Anda di halaman 1dari 15

AKHLAK BAIK DAN BURUK TASAWUF

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ahklak tasawuf

Disusun oleh:
KELOMPOK I
Siti Nurpah
NPM : 1810110083
Renny Nursyafitri
NPM : 1810110094

Dosen Pengampu : Kamil, S .Ag., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM & HUMANIORA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat inayah serta hidayah-Nya. Sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam semoga kita mendapatkan syafa’at di hari akhir nanti. Amin. Makalah
ini di buat sebagai tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi Fakultas Agama Islam dan Humaniora. Terima kasih
kami ucapkan kepada pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Dan terkhusus untuk teman-teman
saya yang selalu memberikan saya motivasi dalam hal apapun. Saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih jauh sekali dari sempurna. Karenanya, kritik dan saran anda sangat saya butuhkan demi memperbaiki
di pembuatan makalah mendatang. Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri saya sendiri
dan bagi pembaca pada umumnya.

Medan, 29 februari 2020


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perbuatan manusia ada yang baik dan ada yang tidak baik atau buruk. Baik dan buruk
merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang. Kadang-kadang di suatu tempat, perbuatan itu dianggap salah
atau buruk. Hati manusia memiliki perasaan dan dapat mengenal, perbuatan itu baik atau
buruk dan benar atau salah.
Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan adanya
perbedaan tolak ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbuatan tolak ukur
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir, ideologi,
lingkungan hidup, dan sebagainya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting.
Hal ini berfungsi bagi manusia untuk dapat membedakan mana yang baik dan buruk, karena
pengaruh kondisi dan situasi lingkungan. Dan seandainya dalam satu lingkungan pun belum
tentu mempunyai kesamaan insting. Kemudian pada diri manusia juga mempunyai ilham
yang dapat mengenal nilai sesuatu itu baik atau buruk. Di dalam Ilmu Akhlak kita berjumpa
dengan istilah baik dan buruk. Apakah kebiasaan-kebiasaan yang kita perbuat itu baik atau
buruk.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari baik dan buruk akhlak tasawuf?
2. Aplikasi baik dan buruk akhlak tasawuf?
3. Apa saja aliran tentang baik dan buruk akhlak tasawuf?
4. Apakah sifat dari baik dan buruk akhlak tasawuf?
5. Bagaimana baik dan buruk akhlak tasawuf menurut ajaran islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Baik Dan Buruk


Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau good
dalam bahasa Inggris.Sementara itu, dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary,
dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dalam
kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya. Selanjutnya yang baik itu juga adalah
sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran atau nilai yang diharapkan, yang memberikan
kepuasan. Yang baik itu dapat juga berarti sesuatu yang sesuai dengan keinginan. Dan yang
disebut baik dapat pula berarti sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan perasaan
senang atau bahagia. Dan ada pula pendapat yang mengatakan bahwa secara umum yang
disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi
tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempurnaan manusia. Kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang
menjadi kebaikan yang konkret. Sedangkan pengertian buruk merupakan sesuatu yang
tidak berharga tidak untuk tujuan, apabila yang merugikan, atau yang menyebabkan tidak
tercapainya tujuan adalah ’’buruk’’.

Pengertian baik dan buruk juga ada subyektif dan relatif, baik bagi seseorang belum
tentu baik bagi orang lain.sesuatu itu baik bagi seseorang apabila hal ini sesuai dan berguna
untuk tujuannya. Hal yang sama adalah mungkin buruk bagi orang lain, karena hal tersebut
tidak akan berguna untuk tujuannya.masing-masing orang mempunyai tujuan yang berbeda-
beda,bahkan ada yang bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang atau untuk
sesuatu golongan berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan lainnya.

Akan tetapi secara obyektif, walaupun tujuan orang atau golongan didunia ini berbeda-
beda, sesungguhnya pada akhirnya semua mempunyai tujuan yang sama, sebagai tujuan
akhir tiap-tiap sesuatu, bukan saja manusia bahkan binatang pun mempunyai tujuan. Dan
tujuan akhir dari semuanya itu sama, yaitu bahwa semuanya ingin bahagia. Tak ada seorang
pun dan sesuatupun yang tidak ingin bahagia.
B. Aplikasi baik dan buruk akhlak tasawuf
Sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, berkembang pula yang digunakan
orang dalam mengaplikasikan baik dan buruk.Menurut Al-Ghazali hakikat akhlak mencakup
dua syarat yakni perbuatan itu harus dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi kebiasaan. Kedua perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah tanpa
pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari orang lain.
Karena akhlak yang terpuji merupakan tindakan atau perbuatan yang bagus.
Sementara akhlak yang jelek merupakan segala jenis tindakan yang jelek dan merugikan
bukan hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang lain. Akhlak terpuji merupakan
akhlak islami yang tidak hanya membawa kebaikan juga namun juga memberi keuntungan
bagi orang lain.

Terdapat beberapa akhlak baik:


berbaik sangka,bertaubat,taati syariat agama,berlaku baik dengan sesama,adil,benahi cara
berpakaian sesuai dengan syariat agama,ingat sejarah hidup Rasulullah,dll.

Terdapat beberapa akhlak buruk:


Syirik,ghibah,riya,su’udzan,bakhil,bertutur kata kasar dan tidak sopan,durhaka kepada orang tua,iri
terhadap kesenangan orang lain,sombong, dll.

Dengan merujuk kepada berbagai kutipan tersebut di atas beberapa aliran filsafat
yang memengaruhi pemikiran akhlak tersebut dapat dikemukakan secara ringkas sebagai
berikut:
1. Baik dan Buruk Menurut Aliran Adat-Istiadat (Sosialisme)
Menurut aliran ini baik atau buruk ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang
berlaku dan ditentukan berdasarkan adat-istiadat yang berlaku dan dipegang teguh
oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat dipandang
baik, dan orang yang menentang dan tidak mengikuti adat- istiadat dipandang buruk,
dan kalau perlu dihukum secara adat.
Adat-istiadat selanjutnya disebut pula sebagai pendapat umum. Ahmad Amin
mengatakan bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai adat-istiadat yang
tertentu dan menganggap baik bila mengikutinya, mendidik anak-anaknya sesuai
dengan adat-istiadat itu, dan menanamkan perasaan kepada mereka, bahwa adat-
istiadat itu akan membawa kepada kesucian, sehingga apabila seseorang menyalahi
adat-istiadat itu sangat dicela dan dianggap keluar dari golongan bangsanya.

Di dalam masyarakat kita jumpai adat-istiadat yang berkenaan dengan cara


berpakaian, makan, minum, bercakap-cakap, bertandang dan sebagainya. Orang yang
mengikuti cara-cara yang demikian itulah yang dianggap orang yang baik, dan orang
yang menyalahinya adalah orang yang buruk.
Kelompok yang menilai baik dan buruk berdasarkan adat-istiadat ini dalam
tinjauan filsafat dikenal dengan istilah aliran sosialisme. Munculnya paham ini bertolak
dari anggapan karena masyarakat itu terdiri dari manusia, maka ada yang berpendapat
bahwa masyarakatlah yang menentukan baik buruknya tindakan manusia yang menjadi
anggotanya. Lebih jelas lagi apa yang lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu,
itulah yang baik. Inilah yang kami sebut ukuran sosialistis dalam etika.
2. Baik dan Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Aliran hedonisme adalah aliran filsafat yang terhitung tua, karena berakar pada
pemikiran filsafat Yunani, khususnya pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), yang
selanjutnya dikembangkan oleh Cyrenics dan belakangan ditumbuhkembangkan oleh
Freud.
Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan yang baik adalah perbuatan
yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu biologis.
Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan,
melainkan ada pula yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih
manakah perbuatan yang harus dilakukan, maka yang dilakukan adalah yang
mendatangkan kelezatan. Epicurus sebagai peletak dasar paham ini mengatakan
bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan manusia. Tidak ada kebaikan
dalam hidup selain kelezatan dan tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Dan akhlak
itu tak lain dan tak bukan adalah berbuat untuk menghasilkan kelezatan dan
kebahagiaan serta keutamaan. Keutamaan itu tidak mempunyai nilai tersendiri, tetapi
nilainya terletak pada kelezatan yang menyertainya. .
Pada tahap selanjutnya paham hedonisme ini ada yang bercorak individual dan
universal. Corak pertama berpendapat bahwa yang dipentingkan terlebih dahulu adalah
mencari sebesar-besarnya kelezatan dan kepuasan untuk diri sendiri, dan segenap
daya upaya harus diarahkan pada upaya mencari kebahagiaan dan kelezatan yang
bercorak individualistik itu. Selanjutnya corak kedua (Universalistis Hedonisme)
memandang bahwa perbuatan yang baik itu adalah yang mengutamakan mencari
kebahagiaan yang sebesar-besarnya untuk sesama manusia, bahkan segala makhluk
yang berperasaan. Karena kesenangan yang dikehendaki oleh pengikut paham ini
bukan kenikmatan bagi orang per
orang saja, tetapi untuk semua orang, maka bagi setiap yang melakukan perbuatan
perlu mempertimbangkan jangan sampai berat sebelah kepada dirinya, tetapi sedapat
mungkin ia harus menjadikan sama antara kenikmatan yang dirasakan dirinya dan
dirasakan orang lain.
Hedonisme model pertama yang individualistik lebih banyak mewarnai
masyarakat barat yang bercorak liberal dan kapitalistik, sementara hedonisme model
kedua yang sosialistik banyak mewarnai masyarakat Eropa yang bercorak komunis.
3. Baik dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)
Intuisi merupakan kekuatan batin yang dapat menentukan sesuatu sebagai baik
atau buruk dengan sekilas tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atau
disebut juga sebagai kata hati adalah potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada
pada diri setiap orang. Paham ini berpendapat bahwa pada setiap manusia mempunyai
kekuatan insting batin yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas
pandang. Kekuatan batin ini terkadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa dan
lingkungannya, akan tetapi dasarnya ia tetap sama dan berakar pada tubuh manusia.
Apabila ia melihat sesuatu perbuatan, ia mendapat semacam ilham yang dapat
memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan buruknya. Oleh
karena itu, kebanyakan manusia sepakat mengenai keutamaan seperti benar,
dermawan, berani, dan mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang
salah, kikir, dan pengecut.
Menurut paham ini perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
penilaian yang diberikan oleh hati nurani atau kekuatan batin yang ada dalam dirinya.
Dan sebaliknya perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurani atau
kekuatan batin dipandang buruk. Paham ini selanjutnya dikenal dengan paham
humanisme. Poedjawijatna mengatakan bahwa menurut aliran ini yang baik adalah
yang sesuai dengan kodrat manusia, yaitu kemanusiaannya yang cenderung kepada
kebaikan. Penentuan terhadap baik-buruknya tindakan yang konkret adalah perbuatan
yang sesuai dengan kata hati orang yang bertindak. Dengan demikian ukuran baik-
buruk suatu perbuatan menurut paham ini adalah tindakan yang sesuai dengan derajat
manusia, dan tidak menentang atau mengurangi keputusan hati. Secara batin setiap
orang pasti tidak akan dapat membohongi kata hatinya. Jika suatu ketika seseorang
mengatakan sesuatu yang bukan sebenarnya, hal yang demikian hanya dapat
dilakukan atau diterima oleh ucapannya, tetapi kata hatinya tetap tidak mengakui
kebohongan itu.
Penentuan baik-buruk perbuatan melalui kata hati yang dibimbing oleh ilham atau
intuisi ini banyak dianut dan dikembangkan oleh para pemikir akhlak dari kalangan
Islam. Murthada Muthahhari misalnya dapat dimasukkan ke dalam kelompok ini. Dalam
bukunya berjudul, falsafah Akhlak ia mengatakan bahwa etika adalah tidak
emosionalistik seperti dalam falsafah etika Hindu dan Kristen. Juga bukan rasional dan
berdasarkan kehendak sebagaimana yang
dikatakan filosof. Tetapi etika adalah ilham-ilham intuisi. Menurut kekuatan itu tidak
berupa emosi dan rasio. Kekuatan itulah yang menginstruksikan pada manusia agar
melakukan berbagai kewajiban dalam hidupnya. Kekuatan itu terletak dalam diri dan
batin manusia. Ia mengilhami manusia untuk melakukan suatu perkara ini dan
meninggalkan perkara itu. Kekuatan itu tak ada kaitannya dengan akal. Akal adalah
hasil perolehan (iktisaby), sedangkan intuisi adalah fitri dan intrinsik pada batin
manusia. Semua manusia memilikinya secara primordial. Intuisi menjadi ilham manusia
pada banyak hal, dan tindakan akhlaki selalu diilhami oleh intuisi.
4. Baik dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Secara harfiah utilis berarti berguna. Menurut paham ini bahwa yang baik adalah
yang berguna. Jika ukuran ini berlaku bagi perorangan, disebut individual, dan jika
berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial.
Paham penentuan baik-buruk berdasarkan nilai guna ini mendapatkan perhatian
di masa sekarang. Dalam abad sekarang ini kemajuan di bidang teknik cukup
meningkat, dan kegunaanlah yang menentukan segala-galanya. Namun demikian,
paham ini terkadang cenderung ekstrem dan melihat kegunaan hanya dari sudut
pandang materialistik. Orang tua yang sudah jompo misalnya semakin kurang dihargai,
karena secara material tidak ada lagi kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap
berguna untuk dimintakan nasihat dan doanya serta kerelaannya. Selain itu paham ini
juga dapat menggunakan apa saja yang dianggap ada gunanya. Untuk
memperjuangkan kepentingan politik misalnya tidak segan-segan menggunakan fitnah,
khianat, bohong, tipu muslihat, kekerasan, paksaan, dan lain sebagainya, sepanjang
semua yang disebutkan itu ada gunanya.
Namun demikian, kegunaan dalam arti bermanfaat yang tidak hanya
berhubungan dengan materi melainkan juga dengan yang bersifat rohani bisa diterima.
Dan kegunaan bisa juga diterima jika yang digunakan itu hal-hal yang tidak
menimbulkan kerugian bagi orang lain. Nabi misalnya menilai bahwa orang yang baik
adalah orang yang memberi manfaat pada yang lainnya.
5. Baik dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap
sebagai yang baik. Paham ini lebih lanjut cenderung pada sikap binatang, dan berlaku
hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik.
Paham vitalisme ini pernah dipraktikkan para penguasa di zaman feodalisme
terhadap kaum yang lemah dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki
ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme, diktator dan tiranik. Kekuatan
dan kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan
dan ketetapan yang dikeluarkannya menjadi pegangan bagi masyarakat. Hal ini bisa
berlaku, mengingat orang-orang yang lemah dan bodoh selalu mengharapkan
pertolongan dan bantuannya.
6. Baik dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Menurut paham ini yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan. Dalam paham ini keyakinan teologis, yakni keimanan kepada
Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak mungkin orang mau berbuat
sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman kepada-Nya.
Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap yang paling baik dalam praktik. Namun,
terdapat pula keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidakumuman dari ukuran
baik dan buruk yang digunakannya.
Diketahui bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-
masing agama menentukan baik buruk menurut ukurannya masing- masing. Agama
Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, dan Islam, misalnya, masing- masing memiliki
pandangan dan tolok ukur tentang baik dan buruk yang satu dan lainnya berbeda-beda.
Poedjawijatna mengatakan bahwa pedoman itu tidak sama, malahan di sana-sini
tampak bertentangan: misalnya poligami, talak dan rujuk, aturan makan dan minum,
hubungan suami-istri dan sebagainya.
Di atas ialah berbagai aliran dalam Etika dan itu belumlah semuanya. Untuk
menyatakan dengan jelas, bahwa soal baik-buruknya dalam tingkah laku manusia itu
telah lama menjadi bahan renungan para ahli pikir dan bahwa penyelesaiannya
berhubungan erat dengan pandangan tentang manusia. Betapa tidak, sebab yang
menjadi objek penelaahan itu tidak lain daripada tindakan manusia. Syarat yang
dituntut untuk aliran di atas yaitu umum dan objektif.
7. Baik dan Buruk Menurut Paham Evolusi (Evolution)
Mereka yang mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di
alam ini mengalami evolusi, yaitu berkembang dari apa adanya menuju kesempurnaan.
Pendapat seperti ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak seperti
binatang, manusia, dan tumbuh-tumbuhan, tetapi juga berlaku pada benda yang tidak
dapat dilihat atau diraba oleh indera seperti akhlak dan moral.
Herbert Spencer (1820-1903) salah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat
evolusi ini mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana,
kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yang
dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita- cita itu dan buruk
bila jauh daripadanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah mencapai cita-cita
atau paling tidak mendekatinya sedikit mungkin.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin (1809-1882) adalah seorang ahli
pengetahuan yang paling banyak mengemukakan teorinya. Dia memberikan
penjelasan tentang paham ini dalam bukunya The Origin of Species. Dikatakan bahwa
perkembangan alam ini di dasari oleh ketentuan-ketentuan berikut:
a. Ketentuan alam (Selection of Nature)
b. Perjuangan hidup (Struggle for life)
c. Kekal bagi yang lebih pantas (Survival for the fit test)
C. Sifat Dari Baik Dan Buruk
Sifat dan karakter baik buruk yang didasarkan pada pandangan filsafat sebagaimana
disebutkan di atas adalah sesuai dengan sifat dari filsafat itu sendiri, yakni berubah. Dengan
demikian sifat baik atau buruk yang dihasilkan berdasarkan pemikiran filsafat tersebut
menjadi baik dan buruk yang dapat terus berubah.
Untuk itu perlu ada suatu ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada nilai- nilai
yang universal. Uraian tersebut diatas sebagian ada yang menunjukkan keuniversalan, yaitu
penentuan baik dan buruk yang didasarkan pada pandangan intuisisme sebagaimana telah
diuraikan diatas. Namun demikian, bagaimanapun intuisi itu tetap saja tidak semutlak wahyu
yang datang dari Allah SWT.

D. Baik Dan Buruk Menurut Ajar an Islam


Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT, Al-Qur’an yang
dalam penjabarannya dilakukan oleh hadist Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dan
ajaran Islam sangat mendapatkan perhatian yang begitu besar sebagaimana telah diuraikan
pada bagian terdahulu.
Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk Al-
Qur’an dan al-Hadist. Jika kita perhatikan Al-Qur’an maupun hadist dapat dijumpai berbagai
istilah yang mengacu kepada baik, dan adapula istilah yang mengacu kepada yang buruk.
Diantara istilah yang mengacu kepada yang baik misalnya al-hasanah, thayyibah, khairah,
karimah, mahmudah, azizah, dan al-birr.
Al-hasanah sebagaimana dikemukakan oleh Al-Raghib al-Asfahani adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Al-hasanah
selanjutnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama hasanah dari segi akal, kedua dari
segi hawa nafsu atau keinginan dan hasanah dari segi pancaindera. Lawan dari al-hasanah
adalah al-sayyiah. Yang termasuk al-hasanah misalnya keuntungan, kelapangan rezeki, dan
kemenangan. Sedangkan yang termasuk al-sayyiah misalnya kesempitan, kelaparan, dan
keterbelakangan. Pemakaian kata al-hasanah yang demikian itu misalnya kita jumpai pada
ayat yang
berbunyi:
16. An-hl (The Bee)

“Ajaklah manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS
Al-Nahl [16]: 125).

‫ﻣ ْﻨ َﻬﺎ‬
‫ﻣﻦ ﺟﺎء ﺑﺎﻟ ﺤﺴ َﻨ ﺔِ ﻓﻠَﻪ ْْﻴ‬
‫ﺮﺧ‬
“Barangsiapa yang mendatangkan kebaikan, maka baginya kebaikan.” (QS Al-
Qashash [28]: 84).
Adapun kata al-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang
memberikan kelezatan kepada pancaindra dan jiwa, seperti makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan sebagainya. Lawannya adalah al-qabihah artinya buruk. Hal ini
misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi:

‫ْْﻧﺰ ْﻟ َﻨﺎ ﻋﻠَ ْﻴﻜُﻢ اﻟﻤﻦ واﻟﺴ ﻠْﻮى ْ ﻛُ ﻠُﻮا ﻣﻦ ﻃ “ﻴ َﺒﺎت ﻣﺎ رزﻗ َﻨﺎﻛُﻢ‬
*‫وا‬
“Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS Al-Baqarah [2]: 57).
Selanjutnya kata al-khair digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang baik oleh
seluruh umat manusia, seperti berakal, adil, keutamaan dan segala sesuatu yang
bermanfaat. Lawannya adalah al-syarr. Hal ini misalnya terdapat pada ayat yang berbunyi.
‫ﺎن اﻟﻠﻪ ﺷﺎﻛﺮ ﻋ ِﻠﻴﻢ‬, ‫وﻣﻦ ﺗﻄﻮع ﺧ ْﻴﺮا ﻓ‬
“Barangsiapa yang melakukan sesuatu kebaikan dengan kerelaan hati, maka
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.”(QS Al- Baqarah
[2]: 158).
Adapun kata al-mahmudah digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang utama
sebagai akibat dari melakukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT. Dengan demikian kata
al-mahmudah lebih menunjukkan pada kebaikan yang bersifat batin
dan spiritual. Hal ini misalnya dinyatakan dalam ayat yang berbunyi:

‫اوﻣﻦ اﻟﻠ ْﻴﻞ ﻓ َﺘ َﻬﺠﺪ ﺑ ِﻪ ﻧﺎﻓﻠَﺔ ﻟَﻚ ﻋﺴﻰ ان ﻳ ْﺒﻌ َﺜﻚ ر ﺑﻚ ﻣﻘﺎﻣﺎ ﻣﺤﻤﻮد‬
“Dan dari sebagian malam hendaknya engkau bertahajjud mudah-mudahan Allah
akan mengangkat derajatmu pada tempat yang terpuji.” (QS Al-Isra’ [17]: 79).
Selanjutnya kata al-karimah digunakan untuk menunjukkan pada perbuatan dan akhlak
yang terpuji yang ditampakkan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Selanjutnya kata al-
karimah ini biasanya digunakan untuk menunjukkan perbuatan terpuji yang skalanya besar,
seperti menafkahkan harta di jalan Allah, berbuat baik pada kedua orang tua dan lain
sebagainya. Allah SWT berfirman:
ً
‫ﻗﻮﻻ َﻛﺮﻳﻤﺎ‬ َ ‫ﺗ ُﻘﻞ ﻟ ُﻬﻤﺎ اف و‬
‫ﻻ ﺗ ْﻨ َﻬ ْﺮﻫﻤﺎ وﻗﻞ ﻟ ُﻬﻤﺎ‬
‫ﻓﻼ‬
“Dan janganlah kamu mengucapkan kata “uf-cis” kepada kedua orang tua, dan
janganlah membentaknya dan ucapkanlah pada keduanya ucapan yang mulia.” (QS Al- Isra’
[17]: 23).
Adapun kata al-birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas atau
memperbanyak melakukan perbuatan yang baik. Kata tersebut terkadang digunakan
sebagai sifat Allah, dan terkadang juga untuk sifat manusia. Jika kata tersebut digunakan
untuk sifat Allah, maka maksudnya adalah bahwa Allah memberikan balasan pahala yang
besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang dimaksud adalah ketaatannya.
Misalnya terlihat pada ayat yang berbunyi:

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian,
akan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah kebaikan orang yang beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang- orang yang menepati
janjinya apabila berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan.” (QS Al-Baqarah [2]: 177).
Kata al-birr dihubungkan dengan ketenangan jiwa dan akhlak yang baik dan
merupakan lawan dari dosa. Ini menunjukkan bahwa al-birr dekat artinya dengan akhlak
yang mulia, atau al-sbirr ini termasuk salah satu akhlak yang mulia. Berbagai istilah yang
mengacu kepada kebaikan itu menunjukkan bahwa kebaikan dalam pandangan Islam
meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik, akal, rohani, jiwa, kesejahteraan di dunia dan
kesejahteraan di akhirat serta akhlak yang mulia.

Untuk menghasilkan kebaikan yang demikian itu Islam memberikan tolok ukur yang
jelas, yaitu selama perbuatan yang dilakukan itu ditujukkan untuk mendapatkan keridhaan
Allah yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan ikhlas. Perbuatan akhlak dalam Islam
baru dikatakan baik apabila perbuatan yang dilakukan dengan sebenarnya dan dengan
kehendak sendiri itu dilakukan atas dasar ikhlas karena Allah. Untuk itu peranan ikhlas
sangat penting. Allah berfirman:

“padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan


memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS Al-
Bayyinah [98]: 5).
Berdasarkan petunjuk tersebut, maka penentuan baik dan buruk dalam Islam tidak
semata-mata ditentukan berdasarkan amal perbuatan yang nyata saja, tetapi lebih dari itu
adalah niatnya. Hal yang dinyatakan oleh Ahmad Amin dengan mengatakan bahwa hukum
akhlak ialah memberi nilai suatu perbuatan bahwa ia baik atau buruk menurut niatnya.
 Selanjutnya dalam menentukan perbuatan yang baik dan buruk itu, Islam memerhatikan
kriteria lainnya yaitu dari segi cara melakukan perbuatan itu. Seseorang yang berniat baik, tapi dalam
melakukannya menempuh cara yang salah, maka perbuatan tersebut dipandang tercela. Allah
berfirman:

2. AL BAQARAH:263
‫أعوذ باهلل من الشيطان الرجيم‬

Artinya:
“Perbuatan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu
yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha kaya lagi maha penyantun.’’(QS Al-
Baqarah [2]: 263).
Dengan demikian, ketentuan baik dan buruk yang terdapat dalam etika dan moral dapat
digunakan sebagai sarana atau alat untuk menjabarkan ketentuan baik dan buruk menurut
ajaran islam yang ada dalam alqur’an dan al-sunnah.
.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khair dalam bahasa Arab, atau
good dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan istilah
syarr, dan diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, yang tidak seperti yang
seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, di bawah standar, kurang dalam nilai, tak
mencukupi, keji, jahat, tidak bermoral, tidak menyenangkan, tidak dapat disetujui, tidak
dapat diterima, sesuatu yang tercela, lawan dari baik, dan perbuatan yang
bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
2. Poedjawijatna lebih lanjut menyebutkan sejumlah pandangan filsafat yang
digunakan dalam menilai baik dan buruk adalah aliran adat-istiadat (sosialisme),
hedonisme, intuisisme (humanisme), utilitarianisme, vitalisme, religiousisme, dan
evolusisme.
3. Sifat baik atau buruk yang dihasilkan berdasarkan pemikiran filsafat tersebut menjadi
relatif dan nisbi pula, yakni baik dan buruk yang dapat terus berubah. Sifat baik buruk
yang dikemukakan berdasarkan pandangan tersebut sifatnya objektif, lokal, dan
temporal. Dan oleh karenanya nilai baik dan buruk itu sifatnya relatif.
4. Menurut ajaran Islam penentuan baik dan buruk harus didasarkan pada petunjuk
Al-Qur’an dan al-Hadist. Perbuatan yang dianggap baik dalam Islam adalah perbuatan
yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah, dan perbuatan yang buruk
adalah perbuatan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Sunnah itu.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan pembaca mengetahui Baik dan Buruk dalam
Pembelajaran Akhlak Tasawuf. Kami menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih
terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik, saran, dan masukan yang sifatnya
membangun sangatlah kami harapkan untuk baiknya makalah ini
kedepannya.
BAB IV
Daftar pustaka
Al Baqir, Muhammad. 1994. Membentuk Akhlak Mulia. Bandung: Karisma.
Mustofa, Akhmad, 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung: cv Pustaka setia . Nata.
Abidin. 1996. Akhlak Tasawuf . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai