Anda di halaman 1dari 17

Pemicu II

“Penentuan Kadar Logam dalam Kerang Hijau dan Logam”


 

 
 
 
Oleh:
Kelompok 6
- Andiko Belia (1806199474)
- Cindy Anggraeni (18061996530)
- Farhan Muzanni (1806182435)
- Muhammad Rasyid Setyawan (1806199410)
- Naufal Agung Wicaksono (1906435624)
- Nisrina Dwi Putrianti Kawigraha (1806182366)
 
 
Program Studi Teknik Kimia
Departemen Teknik Kimia FTUI
Depok 2019
DAFTAR ISI
 
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
BAB 1 Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
BAB 2 Pembahasan
BAB 3 Penutup
Daftar Pustaka
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bioakumulasi Kerang


Gambar 2. Perbedaan Kerang dan Ikan dalam Menyerap Polutan
Gambar 3. Konsentrasi Cd, Cr, Cu, Pb pada organ yang berbeda oleh c. Carpio
Gambar 4. Konsentrasi Cd, Cr, Cu, Pb pada organ yang berbeda oleh p. Fluvidraco
Gambar 5. Grafik Hubungan Volume Standar Pb dengan Absorbansi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kemampuan Bioakumulasi Kerang di Perairan Taihu, China


Tabel 2. Deteksi Limit (ng/mL)
Tabel 3. Hubungan antara Volume Standar Pb dan Absorbansi dengan Menggunakan Regresi
Linear
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhir-akhir ini, masyarakat cukup diresahkan dengan adanya isu kandungan logam
yang berada dalam kerang hijau. Awal tahun 2019, Kepala Sudin KPKP Jakarta Utara
Rita Nirmala mengatakan, kerang hijau yang hidup di Teluk Jakarta mengandung logam
berat sehingga tidak layak dikonsumsi. Guru Besar Kelautan dan Perikanan Institut
Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani menyampaikan, ikan dan kerang di Teluk Jakarta
berbahaya untuk dikonsumsi. Pasalnya, banyak senyawa beracun dan berbahaya di Teluk
Jakarta yang dapat merusak kerang dan ikan. Orang yang mengonsumsi ikan dan kerang
dari Teluk Jakarta akan rentan terjangkit penyakit. Suku Dinas Ketahanan Pangan,
Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Utara membenarkan pernyataan guru besar IPB
bahwa kerang hijau yang hidup di Teluk Jakarta berbahaya untuk dikonsumsi.
(Ramadhan, 2019)
Untuk menganalisis kandungan logam pada kerang, ikan, dan sampel lain baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, salah satu metode yang digunakan adalah AAS (Atomic
Absorption Spectrophotometer). AAS dapat menganalisis unsur atom di dalam suatu
sampel dengan prinsip penembakan energi ke arah sampel. Unsur pada sampel menyerap
energi dan terjadi eksitasi atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak
stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga
eksitasinya dalam bentuk radiasi.

1.2 Tujuan Pembahasan


- Mempelajari bagaimana dan jenis logam berat apa saja yang dapat memasuki kerang
hijau dan ikan.
- Mempelajari bahaya logam berat pada kerang hijau dan ikan jika dikonsumsi
manusia.
- Mempelajari prinsip penentuan logam pada AAS dan kelebihannya dalam hal limit
deteksi, sensitivitas, dan ketelitian.
- Mempelajari hukum Lambert-Beer dan menurunkannya hingga mendapatkan
konsentrasi sampel
BAB II
PEMBAHASAN

1. Dengan berbekal informasi – informasi yang anda dapatkan dari berbagai sumber,
dapatkah anda menjelaskan bagaimana kerang hijau dapat mengandung logam-logam
berat di dalamnya? Jenis-jenis logam apa saja yang mungkin terdapat didalamnya?
Jawab:
Kerang hijau merupakan biota laut yang dikenal sebagai bioindikator yang baik.
Kerang mampu membersihkan air di sekitarnya yang telah terkontaminasi dengan
mengambil xenobiotic atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya (Samya, 2015). Hal
ini dikarenakan kemampuan bioakumulasi yang dimiliki kerang. Bioakumulasi
merupakan proses terakumulasinya zat kimia karena laju pengeluarannya (ekskresi) lebih
lambat dibanding laju masuk (konsumsi) dalam tubuh kerang. Hal ini mengakibatkan
konsentrasi xenobiotic dalam tubuh kerang cenderung lebih pekat dibanding diperairan
(El-Shenawy, 2002). Hal ini yang menjadi sumber permasalahan jika kerang melakukan
bioakumulasi terhadap xenobiotic berbahaya.

Sumber: Junsung, 2018 


Gambar 1. Bioakumulasi Kerang
Kemampuan bioakumulasi yang dimiliki kerang menyebabkan kerang mampu
mengambil segala jenis xenobiotic yang berada dalam perairan tempat kerang hidup
(Sivakumar, 2018). Terlihat dari Gambar 1, kerang merupakan konsumen pertama yang
berinteraksi langsung dengan logam. Dengan begitu, parameter bahayanya kerang hijau
dalam mengandung logam berat tergantung kandungan logam berat itu sendiri dalam
perairan. Ketika perairan terdeteksi mengandung logam berat, maka kerang hijau
dipastikan mengakumulasikan dan mengkonsentrasikan logam berat yang terkandung
dalam perairan.
Logam berat mampu masuk ke dalam tubuh kerang melalui jaringannya.  Silia dari
kerang, akan mendorong air masuk ke dalam insang yang kemudian diteruskan ke dalam
mulut. Xenobiotic yang tidak dapat hancur oleh mulut kerang, akan tersimpan dalam
tubuhnya, mengingat kerang tidak memiliki organ hati yang berperan dalam
menghancurkan zat – zat dalam tubuh. Kerang akan melakukan filtrasi terhadap
fitoplankton, mikroorganisme, bahkan logam sekalipun (Sivakumar, 2018).
Tabel 1. Kemampuan bioakumulasi kerang di perairan Taihu, China.

 
Sumber: Sivakumar, 2018

Tabel 1 memaparkan kemampuan bioakumulasi yang dilakukan kerang di perairan


Taihu, China. Tissue Metal Concentration menjelaskan konsentrasi logam yang
terabsorpsi oleh jaringan masuk. Sediment Metal Concentration menjelaskan konsentrasi
logam yang tersedimentasi atau mengendap dalam tubuh kerang. Sementara
Bioaccumulation Concentration Factor menjelaskan konsentrasi maksimal kandungan
logam dalam perairan mampu di bioakumulasikan oleh kerang. Ketika nilai bioakumulasi
nya tinggi, maka logam akan cenderung sulit untuk di bioakumulasi.
Logam berat yang mampu dibioakumulasikan kerang hijau memungkinkan menjadi
dua, yaitu logam berat essensial maupun logam berat non-essensial. Logam essensial,
seperti Tembaga (Cu), Nikel (Ni), Besi (Fe), dan Zink (Zn) yang dibutuhkan dalam tubuh
manusia dalam transport oksigen dalam darah. Sementara logam berat non-essensial
bersifat beracun bahkan dalam konsentrasi yang rendah sekalipun (Sivakumar, 2018).
Logam berat non-essensial ini yang kemudian menjadikan ancaman bagi kesehatan
manusia. Logam berat nn-essensial yang sering dijumpai pada kerang hijau ialah
Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Krom, (Cr).
Logam berat non-essensial yang telah disebutkan memiliki sifat beracun. Timbal
merupakan logam berat yang berbahaya dikarenakan kemampuannya yang sangat mudah
menggantikan besi, zink, maupun kalsium dalam proses biokimia yang terjadi dalam
tubuh makhluk hidup (Olmedo, 2013). Hal ini akan mempengaruhi protein yang
terbentuk dari hasil proses.
Merkuri merupakan zat yang sangat mudah menguap pada temperature ruangan.
Ketika terhirup, merkuri akan terabsorpsi oleh paru – paru dan disebarkan melalui
pembuluh darah ke otak (Olmedo, 2013). Aliran darah yang telah mengandung merkuri
akan menimbulkan penyakit.
Kadmium merupakan zat yang sering digunakan dalam penyusunan batu batterai.
Namun begitu, kadmium bersifat karsinogenik untuk manusia kelas 1 berdasarkan
International Agency for Research on Cancer (Sivakumar, 2013). Hal ini yang kemudian
membuat cadmium seharusnya dihindari dari konsumsi.
Krom merupakan zat yang memiliki kelarutan dan oksidator yang tinggi. Dengan
begitu, krom sebagai logam, sangat mudah korosi. Ketika krom masuk ke dalam tubuh,
krom dengan mudah dapat menembus membran sel. Dengan kemampuan oksidatornya
yang tinggi, krom mudah bereaksi dengan elemen lain membentuk produk yang beracun
(Olmedo, 2013).

2. Bagaimana dengan kemungkinan jenis logam yang dikandung pada ikan? Apakah sama
jenis logam yang dikandungnya sebagaimana yang terdapat pada kerang?
Jawab:
Alur masuk logam ke dalam tubuh ikan bisa melalui proses filtrasi air ketika
memakan maupun ketika ikan menggerakan siripnya (Sivakumar, 2018). Ikan, yang
disebut sebagai bioindikator selain kerang hijau karena kemampuan bioakumulasi yang
dimilikinya. Ikan akan mengakumulasikan logam berat dengan mengabsorpsinya oleh
sirip, hati, dan ginjal. Akumulasi ini yang membentuk konsentrasi logam berat di dalam
tubuh ikan lebih tinggi dibanding konsentrasi logam berat di perairan.

Sumber: Becca, 2012


Gambar 2. Perbedaan Kerang dan Ikan dalam Menyerap Polutan

Berbeda dengan kerang hijau, selain melakukan bioakumulasi, akan terjadi proses
biomagnifikasi terhadap ikan. Biomagnifikasi ialah peningkatan konsentrasi polutan
ketika bergerak dari satu tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya pada rantai makanan.
Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa semakin tinggi trofi suatu rantai makanan, maka
konsentrasi polutan dalam tubuh makhluk hidup tersebut semakin tinggi. Hal ini
menganut prinsip rantai makanan, dimana trofi yang paling atas akan cenderung
konsumsi trofi di bawahnya dengan jumlah yang banyak. Maka, dapat dikatakan bahwa
manusia, dengan kedudukan trofi nya yang tinggi sebagai konsumen ikan, akan
mendapati konsentrasi polutan yang paling tinggi.
Jenis logam yang dapat diabsorbsi oleh ikan tidak berbeda dengan kerang hijau. Hal
ini dikarenakan kemampuan bioakumulasi yang dimiliki ikan maupun kerang hijau.
Seperti kerang hijau yang mampu menyerap logam esensial maupun logam non-esensial,
ikan juga mampu menyerap keduanya. Seperti contohnya, c. carpio mampu
mengabsorpsi logam berat non-esensial seperti kadmium, timbal, tembaga, dan krom
yang terkandung pada perairan sungai Taihu, China (Sivakumar, 2018). 

Sumber: Sivakumar, 2018


Gambar 3. Konsentrasi Cd, Cr, Cu, Pb pada organ yang berbeda oleh c. Carpio

Sumber: Sivakumar, 2018


Gambar 4. Konsentrasi Cd, Cr, Cu, Pb pada organ yang berbeda oleh p. Fluvidraco

Namun begitu, keefektivitasan tiap ikan dalam mengabsorpsi logam berbeda – beda.
Hal ini dapat terlihat dengan membandingkan Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3
mengilustrasikan ikan c. carpio yang mampu menyerap logam berat sementara pada
Gambar 4 mengilustrasikan ikan p. fluvidraco dalam menyerap logam berat. Dua jenis
ikan berbeda ini mengabsorbsi logam pada perairan yang sama namun keefektivitasan
absorbsi yang dihasilkan keduanya berbeda (Sivakumar, 2018).
Selain itu, jenis organ yang mengabsorbsi logam juga mempengaruhi konsentrasi
logam yang terkandung dalam tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa melalui
insang, absorbsi logam berat cenderung lebih terjaring dibanding melalui organ lainnya.
Sementara pada Gambar 4, terlihat absorbsi logam berat cenderung terjaring melalui hati
(Sivakumar, 2018).

3. ISI DI SINI RASYID!!!!!

4. Salah satu upaya untuk menganalisis kandungan merkuri ini adalah dengan menggunakan
sprektroskopi atomik, AAS. Bila Anda diminta untuk memberikan informasi tentang
AAS, bagaimana Anda menjelaskan prinsip penentuan konsentrasi logam dengan
spektroskopi absorpsi atom?
Jawab:
Prinsip analisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) adalah
interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak digunakan
untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat
dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi.
Frekuensi radiasi yang dipancarkan terkarakterisasi untuk setiap unsur dan intensitasnya
sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi.
Teknik ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk AAS keadaan
berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan
seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan 
intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah
atom yang berada pada tingkat dasar tersebut.
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah
menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis.
Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom
tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground
state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari
unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi
adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala.
Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan
panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel
ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi
hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-
teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV-Vis yaitu standar tunggal,
kurva kalibrasi dan kurva adisi standar.

5. Bagaimana Anda menjelaskan keunggulan teknik analisis AAS dibandingkan analisis


lain dalam hal limit deteksi, sensivitas, dan ketelitian?
Jawab:
Limit deteksi merupakan konsentrasi terendah dari suatu senyawa yang dapat
dideteksi oleh suatu analisis. Dengan limit deteksi, dapat diketahui batasan dalam
mendeteksi konsentrasi suatu senyawa yang ingin dicari. Jika senyawa ternyata memiliki
konsentrasi dibawah limit deteksi senyawa tersebut tidak dapat terdeteksi atau dapat
terjaid kesalahan dalam deteksi.
Pada Tabel 2, dapat dilihat data yang menunjukkan perbandingan limit deteksi antara
AAS dengan beberapa jenis analisis yang lain. AAS terbagi menjadi 2, yaitu dengan
flame dan electrothermal. Jika dilihat dari limit deteksi antara AAS dengan analisis lain,
AAS memiliki keunggulan dapat mendeteksi semua sampel yang diberikan oleh
praktikan pada flame  AAS maupun electrothermal AAS. Namun ada beberapa larutan
yang memiliki limit deteksi lebih rendah dibandingkan dengan AAS, seperti pada larutan
Fe dan Ni yang memiliki limit deteksi lebih rendah pada AES ICP.
Tabel 2. Deteksi Limit (ng/mL)

Sumber : https://www2.chemistry.msu.edu

Biasanya sensitivitas analisis dioptimalkan dengan menyedot solusi standar analit


dan menyesuaikan kondisi operasi, seperti rasio bahan bakar terhadap oksidan, laju aliran
nebulizer, dan ketinggian burner, untuk memberikan absorbansi terbesar(Harvey, 2019).
Bisa dilihat sensivitas dari AAS ditentukan dari bagaimana kita bisa mengoptimalkan
AAS tersebut sehingga tercapai sensitivitas tertinggi.
Sensitivitas flame AAS tertinggi: > 0,9 ABS. untuk 5 mg/L Cu (Vanclay, 2012).
Dengan mengatur tipe lampu yang digunakan pada AAS sehingga ketika lampu
memancarkan cahaya dari sampel, dapat terdeteksi dengan baik. Burner pada AAS diatur
posisinya sehingga dapat mengatomisasi sampel dengan baik. Semakin lebar dari api
yang diberikan, sensivitas dari AAS akan berkurang diakibatkan pembakaran yang terlalu
menyebar.
Untuk nilai absorbansi lebih besar dari 0,1-0,2, standar deviasi relatif untuk AA
adalah 0,3-1% untuk atomisasi flame  dan 1-5% untuk atomisasi electrothermal (Harvey,
2019). Hal ini menunjukkan kecilnya kesalahan yang ditimbulkan oleh analisis AAS,
data yang didapatkan pun akurat. Metode AAN dan SSA memiliki nilai % bias relatif
yang sama, yaitu sebesar 2% (Damastuti, Kurniawati, dan Adventini, 2009). Jika dilihat
pada lain analisis juga memiliki tingkat kesalahan tidak terlalu jauh. Namun pada
electrothermal AAS tingkat kesalahannya lebih besar dibandingkan dengan flame AAS,
hal ini disebabkan electrothermal AAS menggunakan elektronik yang menggunakan
energi listrik sehingga kestabilan energi listrik dapat mempengaruhi kestabilan
electrothermal AAS dalam mendeteksi suatu larutan. Flame AAS tidak menggunakan
energi listrik saat atomisasi, sehingga proses atomisasi dapat berproses tanpa terjadinya
gangguan pada kestabilan energi listrik.

6. Bagaimana Anda membuat suatu persamaan yang menghubungkan absorbansi (A)


dengan besaran Vs, Vx, Cs, Cx, serta VT berdasarkan hukum Lambert-Beer?
Jawab:
Hukum Lambert-Beer dinyatakan dalam Persamaan (1):
A=ε bc..........................................................(1)
ε dan b menjadi k dan c menjadi Ca dalam Persamaan (2):
A=k C a.........................................................(2)
Ca merupakan jumlah mol total dibagi volume larutan total yang dituliskan dalam
Persamaan (3):
n
C a= a ..........................................................(3)
VT
Di dalam analit terdapat sampel dan standar sehingga mol (n a) merupakan gabungan
mol sampel dan standar. Dapat dilihat pada Persamaan (4):
n a=C s . V s +C x . V x .........................................(4)
Persamaan (4) disubstitusi ke dalam Persamaan (3) sehingga menjadi:
C x . V x +C s .V s
C a= .......................................(5)
VT
Persamaan (5) disubstitusi ke dalam Persamaan (2) menjadi:
k . C s .V s k . C x . V x
A= + ................................(6)
VT VT
Diperoleh persamaan linier dengan bentuk:
y=bx+ a........................................................(7)
Di mana nilai variabel dari Persamaan (7) dijabarkan dalam persamaan (8), (9), (10),
dan (11):
y= A ........................................................(8)
x=V s.......................................................(9)
k .C s
b= ......................................................(10)
VT
k .C x .V x
a= ................................................(11)
VT
Keterangan:
A = Absorbansi
Vs = Volume standar
Vx = Volume sampel
VT = Volume total
Cs = Konsentrasi standar
Cx = Konsentrasi sampel

7. Bila intersep pada plot di atas bernilai a sedangkan kemiringan kurva pada no. 1 di atas
bernilai b, bagaimana anda dapat mendapatkan persamaan menentukan konsentrasi
sampel:
a .Cs
Cx=
b .Vx
Jawab:
Untuk menghitung konsentrasi sampel, dapat ditentukan dengan membandingkan
Persamaan (11) dan (10) sehingga diperoleh Persamaan (13):
k ∙ Cx ∙ Vx
a Vt
= ..............................................(12)
b k ∙ Cs
Vt
a ∙Cs
Cx= ....................................................... (13)
b∙ Vx
Keterangan:
Vx = Volume sampel
Cs = Konsentrasi standar
Cx = Konsentrasi sampel
a = Intersept
b = Slope

8. Di laboratorium kelompok anda melakukan percobaan menggunakan alat AAS. Untuk


mengetahui konsentrasi cuplikan/sampel anda menggunakan suatu metoda yang dikenal
sebagai metoda adisi standar. Anda memiper 10 mL larutan limbah yang mengandung
ion Pb ke dalam lima buah labu ukur 50 mL. Larutan standar Pb yang memiliki
konsentrasi 12,5 ppm ditambahkan masing-masing ke dalam labu ukur tersebut dalam
berbagai variasi volume. Campuran tersebut kemudian diencerkan sesuai volume labu
ukur. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Volume Sampel Pb (mL) Volume Standar Pb (mL) Absorbansi


10,0 0,0 0,210
10,0 10,0 0,292
10,0 20,0 0,378
10,0 30,0 0,467
10,0 40,0 0,554

Bagaimana anda menentukan konsentrasi larutan sampel berdasarkan data yang anda
peroleh di atas?
Jawab:
Untuk menentukan konsentrasi larutan pada percobaan di atas digunakan metoda
adisi standar. Metoda adisi standar adalah metoda dimana sampel yang akan dianalisis
ditambahkan dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Dari data yang
diperoleh pada tabel di atas, dapat dibuat hubungan antara respon instrumen yaitu
absorbansi dengan volume standar Pb yang ditambahkan pada sampel.

Tabel 3. Hubungan antara Volume Standar Pb dan Absorbansi dengan Menggunakan


Regresi Linear

x (Vol. Standar Pb) y (Absorbansi) x2 y2 xy


0,0 0,210 0,0 0,0441 0,0000
10,0 0,292 100,0 0,0853 2,9200
20,0 0,378 400,0 0,1429 7,5600
30,0 0,467 900,0 0,2181 14,0100
40,0 0,554 1600,0 0,3069 22,1600

Intersep=a=( ∑ y) ¿ ¿

Kemiringan kurva=b=n ¿ ¿
GRAFIK HUBUNGAN VOLUME STANDAR Pb DENGAN ABSORBANSI
0.600
f(x) = 0.09 x + 0.12
0.500
R² = 1

0.400
Absorbansi

0.300

0.200

0.100

0.000
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0

Volume Standar (mL)

Gambar 5. Grafik Hubungan Volume Standar Pb dengan Absorbansi

Dengan menggunakan regresi linear dapat diperoleh kurva adisi standar Pb pada
Gambar 5 yang memiliki persamaan garis linear y=0,0086 x +0,2076 . Konsentrasi
sampel ditentukan dengan menggunakan Persamaan (13).
Diketahui:
a = 0,2076
b = 0,0086
Cs = 12,5 ppm
Vx = 10 mL
Ditanya:
Konsentrasi sampel (Cx)
a ∙Cs
Cx=
b∙ Vx
0,2076∙ 12,5
Cx=
0,0086∙ 10
Cx=30,17 ppm
Jadi konsentrasi larutan sampel adalah 30,17 ppm.
BAB III
PENUTUP

Isi di sini ya,


Daftar Pustaka

Damastuti, E., Kurniawati, S. and Adventini, N. (2019). KOMPARASI METODE


ANALISIS AKTIVASI NEUTRON DENGAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM
PADA ANALISIS UNSUR Zn DALAM SAMPEL MAKANAN. Peningkatan Peran
Iptek Nuklir untuk Kesejahteraan Masyarakat, pp. 330-332.
Godt, J. et al. (2006). The toxicity of cadmium and resulting hazards for human health. J
Occup Med Toxicol. 1: 22
Harley, D. (2019). 10.4: Atomic Absorption Spectroscopy. [online] Chemistry LibreTexts.
Available at: https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Analytical_Chemistry/Book
%3A_Analytical_Chemistry_2.0_(Harvey)/10_Spectroscopic_Methods/10.4%3A_Ato
mic_Absorption_Spectroscopy [Accessed 6 Nov. 2019].
Sivakumar R. (2018). Bioaccumulation of heavy metals in fish species from the Meiliang
Bay, Taihu Lake, China. Toxicology Reports. 5,  pp. 288-295
Sivaperumal, P. Sankar, T. V. Nair, P, G, V. (2007). Heavy metal concentrations in fish,
shellfish and fish products from internal markets of India vis-a-vis international
standards. Food Chemistry. 102, pp. 612-620
Skoog D. A., West D. M., Holler F.J., & Crouch S. R. (2004). Fundamentals of Analytical
Chemistry (8th ed.). Brooks/Cole – Thomson Learning: USA
Vanclay, E. (2019). Guidelines for Troubleshooting and Maintenance of AA Systems.
[online] Agilent.com. Available at:
https://www.agilent.com/cs/library/eseminars/Public/AA%20Troubleshooting%20and
%20Maintenance_041812.pdf [Accessed 6 Nov. 2019].
Www2.chemistry.msu.edu. (2019). [online] Available at:
https://www2.chemistry.msu.edu/courses/cem434/Chap9AtomAbsSpec.pdf [Accessed
6 Nov. 2019].

Anda mungkin juga menyukai