Anda di halaman 1dari 12

1.

Sistem Informasi Kesehatan (SIK)


1) Sensus Pasien Rawat Inap
Sensus pasien merupakan aktivitas yang rutin dilaksanakan di Rumah Sakit, sensus
pasien difokuskan pada sensus pasien rawat inap. Sensus pasien rawat inap berarti secara
langsung menghitung jumlah pasien rawat inap berarti menghitung jumlah pasien yang
dilayani di unit rawat inap tersebut.kegiatan pencatatan sensus dimulai semenjak pasien
masuk sampai pasien keluar.
Hari perawatan/HP = inpatient bed day=bed day=patient day=inpatient service day
adalah jumlah pasien yang ada saat sensus dilakukan ditambah pasien masuk dan keluar
pada hari yang sama pada hari sensus diambil. Jadi sama dengan jumlah pasien yang
menggunakan tempat tidur dalam periode waktu 24 jam.
Pasien pindahan adalah kejadian pindahnya pasien dari unit rawat inap (bangsal) ke
bangsal lainnya di Rumah Sakit yang bersangkutan. Jadi pasien pindahan masih berstatus
sebagai pasien rawat inap di Rumah Sakit tersebut.
Pasien Masuk dan Keluar Pada hari yang sama yakni dalam kegiatan pelayanan rawat
inap, bisa terjadi seorang pasien masuk dan keluar perawatan pada hari yang sama, dalam
menghitung lama dirawat (LD)/length of stay (LOS), pasien yang masuk dan keluar pada
hari yang sama dihitung lama dirawatnya 1 hari. Jumlah pasien masuk dan keluar pada hari
yangg sama ini akan menjadi bagian yang diperhitungkan pada saat menghitung hari
perawatan.
Tabel 4.2 contoh format sensus rawat inap

N Pasien Pasien Pasien


o Pasien Pasien Dipindah Keluar Keluar PasienDir
. masuk Pindahan kan Hidup Mati ujuk
Nama Px

Nama Px

Nama Px

Nama Px

Nama Px
Nama Px
No. RM 

No. RM 

No. RM 

No. RM 
 No.RM

 NoRM

 
 
1            

Keterangan :
Pasien Awal : Pasien Keluar Mati :
Pasien Masuk : Pasien Rujukan :
Pasien Pindahan : Jumlah:
Jumlah : Pasien Sisa:
Pasien Dipindahkan :
Pasien Keluar Hidup :
1) Rekapitulasi Sensus Harian Rawat Inap
Formulir perantara untuk menghitung dan merekap jumlah pasien rawat inap selama
satu bulan yang diterima dari masing-masing ruang rawat inap.
Tujuan untuk memproleh informasi semua psien yang dirawat di Rumah Sakit selama
satu bulan secara keseluruhan maupun pada masing-masing ruang rawat inap yang
diperlukan bagi perencanaan, pengawasan, atau penilaian kerja.
Kegunaan untuk mengetahui jumlah pasien dirawat selama satu bulan atau satu
triwulan, untuk mengetahui tingkat penggunaan tempat tidur selama priode bulanan dan
triwulan.
2) Indikator Efisiensi Rawat Inap:
Menurut Sudra (2010) untuk mengetahui tingkat efisiensi di suatu ruangan rawat inap,
perlu adanya suatu indikator untuk mengukur apakah ruangan rawat inap tersebut sudah
efisien atau belum. Beberapa indikator efisiensi rawat inap diantaranya adalah:

a) BOR (Bed Occupancy Ratio)


BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu (Depkes
RI. 2005). Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan
tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85%
(Depkes RI. 2005).

Rumus BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur x


Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%

b) AVLOS (Average Length of Stay)


AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien (Depkes RI. 2005). Indikator
ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan
hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal
antara 6-9 hari (Depkes RI. 2005).

Jumlah lama dirawat


Rumus AVLOS=
Jumlah pasien keluar (hidup+mati)

Jumlah lama dirawat


Rumus AVLOS=
Jumlah pasien keluar (hidup+mati)

Jumlah lama dirawat


Rumus AVLOS=
Jumlah pasien keluar (hidup +keluar)

c) TOI (Turn Over Interval)


TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat
terisi berikutnya (Depkes RI. 2005).  Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada
kisaran 1-3 hari.

Rumus TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) – Hari perawatan) / Jumlah pasien


keluar (hidup + mati)

d) BTO (Bed Turn Over)


BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat
tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu (Depkes RI. 2005). Idealnya dalam satu
tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.

Rumus BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur

e) NDR (Net Death Rate).


NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita
keluar (Depkes RI. 2005). Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di
rumah sakit.

Rumus NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup +
mati)) X 1000 permil

f) GDR (Gross Death Rate)


GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar (Depkes RI.
2005).

Rumus GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup +


mati)) X 1000 permil

4) Grafik Barber Johnson


1. Pengertian
Pada tahun 1973, Barry Barber, M.A., PhD., Finst P., AFIMA dan David Johnson,
M.Sc berusaha merumuskan  dan memadukan empat parameter untuk memantau dan
menilai tingkat efisiensi penggunaan TT untuk bangsal perawatan pasien.
Keempat parameter yang dipadukan tersebut yaitu BOR, ALOS, TOI dan BTO.
Perpaduan keempat parameter tersebut lalu diwujudkan dalam bentuk grafik yang akhirnya
dikenal sebagai grafik Barber-Johnson (B).
2. Format grafikBJ
Grafik Barber Johnson memiliki format dasar sebagai berikut :

3. Manfaat
Grafik Barber Johnson bisa dimanfaatkan untuk :
1) Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan TT dari suatu unit
(RS atau bangsal) dari waktu ke waktu dalam periode tertentu, misalnya tingkat
efisiensi penggunaan TT bangsal Mawar RS XYZ dari tribulan IV selama
tahun 2008.
2) Memonitor perkembangan pencapaian target efisiensi penggunaan
TT yang telah ditentukan dalam suatu periode tertentu.
3) Membandingkan tingkat efisiensi penggunaan TT antar unit
(misalnya antar bangsal di suatu RS) dalam periode tertentu memantau dampak
dari suatu penerapan kebijakan terhadap efisiensi penggunaan TT.
4) Mengecek kebenaran laporan hasil perhitungan empat parameter
efiisiensi penggunaan TT (BOR, ALOS, TOI, dan BTO). Jika keempat garis
bantunya berpotongan di satu titik berarti laporan hasil perhitungan tersebut
benar.
1. Makna Grafik Barber Johnson
1) Semakin dekat titik/garis percentage bed occupancy dengan sumbu
Y, maka percentage bed occupancy semakin tinggi.
2) Semakin dekat garis throughput dengan perpotongan sumbu X dan
Y, maka menunjukkan bahwa discharges dan deaths per available bed
(throughput/ BTO ) semakin tinggi jumlahnya.
3) Jika rata-rata turn over interval tetap, tetapi length of stay
berkurang, maka percentage bed occupancy-nya akan menurun (Benjamin dan
Perkins, 1961).
4) Apabila turn over interval tinggi, kemungkinan disebabkan karena
organisasi yang kurang baik, kurangnya permintaan (demand) akan tempat
tidur atau kebutuhan tempat tidur darurat (the level and pattern of emergency
bed requirements). Turn over interval yang tinggi dapat diturunkan dengan
mengadakan perbaikan organisasi, tanpa mempengaruhi length of stay.
5) Bertambahnya length of stay disebabkan karena kelambanan
administrasi (administrative delays) di rumah sakit, kurang baiknya
perencanaan dalam memberikan pelayanan kepada pasien (patient scheduling)
atau kebijaksanaan di bidang medis (medical policy).
6) Daerah efisien adalah daerah yang dibatasi oleh nilai :
7) Turn Over Interval antara 1 s/d 3 hari
8) Percentage Bed Occupancy minimal 75%
2. Cara membuat grafik Barber Jhonson
Ketentuan-ketentuan yang harus diingat waktu membuat grafik Barber Johnson
yaitu:
1) Skala pada sumbu horisontal tidak harus sama dengan skala sumbu
vertikal.
2) Skala pada suatu sumbu harus konsisten.
3) Skala pada sumbu vertikal dan horizontal dimulai dari angka 0 dan
berhimpit membentuk koordinat 0,0.
4) Judul grafik harus secara jelas menyebutkan nama Rumah Sakit,
nama bangsal (bila perlu), dan periode tertentu.
5) Garis bantu BOR dibuat dengan cara :
6) Tentukan nilai BOR yang akan dibuat garis bantunya, misalnya
BOR = 75 %
7) Tentukan koordinat titik bantu BORnya sesuai nilai BOR tersebut,
misalnya untuk BOR 75 % maka koordinat titik bantunya adalah :
8) LOS = nilai BOR dibagi 10 = 75/10 – 7,5
9) TOI = 10 – nilai LOS = 10 – 7,5 = 2,5
3. Cara membaca grafik Barber Jhonson
Untuk membaca grafik Barber Johnson, lihatlah posisi titik  Barber Johnson
terhadap daerah efisien. Apabila titik Barber Johnson terletak di dalam daerah
efisien berarti penggunaan TT pada periode yang bersangkutan sudah efisien.
Sebaliknya, apabila titik Barber Johnson masih berada diluar daerah efisien berarti
penggunaan TT pada periode tersebut masih belum efisien.
2.1.1 Koding
1) Pengertian Koding
Kegiatan pengkodean adalah pemberian penetapan kode dengan
menggunakan huruf dan angka atau kombinasi antara huruf dan angka yang
mewakili komponen data. Kegiatan yang dilakukan dalam koding meliputi
kegiatan pengkodean diagnosis penyakit dan pengkodean tindakan medis
(Budi,2011).
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus di
beri kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian
informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen, dan riset bidang
kesehatan.
2) Tujuan Koding
Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization)
bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cedera, gejala, dan
faktor yang mempengaruhi kesehatan (Budi,2011).
Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk
Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi 10 (ICD-10, International
Statistical Classification of Deseasses and Related Health Problem 10 Revisi).
Namun di Indonesia sendiri ICD-10 baru ditetapkan untul menggantikan ICD-9
pada tahun 1998 melalui SK Menkes RI No.50/Menkes/KES/SK/I/1998 tentang
pemberlakuan klasifikasi statistik internasional mengenai penyakit revisi
kesepuluh, yaitu memberlakukan klasifikasi ICD-10 secara nasional di Indonesia.
Dan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
844/Menkes/SK/X/2006 tentang penetapan standar kode data bidang kesehatan,
bahwa International Statistical Classification of Deseasses and Related Health
Problem Tenth Revision (ICD-10) merupakan acuan yang digunakan di Indonesia
untuk mengkode diagnosis, sedangkan untuk pengkodean tindakan medis
dilakukan menggunakan ICD-9-CM.
Sebagaimana dikemukakan oleh Hatta (2008), fungsi ICD adalah sebagai
sistem klasifikasi penyakit dan masalah terkait kesehatan digunakan untuk
kepentingan informasi statistik morbiditas dan mortalitas. Penerapan pengkodean
sistem ICD digunakan sebagai berikut:
a) Mengindeks pencatatan penyakit dan tindakan di sarana pelayanan kesehatan.
b) Masukan bagi sistem pelaporan diagnosis medis.
c) Memudahkan proses penyimpanan dan pengambilan data terkait diagnosis
karakteristik pasien dan penyedia pelayanan.
d) Bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s (Diagnosis-Related Groups) untuk
sistem penagihan biaya pelayanan.
e) Pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan mortalitas.
f) Tabulasi data pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi perencanaan
pelayanan medis.
g) Menentukan bentuk pelayanan yang harus direncanakan dan dikembangkan
sesuai kebutuhan jaman.
h) Analisis pembiayaan pelayanan kesehatan.
i) Untuk penelitian epidemiologi dan klinis.
ICD-10 terdiri dari 3 volume, yaitu:
a) Volume 1 (Tabular List), berisi tentang hal-hal yang mendukung klasifikasi
utama.
b) Volume 2 (Instruction Manual), berisi tentang pedoman penggunaan.
c) Volume 3 (Alphabetic Indeks), berisi tentang klasifikasi penyakit yang
disusun berdasarkan indeks abjad atau secara alphabet, yang terdiri dari 3
seksi yaitu :
i) Seksi I merupakan klasifikasi diagnosis yang tertera dalam volume I
ii) Seksi II untuk mencari penyebab luar morbiditas dan mortalitas.
iii) Seksi III merupakan tabel obat-obatan dan zat kimia.
3) Dasar Menentukan Kode Berdasarkan ICD-10
Dasar dalam menentukan kode berdasarkan ICD-10 adalah sebagai berikut:
a) Identifikasi tipe pernyataan yang akan dikode dan lihat di buku ICD volume 3
(Alphabetical Index). Jika pernyataannya adalah penyakit atau cedera atau
lainnya diklasifikasikan dalam bab 1-19 dan 21 (Section I Volume 3). Jika
pernyataannya adalah penyebab luar atau cedera diklasifikasikan pada bab 20
(Section II Volume 3)
b) Tentukan Lead Term. Untuk penyakit dan cedera biasanya adalah kata benda
untuk kondisi patologis. Namum, beberapa kondisi dijelaskan dalam kata sifat
atau xxx dimasukkan dalam index sebagai Lead Term.
c) Baca dan ikuti semua catatan atau petunjuk dibawah kata kunci.
d) Baca setiap catatan dalam tanda kurung setelah kata kunci (penjelasan ini
tidak mempengaruhi kode) dan penjelasan indentasi dibawah lead term
(penjelasan ini mempengaruhi kode) sampai semua kata dalam diagnosis
tercantum.
e) Ikuti setiap petunjuk rujukan silang (“see” dan “see also”) yang ditemukan
dalam index
f) Cek ketepatan kode yang telah dipilih pada volume 1. Untuk Kategori 3
karakter dengan.- (point dash) berarti ada karakter ke 4 yang harus ditentukan
pada Volume 1 karena tidak terdapat dalam Index
g) Baca setiap inclusion atau exclusion dibawah kode yang dipilih atau dibawah
bab atau dibawah blok atau dibawah judul kategori.
h) Tentukan Kode

5. Manajemen Unit Kerja (MUK)


1) Perhitungan Beban Kerja Metode WISN
Berdasarkan PERMENKES Nomor 81/MENKES/SK/I/2004 beban kerja adalah
banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam 1
tahun di sarana pelayanan kesehatan. Sdangkan standar beban kerja adalah banyaknya jenis
pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh seorang tenaga kesehatan proesional dalam 1 tahun kerja
sesuai standar profesi dan memperhitungkan waktu libur, sakit, ijin, cuti, dan lain-lain.
Metode (Work Load Indikator Staff Need) adalah metode perhitungan kebutuhan SDM
kesehatan berdasarkan pada beban kerja yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan
pada tiap unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan (Depkes, 2004). WISN merupakan indikator
yang menunjukkan besarnya kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja, sehingga alokasi atau
relokasi tenaga akan lebih mudah dan rasional.
Cara perhitungan dengan teori WISN, melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
a) Menentukan Waktu Kerja Tersedia (WKT)
Waktu kerja tersedia adalah banyaknya waktu yang digunakan oleh tenaga
kerja/karyawan yang digunakan untuk bekerja dalam periode 1 tahun. Menetapkan
waktu kerja tersedia tujuannya adalah memperoleh waktu kerja tersedia masing-
masing kategori SDM yang bekerja di rumah sakit selama kurun waktu satu tahun.
Untuk menghitung jumlah waktu yang tersedia diperlukan data sebagai berikut :

1) Hari kerja, sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit atau peraturan
daerah setempat, pada umumnya dalam satu minggu 6 hari kerja (selama
seminggu) x 52 minggu (A)
2) Cuti tahunan, sesuai ketentuan setiap SDM memilki hak cuti 12 hari kerja
tiap tahun
3) Pendidikan dan pelatihan, sesuai ketentuan yang berlaku di rumah sakit
4) Hari libur nasional berdasarkan keputusan Menteri terkait
5) Ketidakhadiran kerja, sesuai data rata-rata ketidakhadiran kerja selama
kurun waktu 1 tahun karena alasan sakit, tidak masuk dengan atau tanpa
pemberitahuan
6) Waktu kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku di rumah sakit pada
umumnya waktu kerja dalam 1 hari adalah jam 07.30 – 14.30 6 jam sehari
dengan jam istirahat selama 1 jam.
Keterangan :

K : hari kerja M : cuti tahunan

L : libur nasional P : personal, ijin, sakit,diklat

Waktu kerja tersedia = { K – (L+M+P)} x R

R : jam kerja dalam satu hari

b) Menetapkan Unit Kerja


Menetapkan unit kerja dengan cara merinci pekerjaan menjadi bagian-bagian kecil
sehingga memudahkan pengamatan, pengukuran, dan analisis. Data dan informasi yang
dibutuhkan dalam menetapkan unit kerja dan kategori SDM antara lain yaitu mengenai
struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi masing-masing unit.

c) Standar Kegiatan
Standar kegiatan adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang terdidik
dan terlatih dengan baik, terampil dan berdedikasi untuk melaksanakan suatu kegiatan
sesuai dengan standar profesional dalam keadaan setempat (Indonesia dan
provinsi/daerah) yang semaksimal mungkin dilakukan petugas suatu unit dalam catatan
tahunan.

d) Menyusun Standar Beban Kerja


Beban kerja standar adalah banyaknya kerja (dalam satu kegiatan pelayanan utama)
yang dapat dilakukan oleh seorang tenaga kerja dalam setahun. Sedangkan standar beban
kerja adalah banyaknya jenis pekerjaan yang dapat dilaksanakan oleh seorang tenaga
kesehatan profesional dalam 1 tahun kerja sesuai standar profesi dan memperhitungkan
waktu libur, sakit, ijin, cuti, dan lain-lain dalam menyusun standar beban kerja dihitung
rata-rata waktu per kegiatan pokok sesuai kegiatan yang dilakukan petugas setiap unit di
Kuantitas kegiatan per tahun = volume kegiataan x hari kerja bagian rekam medis,
sehingga hasilnya akan berbeda-beda sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

e) Menghitung Faktor Kelonggaran


Kelonggaran bertujuan untuk memberikan kesempatan pada pekerja untuk
memulihkan diri dari kelelahan fisik dan psikologis dalam melakukan pekerjan tertentu,
perhitungannnya :

1) Mengubah standar kelonggaran kategori dari setiap kegiatan penunjang yang


penting menjadi presentase waktu kerja
2) Mengalikan masing-masing standar kelonggaran individu dengan jumlah orang
yang melakukan kegiatan tersebut
3) Menjumlahkan semua hasil yang diperoleh diatas kemudian membagi hasil
tersebut dengan waktu kerja tersedia, maka faktor kelonggaran kategori :
Faktor kelonggaran individu (FKI) memperhitungkan waktu kerja yang digunakan
untuk kegiatan-kegiatan tambahan. FKI menghitung beberapa petugas yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan-kegiatan ini secara “setara purna waktu” (whole time
equivalent, WTE), FKI baru ditambahkan dalam perhitungan akhir dari keseluruhan
kebutuhan staf. Perhitungannya sebagai berikut :

a. Kalikan masing-masing standar kelonggaran individu dengan jumlah orang


yang melakukan kegiatan tersebut Standar beban kerja = FKK = 1 : {1 - (total
SKK : 100)}
b. Jumlahkan semua hasil yang diperoleh di atas
c. Bagilah hasil tersebut dengan waktu kerja tersedia (WKT)
4) Menetapkan Kebutuhan Jumlah Tenaga Per Unit
Perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja bertujuan untuk memperoleh jumlah dan
jenis/kategori SDM per unit kerja sesuai dengan beban kerja selama satu tahun. Data-data
yang diperlukan untuk perhitungan kebutuhan SDM per unit kerja meliputi : waktu kerja
tersedia, standar beban kerja, standar kelonggaran dan jumlah kegiatan tiap unit kerja
selama satu tahun, rumusnya:

a. Menghitung kebutuhan staf pada kegiatan pelayanan utama, rumusnya :


b. Kemudian dikalikan dengan faktor kelonggaran sehingga kegiatan penunjang
penting yang dilakukan setiap orang rumusnya : = Kebutuhan staf pelayanan
utama x FKK
FKK = 1 : {1 - (total FKI : 100)}

Anda mungkin juga menyukai