Anda di halaman 1dari 8

BERPANCASILA DENGAN BAIK

Tutut Indri Lestari


170210101059
Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Pengantar
Tulisan ini berawal dari keprihatinan saya terhadap situasi dan kondisi masyarakat
sekitar yang dinilai sudah terlampau jauh dari ajaran-ajaran Pancasila. Pancasila ada di
kehidupan kita tapi mulai dilupakan apa alasan keberadaannya. Hiruk pikuk dunia saat ini
tidak menjadikan Pancasila sebagai filter dalam menangani masalah yang timbul di
dalamnya. Saya pun merasa bahwa penegasan terhadap isi Pancasila sangat diperlukan
terutama penerapannya dalam kehidupan nyata. Selain itu, saya sering kali mendengar
bahkan melihat bahwa Pancasila tidak dijadikan sebagai acuan dalam penegakan hukum di
Indonesia. Apa yang salah dari Pancasila kalau begitu?. Dalam hal ini, ada banyak yang
perlu di revisi oleh kita semua agar Pancasila bisa tetap tegak menjadi pedoman bangsa
Indonesia.
Hari demi hari tidak pernah luput dari pelanggaran bahkan penyelewengan
terhadap nilai-nilai Pancasila. Kenyataan ini saya temui di lingkungan sekitar kampus
tentang kurangnya sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama bahkan
terhadap orang yang lebih tua. Saya pernah merasakan sendiri disuatu mata kuliah tertentu,
dosen sedang menjelaskan materi didepan tapi mahasiswa malah sibuk main handphone.
Mereka asik mengabadikan dirinya dalam berfoto, chatingan, update status bahkan main
game online akibat adanya wifi di setiap ruangan. Disini saya bertanya-tanya apakah dosen
yang terlalu sabar atau kadar kepekaan mahasiswanya yang kurang?. Saya juga sempat
berfikir apakah materi yang disampaikan dosen kurang penting daripada main handphone?.
Padahal materi itu yang akan membawa kita menuju kesuksesan. Sungguh sangat
memprihatinkan keadaan bangsa kita melihat sikap pemudanya yang demikian.
Kurangnya sikap menghormati dan menghargai antar sesama juga sempat saya
rasakan saat mengadakan rapat organisasi. Disana mereka juga sibuk bermain handphone
dan tidak mendengarkan isi rapat. Padahal tujuan diadakannya rapat yaitu musyawarah
untuk mencapai mufakat bersama serta disitulah tempat mahasiswa bebas mengeluarkan
pendapatnya. Hal ini bertentangan dengan adanya sila ke empat Pancasila perihal
musyawarah mufakat. Namun yang terjadi sebaliknya, saat saya sempat menanyakan apa
isi rapat tadi karena tidak terlalu jelas dalam pendengaran saya lalu mereka menjawab
tidak tahu. Hal ini membuat saya berfikir bahwa mereka tidak mengikuti jalannya rapat
dengan baik. Lalu apa yang mereka dapatkan dari rapat ini?. Mengapa mereka seolah tidak
peduli sama sekali arti penting dalam suatu rapat padahal sudah jelas tertuang dalam sial ke
empat Pancasila. Lantas apa arti keberadaan sila ke empat Pancasila setelah itu?. Hal ini
tidak boleh dibiarkan terus berkelanjutan. Sadar atau tidak tapi kita memang benar-benar
telah melupakan Pancasila.
Saat ini kita hidup di zaman yang serba modern dan bebas. Globalisasi memang
memberikan perubahan dan kemajuan bagi masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hal tersebut
tidak dibarengi dengan kesiapan mental bangsa Indonesia itu sendiri yang ujungnya
menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Adanya televisi sebagai wujud perkembangan
teknologi harusnya menjadi sarana informasi yang baik bagi masyarakat. Bukan
menampilkan sinetron dan film percintaan remaja hanya untuk menaikkan rating semata.
Berita dan informasi yang ditampilkan seharusnya bersifat mendidik. Pernah suatu ketika
saya menonton berita di televisi tentang seorang guru yang dilaporkan ke polisi akibat

1
memukul siswanya. Orang tua siswa pun berbicara bahwa ini melanggar Hak Asasi
Manusia. Hati saya bergejolak mengetahui bahwa murid saat ini dapat dengan mudah
melawan gurunya bahkan orang tuanya sendiri juga mendukung memenjarakan guru
apabila menyakiti anaknya. Sebagai mahasiswa yang berasal dari Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, saya tidak setuju dengan adanya perlakuan yang demikian terhadap guru.
Seorang guru pasti memiliki alasan tertentu mengapa beliau sampai melakukan itu. Apakah
salah jika seorang guru menasehati muridnya? Apakah seorang guru akan tega
membiarkan muridnya melakukan hal yang salah? Tidak demikian. Guru tetaplah seorang
guru dimana tugasnya adalah mendidik. Lalu bagian Hak Asasi Manusia manakah yang
beliau langgar?. Dimanakah peran Pancasila dalam hal ini?. Nilai-nilai sopan dan santun
yang terdapat dalam Pancasila yang digali dari leluhur punah seketika. Harusnya guru
dihormati dan dihargai karena berkat jasa-jasanya beliau melakirkan anak bangsa yang
berkualitas. Pancasila tidak bisa menjadi pembela dan penegak hukum yang bijak. Antara
HAM dan Pancasila sering kali mengalami gejolak entah bagian mana yang harud
didahulukan.
Hampir setiap hari juga selalu terdengar berita miring di televisi baik itu
menyangkut individu maupun kelompok. Pelanggaran-pelanggaran, krisis moral dan
budaya bahkan intoleransi antar umat beragama tak lagi dapat dibendung. Masuknya
budaya asing yang langsung dimakan mentah oleh kalangan muda menjadi tamparan keras
bagi Indonesia. Seperti contoh cara berpakaian anak jaman sekarang yang seperti
kekurangan bahan tampaknya menjadi suatu yang lumrah akibat mengikuti budaya lain. Di
lingkungan kampus pun saya juga melihat banyak mahasiswa saling berlomba untuk
memakai pakaian paling baru dan bergaya. Mereka ingin di bilang anak hits dan kekinian
dan telah melupakan bahwa bangsa Indonesia itu sederhana. Di sisi lain, kehidupan politik
pun mengalami gejolak baik itu korupsi, adu mulut bahkan adu kekuatan. Yang kuat
menindas yang lemah, tumpul ke atas tajam ke bawah tampaknya bukan hanya peribahasa
belaka. Semua real terjadi di kalangan masyarakat kita. Hal yang patut dipertanyakan,
sudahkah kita merdeka secara akal dan pikiran?
Berbeda dengan zaman dahulu dimana bentuk kemerdekaan menjadi semangat
berkobar untuk terbebas dari belenggu penjajah. Adanya sejarah dimasa lalu seharusnya
membuat kita sadar akan pentingnya Indonesia dan Pancasila dalam kehidupan kita.
Adanya dampak negatif globalisasi tersebut seolah membuat kita berkaca apakah peran
Pancasila tidak lagi sama? Apakah Pancasila saat ini hanya sebagai kobaran api yang akan
padam akan derasnya kehidupan Indonesia? Sungguh ini diluar dugaan, harusnya kita
sudah maju, harusnya kita telah merdeka. Jangan pernah bilang kalau kita sudah merdeka.
Buktinya kita masih ada dalam kuasa negara lain yang masih mengincar negeri ini.

Mengapa harus Pancasila?


Dahulu, Pancasila sangat dekat dengan masyarakat serta turut berperan dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Semua permasalahan yang timbul diselesaikan dengan
berlandaskan Pancasila. Pancasila dijadikan sebagai dasar negara Indonesia bukan tanpa
alasan. Rumah akan berdiri kokoh apabila memiliki pondasi yang kuat. Pondasi bangsa
Indonesia ini yaitu Pancasila. Dengan adanya Pancasila diharapkan bangsa Indonesia tetap
utuh dan bersatu dalam kesatuan. Di dalamnya, Pancasila memuat 5 prinsip/asas serta
dijadikan sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Sebagai dasar
negara, Pancasila lahir berdasarkan nilai-nilai budaya yang sudah melekat di Indonesia
sejak zaman nenek moyang.
Berkaca dari pengalaman tahun lalu saat Indonesia dijajah, saya merasa bahwa
pembentukan dan perumusan Pancasila memang dirasa tepat dan penting kala itu.
Perumusan Pancasila banyak terinspirasi dari kondisi bangsa Indonesia dimana lemahnya

2
persatuan dan kesatuan membuat bangsa ini dijajah serta diperbudak oleh bangsa lain.
Warga pribumi kala itu belum menyadari sepenuhnya bahwa mereka merupakan bangsa
yang senasib dan seperjuangan. Pola pikir bangsa yang cenderung individualis dan
mengagung-agungkan setiap kelompok di daerah tampaknya percuma saja dilakukan
apabila mereka tidak mengenal arti bersatu. Di sisi lain, perlakuan tidak adil dari penjajah
saat itu menjadi inspirasi akan adanya penghormatan serta penghargaan terhadap nilai-nilai
kemanusiaan dan keadilan. Oleh karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap
bersatu agar tidak mudah dipecahkan oleh bangsa lain. Sikap saling menghargai dan
menghormati antar sesama harus selalu ditegakkan di semua kalangan khususnya
mahasiswa sebagai Agent of Change.
Sejatinya, setiap manusia memiliki hak dan martabat yang sama. Prinsip Pancasila
tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan agama, ras, warna kulit atau budaya. Hal ini
tentu berbeda dengan kehidupan saat ini. Saya melihat adanya perbedaan yang sangat
mencolok yaitu mahasiswa kulit putih enggan berteman dengan mahasiswa kulit hitam
atau mahasiswa kulit hitam dianggap tidak sepadan dengan mahasiswa kulit putih. Saya
merasakan betul hal ini terjadi di lingkungan kampus. Orang berkulit hitam hanya
berteman dengan sesama kulit hitam begitupun sebaliknya. Ini berarti persatuan dan
kesatuan bangsa Indonesia kurang ditegakkan sehingga mereka akan membuat kelompok-
kelompok kecil yang merupakan awal dari perpecahan bangsa. Bagaimana dengan adanya
prinsip Pancasila yang tidak membeda-bedakan antar sesama bangsa Indonesia?. Maka
perlu dipertanyakan lagi, apa peran Pancasila dalam kehidupan kita saat ini?.
Mengapa harus Pancasila?. Pancasila dibentuk bukan hanya digunakan sebagai
aturan tetapi menjadi pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara. Orang-orang yang
hanya menganggapnya sebagai aturan tertulis berarti tidak menghargai apa pentingnya
Pancasila dalam kehidupan bangsa. Seperti saat pelaksanaan upacara bendera, pembacaan
Pancasila jangan hanya sekedar diucapkan tetapi dilaksanakan dengan sebaiknya. Bukan
hanya itu, saya sering kali melihat bahwa dalam pelaksanaan upacara tidak berjalan
khidmat. Banyak orang yang berbicara sendiri apalagi barisan paling belakang. Pembacaan
Pancasila pun diikuti bagai perlombaan paduan suara. Mereka lebih suka berteriak
sehingga suaranya lebih besar sendiri. Jika begitu, apa mereka tidak malu terhadap apa
yang dilakukannya?. Seharusnya pembacaan dilakukan secara pelan dan dicermati dengan
baik sila-sila Pancasila tersebut. Kita sebagai bangsa Indonesia selalu tidak sadar bahwa
kita bertindak semena-mena terhadap Pancasila. Ingatlah bahwa Pancasila merupakan
dasar dan pedoman kita sehingga melakukan segala sesuatu harus sesuai dengan Pancasila.

Beragam Pemikiran Pancasila


Indonesia sebagai negara dengan berlatar belakang keberagaman baik ras, suku,
agama, dan kepercayaan hidup dalam kebersamaan sesuai dengan semboyan negara kita
yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” bukan hanya sebagai
kata-kata belaka karena didalamnya telah menjelaskan secara garis besar bagaimana
kondisi keberagaman yang ada di Indonesia. Berdasarkan semboyan tersebut, keberagaman
menjadi salah satu tonggak dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Dengan begitu, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” bukan alasan sebagai pemecah belah
bangsa karena disana sudah sangat jelas mengartikan bahwa bangsa Indonesia hidup diatas
keberagaman. Akan tetapi, saat ini sangat jarang sekali semboyan tersebut digembar-
gemborkan. Padahal dahulu saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar, semboyan
“Bhinneka Tunggal Ika” selalu dibacakan sebelum memulai suatu pelajaran. Pembacaan
Pancasila pun tidak luput dibacakan secara seksama. Saya merasa sedikit demi sedikit
budaya bangsa Indonesia mulai ditinggalkan. Hal tersebut menimbulkan segelintir masalah
yang tidak bisa dibilang remeh ataupun sederhana.

3
Disuatu sisi, keadaan Indonesia yang beragam menggambarkan banyaknya
kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh sebuah masyarakat. Namun disisi lain, orang akan
merasa tidak nyaman karena mereka tidak saling mengenal setiap budaya yang ada.
Masing-masing etnik atau ras cenderung mempunyai semangat dan ideologi yang
menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada kelompok etnik atau ras lain. Hal
ini berdampak pada pola pikir masyarakat yang tidak mau terbuka dan bertukar pandang
antar sesama. Kemudian akan terjadi tidak saling mengenal identitas budaya orang lain
yang akan mendorong meningkatnya sikap antipati yang didasarkan pada kesalahan
generalisasi yang diekspresikan sebagai perasaan. Sebagai contoh, ketika berbincang-
bincang teman saya sebut saja Indah berbicara menggunakan bahasa Madura. Akan tetapi,
teman yang lain justru berkata jangan memakai bahasa Madura karena kami tidak
mengerti. Hal ini menjadikan bahasa Madura sudah tidak dianggap lagi. Padahal, dengan
begitu kita bisa mengetahui bahwa bahasa di Indonesia memang kaya dan beragam
sehingga tidak hanya bahasa daerah sendiri yang dipelajari. Lagi-lagi patut dipertanyakan
dimana letak keberadaan Pancasila saat ini.
Pada dasarnya, setiap bangsa di dunia memiliki latar belakang sejarah, budaya dan
peradaban yang dijiwai oleh sistem nilai (nilai moral keagamaan maupun non religious)
dan filsafat. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia yang majemuk dan
multikultur, kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara diwarnai oleh adanya
keyakinan agama serta kepercayaan yang kuat. Keberadaan masjid dan gereja yang
berdampingan di salah satu kota di Indonesia merupakan bentuk toleransi antar umat
beragama yang patut kita lestarikan selamanya. Salah satu masjid di Jember yang
merupakan bentuk akulturasi budaya seharusnya menjadikan kita sadar bahwa toleransi itu
penting dilakukan oleh semua masyarakat. Dengan adanya toleransi, bangsa Indonesia
akan hidup tentram dan damai tanpa adanya perpecahan yang mungkin timbul oleh
kelompok-kelompok tak bertanggung jawab. Perbedaan pendapat yang terjadi di dalam
suatu organisasi kemahasiswaan merupakan hal yang wajar karena dengan begitu setiap
mahasiswa bisa menyuarakan pendapatnya dan memiliki sikap menghargai. Kita harus bisa
mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 karena
maju tidaknya suatu bangsa terletak pada pemudanya.
Bukan hanya itu, penerapan dan pelaksanaan Pancasila tidak berjalan baik akibat
adanya faktor tertentu. Faktor ini mengakibatkan masyarakat mulai tidak percaya terhadap
Pancasila dan cenderung memiliki pemikiran yang pendek. Contohnya seorang polisi yang
membunuh istrinya dikarenakan selingkuh. Dia seorang polisi dan mengerti tentang hukum
tapi tetap saja melakukan pelanggaran yang tidak bisa dibilang kecil. Membunuh nyawa
seseorang merupakan tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum polisi. Hal ini
membuat masyarakat mulai tidak percaya akan efisiensi Pancasila dalam kehidupan.
Masyarakat akan berfikir bahwa polisi saja bisa membunuh dan melanggar peraturan yang
ada lalu mengapa kita tidak boleh melanggarnya juga. Pemikiran-pemikiran yang demikian
harusnya tidak boleh ada pada masyarakat Indonesia. Ini hanya akan membuat banyak
masalah yang timbul selanjutnya. Pancasila harus mampu menangani masalah yang
bertubi-tubi datang tanpa bisa dicegah. Adanya Pancasila jangan sampai menjadikan
masyarakat mulai tidak percaya dan berujung pada pemberontakan di negara ini.
Opini atau fakta?
Indonesia dengan keanekaragaman yang dimilikinya menjadi ciri khas yang patut
di jaga dan dilestarikan. Akan tetapi, disitulah akhirnya muncul keberagaman masalah
yang dihadapi Indonesia mulai dari penyimpangan, ketidakadilan, krisis moral dan
sebagainya. Ironi memang jika dilihat bahwa masalah tersebut sampai saat ini masih
menjadi langganan yang tidak tau kapan akhirnya. Saling mengejek antar sesama teman
dilakukan secara terang-terangan, tidak menghormati dosen, saling berkelompok,

4
individualis nyata terjadi di lingkungan masyarakat. Masyarakat seperti enggan mengkritisi
hal ini dikarenakan mereka telah terlena dengan dunianya sendiri. Seakan-akan mereka
sudah tidak peduli akan nasib bangsa ini apabila masalah yang berkelanjutan dibiarkan
terus-menerus. Mereka cenderung menggantungkan segalanya pada orang lain tanpa ingin
tahu apa yang telah terjadi dibaliknya. Hal semacam ini seharusnya tidak tumbuh dalam
kalangan masyarakat kita. Prinsip pancasila mulai dilupakan. Lalu bagaimana dengan
Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman dalam kehidupan berbangsa serta bernegara?.
Indonesia membutuhkan penggerak kesatuan dan persatuan bangsa yang mampu
mengkritisi setiap permasalah yang timbul. Bukan hanya mengkritisi tetapi memberikan
solusi untuk Indonesia kedepannya. Indonesia perlu melahirkan pemuda-pemuda yang
memiliki pemikiran hebat dalam membantu kekurangan yang terjadi di Indonesia.
Patut kita mempercayai bahwa Pancasila sebagai pandangan hidup semakin
ditinggalkan. Hal ini tidak dapat kita hindari lagi karena masalah-masalah yang timbul di
Indonesia menjadi cerminan terhadap Pancasila itu sendiri. Di sisi lain, nilai-nilai yang
berasal dari luar akibat globalisasi semakin memengaruhi pola pikir dan perilaku rakyat
Indonesia. Artinya fungsi Pancasila sebagai filter nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia
sudah tidak efektif. Informasi dan nilai-nilai dari dunia luar semakin intensif hadir di
tengah-tengah rakyat karena di era globalisasi segala sesuatunya hampir tidak mungkin
dapat dihindari dan terelakkan. Di media sosial, masyarakat langsung membagikan
postingan yang belum diketahui apakah informasi yang terdapat didalamnya benar terjadi
atau tidak. Masyarakat khususnya mahasiswa masih kurang dalam hal menyaring mana
informasi yang benar adanya sehingga sebutan kabar “hoax” pun terjadi. Tampaknya
identitas keindonesiaan yang selama ini menjadi ciri bangsa Indonesia seperti nilai-nilai
gotong royong, toleransi, musyawarah, kekeluargaan, dan saling menghormati yang
mengkristal dalam Pancasila akan terdistorsi oleh nilai-nilai yang datang dari luar tersebut.
Saya pernah membaca suatu berita tentang seorang nenek yang dipenjara karena
dituduh dua potongan kayu jati Perhutani. Begitu memilukan melihat penegakan hukum
Indonesia saat ini. Masyarakat kecil yang kekurangan merasa bahwa hukum yang
diberikan begitu kejam. Bagaimana tidak apabila dibandingkan dengan para koruptor yang
mencuri uang rakyat tapi masih dapat bebas berkeliaran diluar dan belum tersentuh hukum.
Rakyat kecil selalu cepat diadili meski hanya melakukan pelanggaran kecil. Apa begini
hukum Indonesia sebenarnya?. Bagaimana peran Pancasila dalam mengatasi masalah ini?.
Sila kelima Pancasila tentang “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” tidak
dihiraukan lagi. Yang penting melanggar berarti harus dihukum. Pancasila, dimanakah
engkau saat rakyat kecil membutuhkanmu?. Para koruptor bahkan penegak hukum seakan
tutp mata terhadap keberadaan sial kelima Pancasila ini. Rupanya tajam ke bawah tapi
tumpul ke atas sudah menjadi hal yang wajar dalam penegakan hukum di Indonesia.
Kasus-kasus lainnya seperti pelanggaran HAM, bulying, pelecehan seksual,
pergaulan bebas, dan kesenjangan sosial marak terjadi di lingkungan masyarakat.
Semuanya bagaikan hujan yang selalu datang di kala musimnya. Ya, semua sudah
musimnya bertentangan dengan prinsip Pancasila. Suatu ketika pelecehan seksual pernah
terjadi kepada mahasiswi di lingkungan Universitas Jember. Hal ini berarti penerapan
Pancasila masih kurang maksimal dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila bukan lagi
sebagai pedoman tetapi aturan yang boleh kapan saja dilanggar tanpa adanya tindakan
tegas dalam pelaksanaannya. Indonesia sudah bukan lagi ladang bagi masyarakat untuk
mengadu. Indonesia telah mengalami perubahan menjadi negara modern. Negara modern
yang mengedepankan sikap kegaulan, eksis, dan lebih mementingkan ego bukan modern
dalam pola pikir demi kemajuan bangsa. Bagaimana kabar Indonesia yang dulu?
Kemakmuran dan ketentraman masyarakat Indonesia mulai terganggu akibat
adanya globalisasi. Globalisasi menjadi ajang bagi bangsa untuk mengedepankan sikap

5
individualisme dan konsumerisme. Pusat perbelanjaan berdiri dengan megah sehingga
menarik masyarakat untuk berbelanja secara percuma menghabiskan uangnya. Padahal
uang tersebut dapat ditabung untuk bekal kelak di kemudian hari. Untuk bersedekah pun
kadang masyarakat perlu berfikir panjang tetapi jika dilibatkan dalam urusan belanja
langsung cepat tanggap. Orang-orang sering berbelanja dengan alasan hobi. Apakah ada
yang namanya hobi berbelanja?. Contohnya teman saya sendiri yang hampir setiap
minggu berbelanja seperti tas, baju, bahkan sepatu. Tidak memikirkan bagaimana orang
tua mereka susah mencari uang demi kehidupan keluarganya. Sebagai generasi muda, kita
memiliki Pancasila sebagai pedoman dalam berbangsa dan bernegara. Kita setidaknya
berpacu dengan Pancasila dalam melakukan sesuatu. Sikap individualisme dan
konsumerisme hendaknya dihilangkan demi keberlangsungan bangsa Indonesia itu sendiri.
Dalam dunia politik pun juga begitu. Politikus saring berburu mencari kesalahan
masing-masing orang tanpa melihat kesalahannya sendiri. Mereka pandai menilai orang
tapi tidak dengan diri sendiri. Degradasi moral inilah yang akan mengancam kehidupan
bangsa ini. Aturan mulai dikendorkan, pelanggaran mulai digalakkan. Penyelewengan
penggunaan Pancasila ini seharusnya menjadi cermin bagi kita bangsa Indonesia apakah
kita sudah menjadi bangsa yang baik. Betapa susahnya dalam mempertahankan Pancasila
di tengah tengah arus globalisasi. Anak muda selalu mengikuti tren dari barat tanpa
memikirkan nasib budayanya sendiri. Untuk sekedar saling mengingatkan pun hanya
orang-orang tertentu yang mau dan peduli.
Guna menghindari hal tersebut, perlu adanya upaya transformasi fungsi dan
pengamalan ideologi Pancasila agar berfungsi menjadi filter dalam berinteraksi dengan
nilai-nilai luar. Pengkajian ulang terhadap fungsi dan pengamalan Pancasila dirasa penting
untuk bangsa Indonesia. Di lingkungan pendidikan, dapat dilakukan dengan diadakannya
Pendidikan Pancasila seperti yang sudah berlangsung di Universitas. Sampai saat ini saya
merasa bahwa masyarakat Indonesia masih asing terhadap keberadaan Pancasila. Kondisi
yang dibiarkan berlarut-larut seperti ini menjadi sesuatu yang ironis karena perumusan
Pancasila dilakukan dengan perjuangan yang amat berat dan susah payah dirumuskan oleh
pendiri negara. Hal ini tentu saja tidak boleh dibiarkan terlalu lama sehingga Pemerintah
punya tanggung jawab politik untuk melakukan langkah-langkah strategis guna
mengembalikan fungsi Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup masyarakat
Indonesia.

Mari Berpancasila
Saat ini, pemerintah Indonesia telah menggalakkan slogan “Saya Indonesia, Saya
Pancasila”. Pemerintah mengajak masyarakat untuk kembali pada pedomannya yaitu
Pancasila. Akan tetapi, perkembangan slogan tersebut menimbulkan perdebatan di
kalangan masyarakat. Banyak kalangan yang mengkritik slogan tersebut dengan alasan
bahwa Pancasila merupakan komitmen diri pribadi seseorang. Semuanya diserahkan
kepada masing-masing individu apakah akan menjadikan Pancasila sebagai pedoman
hidup atau tidak. Pemikiran yang demikian akan menimbulkan perdebatan panjang yang
tiada ujungnya. Pancasila merupakan pedoman dan dasar negara bagi bangsa Indonesia
sehingga baik dalam berkelakuan dan bersikap harus sesuai dengan prinsip-prinsip
Pancasila. Menurut saya, ajakan tersebut akan memberikan dampak positif bagi
masyarakat dimana mereka akan membuat mereka sadar dan kembali pada pedoman
hidupnya yaitu Pancasila. Adanya pihak-pihak yang mengkritik itu merupakan hal yang
wajar karena pendapat setiap orang berbeda-beda dan kita tetap harus menghargainya.
Pemerintah tidak mungkin memberikan suatu slogan yang percuma. Pemerintah
berharap agar slogan ini menyadarkan kita semua sebagai bangsa Indonesia untuk terus
mengamalkan Pancasila. Seluruh masyarakat berperan dalam menyebarluaskan slogan

6
“Saya Indonesia, Saya Pancasila”. Pada perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia
tahun lalu, desa saya merayakannya sambil menyemarakkan slogan “Saya Indonesia, Saya
Pancasila”. Hal ini berarti bahwa masyarakat sudah mengetahui apa arti pentingnya
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kita harus mengesampingkan hal-
hal yang bersifat individu demi kepentingan umum. Kita tidak boleh memaksakan
kehendak kita karena kita juga harus memperhatikan kenyamanan orang lain. Kita harus
tetap bersatu diatas perbedaan karena Indonesia adalah satu, Indonesia adalah kita yaitu
Pancasila. Kita bersama-sama berharap bahwa Indonesia ke depan akan jauh lebih baik.
Sudah saatnya kita sebagai bangsa Indonesia kembali pada pedoman kita yaitu
Pancasila. Pancasila harus tetap dijaga eksistensinya agar tidak tergerus oleh
perkembangan zaman. Adanya globalisasi jangan sampai membuat Indonesia lupa akan
hadirnya Pancasila. Para pendiri bangsa dahulu kala susah payah dalam merumuskan
Pancasila. Kita jangan seenaknya mengabaikan Pancasila demi kenikmatan individualitas.
Sukarno pernak berkata “Jas Merah” artinya jangan pernah lupakan sejarah. Untuk itu, kita
harus selalu mengingat sejarah agar kita tahu betapa susahnya membangun negeri
Indonesia ini.

Penutup
Pancasila merupakan pedoman hidup bagi bangsa dan negara Indonesia. Dalam
kehidupan sehari-hari seharusnya kita berpegang teguh pada Pancasila karena Pancasila
sudah sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia yang sudah ada sejak jaman dahulu.
Indonesia akan maju apabila penerapan Pancasila dilakukan dengan baik. Kita sebagai
bangsa Indonesia tidak boleh meninggalkan Pancasila sehingga mengakibatkan Pancasila
hanya sebagai pajangan belaka. Pancasila merupakan bentuk untuk mempererat persatuan
dan kesatuan bangsa. Jangan kita biarkan bangsa Indonesia kembali terjajah oleh bangsa
asing. Kita harus bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang berkenaan dengan Indonesia.
Di sisi lain, alangkah baiknya kita menyingkirkan dahulu segala kepentingan yang bersifat
individu dan mendahulukan kepentingan yang bersifat umum. Budaya gotong royong,
sikap saling menghargai, dan menghormati tetap harus ditanamkan ke dalam jiwa setiap
individu untuk Indonesia ke depannya. Pancasila akan tetap ada jika kita sebagai pemuda
mampu mempertahankannya disamping perkembangan globalisasi yang kian pesat.
Pemuda Indonesia harus melanjutkan cita-cita kemerdekaan yang diraih oleh pahlawan
terdahulu. Bersama-sama kita sebagai bangsa Indonesia menghadapi setiap masalah. Selain
itu, penerapan sila-sila Pancasila lebih dipertegas lagi karena dengan begitu diharapkan
pelanggaran-pelanggaran bahkan sikap tidak menghormati dapat berkurang.

Referensi

Asmaroini, A.P. 2017. Menjaga Eksistensi Pancasila Dan Penerapannya Bagi Masyarakat
Di Era Globalisasi. Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 1 (2). E-
ISSN 2527-7057, P-ISSN 2545-2683 50.

Budiwibowo, S. 2016. Revitalisasi Pancasila Dan Bela Negara Dalam Menghadapi


Tantangan Global Melalui Pembelajaran Berbasis Multikultural. Jurnal
Pancasila dan Kewarganegaraan. Vol. 4 (2).

https://www.kompasiana.com/ericashardi. Diakses tanggal 20 Mei 2018.

7
Latif, Y. 2015. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualisasi Pancasila.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Siswanto. 2017. Transformasi Pancasila Dan Identitas Keindonesiaan “The


Transformation Of Pancasila And Indonesian Identit”. Jurnal Penelitian
Politik. Vol. 14 (1): 55–68.

Anda mungkin juga menyukai