Oleh:
Zafira Akmalia
1808020283
Jawaban:
Amanat PP No 20 tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker dan
diperkuat dengan PP No 51 tahun 2009 tentang perkerjaan kefarmasian,
maka Apoteker bertanggung jawab untuk mematuhi dan mengamalkan
Kode Etik Apoteker Indonesia. Kode Etik Apoteker Indonesia berisi
kumpulan asas dan nilai moral yang berkenaan dengan akhlak dan nilai-
nilai yang dianut dan menjadi pegangan dalam praktek kefarmasian.
Kewajiban Apoteker dalam Kode Etik Profesi Apoteker meliputi:
a. Kewajiban terhadap penderita
Dalam Kode Etik Apoteker/ Farmasis Indonesia Bab II mengenai
kewajiban Apoteker terhadap penderita, pasal 9 menyatakan bahwa
“seorang Apoteker/ Farmasis dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak
azasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani”. Sebagai tenaga
kesehatan, apoteker wajib menyadari dan menghargai keunikan setiap
individu. Pasien merupakan prioritas utama sehingga setiap tindakan
yang akan dilakukan meminta persetujuan pasien, menerima keluhan-
keluhan subjektif pasien, mempertimbangkan manfaat obat bagi pasien
dibanding dengan bahaya atau resiko bila obat tidak diberikan dan
Apoteker harus menghormati setiap pasien dalammelakukan pelayanan
kefarmasian tanpa membedakan suku, etnis, agama, status sosial dan
jenis kelamin.
Pelaksanaan dan contoh penerapan-nya adalah sebagai berikut:
1. Kepedulian kepada pasien adalah hal utama dari seorang apoteker.
Contoh : Apoteker melakukan home care untuk pasien pasein yang
membutuhkan misalnya hipertensi, DM, untuk mengetahui
meningkatan kondisi pasien dan penatauan terapi.
2. Setiap tindakan dan keputusan dari Apoteker harus berpihak
kepada kepentingan pasien dan masyarakat.
Contoh : apoteker memberikan obat pada pasien sesuai dengan
patient oriented.
3. Apoteker mampu mendorong pasien untuk terlibat dalam
keputusan pengobatan pasien.
Contoh : memberikan kebebasan pada pasien untuk memilih obat
generic atau merk yang sebelumnya sudah dijelaskan mengenai
perbedaan spesifikasi dari masing-masing obat.
4. Apoteker mampu mengambil langkah-langkah untuk menjaga
kesehatan pasien khusunya janin, bayi, anak-anak serta orang
dalam kondisi lemah.
Contoh : apoteker memberikan obat khusus untuk anak-anak
dengan dosis untuk anak, pemilihan obat dengan kategori aman
untuk ibu hamil dan menyusui, memberikan obat-obatan aman
untuk pasien geriatri dan pasien dengan penyakit komplikasi.
5. Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien
adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, khasiat dan cara pakai
obat yang tepat.
Contoh : membeli obat dari PBF resmi, memberikan obat yang
sesuai dengan kondisi pasien (tidak kontra indikasi), memberikan
informasi mengenai obat yang diberika kepada pasien meliputi
nama dan kandungan, khasiat, dosis, cara pemakaian dan efek
samping dan cara pencegahan atau penanggulangan efek samping
obat
6. Apoteker harus menjaga kerahasiaan pasien, rahasia kefarmasian
dan rahasia kedokteran dengan baik
Contoh : apoteker tidak menyebarluaskan identitas pasien, tidak
menyebarluaskan kondisi kesehatan pasien dan pengobatannya
kepada siapapun.
7. Apoteker harus menghormati keputusan professional yang telah
ditetapkan oleh dokter dalam bentuk penulisan resep dan
sebagainya.
Contoh : Tidak mengubah terapi yang sudah diresepkan oleh dokter
tanpa konfirmasi ke dokter terlebih dahulu dengan melihat kondisi
pasien.
8. Apoteker akan mengambil kebijakan yang berbeda dengan
permintaan seorang dokter, maka Apoteker harus melakukan
konsultasi/komunikasi dengan dokter tersebut, kecuali
UU/peraturan membolehkan Apoteker untuk mengambil keputusan
demi kepentingan pasien
Contoh : apoteker setelah melakukan skrining resep farmasetis jika
terdapat ketidaksesuaian dapat mengganti, misalkan bentuk sediaan
obat pada pasien sesuai dengan kondisi pasien, dapat mengganti
kekuatan sediaan obat jika dokter tidak menuliskan kekuatan
sediaan oabt pada resep.
Jawaban:
Poin penting dalam kode etik apoteker salah satuya adalah
menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Apoteker sebagai tenaga kefarmasian telah ditetapkan sebagai tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan dalam melakukan
praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian obat, bahan obat dan obat tradisional. Dengan demikian
maka apoteker perlu melaksanakan sumpah/janji apoteker karena dalam
menjalankan profesinya dan akan bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan praktik kefarmasian. Hal tersebut dilakukan agar dalam
menjalankan profesinya, apoteker dapat melaksanakan kewajiban dan
kewenangan dengan baik dan benar dan tidak melakukan pelanggaran
sesuai dengan pedoman.
Dalam melaksanakan sumah/janji apoteker, seorang apoteker yang
berkomitmen dan menyadari akan sumpah yang telah di ucapkannya
dengan menyebut nama Allah (atau Tuhan sesuai kepercayaan masing-
masing) maka dia akan sadar akan sanksi yang akan ia terima. Isi sumpah
apoteker sebagai berikut :
Saya Berjanji/ Bersumpah Bahwa:
a) Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan terutama dalam bidang Kesehatan;
i. Menurut UU Kesehatan no 23 1992, Tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan;
ii. PP 51 2009 tentang mendahulukan sisi kemanusiaan
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan
Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
iii. Menurut Pasal 4 tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam
memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa
kefarmasian;
mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-
undangan; dan
memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan
Tenaga Kefarmasian.
Jawaban :
Penjualan obat melalui media online menawarkan pasar yang lebih
luas, harga lebih murah, lebih cepat, dan kemungkinan pembelian secara
anonym. Dengan pembelian obat melalui media online masyarakat
mendapatkan akses yang mudah dan cepat, apalagi bila obat-obatan
tertentu dirasa berguna bagi dirinya. Dengan demikian masyarakat lebih
tertarik mencari dan membeli obat melalui situs-situs di internet.
Saat ini obat yang dijual melalui apotek online, toko obat online
atau situs di internet berupa jenis obat keras, obat bebas terbatas, obat
bebas, obat golongan narkotika, obat golongan psikotropika, obat
tradisional, obat herbal, dan suplemen kesehatan. Dengan keadaan seperti
ini, masyarakat dengan mudah mendapatkan dan menggunakan obat keras,
obat golongan narkotika atau obat golongan psikotropika tanpa resep
dokter yang seharusnya dalam pembelian obat-obatan tersebut harus
menggunakan resep dokter.
Penjualan obat melalui media online sangat bebas, sehingga obat-
obatan tersebut sangat rentan disalahgunakan oleh masyarakat, yang tanpa
disadari akan membahayakan kesehatan dan bahkan menimbulkan korban.
Obat-obatan yang dijual secara online pun sulit dipantau, baik dari
sisi promosi maupun transaksinya. Selain itu, informasi terkait produk
yang disampaikan kepada masyarakat sangat minim, tidak hanya itu,
alamat penjual produk obat-obatan juga tidak jelas.
Indonesia saat ini belum memiliki regulasi terkait dengan
penjualan obat melalui media online. Setiap apotek online, toko obat
online maupun perorangan dengan bebas menjual obat, baik obat yang
masuk kategori obat keras, obat narkotika, dan obat psikotropika melalui
media online tanpa ada persyaratan atau pembatasan yang mengatur hal
tersebut.
Belum adanya regulasi yang mengatur mengenai penjualan obat
melalui media online, Pemerintah hanya mampu menyampaikan kepada
masyarakat untuk berhati-hati dalam melakukan transaksi obat melalui
media online, terlebih kasus peredaran obat palsu melalui media online
semakin marak tanpa ada kejelasan hukum.
Untuk menyikapi adanya apotek online, apoteker harus lebih
proaktif untuk mengenalkan peran dan fungsi apoteker di apotek, agar
masyarakat lebih paham bahwa kehadiran mereka ke apotek bukan hanya
untuk mendapatkan obat tetapi juga mendapatkan informasi dan edukasi
sehingga masyarakat tidak menjadikan media online sebagai rujukan
utama dalm mencari solusi tentng obat. Tentu aplikasi ini tidak bisa
dihentikan karena kebutuhan masyarakat akan kemudahan semakin tinggi.
Hanya saja organisasi profesi apoteker perlu bekerjasama dengan
pemerintah dan pengusaha tentang bagaimana agar kemudahan yang
ditawarkan tidak berdampak membahayakan bagi masyarakat. Sebagai
apoteker harus lebih percaya diri dalam menjalani perannya diapotek,
jangan sampai kemampuan pharmaceutical care yang dimiliki terhimpit
dengan sebuah produk buatan manusia yaitu aplikasi.
Referensi:
Kode Atik Apoteker Indonesia
Peraturan Pemerintah No.20 Tahun 1962 Tentang Lafal Sumpah/Janji
Apoteker
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian