PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Nematoda.
2. Untuk mengetahui Anggota nematode usus yang termasuk soil transmitted
helmint.
1
3. Untuk mengetahui Nama lain dari habitat, distribusi, morfologi, siklus
hidup, pathogenesis dan pencegahan penyakit akibat Ascaris lumbricoides,
Trichuris trichiura dan cacing tambang (Necator americanus dan
Ancilostoma duodenale).
4. Untuk mengetahui Nama lain dari habitat, distribusi, morfologi, siklus
hidup, pathogenesis dan pencegahan penyakit akibat Enterobius
vermicularis.
5. Untuk mengetahui Nama lain dari habitat, distribusi, morfologi, siklus
hidup, pathogenesis dan pencegahan penyakit akibat Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, Brugria timori dan loa-loa.
6. Untuk mengetahui cara penularannya.
7. Untuk mengetahui siklus hidupnya.
8. Untuk mengetahui cara berkembang biaknya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
yang menetas mengeluarkan larva yang akan menembus membran mukosa
lambung, masuk ke sirkulasi darah menuju ke paru-paru. Larva akan
melewati saluran pernapasan atas dan masuk ke oesophagus lalu menuju
usus untuk berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing yang termasuk
dalam tipe ini yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides) dan Toxocara sp.
3. Tipe 3 : Penetrasi melalui kulit Pada tipe ini, telur cacing
mengkontaminasi tanah. Di dalam tanah, telur akan menetas menjadi larva
yang infektif sebelum menembus kulit untuk tumbuh dewasa dan hidup di
dalam usus halus. Cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale) dan Strongyloides stercoralis termasuk dalam tipe ini (Brooker
& Bundy, 2009)
4
askariasis di Indonesia cukup tinggi, terutama pada anak-anak. Frekuensinya
antara 60-90%. Kebiasaan memakai feses sebagai pupuk dapat mendukung proses
penularan askariasis. Telur cacing ini banyak ditemukan pada 11 tanah liat dengan
suhu yang berkisar antara 25°-30°C (Onggowaluyo, 2006a). Telur matang (bentuk
infektif) dapat bertahan lama di tanah dan media tanah merupakan cara penularan
yang paling efektif. Gejala klinis askariasis diklasifikasikan menjadi gejala akut
yang berhubungan dengan migrasi larva melalui kulit dan viseral, serta gejala akut
dan kronik yang disebabkan oleh infeksi parasit di saluran pencernaan oleh cacing
dewasa. Gejala klinis oleh larva :
1. Ascaris lumbricoides
Biasanya terjadi pada saat di paru (Magdalena & Hadidjaja, 2005). Gejala
klinis oleh cacing dewasa tergantung pada jumlah cacing dan keadaan gizi
penderita. Umumnya hanya infeksi dengan intensitas yang sedang dan berat pada
saluran pencernaan yang dapat menimbulkan gejala klinis.
2. Ascaris lumbricoides
Cacing dewasa yang terdapat dalam jumlah banyak pada usus halus dapat
menyebabkan distensi abdomen dan nyeri abdomen.
12 kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari
hospes bersama feses, kemudian menjadi matang dalam waktu 3 – 6 minggu di
dalam tanah yang lembab. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan
merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung terjadi bila telur yang matang
5
tertelan oleh manusia (hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan
masuk ke dalam usus halus. Setelah dewasa, cacing turun ke usus bagian distal
dan masuk ke kolon asendens dan sekum. Masa pertumbuhan mulai tertelan
sampai menjadi cacing dewasa dan siap bertelur sekitar 30-90 hari (CDC, 2013).
Prevalensi trikuriasis di beberapa daerah pedesaan di Indonesia berkisar antara 30-
90% (Entjang, 2003).
Banyak penderita trikuriasis tidak memiliki gejala dan hanya didapati keadaan
eosinofilia pada pemeriksaan darah tepi. Pada trikuriasis, inflamasi pada tempat
perlekatan cacing dewasa dalam jumlah besar dapat menyebabkan kolitis. Kolitis
akibat trikuriasis kronis dapat menyebabkan nyeri abdomen kronis, diare, anemia
defisiensi besi (Gandahusada, 2006). Gambar 2. 2 Telur dan Cacing
Trichuris trichiura
6
infeksi, antara lain ialah dengan memakai alas kaki berupa sandal atau sepatu
(Onggowaluyo, 2006a; Sofiana, 2010). Ankilostomiasis dan nekatoriasis dapat
menimbulkan gejala akut yang berhubungan dengan migrasi larva melalui kulit
dan viseral, serta gejala akut dan kronik yang disebabkan oleh infeksi parasit di
saluran pencernaan oleh cacing dewasa. Larva filariform (larva stadium tiga) yang
menembus kulit dalam jumlah yang banyak akan menyebabkan sindrom kutaneus berupa
ground itch yaitu eritema dan papul lokal yang diikuti dengan pruritus pada
tempat larva melakukan penetrasi. Setelah melakukan invasi pada kulit, larva
tersebut bermigrasi ke paru-paru dan menyebabkan pneumonitis. Manusia yang
belum pernah terpapar dapat mengalami nyeri epigastrik, diare, anoreksia dan
eosinofilia selama 30-45 hari setelah penetrasi.
Gejala Ascariasis
Ascariasis umumnya tidak menimbulkan gejala apa pun. Akan tetapi, sebagian
orang yang terinfeksi cacing gelang mengalami sejumlah gejala, yang terbagi
dalam dua tahapan, yaitu:
7
Tahap awal adalah fase ketika larva cacing berpindah dari usus ke paru-paru. Fase
ini terjadi 4-16 hari setelah telur cacing masuk ke tubuh. Gejala yang muncul pada
tahap ini, antara lain:
Demam tinggi
Batuk kering
Sesak napas
Mengi
Tahap ini terjadi ketika larva cacing berjalan ke tenggorokan dan kembali tertelan
ke usus, serta berkembang biak. Fase ini berlangsung 6-8 minggu pasca telur
masuk ke dalam tubuh. Pada umumnya gejala tahap ini meliputi sakit perut, diare,
terdapat darah pada tinja, serta mual dan muntah.
Gejala di atas akan semakin memburuk bila jumlah cacing di dalam usus semakin
banyak. Selain merasakan sejumlah gejala tersebut, penderita juga akan
mengalami sakit perut hebat, berat badan turun tanpa sebab, dan terasa seperti ada
benjolan di tenggorokan. Selain itu, cacing dapat keluar dari tubuh melalui
muntah, saat buang air besar, atau melalui lubang hidung.
Penyebab Ascariasis
Ascariasis terjadi bila telur cacing Ascaris lumbricoides masuk ke dalam tubuh.
Telur cacing tersebut dapat ditemukan di tanah yang terkontaminasi oleh tinja
manusia. Oleh karena itu, bahan makanan yang tumbuh di tanah tersebut, dapat
menjadi penyebab ascariasis.
Telur yang masuk ke dalam tubuh akan menetas di usus dan menjadi larva.
Kemudian, larva akan masuk ke paru-paru melalui aliran darah atau aliran getah
bening. Setelah berkembang di paru-paru selama satu minggu, larva akan menuju
ke tenggorokan. Pada tahap ini, penderita akan batuk sehingga larva tersebut
keluar, atau bisa juga larva kembali tertelan dan kembali ke usus.
Larva yang kembali ke usus akan tumbuh menjadi cacing jantan dan betina, serta
berkembang biak. Cacing betina dapat tumbuh sepanjang 40 cm, dengan diameter
6 mm, dan dapat menghasilkan 200.000 telur cacing per hari.
Cacing ascariasis dapat hidup di dalam tubuh hingga 1-2 tahun. Bila tidak diobati,
siklus di atas akan terus berlanjut. Sebagian telur akan keluar melalui feses dan
8
mengkontaminasi tanah. Sedangkan sebagian telur lain akan menetas,
berkembang, dan berpindah ke paru-paru. Seluruh siklus tersebut dapat
berlangsung sekitar 2-3 bulan.
Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko penularan parasit ini, di
antaranya:
Diagnosis Ascariasis
Dokter juga dapat menjalankan tes darah untuk melihat apakah ada kenaikan
kadar eosinophil, salah satu jenis sel darah putih. Akan tetapi, tes darah tidak bisa
memastikan infeksi ascariasis, karena kenaikan kadar eosinophil juga dapat
disebabkan oleh kondisi medis lain.
Selain dua tes di atas, dokter juga dapat menjalankan tes pencitraan seperti:
9
Pengobatan Ascariasis
Pada ascariasis berat, jumlah cacing di usus sampai menyebabkan usus dan
saluran empedu tersumbat. Dalam kondisi tersebut, dokter akan menjalankan
operasi, untuk membuang cacing dari dalam usus, dan memperbaiki kerusakan
usus pasien.
Pencegahan Ascariasis
Selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun tiap sebelum makan,
sebelum memasak dan menyediakan makanan, setelah buang air besar,
dan setelah menyentuh tanah.
Cuci buah dan sayuran hingga bersih sebelum dikonsumsi.
Pastikan masakan benar-benar matang sebelum dikonsumsi.
Usahakan hanya minum air dalam kemasan yang masih disegel ketika
bepergian. Jika tidak tersedia, masaklah air hingga mendidih sebelum
meminumnya.
10
Cacing cambuk (nama latin: Trichuris trichiura) adalah cacing yang hidup di
dalam tubuh manusia, tepatnya di dalam usus besar.[1] Cacing ini dinamakan
cacing cambuk karena bentuknya mirip seperti cambuk, di mana bagian kepalanya
bertekstur halus dan bagian ekornya menebal.[2] Cacing yang telah dewasa
memiliki panjang sekitar 4–5 cm. Cacing cambuk betina memiliki panjang sekitar
5 cm dengan ciri-ciri ekor membulat tumpul dan jantan memiliki panjang 4 cm
dengan ciri-ciri ekor melingkar.[3] Cacing ini termasuk yang memiliki
perkembangbiakan yang cepat karena cacing betina dapat menghasilkan telur
sebanyak 3.000-10.000 butir telur setiap harinya.[1]
Telur yang dihasilkan tersebut keluar bersama tinja[4] dan apabila mendapat
tempat yang lembab dan daerah yang teduh telur-telur tersebut akan matang di
dalam tanah selama 3-6 minggu, kemudian berkembang menjadi larva.[3] Setiap
larva akan tumbuh sepanjang 12,5 cm ketika berada di dalam usus manusia.[5]
Telur-telur cacing ini hanya dapat dilihat oleh bantuan mikroskop, bentuknya
seperti tempayan dengan ukuran 50 x 32 mikron, kulit bagian dalam telur
berwarna putih jernih sedangkan di bagian luar telur berwarna kuning.[3]
Cacing cambuk dapat bersarang di dalam tubuh manusia. Biasanya cacing ini
menyerang anak-anak atau balita karena anak-anak itu senang bermain di atas
tanah dan lupa mencuci tangan ketika makan, sehingga telur cacing tersebut
termakan oleh mereka.[6] Dan juga didasari oleh pola hidup dimasyarakat yang
kurang menjaga kebersihan[1] Telur yang telah menjadi larva akan tertelan oleh
manusia kemudian menetas dan keluar dari di dalam usus halus, lalu akan menuju
ke usus besar. Di dalam usus besar itulah, cacing ini menyebar dan berkembang
menjadi cacing dewasa.[2] Cacing ini dapat menghisap darah dengan memasukkan
kepalanya melalui dinding usus sehingga menyebabkan anemia pada orang yang
bersangkutan.[4] Masa pertumbuhan cacing cambuk hingga dewasa adalah sekitar
30-90 hari dan cacing ini dapat bertahan hidup selama beberapa tahun.[3]
11
Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit cacing
tambang di dalam usus kecil. Ada dua jenis cacing tambang yang sering
menyerang manusia, yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus.
Infeksi cacing tambang ditandai dengan kemunculan beberapa gejala berikut ini:
Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, infeksi cacing tambang bisa memicu
masalah kesehatan lainnya, seperti:
Anemia.
Malanutrisi.
Kelahiran prematur.
Bayi kekurangan berat badan.
Pertumbuhan anak terhambat.
Telur cacing tambang hidup di tanah yang terkontaminasi feses. Dalam 1-2 hari,
telur itu akan menetas dan melepaskan larva. Larva akan tumbuh menjadi
filariform dalam waktu 5-10 hari, dan bisa menempel di kulit manusia.
Seseorang bisa terinfeksi cacing tambang jika kulit mereka bersentuhan langsung
dengan tanah yang menjadi tempat hidup larva cacing tambang. Misalnya saat
seseorang berjalan tanpa alas kaki atau ketika anak-anak bermain tanah.
12
Larva cacing tambang juga bisa masuk ke dalam perut jika seseorang
mengonsumsi makanan mentah atau sayur-sayuran yang terkontaminasi telur-telur
cacing tambang. Apalagi jika makanan dan sayur itu tidak dicuci bersih sebelum
dikonsumsi.
Setelah masuk ke dalam tubuh, larva cacing tambang akan terbawa aliran darah ke
dalam tenggorokan, jantung, paru-paru, lalu tumbuh dan berkembang di dalam
usus kecil. Mereka menempel di dinding usus dan mulai mengganggu kesehatan
manusia.
Cacing tambang akan bertelur dan berkembang biak di dalam usus kecil sebelum
keluar dari tubuh manusia melalui feses. Telur-telur itu akan kembali menetas di
tanah yang terkontaminasi dan siklus hidup cacing tambang terus berputar.
Untuk mendiagnosis infeksi cacing tambang, dokter akan mengambil sampel feses
pasien dan memeriksanya di laboratorium. Dari pemeriksaan itu, dokter akan
mencari kemungkinan adanya telur-telur cacing tambang. Tingkat keparahan
infeksi bisa dilihat dari berapa banyak jumlah telur-telur tersebut.
Albendazole dan mebendazole bisa menimbulkan efek samping berupa mual dan
muntah, sakit perut, sakit kepala, atau rambut rontok secara sementara. Namun,
jika efek samping terjadi secara berkepanjangan atau sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari, penderita dianjurkan untuk menemui dokter kembali guna
mendapatkan solusi penanganan yang tepat.
Pada pasien yang mengalami kekurangan sel darah merah atau anemia, dokter
akan memberikan suplemen zat besi. Selain itu, asam folat juga bisa digunakan
untuk membantu pembentukan sel darah merah.
Infeksi cacing tambang bisa dicegah dengan tidak menyentuh tanah secara
langsung, dan menggunakan alas kaki jika berkunjung ke daerah endemik cacing
13
tambang. Selain itu, membersihan makanan dan sayuran yang akan dikonsumsi
juga bisa membantu menghindari infeksi parasit ini.
Mencuci tangan sebelum makan dan mengonsumsi air siap minum yang bersih
atau matang juga diperlukan untuk mencegah penyebaran cacing tambang.
Penyakit enterobiasis merupakan salah satu jenis penyakit cacingan. Penyakit ini
terjadi akibat infeksi cacing kremi. Pada umumnya penyakit ini lazim ditemukan
pada anak-anak.
Infeksi dapat terjadi karena tertelannya telur cacing kremi yang sudah dibuahi.
Biasanya proses tersebut berlangsung melalui jari-jari yang kotor, makanan yang
terkontaminasi, atau inhalasi udara yang terdapat telur cacing kremi.
Diagnosis Enterobiasis
Gejala Enterobiasis
Jika dibiarkan, penyakit ini akan berujung pada komplikasi yakni, gangguan
penyerapan makanan dan malnutrisi. Komplikasi mungkin terjadi jika penyakit
cacingan tidak diobati secara tuntas.
14
Pengobatan Enterobiasis
Pencegahan
Pencegahan cacingan dilakukan dengan menjaga kebersihan pribadi, atau orang
tua dapat menjaga kebersihan anaknya dengan melakukan tindakan berikut:
Penyebab Enterobiasis
Saat terkontaminasi cacing betina, cacing yang hamil akan berpindah ke daerah
sekitar anus untuk mengeluarkan telur-telurnya. Selain itu, telur yang telah
menetas di sekitar anus dapat berjalan kembali ke usus besar melalui anus.
Sering kali proses ini membuat penderitanya mengalami sensasi gatal di sekitar
anus. Rasa gatal tersebut sering terjadi pada waktu malam hari sehingga kerap
mengganggu tidur penderitanya dan membuat mereka menjadi lemah.
Orang dewasa pun bisa terkena melalui cara yang sama atau karena tertular
seseorang yang menderita penyakit enterobiasis. Penularan akan lebih mudah
terjadi pada satu keluarga atau lingkungan seperti asrama.
15
Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah sekitar pantat
atau anus.
Penularan dari tangan seseorang yang telah terkontaminasi telur cacing.
Wuchereria bancrofti atau disebut juga cacing filaria adalah kelas dari anggota
hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nemathelminthes.[1]
Daur hidup
Cacing ini hidup pada pembuluh limfa di kaki. Jika terlalu banyak jumlahnya,
dapat menyumbat aliran limfa sehingga kaki menjadi membengkak. Pada saat
dewasa, cacing ini menghasilkan telur kemudian akan menetas menjadi anak
cacing berukuran kecil yang disebut mikrofilaria. Selanjutnya, mikrofilaria
beredar di dalam darah. Larva ini dapat berpindah ke peredaran darah kecil di
bawah kulit. Jika pada waktu itu ada nyamuk yang menggigit, maka larva tersebut
dapat menembus dinding usus nyamuk lalu masuk ke dalam otot dada nyamuk,
kemudian setelah mengalami pertumbuhan, larva ini akan masuk ke alat penusuk.
Jika nyamuk itu menggigit orang, maka orang itu akan tertular penyakit ini,
demikian seterusnya.[2]
16
Penyakit kaki gajah masih ada di Indonesia, terutama di daerah Papua, Nusa
Tenggara Timur, Jawa Barat, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut data
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tercatat hampir 13.000 kasus kaki
gajah di Indonesia.
Selain tungkai, bagian tubuh lain, seperti organ kelamin, lengan, dan dada, juga
dapat mengalami pembengkakan. Sebelum timbul pembengkakan, penyakit kaki
gajah tidak menimbulkan gejala yang spesifik, sehingga pengobatannya sering
kali terlambat.
Oleh karena itu, pencegahan kaki gajah sangat penting. Pencegahannya dapat
dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk dan mengikuti program pemberian
obat pencegahan massal (POPM) yang dilakukan oleh pemerintah.
Penyakit kaki gajah atau filariasis disebabkan oleh infeksi cacing jenis filaria pada
pembuluh getah bening. Cacing ini dapat menular dari satu orang ke orang lain
melalui gigitan nyamuk.
Lalu bila nyamuk ini menggigit orang lain, cacing filaria di tubuh nyamuk akan
masuk ke dalam pembuluh darah dan pembuluh getah bening orang tersebut.
Cacing filaria kemudian akan berkembang biak di pembuluh getah bening dan
menyumbat peredaran getah bening, hingga menyebabkan kaki gajah.
Beberapa jenis cacing filaria yang menyebabkan filariasis atau kaki gajah adalah
Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timor. Sedangkan jenis nyamuk
penyebar cacing filaria adalah nyamuk jenis Culex, Aedes, Anopheles, dan
Mansonia.
Melihat cara penularannya, seseorang akan lebih berisiko terkena penyakit kaki
gajah jika:
17
Gejala Kaki Gajah
Sesuai namanya, gejala utama kaki gajah adalah pembengkakan pada tungkai.
Selain di tungkai, pembengkakan juga bisa terjadi di bagian tubuh lainnya, seperti
lengan, kelamin, dan dada.
Kulit pada tungkai yang bengkak akan menebal, kering, menjadi lebih gelap,
pecah-pecah, dan terkadang muncul luka. Sayangnya, tungkai yang sudah
mengalami pembengkakan dan perubahan kulit tidak dapat kembali seperti
semula. Pada kondisi ini, kaki gajah sudah memasuki fase kronik.
Pada awal penyakit, penderita kaki gajah biasanya tidak mengalami gejala apa
pun. Hal ini menyebabkan penderita tidak sadar telah tertular penyakit kaki gajah
(filariasis), sehingga terlambat melakukan penanganan. Peradangan pembuluh
atau kelenjar getah bening juga dapat muncul di fase awal, berupa pembengkakan
setempat pada pembuluh dan kelenjar getah bening.
Bila Anda berencana berpergian ke daerah yang terdapat kasus kaki gajah,
berkonsultasilah terlebih dahulu dengan dokter. Tanyakan kepada dokter adakah
cara untuk mencegahnya. Anda juga perlu berkonsultasi dengan dokter bila di
lingkungan tempat tinggal Anda ada yang menderita penyakit kaki gajah.
Temui dokter bila timbul pembengkakan pada saluran dan kelenjar getah bening,
terutama bila Anda tinggal di tempat yang banyak terdapat kasus kaki gajah atau
sehabis berpergian ke daerah yang terdapat kasus kaki gajah. Apalagi bila
pembengkakan kelenjar getah bening tersebut terjadi berulang.
Dokter akan bertanya kepada penderita mengenai gejala yang dirasakan dan sejak
kapan gejala muncul. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk
memeriksa gejala tersebut.
Jika menduga pasien menderita kaki gajah, dokter akan menganjurkan tes darah.
Sampel darah akan diperiksa guna mengetahui apakah terdapat cacing filaria atau
tidak. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mikroskop atau melalui tes kimia khusus
menggunakan antigen.
18
Jika diperlukan, penderita juga dapat menjalani pemeriksaan penunjang lainnya
untuk melihat dampak dari penyakit kaki gajah yang dideritanya. Pemeriksaan
yang dilakukan antara lain tes pemindaian dengan USG atau foto Rontgen dan tes
urine.
Pengobatan yang dapat dijalani oleh pasien filariasis bertujuan untuk mencegah
infeksi bertambah buruk dan menghindari komplikasi filariasis. Untuk
mengurangi jumlah parasit dalam tubuh, pasien dapat mengonsumsi obat cacing,
seperti ivermectin, albendazole, atau diethylcarbamazine.
Istirahatkan tungkai dan selalu jaga posisi tungkai lebih tinggi, saat duduk
atau berbaring.
Gunakan stocking kompres, sesuai anjuran dokter.
Bersihkan bagian tungkai yang bengkak dengan air dan sabun setiap hari.
Jika mengalami luka, segera bersihkan luka dengan antiseptik.
Gerakkan tungkai melalui olahraga ringan untuk menjaga kelancaran
aliran getah bening di bagian yang bengkak.
Jika pembengkakan pada tungkai sudah sangat parah, atau jika terdapat
pembengkakan skrotum (hidrokel), pasien dapat menjalani operasi untuk
mengecilkan pembengkakan tersebut. Operasi yang dilakukan akan mengangkat
sebagian kelenjar dan pembuluh limfa yang mengalami infeksi.
Kaki yang sudah mengalami pembengkakan akibat filariasis tidak dapat kembali
normal. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan filariasis sangat penting
untuk dijalankan, terutama bagi orang yang berisiko terkena penyakit ini.
Komplikasi utama yang dapat muncul akibat kaki gajah adalah pembengkakan
parah pada bagian tubuh yang terinfeksi. Pembengkakan ini dapat menimbulkan
rasa nyeri dan menyebabkan kecacatan. Namun, rasa nyeri dan tidak nyaman yang
timbul dapat diredakan melalui langkah-langkah pengobatan kaki gajah.
19
Kaki yang bengkak juga dapat mengalami infeksi bakteri sekunder, karena kulit
kaki gajah sering mengalami luka.
Langkah utama untuk mencegah kaki gajah adalah dengan menghindari gigitan
nyamuk. Hal ini sangat penting dilakukan, terutama di daerah endemik kaki gajah.
Untuk memaksimalkan perlindungan terhadap gigitan nyamuk, Anda dapat
melakukan langkah-langkah sederhana berikut ini:
Penyebaran kaki gajah juga dapat dihentikan dengan cara mengikuti program
pemerintah untuk memberantas kaki gajah, yaitu pemberian obat pencegahan
massal (POPM).
Program ini dilakukan di daerah yang masih memiliki kasus kaki gajah, seperti
provinsi Papua, Papua Barat, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nanggroe Aceh
Darussalam, dan Sulawesi Tenggara.
Automatic translation
Contribute
Brugia malayi adalah nematoda ( cacing gelang ), salah satu dari tiga agen
penyebab filariasis limfatik pada manusia. Filariasis limfatik, juga dikenal sebagai
elephantiasis , adalah suatu kondisi yang ditandai dengan pembengkakan pada
tungkai bawah. Dua penyebab filariasis filariasis limfatik lainnya adalah
Wuchereria bancrofti dan Brugia timori , yang keduanya berbeda dari B. malayi
secara morfologis, simtomatik, dan secara geografis.
20
Siklus hidup Brugia malayi .
Keistimewaan
B. malayi ditularkan oleh nyamuk Mansonia dan terbatas ke Asia Selatan dan
Tenggara. Ini adalah salah satu penyakit tropis yang ditargetkan untuk
dihilangkan pada tahun 2020 oleh Organisasi Kesehatan Dunia , yang telah
memacu pengembangan vaksin dan obat, serta metode baru pengendalian vektor.
B. malayi adalah salah satu agen penyebab filariasis limfatik , suatu kondisi yang
ditandai oleh infeksi dan pembengkakan sistem limfatik. Penyakit ini terutama
disebabkan oleh adanya cacing di pembuluh limfatik dan respon radang yang
dihasilkan dari inang. Tanda-tanda infeksi biasanya konsisten dengan yang terlihat
pada Bancroftian filariasis — demam, limfadenitis , limfangitis , limfedema , dan
infeksi bakteri sekunder — dengan beberapa pengecualian.
Limfadenitis
21
Limfangitis
Limfedema
22
Namun, manifestasi klinis infeksi bervariasi dan tergantung pada
beberapa faktor, termasuk sistem imun inang, dosis infeksi, dan perbedaan
strain parasit. Sebagian besar infeksi muncul tanpa gejala, namun
bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Individu yang tinggal di
daerah endemik dengan mikrofilaremia mungkin tidak pernah hadir
dengan gejala yang jelas, sedangkan dalam kasus lain, hanya beberapa
cacing yang dapat memperburuk respons peradangan yang parah.
Siklus Hidup
Pengembangan dan replikasi B. malayi terjadi dalam dua fase terpisah: pada
vektor nyamuk dan pada manusia. Kedua tahap ini penting untuk siklus hidup
parasit.
23
Manusia: B. malayi mengalami perkembangan lebih lanjut pada manusia
serta reproduksi seksual dan produksi telur.
1-2 Larva infektif (L3) secara aktif menembus kulit melalui lubang gigitan
dan berkembang menjadi orang dewasa dalam sistem limfatik selama
rentang 6 bulan. Cacing dewasa dapat bertahan hidup dalam sistem
limfatik selama 5-15 tahun
3. Cacing jantan dan betina dewasa betina dan betina menghasilkan rata-
rata 10.000 telur berselubung (mikrofilaria) setiap hari Mikrofilaria
memasuki aliran darah dan menunjukkan periodisitas dan sub periodisitas
malam hari.
4. Nyamuk lain memakan darah dan mencerna mikrofilaria. Infeksi
tergantung pada nyamuk yang mengambil makanan darah selama episode
periodik - ketika mikrofilaria hadir dalam aliran darah.
Morfologi
Dewasa
Cacing dewasa menyerupai cacing gelang nematoda yang khas. Panjang dan mirip
benang, B. malayi dan nematoda lainnya hanya memiliki otot memanjang dan
bergerak dalam gerakan bentuk-S. Orang dewasa biasanya lebih kecil daripada
orang dewasa W. bancrofti , meskipun beberapa orang dewasa telah diisolasi.
Cacing betina dewasa (50 mm) lebih besar dari cacing jantan (25 mm).
Mikrofilaria
24
Sebar
Diagnosis
Kelenjar getah bening inguinalis yang lunak atau membesar atau bengkak di
ekstremitas dapat membuat dokter atau petugas kesehatan masyarakat terinfeksi.
Tes berbasis PCR sangat sensitif dan dapat digunakan untuk memantau infeksi
pada manusia dan vektor nyamuk. Namun, tes PCR memakan waktu, padat karya
25
dan membutuhkan peralatan laboratorium. Filariasis limfatik terutama menyerang
orang miskin, yang tinggal di daerah tanpa sumber daya tersebut. [14]
Tes kartu antigen TIK banyak digunakan dalam diagnosis W. bancrofti , tetapi
antigen komersial B. malayi belum tersedia secara luas. Namun, perkembangan
penelitian baru telah mengidentifikasi antigen rekombinan (BmR1) yang spesifik
dan sensitif dalam pendeteksian antibodi IgG4 terhadap B. malayi dan B. timori
dalam uji immunosorbent terkait-enzim dan uji dipstick cepat imunokromatografi
(Brugia Rapid). . Namun, tampaknya imunoreaktivitas terhadap antigen ini
bervariasi pada individu yang terinfeksi nematoda filaria lainnya. [15] Penelitian ini
telah mengarah pada pengembangan dua tes kaset IgG4 imunokromatografi cepat
baru - WB cepat dan panLF cepat - yang mendeteksi filariasis Bancroftian dan
ketiga spesies filariasis limfatik, masing-masing, dengan sensitivitas dan
selektivitas tinggi. [14]
Pencegahan
Vaksin
Saat ini tidak ada vaksin berlisensi untuk mencegah filariasis limfatik. Namun,
penelitian terbaru telah menghasilkan kandidat vaksin dengan hasil yang baik
pada hewan percobaan. Glutathione-S-transferase, enzim detoksifikasi pada
parasit yang diisolasi dari Setaria cervi , parasit filaria sapi, mengurangi B. parasit
malayi dewasa dengan beban lebih dari 82% selama 90 hari setelah pengobatan.
[16]
Kontrol vektor
26
diterapkan di daerah di mana spesies nyamuk yang sama bertanggung jawab
untuk mentransmisikan banyak patogen. [18]
Manajemen
Obat
Sejak penemuan pentingnya bakteri Wolbachia dalam siklus hidup B. malayi dan
nematoda lainnya, upaya obat baru telah menargetkan endobacterium. Tetrasiklin,
rifampisin, dan kloramfenikol telah efektif secara in vitro dengan mengganggu
27
penggerusan larva dan perkembangan mikrofilaria. Tetrasiklin telah terbukti
menyebabkan kelainan reproduksi dan embriogenesis pada cacing dewasa,
menghasilkan sterilitas cacing. Percobaan klinis telah menunjukkan keberhasilan
pengurangan Wolbachia dan mikrofilaria pada pasien yang terinfeksi
onchocerciasis dan W. bancrofti . Antibiotik ini, walaupun bertindak melalui rute
yang sedikit lebih tidak langsung, menjanjikan obat antifilaria. [21]
Kebersihan
Epidemiologi
B. malayi menginfeksi 13 juta orang di Asia selatan dan tenggara dan bertanggung
jawab atas hampir 10% dari total kasus filariasis limfatik di dunia. [17] [18] Infeksi
B. malayi adalah endemik atau berpotensi endemik di 16 negara, di mana itu
paling umum di Cina selatan dan India, tetapi juga terjadi di Indonesia, Thailand,
Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Korea Selatan. [10] Distribusi B. malayi tumpang
tindih dengan W. bancrofti di wilayah ini, tetapi tidak hidup berdampingan
dengan B. timori . [2] Fokus endemisitas regional sebagian ditentukan oleh vektor
nyamuk (lihat Transmisi).
B. malayi ditemukan pada tahun 1927 oleh parasitolog Belanda Steffen Lambert
Brug (1879–1946) (yang umumnya dikenal dalam literatur ilmiah sebagai SL
Brug) ketika bekerja di Indonesia. Itu mirip dengan cacing gelang filaria
Wuchereria bancrofti (kemudian disebut Filaria (Microfilaria) bancrofti ). Tetapi
spesies baru filaria manusia di Sumatera Utara berbeda secara fisiologis dan
morfologis dari mikrofilaria W. bancrofti yang biasa ditemukan di Jakarta.
Berdasarkan kemiripan dan perbedaan mereka, spesies baru itu bernama Filaria
malayi . [22] Meskipun penelitian epidemiologis mengidentifikasi Filaria malayi di
India, Sri Lanka, Cina, Vietnam Utara, dan Malaysia pada 1930-an, hipotesis
Lichtenstein dan Brug tidak diterima sampai tahun 1940-an, ketika Rao dan
Mapelstone mengidentifikasi dua cacing dewasa di India. [23]
28
Berdasarkan kesamaan dengan W. bancrofti , Rao dan Mapelstone mengusulkan
untuk memanggil parasit Wuchereria malayi. [22] Setelah penemuan spesies baru
seperti W. pahangi (sekarang B. pahangi ) pada tahun 1956, dan W. patei
(sekarang B. patei ) pada tahun 1958, klasifikasi ilmiah dinilai kembali pada tahun
1960. Buckley mengusulkan untuk membagi yang lama genus Wuchereria ,
menjadi dua genera, Wuchereria dan memperkenalkan Brugia baru setelah
penemu asli. Kemudian Wuchereria hanya mengandung W. bancrofti , yang
sejauh ini telah ditemukan hanya menginfeksi manusia, dan genus Brugia
mengandung B. malayi , yang menginfeksi manusia dan hewan, serta spesies
zoonosis lainnya. [11]
Strain Berbeda
Pada tahun 1957, dua subspesies yang menginfeksi manusia B. malayi ditemukan
oleh Turner dan Edeson di Malaysia berdasarkan pengamatan berbagai pola
periodisitas mikrofilaria. [22] Periodisitas mengacu pada puncak yang jelas dalam
jumlah mikrofilaria selama interval 24 jam ketika mikrofilaria hadir dan terdeteksi
dalam darah yang bersirkulasi. [11] Basis untuk fenomena ini sebagian besar masih
belum diketahui. [2]
Penelitian
Pada 2007, para ilmuwan merangkai genom Brugia malayi . [24] Identifikasi gen
organisme ini dapat menyebabkan pengembangan obat dan vaksin baru . [25]
29
waktu ke waktu antara C. elegans dan B. malayi dan memungkinkan para
peneliti untuk mengidentifikasi gen atau protein yang spesifik untuk B.
malayi
gen unik ini penting karena dapat menyebabkan parasitisme yang terlihat
pada B. malayi , dan karena itu merupakan target potensial untuk studi di
masa depan
hubungan gen menawarkan wawasan tentang tren evolusi gen parasit yang
dapat menghasilkan petunjuk untuk lebih lanjut menjelaskan kemampuan
unik mereka untuk berhasil bertahan hidup selama bertahun-tahun pada
manusia
Obat baru
30
Target potensial baru ini untuk obat-obatan atau vaksin dapat memberikan
peluang baru untuk memahami, merawat dan mencegah kaki gajah.
Brugia malayi (B. malayi) adalah sebuah nematoda (cacing) parasit yang
merupakan salah satu penyebab filariasis limfatik.[1] B. malayi merupakan
nematoda yang prevalen di daerah India, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.[1]
Daftar isi
1. Morfologi
2. Siklus hidup
3. Epidemiologi
4. Diagnosa
5. Pengobatan dan Pencegahan
6. Referensi
31
Morfologi
Cacing dewasa umumnya mirip dengan Wuchereria bancrofti, hanya saja cacing
B. malayi lebih kecil.[2] Panjang cacing betina beriksar 43 hingga 55 mm,
sedangkan panjang cacing jantan berkisar 13 hingga 23 mm.[2]
Siklus Hidup
32
(otot dada).[2] Di dalam otot toraksis, larva filaria berkembang menjadi larva tahap
akhir.[2] Lava tahap akhir berenang melalui homocoel (rongga tubuh) hingga
sampai pada prosbosis (sungut) nyamuk.[2] Ketika tiba di dalam probosis nyamuk,
cacing tersebut siap menginfeksi inang manusia yang selanjutnya.[2]
Epidemiologi
Infeksi B. malayi terbatas pada wilayah Asia.[3] Beberapa negara yang mempunyai
prevalensi B. malayi antara lain adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, dan India.[3]
Pada tahun 2008, Korea Selatan dan Tiongkok telah dinyatakan bebas dari infeksi
cacing filariasis.[3] Tidak seperti Wuchereria brancofti, B. malayi dapat hidup
pada inang primata atau kucing.[3]
Diagnosa
Esai berbasis reaksi polimerase berantai (polymerase chain reaction atau PCR)
dapat mendeteksi infeksi B. malayi dengan sensitivitas tinggi.[5] Lebih jauh lagi,
uji tersebut dapat digunakan untuk mengamati infeksi pada inang manusia
maupun vektor nyamuk.[5]
Beberapa uji serologis dapat digunakan untuk mendeteksi kadar IgE yang naik
pada tubuh pasien.[5] Diagnosis serologis tersebut dapat didukung oleh
perhitungan kadar eosinofil dalam darah pasien.[5]
33
Pengobatan dan Pencegahan
Pada daerah endemik B. malayi, untuk mencegah infeksi, dietil karbamat (DEC)
dapat diberikan kepada masyarakat untuk dikonsumsi.[5] Mencegah gigitan
nyamuk menggunakan obat nyamuk, kelambu disaat tidur, atau pakaian berlengan
panjang dapat menurunkan risiko infeksi B. malayi.[5]
2.5.4 Loa-loa
Pengertian Loa loa Loa loa adalah salah satu nematoda jaringan yang bisa
menyebabkan penyakit loiasis / calabar swelling / fugitive swelling / eye worm
disease. Loiasis adalah penyakit kronis yang ditandai dengan proses inflamasi dan
pembengkakan subkutan yang cepat terbentuk dan bersifat sementara yang
disebut dengan calabar swelling. Cacing dewasa dapat berpindah tempat melalui
jaringan subkutan dengan kecepatan 1 cm/menit dan bisa terdapat di semua
bagian tubuh, misalnya di axilla, punggung, kulit kepala dan mata. Nama lain Loa
loa adalah Filaria oculi, Filaria oculi humani, Filaria lacrimalis, Filaria sub
conjunctifslis, dan Dracunculus loa. Siklus Hidup Loa loa siklus hidup Loa loa
siklus hidup Loa loa (sumber : www.cdc.gov) Hospes definitif parasit ini adalah
manusia sedangkan hospes perantara Loa loa adalah lalat Chrysops silacea dan
Chrysops dimidiata. Pertumbuhan mikrofilaria di dalam tubuh lalat terjadi di otot
dan bagian yang berlemak yang berlangsung selama 10 – 12 hari. Mikrofilaria
kemudian menjadi larva infektif yang keluar dari labium ke permukaan kulit dekat
luka gigitan dan menembus ke dalam jaringan subkutan dan otot, serta tumbuh
menjadi dewasa di sini dalam waktu ± 1 tahun. Periodisitas Loa loa adalah diurna
yaitu aktif pada waktu siang hari. Morfologi Loa loa mikrofilaria Loa loa
mikrofilaria Loa loa (sumber : www.uhp-nancy.fr) Ciri-ciri mikrofilaria : ukuran :
panjang 250 – 300 μm dan lebar 6 – 8,5 μm mempunyai sheath / bersarung inti
tubuh teratur sampai ujung posterior Ciri-ciri cacing dewasa / filaria : berbentuk
34
seperti benang ukuran cacing betina : panjang 5 – 7 mm dan lebar ± 0,5 mm
ukuran cacing jantan : panjang 3 – 4 mm dan lebar ± 0,5 mm kutikula berbenjol-
benjol seperti tetesan embun (dew drops) ujung posterior cacing jantan
melengkung ke ventral dan mempunyai 8 pasang papila perianal, spicula tidak
sama panjang Gejala Klinis Loiasis Gejala klinis yang mencolok adalah adanya
tumor yang bersifat sementara yang dapat mencapai ukuran sebesar telur ayam.
Gejala ini timbul secara tiba-tiba dalam waktu yang tidak tentu dan menghilang
setelah 2 – 3 hari sampai 1 minggu. Keadaan ini disebut dengan calabar swelling /
fugitive swelling. Hal ini terjadi karena supersensitivitas hospes terhadap parasit
atau metabolitnya. Cara Diagnosis Infeksi Loa loa iagnosis ditegakkan dengan
menemukan mikrofilaria pada pemeriksaan darah pada waktu siang hari serta
dapat ditemukan cacing dewasa yang mengembara di bawah conjungtiva mata.
Pencegahan dan Pengobatan Loiasis Pencegahan : Menghindari daerah di mana
lalat penyebar loiasis ditemukan, seperti berlumpur, daerah teduh di sepanjang
sungai atau sekitar api kayu. Menggunakan obat anti serangga yang mengandung
DEET (N, N-Diethyl-meta-toluamide). Memakai baju lengan panjang dan celana
panjang selama siang hari. Jika sedang berada di daerah dengan loiasis untuk
jangka waktu yang panjang, konsumsi obat diethylcarbamazine (DEC) 300mg
seminggu sekali, bisa untuk mengurangi risiko infeksi. Pengobatan : Ada dua obat
yang dapat digunakan untuk mengobati infeksi dan meredakan gejala. Obatnya
yaitu obat diethylcarbamazine (DEC) yang dapat membunuh mikrofilaria dan
dewasa cacing serta obat Albendazole yang digunakan sebagai altenatif
diethylcarbamazine (DEC). Epidemiologi Loa loa Loiasis terdapat di daerah
Afrika yang di lewati garis khatulistiwa terutama di daerah Afrika Barat. Lalat
Chrysop merupakan serangga yang menggigit pada siang hari dan mempunyai
tempat perindukan di rawa-rawa dan perairan yan berlumpur. Lalat ini lebih
banyak menggigit orang negro daripada orang berkulit putih.
35
2.7 Siklus Hidup Nematoda
Siklus Hidup Cacing Usus (Ascaris lumbricoides)
Ascaris lumbricoides adalah Nematoda parasit terbesar yang hidup di dalam usus
manusia, dan dapat menyebabkan penyakit ascariasis. Sebanyak lebih dari 85%
kasus penyakit ini tidak menimbulkan gejala ketika terjadi infeksi, namun
kemudian seiring berjalannya waktu akan muncul beberapa gejala seperti nafas
yang pendek dan demam pada awal mula penyakit ini. Gejala lain seperti bengkak
pada daerah perut, sakit perut, dan diare mungkin akan mengikuti gejala awal.
Ascariasis biasanya menyerang anak-anak sehingga dapat mengakibatkan
pertumbuhan yang buruk, malnutrisi, dan kesulitan belajar. [2]
1. Cacing usus dewasa hidup pada lumen dari usus halus. Cacing betina akan
menghasilkan telur yang dapat mencapai 200.000 butir per hari. Telur-
telur ini dapat berembrio ataupun tidak berembrio.
2. Telur-telur tersebut dikeluarkan melalui kotoran. Hanya telur yang dibuahi
yang dapat berkembang dan menginfeksi manusia.
3. Telur yang berembrio dapat menginfeksi (bersifat infektif) setelah 18 hari
sampai beberapa minggu bergantung dari kondisi lingkungan (kelembaban
tanah, suhu, ada tidaknya sinar matahari).
36
4. Telur infektif tertelan manusia.
5. Larva menetas dan kemudian menyerang membran lendir usus.
6. Larva menembus dinding usus dan terbawa aliran darah menuju paru-paru.
Dalam paru-paru larva tumbuh selama 10 sampai 14 hari dan naik ke
faring.
7. Larva tersebut tertelan kembali dan berkembang menjadi cacing dewasa
dalam usus halus. Cacing usus dewasa dapat hidup selama satu sampai dua
tahun.
Infeksi ringan cacing tambang hanya menyebabkan sakit perut dan kehilangan
nafsu makan. Akan tetapi, infeksi berat dari cacing ini dapat menimbulkan
kekurangan protein parah dan kekurangan zat besi (anemia). Kekurangan protein
dapat menimbulkan kulit kering, edema, dan perut buncit; dan anemia dapat
membuat keterbelakangan mental dan gagal jantung. [4]
37
Siklus hidup cacing tambang Daur hidup Ancylostoma duodenale adalah (lihat
gambar di atas):
1. Telur dikeluarkan melalui feses, dan dengan kondisi yang tepat (suhu,
kelembaban, keteduhan), larva menetas dalam satu sampai dua hari.
2. Larva yang menetas disebut larva rhabditiform dan tumbuh pada feses atau
tanah.
38
5. Cacing filaria dewasa hidup di usus halus untuk kemudian bertelur
kembali.
Ketika penetrasi pada kulit inang, larva rhabditiform dapat dorman sementara
pada usus atau otot.
39
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Di antara semua hewan yang paling tersebar luas, cacing gilig
(nematoda) ditemukan pada sebagian besar habitat akuatik, di dalam tanah
lembap, di dalam jaringan lembap tumbuhan, dan di dalam cairan tubuh
dan jaringan hewan. Sekitar 90.000 spesies kelas ini telah diketahui, dan
yang sebenarnya ada mungkin mencapai sepuluh kali jumlah tersebut.
2. Secara morfologi ukuran tubuh nematoda beragam, mulai dari besar
sampai kecil, kebanyakan cacing yang hidup di tanah berukuran kecil
dengan kisaran panjang 1-2 mm, dan lebar 1/20 mm atau kurang. Bentuk
tubuh nematoda pada ujung anterior adalah meruncing. Pada ujung
anterior terdapat suatu cekungan yang disebut amphid dan pada bagian
posterior terdapat bentuk yang sama, dinamakan phasmid. Amphid dan
phasmid berfungsi sebagai chemoreceptor.
3. Nemathelminthes umumnya melakukan reproduksi secara
seksual.Sistem reproduksi bersifat gonokoris, yaitu organ kelamin jantan
dan betina terpisah pada individu yang berbeda.Fertilisasi terjadi secara
internal.Telur hasil fertilisasi dapat membentuk kista dan kista dapat
bertahan hidup pada lingkungan yang tidak menguntungkan.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan dah diharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
membangun guna perbaikan kedepannya.
40
DAFTAR PUSTAKA
Ora, I. (Online).
https://www.google.com/search?q=2.6%09Cara+penularan+nematoda&ie=utf-
8&oe=utf-8 (Diakses 28 Januari 2020)
41