Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MANDIRI DEPARTEMEN REPRODUKSI VETERINER

KEJADIAN LANGKA RUPTUR UTERI DAN KELUARNYA FETUS


PADA KUCING

Disusun oleh:

ISLAMIAH HAMAMI, S.K.H NIM 17830035

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kejadian Langka Ruptur Uteri Dan Keluarnya Fetus Pada


Kucing
Program Studi : Pendidikan Profesi Dokter Hewan

Mengetahui,

Ketua Departemen Penulis


Reproduksi Veteriner
Pendidikan Profesi Dokter Hewan

Roeswandono, W., drh., M.Si Islamiah Hamami, S.K.H

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Reproduksi Mandiri ini. Dengan selesainya tugas mandiri ini penulis
menyampaikan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya yaitu Prof. Dr. drh, Rochiman Sasmita, MS, MM.
2. Roeswandono W., drh., M.Si., selaku penanggung jawab Departemen
Reproduksi Veteriner, Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
3. Pembimbing lapangan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, diperlukan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, Penulis
berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi masyarakat
veteriner dan semua pihak yang membaca.

Surabaya, Juli 2019

Penulis

ii
ABSTRAK

Kucing betina berusia dua tahun yang tidak disebutkan kebuntingannya


dibawa dengan riwayat digigit kucing lain. Pemeriksaan menunjukkan adanya
anggota badan yang menonjol keluar melalui luka gigitan pada dinding abdomen
lateral. Kucing tersebut dianastesi dan kedua fetus yang mati di dalam perutnya
diambil. Pada kornua lainnya dua dipalpasi terdapat dua fetus lagi dan hidup
dengan reseksi serentak pada uterus.

Kata Kunci : fetus keluar, kucing, cedera gigitan, ruptur uterus.

iii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
ABSTRAK.............................................................................................................iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1. Latar Belakang...............................................................................1
1.2. Tujuan.............................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3


2.1. Trauma Terhadap Dinding Abdomen.................................................3
2.2. Ruptur Uteri........................................................................................4

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................7


3.1. Deskripsi Kasus..................................................................................7
3.2. Penanganan.........................................................................................7

BAB IV KESIMPULAN........................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

LAMPIRAN..........................................................................................................11

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kucing adalah salah satu hewan peliharaan terpopuler di dunia. Kucing
telah berbaur dengan kehidupan manusia paling tidak sejak 6.000 tahun SM, dari
kerangka kucing di Pulau Siprus. Orang Mesir Kuno dari 3.500 SM telah
menggunakan kucing untuk menjauhkan tikus atau hewan pengerat lain dari
lumbung yang menyimpan hasil panen (Remington, 2007). Kucing kampung
(Felis silvestris catus) adalah karnivora predator yang berukuran kecil, termasuk
mamalia crepuscular  yang telah berasosiasi dengan manusia lebih dari 9.500
tahun. Seperti halnya binatang domestikasi lain, kucing hidup dalam simbiosis
mutualisme dengan manusia tidak seperti karnivora lain, Kucing hampir tidak
makan apapun yang mengandung tumbuhan. Sebagian besar kucing peliharaan
mampu berburu dan membunuh kelinci, burung, kadal, katak, ikan dan insekta
besar dengan instingnya. Sebagai seekor predator yang berketerampilan, kucing
diketahui mampu memburu lebih dari 1.000 spesies untuk makanannya.
Kucing tidak lepas dari berbagai macam penyakit. Salah satu penyakit
yang banyak menyerang kucing adalah penyakit reproduksi yang sering
menyarang kucing betina. Penyakit reproduksi yang dapat menyerang kucing ini
antara lain mastitis, endometritis, pyometra, distokia, tumor, dan ruptur.
Kucing suka menandai apapun sebagai wilayah teritori mereka. Mereka
tidak segan untuk berkelahi mempertahankan atau merebut wilayah tersebut. Dari
perkelahian tersebut kucing biasanya akan mengalami trauma. Trauma adalah
cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidajat,
1997). Trauma atau luka pada abdomen kucing terutama kucing betina yang
sedang bunting dapat mengakibatkan terjadinya ruptur.
Ruptur uterus gravid adalah temuan yang jarang terjadi pada kucing, tetapi
terkadang dilaporkan pada anjing selama periode menyusui dalam kasus distokia.
Ruptur uterus pada periode menyusui berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas di
jalan (Jackson, 2004), sementara ruptur uteri pada periode menyusui disebabkan
oleh infeksi, fetus mati, torsio uteri, penanganan kehamilan yang tidak sesuai, dan
penggunaan oksitosin yang sembarangan (Dharmaceelan, et all. 2016).

1
1.2. Tujuan
Untuk mempelajari jurnal kasus internasional mengenai ruptur uteri dan
keluarnya fetus pada kucing.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Trauma Terhadap Dinding Abdomen


Trauma abdomen adalah terjadinya cedera atau kerusakan pada organ
abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma pada
dinding abdomen terdiri dari :1. Kontusio dinding abdomen disebabkan oleh
trauma tumpul. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera abdomen, tetapi
trauma tumpul pada abdomen dapat terjadi karena kecelakaan, jatuh, atau
pukulan. 2. Laserasi merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh
luka tembakan atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan
pembedahan. Hampir semua luka tembak membutuhkan bedah ekspolarasi, luka
tusuk mungkin lebih ditangani secara konservatif (Wulandari, P. 2007).
a. Etiologi
Penyebab trauma abdomen antara lain : iritasi, infeksi, obstruksi dan
operasi. Kerusakan organ abdomen dan pelvis dapat disebabkan trauma tembus,
biasanya tikaman atau tembakan dan trauma tumpul akibat kecelakaan, pukulan
langsung atau terjatuh. Luka yang tampak ringan bisa menimbulkan cedera
eksterna yang mengancam nyawa (Wulandari, P. 2007).
b. Patofisiologi
Trauma abdomen terjadi karena trauma, infeksi, iritasi dan obstruksi.
Kemungkinan bila terjadi perdarahan intra abdomen yang serius pasien akan
memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan sel darah merah dan
gambaran syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda –tanda perforasi ,tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda
dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri saat ditekan, nyeri spontan, nyeri
lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.
Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami tatikardi dan peningkatan
suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda –tanda peritonitis belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul.

3
Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk kerongga abdomen, maka operasi harus
dilakukan (Wulandari, P. 2007)

c. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis trauma abdomen dapat meliputi : nyeri (khususnya
karena gerakan), nyeri tekan dan lepas (mungkin menandakan iritasi peritonium
karena cairan gastrointestinal atau darah), distensi abdomen, demam, anoreksia,
mual dan muntah, tatikardi, peningkatan suhu tubuh (Wulandari, P. 2007).
2.2. Ruptur Uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan dan persalinan (Sari, R.D.P. 2015).
2.2.1. Klasifikasi
a. Klasifikasi ruptur uteri menurut keadaan robek
- Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal) : Ruptur uteri yang hanya dinding
uterus yang robek sedangkan lapisan serosa (peritoneum) tetap utuh
- Ruptur uteri komplit (transperitoneal) : Ruptur uteri yang selain dinding
uterusnya robek, lapisan serosa (peritoneum) juga robek sehingga dapat
berada di rongga perut. Pada keadaan bunting robeknya uterus membuat
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoeum
(prawirohardjo, 2008)

b. Klasifikasi ruptur uteri menurut kapan terjadinya


- Ruptur uteri pada waktu kehamilan (ruptur uteri gravidarum) : Ruptur
uteri yang terjadi karena dinding uterus lemah yang dapat disebabkan
oleh : Bekas seksio sesaria, ovariohistrektomi, histrektomi, bekas kuretase,
sepsis post partum, hipoplasia uteri
- Ruptur uteri pada waktu persalinan (ruptur uteri intrapartum) : Ruptur
uteri pada dinding uterus, tapi bagian terbawah fetus tidak maju/turun
yang dapat disebabkan oleh : versi ekstraksi, ekstraksi forcep.

c. Klasifikasi ruptur uteri menurut etiologinya

4
- Ruptur uteri spontan (non violent) : Ruptur uteri yang terjadi karena
dinding uterus lemah atau dinding uterus masih baik, tapi bagian terbawah
janin tidak maju atau tidak turun.
- Ruptur uteri traumatika (violent) : Ruptur uteri yang terjadi oleh karena
adanya trauma atau luka pada uterus.
- Ruptur uteri jaringan parut : Ruptur uteri yang terjadi karena adanya locus
minoris pada dinding uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas
operasi pada uterus sebelumnya.

2.2.2. Etiologi
Faktor etiologi ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: faktor trauma
pada uterus, faktor jaringan parut pada uterus, dan faktor yang terjadi secara
spontan. Faktor trauma pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan. Kecelakaan
sebagai faktor trauma pada uterus berarti tidak berhubungan dengan proses
kehamilan dan persalinan misalnya trauma pada abdomen, sedangkan tindakan
berarti berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan misalnya versi
ekstraksi, ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, manual plasenta, dan
ekspresi/dorongan. Faktor jaringan parut pada uterus paling sering karena parut
bekas seksio sesaria, ovariohistrektomi, histerektomi, histerotomi dan lain-lain.
Faktor yang menyebabkan ruptur uteri secara spontan misalnya kelainan letak dan
presentasi janin, disproporsi sefalopelvik, kelainan panggul, dan tumor pada jalan
lahir.

2.2.3. Patogenesis
Ruptur uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena beberapa
penyebab yang menyebabkan persalinan tidak terjadi. Persalinan yang tidak
terjadi ini dapat terjadi karena adanya kesulitan misalnya panggul sempit,
distokia, fetus kembar dan lainnya. Keadaan-keadaan tersebut dapat menyebabkan
segmen bawah uterus makin lama makin teregang sehingga akhirnya pada suatu
saat regangan yang terus bertambah ini melampaui batas kekuatan jaringan
miometrium sehingga terjadilah ruptur uteri.

5
Selain itu ruptur uteri dapat disebabkan oleh trauma pada uterus baik
karena kecelakaan maupun tindakan. Kecelakaan meliputi trauma pada abdomen
misalnya gigitan atau pukulan. Robekan pada uterus karena kecelakaan ini dapat
terjadi setiap periode kebuntingan, tetapi ternyata ruptur seperti ini jarang terjadi
karena otot uterus (miometrium) cukup tahan terhadap trauma dari luar. Ruptur
uteri karena trauma tindakan lebih sering terjadi, misalnya karena versi ekstraksi,
ekstraksi forcep, alat-alat embriotomi, pelepasan manual plasenta, dan ekspresi/
dorongan. Ruptur uteri karena adanya tindakan dalam usaha pervaginal untuk
melahirkan fetus pada uterus yang telah teregang karena adanya distosia.
Adanya jaringan parut (skar) juga merupakan penyebab lain ruptur uteri.
Ruptur uteri paling sering terjadi pada parut bekas seksio sesaria, jarang terjadi
pada uterus yang telah dioperasi untuk histrektomi atau ovariohistrektomi.
Diantara parut-parut bekas seksio sesaria, luka yang terjadi sesudah seksio
sesarea, lebih sering menimbulkan ruptur uteri. Hal ini disebakan oleh karena luka
pada kornua uterus. Ruptur uteri pada bekas seksio sesaria biasanya terjadi tanpa
banyak menimbulkan gejala, hal ini terjadi karena tidak terjadi robekan secara
mendadak melainkan terjadi perlahan-lahan pada sekitar bekas luka. Daerah
disekitar bekas luka lambat laun makin menipis sehingga akhirnya benar-benar
terpisah dan terjadilah ruptur uteri.

2.2.4. Gambaran Klinis


Pada saat terjadinya ruptur uteri pasien dapat merasa sangat kesakitan.
Perdarahan terjadi pada saat terjadi robekan pada uterus. Pada ruptur uteri komplit
darah selain keluar pervaginam sebagian dapat mengalir ke rongga perut. Pada
ruptur uteri inkomplit perdarahan biasanya tidak terlalu banyak, darah berkumpul
di bawah peritoneum atau mengalir keluar. Setelah terjadi ruptur uteri dijumpai
gejala-gejala syok, perdarahan pervagina sampai perdarahan intraabdomen,
anemia, nadi cepat, pernapasan cepat dangkal, dan tekanan darah turun. Jika
kejadian ruptur uteri telah lama, maka akan timbul gejala-gejala meteorismus dan
defans muskular yang menguat sehingga sulit untuk meraba bagian-bagian janin.
Pada pemeriksaan luar : Nyeri jika ditekan abdominal, perdarahan per vaginam,

6
kontraksi uterus biasanya hilang. Pada palpasi bagian janin mudah diraba di
bawah dinding perut ibu atau janin teraba di samping uterus

7
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau
persalinan pada saat kehamilan. Robek atau dikontinuitas dinding uterus akibat
daya renggang myometrium yang berlebihan (Sari, R.D.P. 2015).

3.1. Deskripsi Kasus


Kucing betina berusia dua tahun yang tidak disebutkan umur
kebuntingannya dengan berat 3,2 kg dibawa ke kompleks klinik pendidikan
kedokteran hewan, Namakkal dengan riwayat digigit oleh kucing lain.
Pemeriksaan menunjukkan luka yang tidak merata di daerah flank kiri bawah
tepat di belakang lengkungan costae. Anggota badan fetus yang menonjol keluar
melalui bekas gigitan juga diamati (Gambar. 1). Kucing tersebut aktif dan terlihat
waspada serta parameter fisiologis menunjukkan berada dalam batas normal.

3.2. Penanganan
Kucing dianastesi dengan Xylazine (0,5 mg/kg) dan Ketamine (5 mg/kg)
dan dipertahankan dengan isofluran. Permukaan luka pada bagian gigitan
diperlebar agar dapat memasuki rongga abdomen. fetus mati yang menonjol
keluar robek hingga uterus dan fetus diangkat. Korpus uteri yang terkena gigitan
terlihat pucat dengan sobekan yang tidak merata dan kehilangan tekstur
normalnya. Kondisi kornua uteri lainnya normal dengan dua janin (Gambar 2).
Dilakukan pengangkatan bersamaan dan kedua fetus selamat hidup. Pada
pemeriksaan lebih lanjut satu fetus mati ditemukan di rongga abdomen. Situs
bedah ditutup setelah luka dibersihkan sesuai prosedur standar. Pasca operasi,
kucing tersebut diimunisasi dengan vaksin tetanus toksoid dan antirabies. Jahitan
dilepas pada hari ke 8. Kucing itu pulih tanpa ada hambatan dengan dua anak
kucing hidup.
Ruptur uterus secara umum lebih sering terjadi pada anjing daripada
kucing dan lebih sering dilihat sebagai komplikasi sekunder akibat distokia atau
pemberian oksitosin eksogen atau prostaglandin (Linde-Forsberg, 2010). Ruptur

8
uterus pada anjing betina bunting dapat terjadi setelah torsio uteri, luka karena
adanya kesalahan, atau pyometra, atau juga sebagai akibat dari cedera yang sudah
ada sebelumnya seperti bekas luka atau tusukan kecil (Jackson, loc cit). Ruptur
uteri dan keluarnya fetus pada kucing tidak dilaporkan dalam literatur. Namun
Bhowmick et al. (2011) melaporkan pengeluaran isi abdomen pada kucing
dikarenakan gigitan anjing. Gejala penyakit sistemik seperti cairan uterus yang
kotor dan berbau busuk dilaporkan pada anjing betina yang menjalani maserasi
setelah ruptur uteri (Johnston et al., 2001). Dalam kasus ini, kucing tersebut aktif,
terlihat waspada dan tidak ada adhesi, Dilakukan pengamatan terhadap adanya
peritonitis dan perdarahan pada area terluka karena termasuk dalam masa kritis.

Gambar 1. Keluarnya bagian fetus Gambar 2. Kornua robek parah


melalui luka gigitan dengan dua fetus mati

Dikarenakan ini merupakan keadaan darurat, tidak dilakukan pemeriksaan


radiologis dan USG lebih lanjut untuk melihat jumlah dan kemampuan hidup
fetus kucing. Alasan kematian selama periode pasca operasi seperti yang
dijelaskan dalam laporan adalah peritonitis yang parah atau toksaemia, serta
observasi hewan pasca operasi yang kurang setelah menunjukkan tanda-tanda
kemajuan. Dalam kasus ini, kesembuhan yang cepat dapat disebabkan oleh
penanganan awal, serta segera dilakukan operasi dan perawatan pascaoperasi yang
baik.

9
BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus ruptur uteri yang jarang terjadi dengan keluarnya fetus pada
kucing betina, ditemukan dua fetus mati yang menyembul keluar melalui uterus
robek dan dua fetus lainnya dikeluarkan bersama dari dalam kornua uteri dengan
kondisi hidup

10
DAFTAR PUSTAKA

Dharmaceelan, S., K.Jayakumar, S.Senthilkumar and A.Kumaresan. 2016. A Rare


Incidence of Uterine Rupture and Foetal Escape in a Cat. Journal
Department of Veterinary Surgery and Radiology, Veterinary College and
Research Institute (TANUVAS), Namakkal, Tamilnadu, India. ndian Vet.
J., December 2016, 93 (12) : 56 - 57

Sari, R.D.P. 2015. Uterine rupture. Jurnal kedokteran. Universitas negeri


lampung. Juke unila vol 5 : 9. Hal 110-114

Wulandari, P. 2007. Trauma Dan Penangannya. [diakses pada 21 Juli 2019].


Tersedia pada : http://eprints.ums.ac.id/16726/3/BAB_I.pdf.

11
LAMPIRAN

12
Indian Vet. J., December 2016, 93 (12) : 56 – 57

Kejadian Langka Ruptur Uteri Dan Keluarnya Fetus Pada Kucing

S.Dharmaceelan, K.Jayakumar, S.Senthilkumar and A.Kumaresan


Departmen Bedah dan Radiologi veteriner, Veterinary College and Research
Institute (TANUVAS), Namakkal, Tamilnadu, India.
(Diterima : 19-11-2015; Disetujui : 05-02-2016)
Abstrak
Kucing betina berusia dua tahun yang tidak disebutkan kebuntingannya dibawa
dengan riwayat digigit kucing lain. Pemeriksaan menunjukkan adanya anggota
badan yang menonjol keluar melalui luka gigitan pada dinding abdomen lateral.
Kucing tersebut dianastesi dan kedua fetus yang mati di dalam perutnya diambil.
Pada kornua lainnya dua dipalpasi terdapat dua fetus lagi dan hidup dengan
reseksi serentak pada uterus.
Kata Kunci : fetus keluar, kucing, cedera gigitan, ruptur uterus.
Ruptur uterus gravid adalah temuan yang jarang terjadi pada kucing, tetapi
terkadang dilaporkan pada anjing selama periode menyusui dalam kasus distokia
(Stone et al., 1993). Ruptur uterus pada periode menyusui berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas jalan (Jackson, 2004), sementara ruptur uteri pada periode
menyusui disebabkan oleh infeksi, fetus mati, torsio uteri, penanganan kehamilan
yang tidak sesuai, dan penggunaan oksitosin yang sembarangan (Noakes et al.,
2001). Laporan ini menggambarkan kasus ruptur uterus kucing dan keluarnya
fetus karena cedera gigitan kucing lain.
Sejarah kasus dan Pengamatan
Kucing betina berusia dua tahun yang tidak disebutkan umur
kebuntingannya dengan berat 3,2 kg dibawa ke kompleks klinik pendidikan
kedokteran hewan, Namakkal dengan riwayat digigit oleh kucing lain.
Pemeriksaan menunjukkan luka yang tidak merata di daerah flank kiri bawah tepat
di belakang lengkungan costae. Anggota badan fetus yang menonjol keluar
melalui bekas gigitan juga diamati (Gambar. 1). Kucing tersebut aktif dan terlihat
waspada serta parameter fisiologis menunjukkan berada dalam batas normal.

Jurnal Veteriner India (Desember, 2016)


Penanganan dan Diskusi
Kucing dianastesi dengan Xylazine (0,5 mg/kg) dan Ketamine (5 mg/kg)
dan dipertahankan dengan isofluran. Permukaan luka pada bagian gigitan
diperlebar agar dapat memasuki rongga abdomen. fetus mati yang menonjol
keluar robek hingga uterus dan fetus diangkat. Korpus uteri yang terkena gigitan
terlihat pucat dengan sobekan yang tidak merata dan kehilangan tekstur
normalnya. Kondisi kornua uteri lainnya normal dengan dua fetus (Gambar 2).
Dilakukan pengangkatan bersamaan dan kedua fetus selamat hidup. Pada
pemeriksaan lebih lanjut satu fetus mati ditemukan di rongga abdomen. Situs
bedah ditutup setelah luka dibersihkan sesuai prosedur standar. Pasca operasi,
kucing tersebut diimunisasi dengan vaksin tetanus toksoid dan antirabies. Jahitan
dilepas pada hari ke 8. Kucing itu pulih tanpa ada hambatan dengan dua anak
kucing hidup.
Ruptur uterus secara umum lebih sering terjadi pada anjing daripada
kucing dan lebih sering dilihat sebagai komplikasi sekunder akibat distokia atau
pemberian oksitosin eksogen atau prostaglandin (Linde-Forsberg, 2010). Ruptur
uterus pada anjing betina bunting dapat terjadi setelah torsio uteri, luka karena
adanya kesalahan, atau pyometra, atau juga sebagai akibat dari cedera yang sudah
ada sebelumnya seperti bekas luka atau tusukan kecil (Jackson, loc cit). Ruptur
uteri dan keluarnya fetus pada kucing tidak dilaporkan dalam literatur. Namun
Bhowmick et al. (2011) melaporkan pengeluaran isi abdomen pada kucing
dikarenakan gigitan anjing. Gejala penyakit sistemik seperti cairan uterus yang
kotor dan berbau busuk dilaporkan pada anjing betina yang menjalani maserasi
setelah ruptur uteri (Johnston et al., 2001). Dalam kasus ini, kucing tersebut aktif,
terlihat waspada dan tidak ada adhesi, Dilakukan pengamatan terhadap adanya
peritonitis dan perdarahan pada area terluka karena termasuk dalam masa kritis.

Jurnal Veteriner India (Desember, 2016)


Gambar 1. Keluarnya bagian fetus Gambar 2. Kornua robek parah
melalui luka gigitan dengan dua fetus mati

Dikarenakan ini merupakan keadaan darurat, tidak dilakukan pemeriksaan


radiologis dan USG lebih lanjut untuk melihat jumlah dan kemampuan hidup
fetus kucing. Alasan kematian selama periode pasca operasi seperti yang
dijelaskan dalam laporan adalah peritonitis yang parah atau toksaemia, serta
observasi hewan pasca operasi yang kurang setelah menunjukkan tanda-tanda
kemajuan. Dalam kasus ini, kesembuhan yang cepat dapat disebabkan oleh
penanganan awal, serta segera dilakukan operasi dan perawatan pascaoperasi yang
baik.
Kesimpulannya, pada kasus ruptur uteri yang jarang terjadi dengan
keluarnya fetus pada kucing betina, ditemukan dua fetus mati yang menyembul
keluar melalui uterus robek dan dua fetus lainnya dikeluarkan bersama dari dalam
kornua uteri dengan kondisi hidup.

Referensi
Bhowmick, D., Shahi, A. and de Souza, F. (2011) Abdominal evisceration due to
dog bite and its surgical correction in a cat. Intas Polivet, 12 (2) p.197.

Jackson, P.G.G. (2004) Post parturient problems in the dog and cat. In. Handbook
of Veterinary Obstetrics. 2nd Edn. Eds. Jackson, P.G.G. WB Saunders, Loddon.
pp. 233– 237.

Jurnal Veteriner India (Desember, 2016)


Johnston, S.D., Root Kustritz, M.V. and Olson, P.N.S. (2001) Canine pregnancy.
In: Canine and Feline Theriogenology.1 st Edn. Eds. Johnston, S.D., Root Kustritz,
M.V. and Olson, P.N.S. W.B. Saunders, Philadelphia. pp. 67-104.

Linde-Forsberg, C. (2010) Abnormalities in pregnancy, parturition, and the


periparturient period. In: Textbook of Veterinary Internal Medicine. 7th Edn. Eds.
Ettinger, S.J., Feldman, E.C., and St Louis. Elsevier Saunders, Missouri. pp.1890.

Noakes, D.E., Parkinson, T.J., England, G.C. (2001) Injuries and diseases
incidental to parturition. In: Arthur’s Veterinary Reproduction and Obstetrics. 8th
Edn.Eds. Noakes, D.E., Parkinson, T.J. and England, G.C. W.B. Saunders,
PERHATIAN PENULIS
Philadelphia pp. 319-332.
Saat mengirimkan Artikel yang Direvisi, harap dicatat:
 Semua revisi sesuai dengan aturan dan semua instruksi tambahan oleh
Stone, E.A., Conrellic,G. and Sharp, N.J.H. (1993) ovariohysterectomy. In:
Editor, IVJ berpengaruh.
Textbook of small animal surgery. 2nd Edn. Eds. Douglas Slatter. W.B. Saunders,
 Pengiriman soft copy: - Satu CD harus ditulis hanya dengan satu
Philadelphia. pp. 1303-1308.
artikel.
 Tidak ada pengajuan online dari Artikel Revisi.
 Untuk mengklarifikasi keraguan Anda, harap jangan merujuk artikel
yang dipublikasikan yang mungkin memiliki penyimpangan yang tidak
terhindarkan.
 Selalu merujuk ke halaman ‘Pedoman yang Direvisi Penulis’ yang
sering diterbitkan.

Jika tidak, artikel tersebut tidak dapat dipertimbangkan untuk diproses.

Jurnal Veteriner India (Desember, 2016)

Anda mungkin juga menyukai