DISTRIBUSI
PERDAGANGAN KOMODITAS
DAGING SAPI
INDONESIA TAHUN 2018
.id
o
.g
ps
.b
PRODUSEN
w
G
PEDAGAARN
BES
w
minimarket
w
://
s
tp
PASAR
ht
KONSUMEN
ISBN : 978-602-438-261-2
No. Publikasi/Publication Number: 06130.1906
Katalog/Catalog: 8201005
.id
Naskah/Manuscript:
Subdirektorat Statistik Perdagangan Dalam Negeri
go
(Sub directorate Domestic Trade Statistic)
p s.
Penyunting/Editor:
.b
Penerbit/Published by:
ht
Pencetak/Printed by:
CV. DHARMAPUTRA
.id
distribusi perdagangan, Margin Perdagangan dan Pengangkutan.
go
Semoga publikasi ini bermanfaat bagi pengguna data dalam menyusun
s.
perencanaan dan kebijakan, baik oleh pemerintah, dunia usaha maupun
p
pengguna lainnya. Disamping itu, diharapkan publikasi ini dapat digunakan
.b
sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut. Akhir kata, diucapkan terima kasih
w
publikasi ini.
s:
tp
Suhariyanto
.id
bagaimana memangkas rantai distribusi kebutuhan pangan agar lebih efisien. Hal
go
ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam mempertahankan ketersediaan dan
s.
stabilitas harga pangan agar tetap terjangkau. Oleh karena itu, pada 2018 Badan
p
Pusat Statistik (BPS) menyelenggarakan Survei Pola Distribusi Perdagangan
.b
permasalahan tersebut.
//w
Publikasi ini menganalisa pola distribusi perdagangan hasil dari Survei Pola
s:
.id
1.2 Landasan Hukum .......................................................................... 2
go
1.3 Tujuan Survei ............................................................................... 2
BAB II METODOLOGI...........................................................................3
s.
p
2.1 Ruang Lingkup .............................................................................. 3
.b
.id
3.22 Provinsi Kalimantan Barat ............................................................. 53
3.23 Provinsi Kalimantan Tengah .......................................................... 54
go
3.24 Provinsi Kalimantan Selatan .......................................................... 56
s.
3.25 Provinsi Kalimantan Timur............................................................. 57
p
.b
.id
Gambar 8. Persentase Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) Total
go
Daging Sapi Tingkat Provinsi (persen) ......................................... 21
s.
Gambar 9. Persentase MPP Total Daging Sapi Tingkat Nasional Data Tahun
p
.b
Gambar 10. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Aceh ............. 23
w
Utara ........................................................................................ 25
s:
Barat ........................................................................................ 26
ht
Gambar 13. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Riau ............. 28
Gambar 14. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Jambi ........... 29
Gambar 15. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Sumatera
Selatan ..................................................................................... 31
Gambar 16. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Bengkulu ...... 32
Gambar 17. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Lampung ...... 34
Gambar 18. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung ........................................................................ 35
Gambar 19. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Kepulauan
Riau ......................................................................................... 37
Gambar 20. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi DKI Jakarta ... 39
Gambar 21. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Jawa Barat .... 41
Gambar 22. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Jawa Tengah . 43
Pola Distribusi Perdagangan Komoditas Daging Sapi Tahun 2018 ix
Gambar 23. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi D.I.
Yogyakarta ............................................................................... 44
Gambar 24. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Jawa Timur ... 46
Gambar 25. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Banten .......... 47
Gambar 26. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Bali ............... 49
Gambar 27. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi NTB .............. 50
Gambar 28. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi NTT .............. 52
Gambar 29. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Kalimantan
Barat ........................................................................................ 53
Gambar 30. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Kalimantan
.id
Tengah ..................................................................................... 55
Gambar 31. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Kalimantan
go
Selatan ..................................................................................... 57
s.
Gambar 32. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Kalimantan
p
.b
Timur ....................................................................................... 58
w
Utara ........................................................................................ 60
//w
Utara ........................................................................................ 61
tp
Tengah ..................................................................................... 63
Gambar 36. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Sulawesi
Selatan ..................................................................................... 64
Gambar 37. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Sulawesi
Tenggara .................................................................................. 66
Gambar 38. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Gorontalo ...... 68
Gambar 39. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Sulawesi
Barat ........................................................................................ 69
Gambar 40. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Maluku ......... 71
Gambar 41. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Maluku Utara 72
Gambar 42. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Papua Barat .. 74
Gambar 43. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Papua ........... 75
Tabel 1. Jenis Kegiatan Usaha dan Kode KBLI Komoditas Daging Sapi .............. 3
Tabel 2. Margin Perdagangan dan Pengangkutan (MPP) Pola Utama Distribusi
Perdagangan Komoditas Daging Sapi di Indonesia Tahun 2016 .......... 20
.id
go
p s.
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
.id
go
p s.
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
.id
tingkat biaya yang rendah dalam pendistribusian suatu komoditas.
go
Permasalahan rantai distribusi penting untuk diperhatikan khususnya
s.
pada komoditas kebutuhan pokok seperti daging sapi. Komoditas ini
p
termasuk dalam daftar 20 bahan pokok penyumbang inflasi terbesar yang
.b
w
selalu dipantau secara intensif oleh pemerintah. Data Badan Pusat Statistik
w
sekitar 1,46 persen terhadap nilai inflasi yang terjadi pada kelompok bahan
s:
makanan. Satu tahun berikutnya, andil tersebut naik menjadi 5,10 persen
tp
.id
lebih baik sebagai salah satu sumber informasi dalam menjawab
go
permasalahan distribusi perdagangan.
s.
1.2 Landasan Hukum
p
.b
w
Penyelenggaraan Statistik.
tp
Statistik.
d. Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 7 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pusat Statistik.
.id
disajikan dalam publikasi ini merupakan data kondisi tahun 2017.
Unit penelitian dalam survei ini adalah perusahaan perdagangan dan
go
non perdagangan. Perusahaan perdagangan terdiri dari perusahaan
s.
perdagangan besar dan kecil, seperti distributor, sub distributor, agen,
p
.b
daging bukan unggas, dan pedagang sapi potong hidup. Kegiatan usaha
//w
Usaha Indonesia (KBLI) 2015. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai
tp
berikut:
ht
Kerangka sampel pada survei ini terdiri dari dua frame, yaitu kerangka
sampel pedagang dan kerangka sampel produsen hasil Listing Sensus
Ekonomi 2016 (SE2016).
Kerangka sampel produsen daging sapi terbentuk dari
.id
usaha/perusahaan kategori C (industri pengolahan) yaitu Kegiatan Rumah
go
Potong dan Pengepakan Daging Bukan Unggas. Ditambah dengan
usaha/perusahaan kategori G yaitu Perdagangan Besar Binatang Hidup dan
s.
p
Perdagangan Eceran Hewan Ternak/Hasil Peternakan.
.b
.id
go
2.5 Metode Perhitungan Margin Perdagangan dan Pengangkutan
(MPP)
p s.
.b
fokus penelitian.
//w
terlibat dalam pola utama distribusi perdagangan. MPP dari pelaku usaha
distribusi dilakukan dengan cara menghitung selisih jumlah penjualan
dikurangi jumlah pembelian dari seluruh pelaku usaha pada level
tertentu. Sedangkan MPP dalam bentuk persentase di dapatkan dengan
membagi nilai selisih penjualan dan pembelian terhadap nilai
pembeliannya.
Contoh: MPP Distributor = 9,71%; MPP Pedagang Eceran = 14,96%
Dimana:
MPPi = selisih antara nilai penjualan dengan nilai pembelian untuk pelaku
.id
Kementerian Perdagangan).
go
b. Produsen adalah perusahaan yang berbentuk perorangan atau badan
s.
hukum yang memproduksi barang (Permendag No. 22 Tahun 2016).
p
.b
Apakah
termasuk KBLI Ya Produsen
Produsen?
Tidak
Apakah
membeli dari luar Ya Importir
negeri > 50%?
Tidak
.id
Apakah
go
menjual ke luar negeri Ya Eksportir
> 50%? s.
p
Tidak
.b
w
Apakah
w
Pedagang
menjual ke rumah Ya
//w
Tidak
tp
ht
Apakah
Apakah
membeli dari
Ya menjual ke konsumen Ya
distributor
akhir ≤ 50%?
= 100%?
Sub Distributor
Tidak Tidak
Pedagang
Grosir
Tidak
Apakah
membeli dari produsen + Pedagang
.id
distributor + pengepul
Ya
Grosir
go
≤ 50%?
Tidak
p s.
.b
w
Apakah
w
terdaftar?
s:
Tidak
tp
ht
Apakah
Pedagang
aktif mendatangi Ya
petani? Pengepul
Tidak
Pedagang
Grosir
Gambar 1. Flowchart Penentuan Pelaku Usaha
.id
melakukan kegiatan pemasaran barang.
go
3. Agen adalah pelaku usaha distribusi yang bertindak sebagai perantara
s.
untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya berdasarkan perjanjian
p
untuk melakukan kegiatan pemasaran barang. Pendapatan agen
.b
w
berbagai macam barang dalam partai besar dan tidak secara eceran.
s:
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
ht
.id
Kemudian, yang tergolong dalam Pemerintah dan Lembaga Nirlaba
go
antara lain adalah instansi-instansi pemerintah, panti asuhan, rumah
s.
sakit non profit, lembaga swadaya non profit, organisasi kesejahteraan
p
masyarakat dan sebagainya.
.b
w
Lambang Komoditas
.id
(PE).
go
c. Warna kuning muda ( ) mewakili fungsi kelompok konsumen akhir.
3.
s.
Pembagian kelompok fungsi usaha yang dimaksud pada poin di atas adalah
p
.b
sebagai berikut:
w
garis ini digunakan bahwa jika informasi jalur terputus pada arus
distribusi di tingkat PB, maka langsung digariskan ke PE. Sedang
.id
jika arus distribusi terjadi terpustusnya di tingkat PE, maka
go
langsung digariskan ke konsumen akhir. Apabila dalam pola
distribusi utama melalui garis putus titik-titik putus maka garis
s.
p
tersebut diganti dengan garis solid tebal 3 poin.
.b
w
khusus yang mewakili setiap fungsi usaha. Rincian garis tersebut adalah
//w
sebagai berikut:
s:
.id
Produksi daging sapi nasional tahun 2017 mencapai 532 ribu ton. Jawa
go
Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah merupakan tiga provinsi penghasil daging
sapi terbesar di Indonesia dengan share masing-masing sebesar 19 persen, 14
s.
p
persen, dan 11 persen. DKI Jakarta sebagai wilayah metropolitan turut
.b
Utara merupakan provinsi dengan produksi daging sapi terendah dengan produksi
w
//w
Jawa Barat:
14%
DKI Jakarta: 5%
Jawa Tengah:
Sumatera Utara: 11%
5% Sumatera Barat: Banten: 6%
5%
daging sapi impor tersebut berasal dari Australia. Negara lain yang turut mengimpor
w
w
daging sapi adalah Amerika Serikat dan Selandia Baru dengan share masing-masing
//w
sebesar 9 persen, serta Jepang, Malaysia, dan Singapura dengan share kurang dari
s:
1 persen.
tp
ht
Australia 85.192
Amerika
14.431
Serikat
Lainnya 46.953
.id
margin perdagangan dan pengangkutan dari produsen sampai ke konsumen akhir
go
nasional dan di setiap provinsi melalui Survei Pola Distribusi Perdagangan
s.
komoditas daging sapi. Ulasan publikasi merupakan hasil survei terhadap 84
p
produsen, 356 pedagang besar, dan 259 pedagang eceran yang tersebar di 34
.b
w
provinsi.
w
//w
3.2 Indonesia
s:
Sub Distributor
Pedagang Grosir
47,93
Pedagang Eceran
Importir
.id
Informasi lain yang dihasilkan adalah status badan usaha menurut jenis
go
pelaku usaha. Legalitas usaha merupakan aspek penting dalam berwirausaha
s.
karena berfungsi sebagai alat bukti yang sah kepemilikan suatu usaha. Selain itu,
p
legalitas usaha juga dapat digunakan sebagai alat perlindungan hukum dan
.b
usahanya. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa pelaku usaha yang belum
//w
berbadan usaha lebih dominan dibandingkan dengan yang sudah berbadan usaha.
s:
Masih sekitar 60 persen dari pelaku usaha distribusi komoditas daging sapi belum
tp
mengantongi izin usaha seperti PT, CV, Koperasi, dan Izin Khusus.
ht
13,48
.id
6, distributor memiliki jaringan penjualan yang mampu menjangkau ke seluruh
fungsi kelembagaan yang terlibat. Setelah menerima pasokan daging sapi dari
go
importir, mayoritas pasokan daging oleh distributor dijual langsung ke pedagang
s.
eceran (78,76 persen). Selain itu, distributor juga menjual stok daging sapinya ke
p
.b
pelaku usaha lain seperti sub distributor, agen, pedagang grosir, dan juga
w
dipasarkan secara langsung ke konsumen akhir. Sementara itu, dari jalur produsen,
w
pasokan daging sapi oleh produsen mayoritas dijual ke pedagang grosir. Kemudian
//w
Kegitan Usaha Lainnya, serta Rumah Tangga dengan persentase yang relatif
tp
hampir sama. Hal tersebut mengindikasikan bahwa saat ini pasokan daging sapi
ht
Pemerintah
Pedagang
0,02% dan Lembaga
Grosir
0,14%
Nirlaba
92,57%
0,04%
Supermarket/
Swalayan 0,13%
0,11%
Industri
22,45%
Agen Pengolahan
0,26%
LUAR NEGERI
0,15%
1,58%
0,09% 0,12%
.id
1,27%
Distributor 2,35% Kegiatan
go
6,18% 24,27%
100%
Usaha Lainnya
0,34%
25,02%
Pedagangs.
Eceran
p
0,02% 78,76% 0,85%
.b
13,70%
Importir 99,13%
w
97,18%
//w
0,87%
Keterangan:
s:
.id
Selain menggelar operasi pasar secara rutin, terobosan baru pemerintah dalam
go
memotong mata rantai pendistribusian daging sapi adalah menarik secara langsung
s.
pasokan daging dari feedloter (penggemukan sapi hidup) ke dalam koperasi-
p
koperasi yang telah disiapkan. Koperasi-koperasi ini nantinya adalah hasil upgrade
.b
w
produsen daging sapi di wilayah Indonesia Timur seperti Kepulauan Nusa Tenggara
s:
Indonesia. Dengan demikian, harga daging sapi diyakini akan tetap terjangkau oleh
masyarakat.
Selain pola distribusi perdagangan, dari hasil survei diperoleh pula margin
perdagangan dan pengangkutan (MPP) total yang dihitung berdasarkan banyaknya
rantai dan pelaku usaha yang terlibat pada pola utama distribusi perdagangan. Pola
utama distribusi ini didapatkan dari persentase penjualan terbesar dari hulu
(penjualan oleh produsen) ke hilir (penjualan oleh pedagang eceran). MPP secara
lengkap tersaji pada tabel berikut.
.id
18 Lampung 51,50 3 16,54 30,00
go
19 Kep. Bangka Belitung 26,28 2 26,28
21 Kepulauan Riau 20,70 s. 2 20,70
31 DKI Jakarta 23,40 2 23,40
p
15,78
.b
.id
51,50
go
p s.
37,27
.b
w
w
26,28
//w
24,44
23,40
22,63
21,99
21,92
21,36
20,70
20,00
19,87
19,46
18,37
s:
18,01
17,37
16,57
16,21
16,05
15,78
15,30
15,14
14,80
14,22
14,18
tp
13,77
13,55
12,04
11,97
11,54
10,95
ht
8,72
7,94
SUMBAR
RIAU
BENGKULU
BABEL
JAMBI
PAPBAR
JABAR
JATIM
SULBAR
KALBAR
SUMSEL
JAKARTA
JOGJA
KALTARA
MALUKU
NTT
BANTEN
ACEH
SUMUT
BALI
MALUT
KALSEL
PAPUA
SULTRA
KEPRI
SULUT
SULSEL
KALTIM
GORONTALO
KALTENG
NTB
JATENG
LAMPUNG
SULTENG
Pada Tahun 2017, komoditas daging sapi juga menjadi komoditas terpilih
dalam Survei Pola Distribusi Komoditas Strategis (Poldis). Hasil Poldis 2017 untuk
data Tahun 2016 menunjukkan bahwa pola utama distribusi daging sapi yang
didapat sama dengan data Tahun 2017 (3 rantai), yaitu Produsen – Pedagang
Secara umum, jika dibandingkan dengan MPP total tahun 2018, terlihat
adanya sedikit peningkatan. Hal ini hendaknya dapat menjadi perhatian pemerintah
dalam upaya stabilitas harga baik di level pedagag grosir maupun di level pengecer.
.id
go
p s.
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
Berdasarkan hasil survei, pola distribusi daging sapi yang terbentuk terlihat
cukup sederhana. Pelaku usaha distribusi perdagangan daging sapi di Provinsi Aceh
terdiri dari produsen, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Pendistribusian
terbesar dari pedagang grosir, yakni sekitar 45 persen, adalah ke pedagang eceran.
Pola distribusi perdagangan daging sapi beserta persentase penjualan dari setiap
fungsi usaha perdagangan di Provinsi Aceh selengkapnya dapat dilihat pada
Gambar 9.
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI DALAM PROVINSI
.id
Industri
go
17,75%
Pengolahan
1,65%
p s.
Kegiatan
.b
17,55%
Usaha Lainnya
w
w
14,75%
SUMATERA
//w
UTARA (3,00%)
Pedagang
45,08%
Eceran
s:
67,50%
tp
Pedagang
Rumah Tangga
ht
35,72%
Grosir
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Lebih lanjut, pola utama distribusi perdagangan daging sapi Provinsi Aceh
adalah:
.id
Kabupaten Langkat, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Medan, dan Kota Binjai.
go
3.4.1 Pola Distribusi p s.
Pelaku usaha distribusi perdagangan daging sapi di Provinsi Sumatera
.b
Utara terdiri dari produsen, agen, pedagang grosir, dan pedagang eceran.
w
w
Industri
1,67% Agen 0,72% 6,16%
Pengolahan
0,04%
Pedagang
30,02%
Grosir
10,13% 20,03%
29,88%
Pedagang Kegiatan
36,94% 20,36% 14,57%
Eceran Usaha Lainnya
4,81%
39,92%
.id
Rumah Tangga 10,64%
74,11%
go
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran
p s.
= Konsumen Akhir
.id
mendistribusikan daging sapi ke pedagang eceran dan langsung ke rumah tangga
go
dengan pendistribusian terbesar, yakni sekitar 96 persen, adalah ke pedagang
eceran. Adapun pendistribusian terbesar dari pedagang besar grosir adalah ke
s.
p
pedagang eceran. Untuk memenuhi permintaan, pedagang grosir memasok daging
.b
sapi dari luar provinsi, yaitu provinsi Lampung dan Sumatera Utara.
w
9,60%
Industri
96,00%
0,23% 17,06% Pengolahan
Pedagang
Eceran Kegiatan
SUMATERA 10,22% 6,15%
UTARA (2,94%) Usaha Lainnya
32,97% RIAU (0,43%)
12,66%
Pedagang
LAMPUNG 1,00%
(21,80%) Grosir 26,09%
4,00%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP daging sapi di
go
Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 18,01 persen. Hal ini mengindikasikan
s.
bahwa kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir
p
di Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 18,01 persen.
.b
w
Cakupan wilayah survei di Provinsi Riau yang menjadi wilayah sampel pola
s:
Pekanbaru.
Berdasarkan hasil survei, pola distribusi daging sapi yang terbentuk terlihat
cukup sederhana. Pola perdagangan daging sapi di Provinsi Riau melibatkan
beberapa fungsi usaha seperti produsen, pedagang grosir, dan pedagang eceran
sebelum akhirnya sampai ke konsumen akhir. Pola distribusi perdagangan
komoditas daging sapi di Provinsi Riau secara lengkap disajikan pada gambar di
bawah ini:
4,38%
Industri
20,67% Pengolahan
4,98%
Pedagang Kegiatan
21,08%
Eceran Usaha Lainnya
LAMPUNG
(3,28%) 10,09%
39,00%
Pedagang
Grosir 30,24%
.id
Keterangan:
go
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
pasokan daging sapinya langsung ke konsumen akhir yaitu rumah tangga, kegiatan
//w
usaha lain, dan industri pengolahan, dan sebagian lainnya dijual ke pedagang
s:
eceran. Pedagang eceran yang telah mendapatkan stok dari pedagang grosir
tp
.id
3.7.1 Pola Distribusi
go
s.
Berdasarkan hasil survei, pola distribusi daging sapi yang terbentuk terlihat
p
cukup sederhana. Para pelaku usaha distribusi perdagangan daging sapi di Provinsi
.b
Jambi hanya melibatkan produsen, pedagang grosir, dan pedagang eceran. Jalur
w
w
distribusi dimulai berawal dari produsen yang menjual stok daging sapinya ke
//w
Industri
4,03%
Pengolahan
SUMATERA
BARAT (13,86%)
Pedagang
Eceran Kegiatan
29,16%
Usaha Lainnya
LAMPUNG (6%)
28,21% SUMATERA
34,21% BARAT (13,75%)
Pedagang
DKI JAKARTA Grosir 33,55%
(9,53%)
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
3.7.2 Margin Perdagangan Dan Pengangkutan (MPP)
go
s.
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP daging sapi di
p
Provinsi Jambi adalah sebesar 8,72 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
.b
w
kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir di
w
4,84%
Industri
0,46% Pengolahan
27,63%
Pedagang
DKI JAKARTA Grosir Kegiatan
39,14%
(6,45%) 19,85% Usaha Lainnya
LAMPUNG 4,41%
Pedagang
(54,84%)
Eceran
90,00%
0,75%
12,92% Rumah Tangga
.id
Keterangan:
go
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
p s.
Gambar 15. Pola Distribusi Perdagangan Daging
.b
Jalur distribusi berawal dari pedagang grosir yang mendapatkan stok dari
produsen. Pedagang grosir mendistribusikan stok daging sapi tersebut sebagian
besar melalui pedagang eceran (74,14%). Kemudian, pedagang eceran
.id
mendistribusikan stok daging sapinya langsung ke rumah tangga, juga ke kegiatan
go
usaha lain dan industri pengolahan. Pola distribusi perdagangan komoditas daging
sapi di Provinsi Bengkulu secara lengkap disajikan pada Gambar 15.
s.
p
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI DALAM PROVINSI
.b
w
w
Industri
1,17%
Pengolahan
//w
5,60%
s:
Pedagang
Pemerintah dan
Eceran
tp
0,26% Lembaga
LAMPUNG Nirlaba
ht
(52,21%)
74,14%
Pedagang
18,61%
Grosir Kegiatan
SUMATERA
BARAT (0,29%) 23,26% Usaha Lainnya
6,99%
Rumah Tangga
69,97%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Provinsi Bengkulu adalah sebesar 56,54 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
go
kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir di
s.
Provinsi Bengkulu adalah sebesar 56,54 persen. Angka ini merupakan yang paling
p
tinggi dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.
.b
w
1,22%
Industri
26,04% Pengolahan
19,76%
7,41%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
go
Gambar 17. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi
Lampung p s.
Adapun pola utama distribusi perdagangan daging sapi Provinsi Lampung
.b
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah tiga rantai.
ht
.id
go
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI DALAM PROVINSI
p s.
Industri
.b
22,80%
Pengolahan
w
29,78%
w
Pedagang
//w
LAMPUNG
Eceran Kegiatan
(42,06%) 40,75%
Usaha Lainnya
s:
Pedagang
(43,53%)
Grosir 20,29%
ht
Rumah Tangga
70,22%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Cakupan wilayah survei di Provinsi Kepulauan Riau yang menjadi wilayah
go
sampel pola distribusi perdagangan komoditas daging sapi meliputi Kabupaten
Karimun, Kota Batam, dan Kota Tanjung Pinang.
p s.
.b
kepulauan serta merupakan pintu gerbang dari negara tetangga, ada indikasi kuat
bahwa para pedagang eceran melakukan pengadaan stok daging sapi dari luar
negeri melalui importir, agen, dan distributor. Selain itu, produsen juga menjual
stok daging sapi ke pedagang eceran. Disamping itu, importir juga menjual
sebagian stoknya ke kegiatan usaha lainnya. Pola distribusi perdagangan komoditas
daging sapi di Provinsi Kepulauan Riau secara lengkap disajikan pada gambar
sebagai berikut:
Kegiatan
1,99%
Usaha Lainnya
0,67%
Importir
AUSTRALIA
(98,87%) 3,99%
Distributor
Pedagang
100% Rumah Tangga
100% Eceran
.id
93,35% Agen
go
Keterangan: s.
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
p
.b
.id
sangat besar. Hal ini tercermin dari kompleksnya rantai distribusi perdagangan
go
komoditas tersebut di kota Megapolitan ini. Hasil survei menunjukkan secara umum
s.
banyak fungsi kelembagaan pada level pedagang besar yang berperan dalam jalur
p
distribusi daging sapi seperti distributor, sub distributor, pedagang grosir, hingga
.b
melibatkan importir. Tampak pada Gambar 19 daging sapi yang ada di ibukota ini
w
didominasi oleh daging sapi impor dari luar negeri. Jalur importir menguasai pangsa
w
//w
pasar secara global dari pedagang besar, pedagang eceran, hingga sampai ke
konsumen akhir. Selain itu, ada sebagian kecil pasokan daging yang berasal dari
s:
5,00%
39
Gambar 19. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi DKI Jakarta
Adapun pola utama distribusi perdagangan daging sapi di DKI Jakarta
adalah sebagai berikut:
.id
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP daging sapi di
go
Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 23,40 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
s.
kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir di
p
Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 23,40 persen.
.b
w
JAWA TENGAH
8,77%
(20,76%)
Pedagang Industri
15,16% 5,01%
31,75% Grosir Pengolahan
27,70%
DKI JAKARTA 18,00%
(3,95%) 4,98%
Pedagang
53,19% 3,94%
Eceran Kegiatan
JAWA TIMUR 23,36% 1,85%
(6,01%)
Usaha Lainnya
DKI JAKARTA
78,00%
7,87% (0,07%)
Distributor
.id
24,89%
LUAR NEGERI
79,42% Rumah Tangga 8,20%
go
3,73% Supermarket/
AUSTRALIA
(0,001%)
Swalayan
4,00% 0,18%
NORWEGIA
(0,01%)
Keterangan:
p s.
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.b
Lebih lanjut, pola utama distribusi perdagangan daging sapi di Jawa Barat
//w
.id
3.15.1 Pola Distribusi
go
Pola distribusi perdagangan daging sapi di Provinsi Jawa Tengah tidak
s.
melibatkan cukup banyak fungsi usaha, hanya terdapat pedagang grosir dan
p
.b
grosir. Pedagang grosir memiliki jaringan distribusi cukup luas, dari menjual ke
w
0,02%
7,78%
Industri
2,00%
7,22% Pengolahan
Pedagang Pemerintah
99,77% 1,41%
Grosir 35,39% dan Lembaga
0,01% Nirlaba
0,13%
2,79%
14,89%
Rumah Tangga
64,53%
0,02%
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
go
Gambar 22. Pola Distribusi Perdagangan Daging
Sapi di Provinsi Jawa Tengah
p s.
Lebih lanjut, pola utama distribusi perdagangan daging sapi di Jawa
.b
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah dua rantai, dengan
ht
.id
WILAYAH PEMBELIAN WILAYAH PENJUALAN
DARI LUAR PROVINSI DALAM PROVINSI KE LUAR PROVINSI
go
p s. 10,00%
Industri
Pengolahan
1,84%
DKI JAKARTA Supermarket/
(27,29%) Swalayan
.b
35,00%
w
14,11% Kegiatan
11,65% 30,00%
JAWA TENGAH Usaha Lainnya
w
8,57%
59,54%
JAWA TIMUR
s:
1,73% 2,56%
(0,09%)
Pedagang Rumah Tangga 15,00%
20,00% 90,00%
Eceran
tp
Keterangan:
ht
.id
Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo,
go
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Magetan,
s.
p
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
.b
Sampang, Kabupaten Sumenep, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota
w
Dari hasil survei, pola distribusi perdagangan daging sapi yang terbentuk
ht
1,11%
Industri
0,09%
1,37% 17,45%
Pengolahan
Pemerintah
6,53% Pedagang
0,84% dan Lembaga
Grosir
Nirlaba
45,21%
14,69%
Kegiatan
0,22%
Pedagang Usaha Lainnya
82,02% 2,02%
Eceran
20,44%
18,40%
Rumah Tangga 11,14%
.id
78,47%
go
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran
p s.
= Konsumen Akhir
Jalur distribusi daging sapi di Provinsi Banten terpecah menjadi tiga jalur,
yaitu dari produsen, dari provinsi lain, serta impor dari Negara lain. Untuk jalur
produsen, produsen mendistribusikan daging sapinya ke pedagang eceran,
.id
sebelum menjualnya ke konsumen akhir. Kemudian jalur luar provinsi, daging sapi
go
di distribusikan oleh pedagang grosir. Sedangkan dari importir, daging sapi dijual
melalui distributor sebelum dijual ke pedagang eceran. s.
p
Pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan daging sapi di provinsi
.b
Industri
ht
0,68%
JAWA TENGAH Pengolahan
(34,98%) 12,62%
35,13%
Pedagang Kegiatan
LAMPUNG 4,06% 8,91%
(15,16%) Eceran Usaha Lainnya
DKI JAKARTA
19,52% (34,99%)
Pedagang 58,98%
Grosir
LUAR NEGERI
21,50% JAWA BARAT
(64,98%)
.id
kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir di
go
Provinsi Banten adalah sebesar 15,14 persen. p s.
.b
Pola distribusi daging sapi di Provinsi Bali melibatkan tidak banyak fungsi
kelembagaan, hanya pedagang grosir, pedagang eceran, serta supermarket.
Secara umum, kedudukan pedagang grosir daging sapi di pulau dewata ini cukup
vital karena mampu menyuplai pasokan daging sapinya ke berbagai fungsi
kelembagaan lain. Dari Gambar 25 tampak bahwa jaringan penjualan dari
pedagang grosir mampu menjangkau hingga konsumen akhir secara langsung.
16,05%
Industri
1,43% Pengolahan
Supermarket/
13,23%
Swalayan
Kegiatan
59,99%
Usaha Lainnya
DKI JAKARTA
(53,19%)
1,68%
Pedagang NTB (2,69%)
JAWA TIMUR Eceran
80,75%
(0,39%)
20,36% 1,52%
Pedagang
1,42% Rumah Tangga
Grosir
3,57%
.id
Keterangan:
go
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah dua rantai.
Pendistribusian utamanya melibatkan satu pedagang perantara, yaitu pedagang
eceran. Sementara konsumen akhirnya adalah rumah tangga.
.id
justru memasarkan sebagian besar pasokannya ke konsumen akhir dengan 60
go
persen lebih ke rumah tangga secara langsung. Dari data pembelian, diperoleh
informasi pula bahwa pedagang grosir juga mendapatkan suplai daging sapi dari
s.
p
produsen dan provinsi lain. Kemudian, oleh pedagang grosir suplai tersebut
.b
konsumen akhir (rumah tangga, industri pengolahan, kegiatan usaha lain). Pola
w
//w
WILAYAH PEMBELIAN
tp
26,79%
Industri
0,19%
Pengolahan
21,70%
17,18% Pemerintah
0,76% dan Lembaga 0,43%
Nirlaba
Pedagang
Eceran
Kegiatan
BALI (0,08%) 19,48% 23,87%
28,27% Usaha Lainnya
23,87%
Pedagang
Grosir 15,41%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP daging sapi di
go
Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebesar 7,94 persen. Hal ini mengindikasikan
s.
bahwa kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir
p
.b
di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sebesar 7,94 persen. Angka ini merupakan
w
Pola distribusi daging sapi di Provinsi NTT melibatkan dua lembaga usaha
perdagangan yaitu, pedagang grosir dan pedagang eceran. Data survei
menggambarkan bahwa pendistribusian daging sapi dari hulu ke hilir lebih
didominasi oleh kontribusi dari pedagang grosir secara langsung. Berdasarkan
Gambar 28, dapat dilihat bahwa pedagang eceran mendapat pasokannya dari
pedagang grosir, kemudian menjualnya mayoritas ke rumah tangga. Sementara itu,
dari data pembelian, didapatkan informasi bahwa pedagang grosir yang menerima
pasokan dari produsen, menjual sebagian besar daging sapinya ke kegiatan usaha
DALAM PROVINSI
Industri
0,23%
Pengolahan
.id
go
Pedagang s. 64,92%
Kegiatan
Grosir Usaha Lainnya
p
14,41%
.b
w
29,77%
Pedagang
w
Eceran
//w
65,80%
s:
4,43%
tp
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Cakupan wilayah survei di Provinsi Kalimantan Barat yang dialokasikan
go
sebagai sampel meliputi Kabupaten Sambas, Kabupaten Landak, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Kubu Raya, dan Kota Pontianak. s.
p
.b
Industri
14,86%
Pengolahan
Pedagang Kegiatan
68,55%
JAWA TIMUR Grosir Usaha Lainnya
8,73%
(27,91%)
4,98%
Pedagang
KALIMANTAN
TENGAH (5,80%) Eceran
70,91%
9,25%
22,72% Rumah Tangga
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Banyaknya rantai utama distribusi perdagangan daging sapi yang
terbentuk dari produsen sampai dengan konsumen akhir adalah dua rantai.
go
Pendistribusian utamanya hanya melibatkan pedagang grosir sebelum akhirnya
s.
berujung ke konsumen akhir yaitu kegiatan usaha lainnya.
p
.b
bahwa kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir
tp
Pedagang Kegiatan
6,70%
KALIMANTAN Grosir Usaha Lainnya
SELATAN (0,27%) 15,68% 14,88%
0,08% 27,06%
NTT (1,00%)
Pedagang
85,12% Rumah Tangga
Eceran
SULAWESI
SELATAN
(16,54%) Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
go
Gambar 30. Pola Distribusi Perdagangan Daging
Sapi di Provinsi Kalimantan Tengah
s.
p
Dari Gambar 29 dapat dilihat bahwa secara garis besar ada dua jalur
.b
perdagangan yang muncul, yakni jalur yang berawal dari produsen dan jalur yang
w
w
berawal dari provinsi lain. Untuk jalur provinsi lain, dari data pembelian diperoleh
//w
informasi bahwa provinsi tersebut menjual stok daging sapi ke pedagang grosir dan
pedagang eceran. Sementara itu, untuk jalur dari produsen, seluruh produksi
s:
tp
daging sapi didistribusikan ke pedagang grosir. Suplai dari pedagang grosir tersebut
ht
.id
Banjarmasin dan Kota Banjarbaru.
go
3.24.1 Pola Distribusi s.
p
.b
sederhana. Praktis hanya pedagang grosir dan pedagang eceran saja yang
w
menjembatani pasokan daging sapi dari produsen hingga konsumen. Dari Gambar
//w
30, tampak bahwa produsen memiliki kontribusi yang signifikan dalam memenuhi
s:
kebutuhan konsumen akhir karena hampir 85 persen hasil produksinya dijual secara
tp
langsung ke konsumen akhir. Selain itu, produsen juga menyuplai daging sapi ke
ht
pedagang grosir dan pedagang eceran. Oleh pedagang eceran, mayoritas stok
daging sapi dijual guna memenuhi permintaan rumah tangga (70,37 persen). Pola
distribusi perdagangan komoditas daging sapi di Provinsi Kalimantan Selatan secara
lengkap disajikan pada gambar di bawah ini:
1,02%
SULAWESI
SELATAN (8,34%)
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Gambar 31. Pola Distribusi Perdagangan Daging
go
Sapi di Provinsi Kalimantan Selatan
s.
Lebih lanjut, pola utama distribusi perdagangan daging sapi Provinsi
p
Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut:
.b
w
dengan konsumen akhir terjadi dengan melibatkan satu pihak perantara saja, yakni
tp
.id
Selain itu, dari data pembelian diketahui bahwa pedagang eceran juga menerima
go
pasokan daging sapi dari produsen, sebelum akhirnya dipasarkan ke rumah tangga.
Pola distribusi perdagangan komoditas daging sapi di Provinsi Kalimantan Timur
s.
p
secara lengkap disajikan pada gambar berikut:
.b
w
80,00%
//w
GORONTALO
(73,44%)
Kegiatan
58,16%
Usaha Lainnya
s:
Pedagang KALIMANTAN
tp
13,50%
SULAWESI
Pedagang Rumah Tangga KALIMANTAN
TENGAH (0,50%) 97,61%
Eceran UTARA (0,07%)
20,00%
2,39%
SULAWESI
SELATAN (0,29%) Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
Lebih lanjut, pola utama distribusi perdagangan daging sapi adalah sebagai
berikut:
.id
go
3.26.1 Pola Distribusi p s.
Pola distribusi daging sapi di Provinsi Kalimantan Utara melibatkan
.b
eceran. Dari data pembelian dapat dilihat bahwa pedagang eceran mendapatkan
w
//w
stok daging sapinya melalui produsen. Oleh pedagang eceran, seluruh pasokan
tersebut kemudian dijual ke rumah tangga. Sementara itu, didapatkan informasi
s:
tambahan bahwa pedagang grosir menerima pasokan daging sapi dari provinsi lain.
tp
Industri
28,29%
Pengolahan
GORONTALO
(63,29%)
Pedagang Kegiatan
13,21%
Grosir Usaha Lainnya
SULAWESI
SELATAN (5,27%)
42,64%
15,86%
SULAWESI Pedagang
100% Rumah Tangga
TENGAH (10,55%) Eceran
.id
Keterangan:
go
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
berikut:
w
//w
.id
go
Industri
9,36%
Pengolahan
4,81%
p s.
.b
Pedagang
57,69%
Grosir Kegiatan
w
(21,78%)
//w
Pedagang
13,90%
Eceran Rumah Tangga
s:
85,23%
tp
Keterangan:
ht
.id
di Provinsi Sulawesi Utara adalah sebesar 16,57 persen.
go
3.28 Provinsi Sulawesi Tengah
p s.
.b
kelembagaan seperti pedagang grosir dan pedagang eceran. Praktis pola yang
terbentuk cukup ringkas. Informasi dari data pembelian menjelaskan bahwa setelah
pedagang grosir dan pedagang eceran menerima pasokan dari produsen, kedua
pedagang tersebut langsung menyalurkan sebagian besar pasokannya ke
konsumen akhir. Data survei mencata bahwa pedagang grosir fokus memasok stok
daging sapinya untuk memenuhi kebutuhan kegiatan usaha lain (restoran,
warung/kedai makan, perhotelan dll). Selain itu, pedagang grosir juga memasok
2,91 persen ke pedagang eceran. Pedagang eceran kemudian menjual kembali
sebagian besar pasokan daging sapi yang dibelinya ke rumah tangga. Pola distribusi
perdagangan komoditas daging sapi di Provinsi Sulawesi Tengah secara lengkap
disajikan pada gambar di bawah ini:
Industri
23,07%
Pengolahan
Pedagang
56,99%
Grosir Kegiatan
SULAWESI BARAT 2,91% 7,55% Usaha Lainnya
(3,84%)
Pedagang
92,45%
Eceran Rumah Tangga
17,03%
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
go
Gambar 35. Pola Distribusi Perdagangan Daging
Sapi di Provinsi Sulawesi Tengah
s.
p
Pola utama distribusi perdagangan daging sapi Provinsi Sulawesi Tengah
.b
Tengah dari produsen sampai dengan konsumen akhir (kegiatan usaha lain) yang
ht
.id
serta sisanya terbagi habis masing-masing ke industry pengolaan (16,61 persen)
dan juga kegiatan usaha lainnya (7,13 persen). Sementara itu, dari data pembelian,
go
didapatkan informasi tambahan bahwa pedagang grosir turut menerima pasokan
s.
dari produsen, untuk kemudian dipasarkan ke pedagang eceran dan konsumen
p
.b
akhir. Di akhir mata rantai distribusi, pedagang eceran menjual mayoritas stok
w
komoditas daging sapi di Provinsi Sulawesi Selatan secara lengkap disajikan pada
//w
WILAYAH PEMBELIAN
DARI LUAR PROVINSI DALAM PROVINSI
ht
Industri
16,61%
Pengolahan
2,27%
SULAWESI
TENGAH (1,14%)
27,24% Pedagang Eceran 14,44%
Kegiatan Usaha
7,13%
Lainnya
SULAWESI 83,28%
TENGGARA
(4,27%) 85,04%
Distributor 85,13%
Rumah Tangga 49,02%
4,71%
14,96%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP daging sapi di
go
Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebesar 12,04 persen. Hal ini mengindikasikan
bahwa kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir
s.
p
di Provinsi Sulawesi Selatan adalah sebesar 12,04 persen.
.b
w
Konawe, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka Utara, Kota Kendari dan Kota
tp
Bau-Bau.
ht
DALAM PROVINSI
68,59%
2,52%
Kegiatan Usaha
Lainnya
14,70%
Supermarket/
Swalayan
Industri
0,48%
Pengolahan
0,48%
.id
11,08%
Pedagang Grosir
go
44,00% 11,17% 30,22%
p s.
.b
17,14%
//w
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
s:
.id
Pola distribusi daging sapi di Provinsi Gorontalo melibatkan beberapa
go
fungsi kelembagaan usaha seperti pedagang grosir dan pedagang eceran.
s.
Pendistribusian daging sapi berawal dari produsen yang menjual lebih dari 90
p
.b
eceran. Dari aspek pembelian, didapatkan informasi juga bahwa pedagang grosir
w
juga menerima pasokan daging sapi dari produsen. Baik pedagang grosir maupun
//w
Industri
12,09%
Pengolahan
Pemerintah
Pedagang 1,82% dan Lembaga
Grosir
Nirlaba
54,79%
Kegiatan
Pedagang SULAWESI
Usaha Lainnya
8,07% 24,30% TENGAH (0,04%)
Eceran
31,30%
Rumah Tangga
75,70%
.id
91,70%
go
0,23%
Keterangan:
p s.
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.b
Pola distribusi daging sapi di Provinsi Sulawesi Barat melibatkan dua fungsi
kelembagaan usaha saja yaitu pedagang grosir dan pedagang eceran. Dari
informasi data pembelian, pedagang grosir dan pedagang eceran mengaku
.id
menerima pasokan daging dari produsen. Di level pedagang grosir, sebagian besar
go
pasokan daging sapi didistribusikan untuk memenuhi permintaan dari kegiatan
usaha lain. Sedangkan di level pengecer, mayoritas stok yang ada didistribusikan
s.
p
ke rumah tangga (98,59 persen). Pola distribusi perdagangan komoditas daging
.b
sapi di Provinsi Sulawesi Barat secara lengkap disajikan pada gambar di bawah ini:
w
w
DALAM PROVINSI
//w
s:
tp
Industri
0,73%
Pengolahan
ht
Pedagang Eceran
11,38%
Rumah Tangga
98,59%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar 21,99 persen. Hal ini mengindikasikan
go
bahwa kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir
s.
di Provinsi Sulawesi Barat adalah sebesar 21,99 persen.
p
.b
Industri
29,19%
Pengolahan
8,09%
Pemerintah
Pedagang
1,28% dan Lembaga
Grosir
Nirlaba
68,10%
PAPUA (3,89%)
0,35%
Kegiatan
JAWA TIMUR 27,59%
Pedagang Usaha Lainnya
(0,67%) 21,86%
Eceran
PAPUA BARAT
(15,12%)
1,75%
Distributor Rumah Tangga
78,14%
43,22%
.id
100%
20,43%
go
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
p s.
Gambar 40. Pola Distribusi Perdagangan Daging Sapi di Provinsi Maluku
.b
w
Dari pola yang terbentuk, pola utama distribusi perdagangan daging sapi
w
.id
ke konsumen akhir. Dari data pembelian didapatkan informasi bahwa setelah
go
mendapatkan pasokan daging sapi dari produsen, pedagang grosir menyalurkan
pasokannya ke pedagang eceran, serta secara langsung ke konsumen akhir.
s.
p
Pasokan dari pedagang grosir cenderung dijual untuk memenuhi kebutuhan dari
.b
kegiatan usaha lain, sedangkan pasokan dari pedagang eceran mayoritasnya dijual
w
DALAM PROVINSI
tp
ht
12,25%
Industri
3,96% Pengolahan
Pedagang Kegiatan
47,03%
Grosir Usaha Lainnya
34,12%
Pedagang
14,89% Rumah Tangga
Eceran
87,75%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
3.34.2 Margin Perdagangan Dan Pengangkutan (MPP)
go
Berdasarkan hasil survei, diperoleh informasi bahwa MPP daging sapi di
s.
Provinsi Maluku Utara adalah sebesar 10,95 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
p
.b
kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir di
w
Pola distribusi daging sapi di Provinsi Papua Barat melibatkan dua fungsi
lembaga usaha saja yaitu pedagang grosir dan pedagang eceran. Dari informasi
data pembelian, pedagang grosir medapat pasokan daging dari produsen serta
sedikit tambahan dari luar provinsi. Di level pedagang grosir, sebagian besar
pasokan daging sapi didistribusikan ke pedagang eceran (46,68 persen). Kemudian,
pengecer yang menerima stok dari pedagang grosir menjual mayoritas stoknya ke
rumah tangga (91,74 persen). Pola distribusi perdagangan komoditas daging sapi
di Provinsi Papua Barat secara lengkap disajikan pada Gambar 41.
Industri
5,89%
0,54%
Pengolahan
Pedagang
MALUKU 1,83%
Eceran Kegiatan
(22,78%)
23,32% Usaha Lainnya
MALUKU UTARA
(2,15%) 46,68%
91,74%
Keterangan:
.id
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
go
Gambar 42. Pola Distribusi Perdagangan Daging
Sapi di Provinsi Papua Barat s.
p
Pola utama distribusi perdagangan daging sapi Provinsi Papua Barat dapat
.b
dengan konsumen akhir terjadi dengan melibatkan dua pihak perantara, yaitu
ht
.id
sebagian kecil sisanya industri pengolahan dan juga kegiatan usaha lainnya.
go
Disamping itu, distributor yang mendapat pasokan dari luar provinsi turut
menyuplai pasokan daging sapi ke pedagang eceran. Pada pola distribusis.
p
perdagangan daging sapi di Provinsi Papua tidak ditemukan adanya pedagang
.b
grosir. Pola distribusi perdagangan komoditas daging sapi di Provinsi Papua secara
w
Industri
0,13%
Pengolahan
ht
Supermarket/
PAPUA BARAT
Swalayan
(3,15%)
Kegiatan
8,71%
Distributor 4,75% Usaha Lainnya
DI YOGYAKARTA
JAWA TIMUR
100% (0,05%)
(0,53%)
3,26%
17,41%
Keterangan:
= Pedagang Besar = Pedagang Eceran = Konsumen Akhir
.id
go
p s.
.b
w
w
//w
s:
tp
ht
.id
lainnya di dalam pendistribusiannya.
Jika dilihat per provinsi, mayoritas pola utama rantai distribusi daging sapi
go
di Indonesia tergolong cukup pendek. Dari 34 provinsi, 30 diantaranya memiliki
s.
pola utama distribusi yang hanya melalui dua rantai. Pendistribusian pola utama
p
.b
sapi domestik. Hasil survei juga menangkap ada pasokan daging yang didatangkan
s:
dari luar negeri. Hal tersebut membuat provinsi-provinsi seperti Kepulauan Riau,
tp
DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten memiliki pola distribusi yang berawal dari jalur
ht
importir.
Dalam skala nasional, perolehan margin perdagangan dan pengangkutan
(MPP) total komoditas daging sapi adalah 34,11 persen. Hal ini mengindikasikan
bahwa kenaikan harga daging sapi dari produsen sampai dengan konsumen akhir
di Indonesia adalah sebesar 34,11 persen. Secara spasial, Bengkulu merupakan
provinsi dengan perolehan MPP tertinggi yaitu sebesar 56,54 persen. Sementara
Nusa Tenggara Barat merupakan provinsi dengan MPP terendah yaitu sebesar 7,94
persen.
Agustinus, Michael. Soal Kebutuhan Daging Sapi, Kementan dan Kantor Menko
Perekonomian Beda Data. Dikutip dari www.finance.detik.com, pada 25
Oktober 2017.
.id
---------- (2017). Ringkasan Eksekutif Pengeluaran dan Konsumsi Penduduk
go
Indonesia 2017, Berdasarkan Hasil Susenas September. Jakarta.
s.
p
.b
Kementerian Pertanian.
Mahbubi, Akhmad. (2014). Optimasi Pengelolaan Rantai Pasok Daging Sapi dari
Nusa Tenggara Timur ke DKI Jakarta. Jakarta: Prodi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wamaer, Demas dan Kuntoro Boga Andri. (2016). Tinjauan Produksi dan
Konsumsi Daging Sapi pada Era Otonomi Khusus di Provinsi Papua .
Jurnal LPPM Bidang EkoSosBudKum: Volume 3 Nomor 1 Tahun 2016
Edisi Mei.
.id
go
p s.
.b
w
w
//w
s:
tp
ht