Masalah kesehatan gigi dan mulut merupakan masalah kesehatan yang semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Penyakit periodontal termasuk salah satu penyakit gigi dan mulut yang hingga saat ini memiliki angka kejadian yang tinggi di masyarakat. Di Indonesia, berdasarkan Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2010, penyakit periodontal memiliki prevalensi tertinggi kedua setalah karies dengan jumlah penderita 42,8% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Berdasarkan hasil studi morbiditas Riskesdas tahun 2013 persentase penyakit gigi dan mulut di Indonesia sebesar 25,9%. Penyakit gigi dan mulut yang banyak dijumpai di masyarakat Indonesia merupakan penyakit periodontal. Penyakit periodontal yang sering dijumpai adalah gingivitis dan periodontitis. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mustainah menunjukkan status OHI-S remaja di daerah pegunungan sebesar 2,25% dan di daerah pesisir pantai lebih rendah yaitu sebesar 1,13%. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk yang secara geografis letak kediamannya berbeda, mempunyai status OHI-S dan gingiva yang berbeda pula jika dihubungkan dengan kadar fluor air dan makanan yang dikonsumsi (Mustainah, 2012). Penyakit periodontal merupakan suatu bentuk peradangan pada jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri, terutama bakteri Gram negatif, anaerob, dan mikroaerofilik. Untuk dapat menimbulkan kerusakan, bakteri harus berkolonisasi pada sulkus gingiva dengan menyerang pertahanan host, merusak barier epitel krevikular, atau memproduksi substansi yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Carranza, 2012). Faktor utama penyebab penyakit periodontal adalah bakteri plak dan dapat didukung dengan faktor predisposisi lokal lainnya, seperti: kalkulus, factor iatrogenic dan sebagainya (Newman et.al., 2012). Plak merupakan biofilm yang menempel pada permukaan gigi ataupun struktur keras lainnya di rongga mulut dan terdiri dari kumpulan mikroorganisme. Hampir tiga perempat bagian plak terdiri dari atas berbagai macam bakteri Gram positif dan Gram negative, termasuk bakteri fakultatif anaerob dan obligat anaerob. Bakteri tersebut akan membentuk komunitas yang baik dan terdiri dari berbagai spesies. Meningkatnya keragaman bakteri serta terdapatnya dominasi spesies bakteri tertentu dalam plak akhirnya akan membentuk suatu komunitas periodontopatogen yang berkaitan erat dengan penyakit periodontal pada rongga mulut seseorang (Kolenbrander et al., 2006). Perkembangan penyakit periodontal dapat terjadi secara betahap. Tahap awal terjadinya penyakit tersebut adalah gingivitis yang merupakan peradangan pada jaringan pendukung gigi akibat efek jangka panjang dari penumpukan plak, sehingga mempengaruhi jumlah mikroorganisme dalam sulkus gingiva yang memiliki kemampuan untuk mensisntesis produk yang dapat menyebabkan kerusakan pada junctional epitelium dan jaringan ikat. Keadaan tersebut bersifat reversible, sehingga apabila etiologi dihilangkan maka gingiva dapat kembali normal. Namun apabila kondisi tersebut tidak segera mendapatkan tindakan perawatan, maka bakteri beserta produknya akan menginvasi ke jaringan periodontal yang lebih dalam sehingga terjadi kerusakan lebih lanjut meliputi membran periodontal disertai dengan hilangnya perlekatan, pembentukan poket periodontal, dan kerusakan tulang alveolar. Tahapan tersebut menunjukkan bahwa penyakit telah berkembang menjadi periodontitis (Newman et al., 2012). Penyakit periodontal jarang menimbulkan keluhan, sehingga kebanyakan orang sering menyepelekan penyakit ini. Akibat paling parah yang sering terjadi apabila tidak segera dilakukan tindakan perawatan adalah inflamasi akan semakin meluas sehingga menyebabkan kegoyangan gigi dan pada akhirnya kehillangan gigi. Terjadinya perkembangan penyakit periodontal lebihh lanjut tersebut dapat memberikan dampak yang buruk terhdapa kualitas hidup seseorang. Hal ini meliputi keterbatasan fungsi; baik fungsi mastikasi maupun fonetik, rasa sakit fisik di daerah rongga mulut, disabilitas atau ketidaknyaman psikis dan social. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya dampak yang merugikan bagi individu, maka kesehatan jaringan periodontal perlu diidentifikasi lebih dini sebagai upaya preventif terhadap penyakit periodontal. Namun apabila penyakit sudah berkembang, maka perlu dilakukan tindakan perawatan seperti scalling dan root planning secara rutin (Bakar, 2014) Pada tahun 1982, World Health Organization (WHO) membuat sebuah indeks yang dikembangkan untuk evaluasi penyakit periodontal dalam survei penduduk, yaitu Community Periodontal Index of Threatment Needs (CIPTN) (Mitchell, 2014). Penggunaan indeks ini dapat memperkirakan prevalensi penyakit periodontal pada suatu populasi tertentu serta tingkat keparahan penyakit periodontal lainnya, seperti adanya kalkulus maupun perdarahan. Akan tetapi, kegunaan utamanya adalah untuk megukur tingkat kebutuhan akan perawatan penyakit periodontal dan kemudian merekomendasikan jenis perawatan yang tepat yang nantinya (Klaus et al., 2005). Kelebihan dalam penggunaan CPITN diantaranya praktis atau sederhana, mudah, cepat dan indeks ini telah berlaku secara internasional. Selain itu, CPITN lebih obyektif dalam kriteria klinis dan metodologinya menggunakan probe WHO sehingga lebih spesifik, akurat, dan reliabel (Bassani et al., 2006) Jember merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang terbentang dengan rangkaian pegunungan, dataran tinggi dan pesisir pantai yang luas. Sebagian besar penduduk dataran tinggi memanfaatkan hasil alam seperti bertani dan berkebun sebagai bahan konsumsi sehari-hari di antaranya sayur- sayuran dan buah-buahan. Penduduk pesisir pantai sebagian besar bergantung pada hasil tambak dan perikanan yang ada. Ikan dan air yang banyak dikonsumsi mengandung fluor yang memiliki tingkat keasaman yang rendah (pH tinggi) yang dapat membuat tulang dan gigi menjadi kuat sehingga dapat meningkatkan ketahanan gigi, memperbaiki kerusakan lapisan gigi, dan mencegah sisa karbohidrat dalam mulut menjadi asam, sehingga dapat mencegah terbentuknya plak yang selanjutnya dapat menyebabkan penyakit periodontal. Dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan letak geografis, jenis makanan dan kadar fluor antara penduduk dataran tinggi dan pesisir pantai. Remaja merupakan periode berakhirnya masa kanak-kanak dan datangnya awal masa kedewasaan. Remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa atau dikenal sebagai remaja pubertas. Dalam masa pubertas seorang anak remaja akan mengalami berbagai hal kritis dalam tumbuh kembang menuju kedewasaan sehingga memerlukan penyesuaian mental serta pembentukan sikap, nilai, serta minat (Lesar, 2015). Dalam pertumbuhan dan perkembangan, remaja sering mengalami masalah kesehatan, salah satunya masalah kebersihan gigi dan mulut.World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa pelajar sekolah merupakan kelompok yang tepat untuk dilakukannya upaya promosi kesehatan dalam menjaga kesehatan rongga mulut serta jaringan disekitarnya. Masalah kebersihan gigi dan mulut serta gingiva sering terjadi pada anak remaja usia 12-15 tahun. World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk melakukan kajian- kajian epidemiologi kesehatan gigi dan mulut pada kelompok umur 12-15 tahun, yang merupakan usia kritis untuk pengukuran indikator penyakit periodontal anak remaja sebagai usia untuk pemeriksaan, karena gigi tetap yang menjadi indeks penelitian telah seutuhnya bertumbuh. Kebersihan gigi dan mulut yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya inflamasi gingiva (WHO, 2013).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apakah ada perbedaan status penyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten jember ?
1.2.2 Jika ada perbedaan, faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi perbedaan status peenyakit
periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten Jember. 1.3.2 Untuk mengetahui perbedaan status peenyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten Jember.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Memberikan informasi mengenai perbedaan status peenyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten Jember.
1.4.2 Memberikan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi perbedaan
status penyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun pada daerah pesisir dan non pesisir di kabupaten Jember.
1.4.3 Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
status penyakit periodontal pada perempuan usia 13-14 tahun di wilayah kabupaten Jember.
1.4.4 Sebagai informasi untuk melakukan tindakan promotif, preventive, dan