Oleh:
Kelompok 6
- Andiko Belia (1806199474)
- Cindy Anggraeni (18061996530)
- Farhan Muzanni (1806182435)
- Muhammad Rasyid Setyawan (1806199410)
- Naufal Agung Wicaksono (1906435624)
- Nisrina Dwi Putrianti Kawigraha (1806182366)
Program Studi Teknik Kimia
Departemen Teknik Kimia FTUI
Depok 2019
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Daftar Gambar
Daftar Tabel
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
BAB 2 Pembahasan
BAB 3 Penutup
Daftar Pustaka
DAFTAR GAMBAR
1. Dengan berbekal informasi – informasi yang anda dapatkan dari berbagai sumber,
dapatkah anda menjelaskan bagaimana kerang hijau dapat mengandung logam-logam
berat di dalamnya? Jenis-jenis logam apa saja yang mungkin terdapat didalamnya?
Jawab:
Kerang hijau merupakan biota laut yang dikenal sebagai bioindikator yang baik.
Kerang mampu membersihkan air di sekitarnya yang telah terkontaminasi dengan
mengambil xenobiotic atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya (Samya, 2015). Hal
ini dikarenakan kemampuan bioakumulasi yang dimiliki kerang. Bioakumulasi
merupakan proses terakumulasinya zat kimia karena laju pengeluarannya (ekskresi) lebih
lambat dibanding laju masuk (konsumsi) dalam tubuh kerang. Hal ini mengakibatkan
konsentrasi xenobiotic dalam tubuh kerang cenderung lebih pekat dibanding diperairan
(El-Shenawy, 2002). Hal ini yang menjadi sumber permasalahan jika kerang melakukan
bioakumulasi terhadap xenobiotic berbahaya.
Sumber: Sivakumar, 2018
2. Bagaimana dengan kemungkinan jenis logam yang dikandung pada ikan? Apakah sama
jenis logam yang dikandungnya sebagaimana yang terdapat pada kerang?
Jawab:
Alur masuk logam ke dalam tubuh ikan bisa melalui proses filtrasi air ketika
memakan maupun ketika ikan menggerakan siripnya (Sivakumar, 2018). Ikan, yang
disebut sebagai bioindikator selain kerang hijau karena kemampuan bioakumulasi yang
dimilikinya. Ikan akan mengakumulasikan logam berat dengan mengabsorpsinya oleh
sirip, hati, dan ginjal. Akumulasi ini yang membentuk konsentrasi logam berat di dalam
tubuh ikan lebih tinggi dibanding konsentrasi logam berat di perairan.
Berbeda dengan kerang hijau, selain melakukan bioakumulasi, akan terjadi proses
biomagnifikasi terhadap ikan. Biomagnifikasi ialah peningkatan konsentrasi polutan
ketika bergerak dari satu tingkat trofik ke tingkat trofik berikutnya pada rantai makanan.
Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa semakin tinggi trofi suatu rantai makanan, maka
konsentrasi polutan dalam tubuh makhluk hidup tersebut semakin tinggi. Hal ini
menganut prinsip rantai makanan, dimana trofi yang paling atas akan cenderung
konsumsi trofi di bawahnya dengan jumlah yang banyak. Maka, dapat dikatakan bahwa
manusia, dengan kedudukan trofi nya yang tinggi sebagai konsumen ikan, akan
mendapati konsentrasi polutan yang paling tinggi.
Jenis logam yang dapat diabsorbsi oleh ikan tidak berbeda dengan kerang hijau. Hal
ini dikarenakan kemampuan bioakumulasi yang dimiliki ikan maupun kerang hijau.
Seperti kerang hijau yang mampu menyerap logam esensial maupun logam non-esensial,
ikan juga mampu menyerap keduanya. Seperti contohnya, c. carpio mampu
mengabsorpsi logam berat non-esensial seperti kadmium, timbal, tembaga, dan krom
yang terkandung pada perairan sungai Taihu, China (Sivakumar, 2018).
Namun begitu, keefektivitasan tiap ikan dalam mengabsorpsi logam berbeda – beda.
Hal ini dapat terlihat dengan membandingkan Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3
mengilustrasikan ikan c. carpio yang mampu menyerap logam berat sementara pada
Gambar 4 mengilustrasikan ikan p. fluvidraco dalam menyerap logam berat. Dua jenis
ikan berbeda ini mengabsorbsi logam pada perairan yang sama namun keefektivitasan
absorbsi yang dihasilkan keduanya berbeda (Sivakumar, 2018).
Selain itu, jenis organ yang mengabsorbsi logam juga mempengaruhi konsentrasi
logam yang terkandung dalam tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa melalui
insang, absorbsi logam berat cenderung lebih terjaring dibanding melalui organ lainnya.
Sementara pada Gambar 4, terlihat absorbsi logam berat cenderung terjaring melalui hati
(Sivakumar, 2018).
4. Salah satu upaya untuk menganalisis kandungan merkuri ini adalah dengan menggunakan
sprektroskopi atomik, AAS. Bila Anda diminta untuk memberikan informasi tentang
AAS, bagaimana Anda menjelaskan prinsip penentuan konsentrasi logam dengan
spektroskopi absorpsi atom?
Jawab:
Prinsip analisis dengan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) adalah
interaksi antara energi radiasi dengan atom unsur yang dianalisis. AAS banyak digunakan
untuk analisis unsur. Atom suatu unsur akan menyerap energi dan terjadi eksitasi atom ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Keadaan ini tidak stabil dan akan kembali ke tingkat
dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh tenaga eksitasinya dalam bentuk radiasi.
Frekuensi radiasi yang dipancarkan terkarakterisasi untuk setiap unsur dan intensitasnya
sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi yang kemudian mengalami deeksitasi.
Teknik ini dikenal dengan SEA (spektrofotometer emisi atom). Untuk AAS keadaan
berlawanan dengan cara emisi yaitu, populasi atom pada tingkat dasar dikenakan
seberkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat dasar tersebut. Penyerapan ini menyebabkan terjadinya pengurangan
intensitas radiasi yang diberikan. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah
atom yang berada pada tingkat dasar tersebut.
Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah
menjadi uap atom sehingga nyala rnengandung atom unsur-unsur yang dianalisis.
Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom
tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground
state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari
unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi
adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala.
Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan
panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel
ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi
hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-
teknik analisisnya sama seperti pada spektrofotometri UV-Vis yaitu standar tunggal,
kurva kalibrasi dan kurva adisi standar.
Sumber : https://www2.chemistry.msu.edu
7. Bila intersep pada plot di atas bernilai a sedangkan kemiringan kurva pada no. 1 di atas
bernilai b, bagaimana anda dapat mendapatkan persamaan menentukan konsentrasi
sampel:
a .Cs
Cx=
b .Vx
Jawab:
Untuk menghitung konsentrasi sampel, dapat ditentukan dengan membandingkan
Persamaan (11) dan (10) sehingga diperoleh Persamaan (13):
k ∙ Cx ∙ Vx
a Vt
= ..............................................(12)
b k ∙ Cs
Vt
a ∙Cs
Cx= ....................................................... (13)
b∙ Vx
Keterangan:
Vx = Volume sampel
Cs = Konsentrasi standar
Cx = Konsentrasi sampel
a = Intersept
b = Slope
Bagaimana anda menentukan konsentrasi larutan sampel berdasarkan data yang anda
peroleh di atas?
Jawab:
Untuk menentukan konsentrasi larutan pada percobaan di atas digunakan metoda
adisi standar. Metoda adisi standar adalah metoda dimana sampel yang akan dianalisis
ditambahkan dengan larutan standar yang diketahui konsentrasinya. Dari data yang
diperoleh pada tabel di atas, dapat dibuat hubungan antara respon instrumen yaitu
absorbansi dengan volume standar Pb yang ditambahkan pada sampel.
Intersep=a=( ∑ y) ¿ ¿
Kemiringan kurva=b=n ¿ ¿
GRAFIK HUBUNGAN VOLUME STANDAR Pb DENGAN ABSORBANSI
0.600
f(x) = 0.09 x + 0.12
0.500
R² = 1
0.400
Absorbansi
0.300
0.200
0.100
0.000
0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0 30.0 35.0
Dengan menggunakan regresi linear dapat diperoleh kurva adisi standar Pb pada
Gambar 5 yang memiliki persamaan garis linear y=0,0086 x +0,2076 . Konsentrasi
sampel ditentukan dengan menggunakan Persamaan (13).
Diketahui:
a = 0,2076
b = 0,0086
Cs = 12,5 ppm
Vx = 10 mL
Ditanya:
Konsentrasi sampel (Cx)
a ∙Cs
Cx=
b∙ Vx
0,2076∙ 12,5
Cx=
0,0086∙ 10
Cx=30,17 ppm
Jadi konsentrasi larutan sampel adalah 30,17 ppm.
BAB III
PENUTUP