaktu
 Mengetahui efek samping sendiri sedini
9.2.3 Anjurkan klien melaporkan mungkin sehingga tindakan dapat
pada perawatatau dokter jika dilakukan sesegera mugkin untuk
merasakan efek yang tidak menghidari komplikasi
menyenangkan
 Reinforcement positifdapat memotivasi
9.2.4 Beri pujian jika klien minum keluarga dan klien serta dapat
obatdengan benar meningkatkan harga diri
DAFTAR PUSTAKA

Depkes, RI. 2007. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa. Magelang: RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang.

Direja, A. H. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Dwi, A. S., & Prihantini, E. 2014. Keefektifan Penggunaan Restrain terhadap Penurunan
Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan , 138-
139.

Farida, K., & Yudi, H. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.

Jenny, M., Purba, S. E., Mahnum, L. N., & Daulay, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Keliat, D. B. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Undang-Undang No.18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa (Cetakan 1). Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai