Anda di halaman 1dari 5

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan masalah kesehatan yang
semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Penyakit periodontal
termasuk salah satu penyakit gigi dan mulut yang hingga saat ini memiliki angka
kejadian yang tinggi di masyarakat. Di Indonesia, berdasarkan Survey Kesehatan
Nasional (Surkenas) tahun 2010, penyakit periodontal memiliki prevalensi
tertinggi kedua setalah karies dengan jumlah penderita 42,8% (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Berdasarkan hasil studi morbiditas Riskesdas tahun 2013 persentase
penyakit gigi dan mulut di Indonesia sebesar 25,9%. Penyakit gigi dan mulut yang
banyak dijumpai di masyarakat Indonesia merupakan penyakit periodontal.
Penyakit periodontal yang sering dijumpai adalah gingivitis dan periodontitis.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mustainah menunjukkan status OHI-S
remaja di daerah pegunungan sebesar 2,25% dan di daerah pesisir pantai lebih
rendah yaitu sebesar 1,13%. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk yang secara
geografis letak kediamannya berbeda, mempunyai status OHI-S dan gingiva yang
berbeda pula jika dihubungkan dengan kadar fluor air dan makanan yang
dikonsumsi (Mustainah, 2012).
Penyakit periodontal merupakan suatu bentuk peradangan pada jaringan
penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri, terutama bakteri Gram negatif,
anaerob, dan mikroaerofilik. Untuk dapat menimbulkan kerusakan, bakteri harus
berkolonisasi pada sulkus gingiva dengan menyerang pertahanan host, merusak
barier epitel krevikular, atau memproduksi substansi yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan (Carranza, 2012).
Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri plak dan dapat
didukung dengan faktor predisposisi lokal lainnya, seperti: kalkulus, factor
iatrogenic dan sebagainya (Newman et.al., 2012). Plak merupakan biofilm yang
menempel pada permukaan gigi ataupun struktur keras lainnya di rongga mulut
dan terdiri dari kumpulan mikroorganisme. Hampir tiga perempat bagian plak
terdiri dari atas berbagai macam bakteri Gram positif dan Gram negative,
termasuk bakteri fakultatif anaerob dan obligat anaerob. Bakteri tersebut akan
membentuk komunitas yang baik dan terdiri dari berbagai spesies. Meningkatnya
keragaman bakteri serta terdapatnya dominasi spesies bakteri tertentu dalam plak
akhirnya akan membentuk suatu komunitas periodontopatogen yang berkaitan erat
dengan penyakit periodontal pada rongga mulut seseorang (Kolenbrander et al.,
2006).
Perkembangan penyakit periodontal dapat terjadi secara betahap. Tahap
awal terjadinya penyakit tersebut adalah gingivitis yang merupakan peradangan
pada jaringan pendukung gigi akibat efek jangka panjang dari penumpukan plak,
sehingga mempengaruhi jumlah mikroorganisme dalam sulkus gingiva yang
memiliki kemampuan untuk mensisntesis produk yang dapat menyebabkan
kerusakan pada junctional epitelium dan jaringan ikat. Keadaan tersebut bersifat
reversible, sehingga apabila etiologi dihilangkan maka gingiva dapat kembali
normal. Namun apabila kondisi tersebut tidak segera mendapatkan tindakan
perawatan, maka bakteri beserta produknya akan menginvasi ke jaringan
periodontal yang lebih dalam sehingga terjadi kerusakan lebih lanjut meliputi
membran periodontal disertai dengan hilangnya perlekatan, pembentukan poket
periodontal, dan kerusakan tulang alveolar. Tahapan tersebut menunjukkan bahwa
penyakit telah berkembang menjadi periodontitis (Newman et al., 2012).
Penyakit periodontal jarang menimbulkan keluhan, sehingga kebanyakan
orang sering menyepelekan penyakit ini. Akibat paling parah yang sering terjadi
apabila tidak segera dilakukan tindakan perawatan adalah inflamasi akan semakin
meluas sehingga menyebabkan kegoyangan gigi dan pada akhirnya kehillangan
gigi. Terjadinya perkembangan penyakit periodontal lebihh lanjut tersebut dapat
memberikan dampak yang buruk terhdapa kualitas hidup seseorang. Hal ini
meliputi keterbatasan fungsi; baik fungsi mastikasi maupun fonetik, rasa sakit
fisik di daerah rongga mulut, disabilitas atau ketidaknyaman psikis dan social.
Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya dampak yang merugikan bagi
individu, maka kesehatan jaringan periodontal perlu diidentifikasi lebih dini
sebagai upaya preventif terhadap penyakit periodontal. Namun apabila penyakit
sudah berkembang, maka perlu dilakukan tindakan perawatan seperti scalling dan
root planning secara rutin (Bakar, 2014)
Pada tahun 1982, World Health Organization (WHO) membuat sebuah
indeks yang dikembangkan untuk evaluasi penyakit periodontal dalam survei
penduduk, yaitu Community Periodontal Index of Threatment Needs (CIPTN)
(Mitchell, 2014). Penggunaan indeks ini dapat memperkirakan prevalensi
penyakit periodontal pada suatu populasi tertentu serta tingkat keparahan penyakit
periodontal lainnya, seperti adanya kalkulus maupun perdarahan. Akan tetapi,
kegunaan utamanya adalah untuk megukur tingkat kebutuhan akan perawatan
penyakit periodontal dan kemudian merekomendasikan jenis perawatan yang tepat
yang nantinya (Klaus et al., 2005). Kelebihan dalam penggunaan CPITN
diantaranya praktis atau sederhana, mudah, cepat dan indeks ini telah berlaku
secara internasional. Selain itu, CPITN lebih obyektif dalam kriteria klinis dan
metodologinya menggunakan probe WHO sehingga lebih spesifik, akurat, dan
reliabel (Bassani et al., 2006)
Jember merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang
terbentang dengan rangkaian pegunungan, dataran tinggi dan pesisir pantai yang
luas. Sebagian besar penduduk dataran tinggi memanfaatkan hasil alam seperti
bertani dan berkebun sebagai bahan konsumsi sehari-hari di antaranya sayur-
sayuran dan buah-buahan. Penduduk pesisir pantai sebagian besar bergantung
pada hasil tambak dan perikanan yang ada. Ikan dan air yang banyak dikonsumsi
mengandung fluor yang memiliki tingkat keasaman yang rendah (pH tinggi) yang
dapat membuat tulang dan gigi menjadi kuat sehingga dapat meningkatkan
ketahanan gigi, memperbaiki kerusakan lapisan gigi, dan mencegah sisa
karbohidrat dalam mulut menjadi asam, sehingga dapat mencegah terbentuknya
plak yang selanjutnya dapat menyebabkan penyakit periodontal. Dapat dikatakan
bahwa terdapat perbedaan letak geografis, jenis makanan dan kadar fluor antara
penduduk dataran tinggi dan pesisir pantai.
Remaja merupakan periode berakhirnya masa kanak-kanak dan datangnya
awal masa kedewasaan. Remaja merupakan masa transisi dari anak menuju
dewasa atau dikenal sebagai remaja pubertas. Dalam masa pubertas seorang anak
remaja akan mengalami berbagai hal kritis dalam tumbuh kembang menuju
kedewasaan sehingga memerlukan penyesuaian mental serta pembentukan sikap,
nilai, serta minat (Lesar, 2015).
Dalam pertumbuhan dan perkembangan, remaja sering mengalami masalah
kesehatan, salah satunya masalah kebersihan gigi dan mulut.World Health
Organization (WHO) merekomendasikan bahwa pelajar sekolah merupakan
kelompok yang tepat untuk dilakukannya upaya promosi kesehatan dalam
menjaga kesehatan rongga mulut serta jaringan disekitarnya. Masalah kebersihan
gigi dan mulut serta gingiva sering terjadi pada anak remaja usia 12-15 tahun.
World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk melakukan kajian-
kajian epidemiologi kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 12-15 tahun,
yang merupakan usia kritis untuk pengukuran indikator penyakit periodontal anak
remaja sebagai usia untuk pemeriksaan, karena gigi tetap yang menjadi indeks
penelitian telah seutuhnya bertumbuh. Kebersihan gigi dan mulut yang tidak baik
dapat menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva (WHO, 2013).

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1.2.1 Apakah ada perbedaan status penyakit periodontal pada perempuan usia
13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten jember ?

1.2.2 Jika ada perbedaan, faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.3.1 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perbedaan status peenyakit


periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non
pesisir di kabupaten Jember.
1.3.2 Untuk mengetahui perbedaan status peenyakit periodontal pada perempuan
usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten Jember.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Memberikan informasi mengenai perbedaan status peenyakit periodontal
pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di
kabupaten Jember.

1.4.2 Memberikan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi perbedaan


status penyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah
pesisir dan non pesisir di kabupaten Jember.

1.4.3 Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan


status penyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun di wilayah
kabupaten Jember.

1.4.4 Sebagai informasi untuk melakukan tindakan promotif, preventive, dan


kuratif selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai