SKENARIO 1
Kelompok Tutorial 5
Anggota Kelompok :
Seorang dokter gigi ingin membuka klinik pratama untuk memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarakat. Dokter gigi tersebut bekerja sama dengan dokter umum untuk
mewujudkan keinginannya. Banyak persyaratan yang harus dipenuhi antara lain menyiapkan
perijinan klinik, sarana, prasarana dan ketenagaan. Klinik tersebut memberikan seluruh
pelayanan kesehatan perorangan yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif berupa
rawat jalan, rawat inap, one day care dan home care. Diskusikan tentang tindakan yang harus
dilakukan oleh dokter gigi tersebut dalam mewujudkan klinik yang diinginkan.
1
STEP 1 : Clarifying UnfamiliarTerms
1. Klinik pratama: wadah atau tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan terdiri dari
2 SDM. Hanya memberikan perawatan dasar bukan perawatan yang membutuhkan
spesialis.
Dipimpin oleh perorangan atau suatu badan usaha
- Klinik : wadah atau tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan. Fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan medis dasar yang
dipimpin tenaga medis
2. One day care: perawatan yang didapat pasien 1x24 jam setelah didiagnosa
3. Home care: perawatan lanjutan yang dilakukan dirumah setelah dilakukan perawatan
di klinik
Diagnosis- kuratif dilakukan dirumah
4. Rawat jalan: perawatan yang dilakukan tanpa perlu menginap dan harus ada
persetujuan dokter
Untuk diagnosa dan kuratif di klinik dan rehabilitatif di rumah
5. Rawat inap: perawatan dengan cara pasien diinapkan minimal 1 hari diklinik
6. Untuk diagnosa – rehabilitatif di klinik
7. Pelayanan kesehatan: upaya tenaga kesehatan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dengan tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
2
STEP 3 : Brainstorming
3
dan kenyamanan bagi pasien yg datang (lansia dan disabilitas). Harus bersifat
permanen
- Sarana dan Prasarana sekalius alat : harus ada intalasi air, listrik, pengolahan
limbah dan pencegahan dan penanganan kebakaran. Alat medis dan non medis yg
memiliki ijin peredaran
- Ketenagakerjaan : harus ada 2 SDM yang sudah memiliki surat ijin kerja maupun
praktek
- Perijinan : ijin mendirikan dan ijin operasional
- Kefarmasian : klinik yg memiliki rawat inap harus punya kefarmasian sedangkan
yang rawat jalan tidak harus.
7. Apakah klinik pratama harus ada rawat jalan, rawat inap, one day care, home
care?
Rawat jalan, rawat inap, one day care, home care merupakan pelayanan yg ada di
klinik pratama tetapi harus ada persyaratan. Misal harus klinik berbadan usaha.
Minimal ada 5 bed, memiliki dapur gizi, laboratorium, memiliki jumlah tenaga medis
yang sesuai dengan peraturan.
4
8. Apa contoh pelayanan kesehatan dari klinik pratama?
Contoh pelayanannya : rawat jalan, rawat inap, one day care, home care
5
STEP 4 : Mapping
Klinik
6
STEP 7 : Generalisation
7
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit dan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit, Pelayanan medik dasar adalah pelayanan medik umum
dan kesehatan gigi. Sedangkan pelayanan medik spesialistik terdiri dari pelayanan
bedah, penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, kesehatan anak, mata, telinga,
hidung dan tenggorokan (THT), kulit kelamin, jantung, syaraf, gigi dan mulut,
paru, bedah syaraf orthopedi, jiwa, radiologi, anestesiologi, patologi klinik dan
kesehatan olah raga.
8
Pasal 5
(1) Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran Klinik yang
diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan
pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk.
(2) Lokasi Klinik harus memenuhi ketentuan mengenai persyaratan kesehatan
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Ketentuan mengenai persebaran Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku untuk Klinik perusahaan atau Klinik instansi pemerintah tertentu
yang hanya melayani karyawan perusahaan, warga binaan, atau pegawai instansi
tersebut.
b. Bangunan
Pasal 6
(1) Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik
bangunannya dengan tempat tinggal perorangan.
(2) Ketentuan tempat tinggal perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan
bangunan yang sejenis.
(3) Bangunan Klinik harus memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan keselamatan dan
kesehatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang
usia lanjut.
Pasal 7
(1) Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang konsultasi;
c. ruang administrasi;
d. ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayanan
farmasi;
e. ruang tindakan;
f. ruang/pojok ASI;
g. kamar mandi/wc; dan
h. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Klinik rawat inap
harus memiliki:
9
a. ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
b. ruang farmasi;
c. ruang laboratorium; dan
d. ruang dapur;
(3) Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Jumlah tempat tidur pasien pada Klinik rawat inap paling sedikit 5 (lima)
buah dan paling banyak 10 (sepuluh) buah.
c. Prasarana
Pasal 8
(1) Prasarana Klinik meliputi:
a. instalasi sanitasi;
b. instalasi listrik;
c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
e. sistem gas medis;
f. sistem tata udara;
g. sistem pencahayaan;
h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan.
(2) Sarana dan Prasarana Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
d. Ketenagaan
Pasal 9
(1) Penanggung jawab teknis Klinik harus seorang tenaga medis.
(2) Penanggung jawab teknis Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di Klinik tersebut, dan dapat merangkap sebagai
pemberi pelayanan.
Pasal 10
Tenaga Medis hanya dapat menjadi penanggung jawab teknis pada 1 (satu)
Klinik.
Pasal 11
(1) Ketenagaan Klinik rawat jalan terdiri atas tenaga medis, tenaga keperawatan,
Tenaga Kesehatan lain, dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
10
(2) Ketenagaan Klinik rawat inap terdiri atas tenaga medis, tenaga kefarmasian
tenaga keperawatan, tenaga gizi, tenaga analis kesehatan, Tenaga Kesehatan lain
dan tenaga non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
(3) Jenis, kualifikasi, dan jumlah Tenaga Kesehatan lain serta tenaga non
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan
kebutuhan dan jenis pelayanan yang diberikan oleh Klinik.
Pasal 12
(1) Tenaga medis pada Klinik pratama yang memberikan pelayanan kedokteran
paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi sebagai
pemberi pelayanan.
(2) Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran
paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter spesialis dan 1 (satu) orang dokter
sebagai pemberi pelayanan.
(3) Tenaga medis pada Klinik utama yang memberikan pelayanan kedokteran gigi
paling sedikit terdiri dari 1 (satu) orang dokter gigi spesialis dan 1 (satu) orang
dokter gigi sebagai pemberi pelayanan.
Pasal 13
(1) Setiap tenaga medis yang berpraktik di Klinik harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik (SIP)
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Peralatan
Pasal 17
(1) Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai
sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan.
(2) Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi standar mutu, keamanan, dan keselamatan.
(3) Selain memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) peralatan
medis harus memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. Kefarmasian
Pasal 21
(1) Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.
11
(2) Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib
memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai
penanggung jawab atau pendamping.
Pasal 22
(1) Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang
diselenggarakan apoteker.
(2) Instalasi farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melayani resep dari
dokter Klinik yang bersangkutan, serta dapat melayani resep dari dokter praktik
perorangan maupun Klinik lain.
Pasal 23
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang
diselenggarakan oleh apoteker.
g. Laboratorium
Pasal 24
(1) Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan
laboratorium klinik.
(2) Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan
laboratorium klinik.
(3) Laboratorium Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) pada
klinik pratama merupakan pelayanan laboratorium klinik umum pratama sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Klinik utama dapat menyelenggarakan pelayanan laboratorium klinik umum
pratama atau laboratorium klinik umum madya.
(5) Perizinan laboratorium klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4)
terintegrasi dengan perizinan Klinik.
(6) Dalam hal Klinik menyelenggarakan laboratorium klinik yang memiliki
sarana, prasarana, ketenagaan dan kemampuan pelayanan melebihi kriteria dan
persyaratan Klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), maka
laboratorium klinik tersebut harus memiliki izin tersendiri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Perizinan
Pasal 25
(1) Setiap penyelenggaraan Klinik wajib memiliki izin mendirikan dan izin
12
operasional.
(2) Izin mendirikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota.
(3) Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
Pasal 26
(1) Untuk mendapatkan izin mendirikan, penyelenggara Klinik harus melengkapi
persyaratan:
a. identitas lengkap pemohon;
b. salinan/fotokopi pendirian badan hukum atau badan usaha, kecuali untuk
kepemilikan perorangan;
c. salinan/fotokopi yang sah sertifikat tanah, bukti kepemilikan lain yang
disahkan oleh notaris, atau bukti surat kontrak minimal untuk jangka waktu 5
(lima) tahun;
d. dokumen SPPL untuk Klinik rawat jalan, atau dokumen UKL-UPL untuk
Klinik rawat inap sesuai ketentuan peraturan perundangundangan; dan
e. profil Klinik yang akan didirikan meliputi pengorganisasian, lokasi, bangunan,
prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, laboratorium, serta pelayanan
yang diberikan;
f. persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat.
(2) Izin mendirikan diberikan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan, dan dapat
diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan apabila belum dapat memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) habis dan pemohon
tidak dapat memenuhi persyaratan, maka pemohon harus mengajukan
permohonan izin mendirikan yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 27
(1) Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus memenuhi
persyaratan teknis dan administrasi.
(2) Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,
ketenagaan, peralatan, kefarmasian, dan laboratorium sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 24.
(3) Persyaratan administrasi meliputi izin mendirikan dan rekomendasi dari dinas
kesehatan kabupaten/kota.
13
(4) Izin operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan.
Selain itu juga ada syarat biaya, dimana pihak penyelenggara harus membuat
rincian biaya, seperti biaya alat-alat, bahan, listrik, air, dan juga gaji dari pegawai.
14
n. melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan;
o. menyusun dan melaksanakan peraturan internal klinik; dan
p. memberlakukan seluruh lingkungan klinik sebagai kawasan tanpa rokok.
Pasal 36
Pasal 37
15
4. Mahasiswa Mampu Memahami Jenis Pelayanan Klinik
Pelayanan Kesehatan Perorangan terdiri dari :
Kegiatan pelayanan kesehatan secara paripurna diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UU
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
16
Penumpatan gigi.
Balita yang mengalami pneumonia akan membutuhkan antibiotik agar bisa
sembuh.
d. Pelayanan kesehatan rehabilitatif, kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi
lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat,
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.
Contoh :
Pemberian gigi tiruan atau gigi palsu.
Balita yang terkena pneumonia akan kehilangan nafsu makan sehingga balita
tersebut akan kekurangan gizi, jadi kita harus memenuhi gizi yang dibutuhkan
balita tersebut yaitu protein untuk proses penyembuhan/pemulihan dari
penyakitnya.
Latihan fisik yang dilakukan oleh penderita patah tulang atau kelainan
bawaan.
17
a. administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta
untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan
lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan
tingkat pertama;
b. pelayanan promotif preventif, meliputi:
1) kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan;
Penyuluhan kesehatan perorangan meliputi paling sedikit penyuluhan
mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih
dan sehat.
2) imunisasi dasar;
Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG),
Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan
Campak.
3) keluarga berencana;
a) Pelayanan keluarga berencana meliputi konseling, kontrasepsi
dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang
membidangi keluarga berencana.
b) Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
c) BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian
vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi,
kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di
daerah perifer.
4) skrining kesehatan
a) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan
selektif.
b) Pelayanan skrining kesehatan ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu,
meliputi:
1) diabetes mellitus tipe 2;
2) hipertensi;
3) kanker leher rahim;
4) kanker payudara; dan
5) penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.
18
c) Pelayanan skrining kesehatan penyakit diabetes mellitus tipe 2 dan
hipertensi dimulai dengan analisis riwayat kesehatan, yang dilakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.
d) Jika Peserta teridentifkasi mempunyai risiko penyakit diabetes
mellitus tipe 2 dan hipertensi berdasarkan riwayat kesehatan, akan
dilakukan penegakan diagnosa melalui pemeriksaan penunjang
diagnostik tertentu dan kemudian akan diberikan pengobatan sesuai
dengan indikasi medis.
e) Pelayanan skrining kesehatan untuk penyakit kanker leher rahim
dan kanker payudara dilakukan sesuai dengan indikasi medis.
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
e. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama;
g. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi ;
h. upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi termasuk
penanganan komplikasi KB paska persalinan;
i. rehabilitasi medik dasar.
- Pelayanan Gigi
a. administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan
lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan
tingkat pertama
b. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis
c. premedikasi
d. kegawatdaruratan oro-dental
e. pencabutan gigi sulung (topikal, infltrasi)
f. pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
g. obat pasca ekstraksi
h. tumpatan komposit/GIC
i. skeling gigi (1x dalam setahun)
20
(2) Administrasi pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas
biaya pendaftaran pasien dan biaya administrasi lain yang terjadi selama proses
perawatan atau pelayanan kesehatan pasien.
(3) Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b termasuk pelayanan
kedaruratan.
(4) Jenis pelayanan kedokteran forensik klinik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf h meliputi pembuatan visum et repertum atau surat keterangan medik
berdasarkan pemeriksaan forensik orang hidup dan pemeriksaan psikiatri forensik.
(5) Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal di Fasilitas Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terbatas hanya bagi Peserta meninggal
dunia pasca rawat inap di Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
tempat pasien dirawat berupa pemulasaran jenazah dan tidak termasuk peti mati.
21
Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik indonesia No. 6 ( tahun
2007), pada bidang kedokteran gigi jenis pelayanan medik dasar yang dapat diberikan
antara lain :
22
DAFTAR PUSTAKA
Azrul, Azwar (1995). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
23