Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan gawat darurat merupakan tindakan medis yang diperlukan oleh

pasien dalam waktu segera untuk mencegah kematian dan kecacatan pada

pasien. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu yang disingkat

SPGDT adalah suatu mekanisme pelayanan korban/pasien dalam keadaan

gawat darurat yang terintegrasi berbasis call center menggunakan kode 119

untuk telekomunikasi yang melibatkan peran masyarakat dalam pelaporan

kejadian. Kode akses telekomunikasi 119 yang disebut call center 119

merupakan suatu sistem dan teknologi menggunakan konsep panggilan

yang terintegrasi khusus di bidang kesehatan. National Command Center

(NCC) dibentuk untuk mendukung terlaksananya SPGDT. NCC bertugas

untuk mengkoordinasikan semua panggilan 119 (Kemenkes, 2016).

Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) terdiri dari

beberapa unsur yaitu pelayanan pra Rumah sakit, pelayanan di Rumah

sakit, dan antar Rumah sakit (Riza, Al-Afik 2018). Prehospital care

merupakan pelayanan yang memberikan pertolongan pertama kali saat

korban ditemukan, dari proses transportasi hingga korban tiba di rumah

sakit. Pada periode prehospital jika ditempat kejadian korban tidak

mendapatkan penanganan yang optimal, sesuai dengan kebutuhan maka

akan terjadi kecacatan bahkan dapat mengakibatkan kematian pada korban

yang sulit untuk dihindari (Margaretha, 2012). Response time adalah

indikator utama pelayanan pre hospital yaitu antara waktu pemberitahuan

kejadian dan kedatangan ambulans di tempat kejadian, karena semakin

cepat korban dievakuasi dan mendapatkan penangan oleh tenaga

profesional maka kesempatan hidup dan keselamatan korban semakin besar

(Cabral et al, 2018).


Data WHO 2016 menyebutkan bahwa response time yang ideal adalah ± 8

menit, namun parameter ini di dunia masih dalam evaluasi kualitas

pelayanan. Takade menuliskan dalam sebuah artikel penelitian yang

menetapkan beberapa standar yaitu 95% panggilan darurat harus tiba di

lokasi kejadian dalam waktu 10 menit di daerah perkotaan, dan 30 menit

pada daerah pedesaan. Ketentuan itu juga berlaku di kota London dan

Montreal yang menyatakan bahwa 95% panggilan yang diterima harus tiba

di lokasi dalam jangka waktu 10-14 menit, dan 50%-75% panggilan yang

diterima tiba di lokasi kejadian dalam waktu 5-7 menit (Cabral et al, 2018).

Berdasarkan Global Status Report On Road Safety data setiap tahun di

seluruh dunia lebih dari 1,25 juta korban meninggal akibat kecelakaan lalu

lintas, dan 50 juta orang luka berat. Dari jumlah ini 90% terjadi di negara

berkembang (WHO, 2015). Data Health Sector Review tahun 2014,

menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas berada pada peringkat kedua di

Indonesia (Kemenkes, 2016). Wilayah indonesia yang luas dan memiliki

sekitar 17.000 pulau, akses transportasi antar daerah, perbedaan kondisi

geografis antar daerah dan fasilitas serta kualitas dan kuantitas tenaga

medis yang kurang cukup membuat pelayanan kesehatan memiliki kendala

tersendiri dalam melaksanakan pemerataan kesehatan yang sesuai standar.

Dengan meningkatnya kasus-kasus kegawatdaruratan serta faktor geografis

yang dimiliki indonesia, yang membuat Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia untuk melakukan inovasi baru untuk pelayanan kesehatan dan

kegawatdaruratan salah satunya melalui Public Safety Center 119 (PSC)

yang dapat digunakan di seluruh indonesia (Reza, 2019).

Public Safety Center (PSC) merupakan amanah yang diinstruksikan oleh

presiden No.4 tahun 2013, seluruh kabupaten/kota di Indonesia harus

membentuk PSC. PSC merupakan suatu pusat pelayanan yang menjamin


kebutuhan masyarakat yang dalam pelayanan kegawatdaruratan pelayanan

respon cepat (Kemenkes, 2016). Program PSC harus memiliki komponen

penting seperti perlu adanya sistem yang mengatur peraturan hukum

internal, call center, SOP, kebijakan masing-masing Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD), jejaring kerja sama, termasuk koordinasi dengan lintas

sektor instansi lain yang terkait dan pembiayaan PSC. Maka dari itu layanan

ini akan terus dikembangkan secara bertahap sampai semua daerah

kabupaten/kota telah memiliki PSC, yang mana fungsi PSC sebagai pusat

koordinasi pelayanan kegawatdaruratan di suaru daerah.

Pelayanan medik yang dilakukan PSC seperti panduan tindakan awal

melalui algortima gawat darurat, mengirim bantuan petugas, dan transportasi

ambulan serta merujuk pasien ke fasilitas kesehatan terdekat. (Riza, Al-Afik

2018). PSC berkoordinasi dengan jejaring pelayanan kesehatan terdekat

dengan lokasi kejadian untuk mobilisasi atau merujuk pasien guna

mendapatkan penangan kegawatdaruratan sesuai kebutuhan pasien. PSC

dapat dilaksanakan secara bersama-sama dengan unit lainnya diluar bidang

kesehatan seperti pihak kepolisian, dan pemadam kebakaran tergantung

keadaan kejadian (Siti Musyarofah et al, 2019).

Kabupaten Banjar memiliki luas 4.688 km2 dengan jumlah penduduk 536.371

jiwa dengan kepadatan 12.931 km2 yang memiliki 20 kecamatan. Lokasi

PSC intan banjar berada di Dinas kesehatan Kabupaten Banjar, letak PSC

ini berada dipertengahan kota Martapura yang cukup menjangkau untuk

semua titik di kota Martapura. PSC 119 Intan Banjar sudah didirikan sejak

tahun 2017 dan diresmikan pada tahun 2019, memiliki 10 orang petugas

yang masing-masing setiap shif jaga terdapat 3 orang. Pelayanan PSC

dapat diakses dengan nomor 08126112119. Jarak tempuh paling jauh yang
dilaksanakan pihak PSC yaitu 16 km dan minimal panggilan yang diterima

oleh pihak PSC setiap hari yaitu 1 kali panggilan. Penelitian yang dilakukan

Yolita menunjukan bahwa fasilitas layanan gawat darurat dipengaruhi oleh

panggilan, persiapan petugas, waktu tempuh, dan kecepatan tempuh.

Hasil studi pendahuluan di PSC Intan Banjar di dapatkan data pada bulan

Januari 2020 angka kejadian trauma KLL dengan total 33 orang, trauma non

KLL sebanyak 4 orang, non trauma 5 orang, ambulance transport 4 orang,

dan layanan keperawatan 1 orang. Total penanganan yang sudah ditangani

oleh PSC Intan Banjar pada bulan Januari sebanyak 47 orang. Terdapat 2

kasus meninggal dunia pada bulan januari saat penanganan di IGD yaitu

korban tenggelam dan cidera kepala berat. Rujukan yang dilakukan pihak

PSC Intan Banjar yaitu pada kasus Cidera kepala berat (CKB), Syok

Hemoragik (SH), Syok non hemoragik (SNH), dan Penyakit jantung kronis

(PJK). Pada setiap satu bulan dengan jarak kejadian yang dekat terkadang

terhambat karena saat di lampu lalu lintas masyarakat jarang untuk

membuka jalan agar ambulan bisa lewat. Waktu tempuh ke lokasi kejadian

±15 menit tergantung dengan jarak kejadian.

Setiap detik dan menit sangat berharga bagi kelangsungan hidup korban.

Semakin panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang

memadai, maka semakin kecil harapan hidup korban. Maka dari itu

penelitian ini penting dalam meningkatkan akses jaringan PSC yang masih

sulit untuk mencapai standar response time, agar tercapainya kualitas

penanganan yang maksimal pada pasien/korban.


5

1.2 Rumusan Masalah


Untuk mengetahui bagaimana “Gambaran Pertolongan Pertama Oleh
Public Safety Center 119 Berdasarkan Jarak Dan Waktu Tempuh
Kabupaten Banjar ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk gambaran gambaran pertolongan pertama oleh public safety
center 119 berdasarkan jarak dan waktu tempuh di kabupaten banjar

`1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian :
a. Untuk mengetahui waktu tempuh PSC 119
b. Untuk mengetahui jarak pertolongan pertama oleh PSC119 di
Kabupaten Banjar
c. Untuk mengetahui kondisi pasien yang ditangani oleh PSC 119

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Calon Peneliti


Memperoleh pengetahuan dan juga pengalaman dalam penelitian yang
dilakukan dari gambaran pertolongan pertama oleh public safety center
119 berdasarkan jarak dan waktu tempuh di Kabupaten Banjar.
.

1.4.2 Bagi Peneliti Lain


Sebagai penambah pengetahuan dan bahan acuan dalam penelitian
selanjutnya berkaitan dengan jarak tempuh dan waktu penangan utama
oleh PSC 119.

1.4.3 Bagi Public Safety Center


Sebagai data pendukung untuk acuan peningkatan pelayanan Public
Safety Center 119.
6

1.5 Keaslian Penelitian


Berdasarkan penelusuran yang dilakukan calon peneliti, diketahui
bahwa terdapat beberapa penelitian serupa, yaitu:
a. Penelitian yang dilaksanakan oleh Siti Musyarofah et al (2019) yang
berjudul “Gambaran Pelayanan Kesehatan Public Safety Center 119”
Kesamaan pada penelitian ini terdapat pada variabel yang ingin diteliti
yaitu PSC 119, sedangkan perbedaanya yang ditemukan adalah metode
penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif dengan rancangan studi
kasus. Sedangkan yang akan dilakukan calon peneliti metode yang
digunakan adalah analisi jaringan, sedangkan metode yang digunakan
calon peneliti adalah deskriptif analitik.
b. Penelitian yang dilaksanakan oleh Yolita, Wicaksono, dan Utomo (2018)
yang berjudul “Analisis Jaringan Untuk Fasilitas Layanan Gawat Darurat
Di Kota Malang”. Kesamaan penelitian ini terdapat pada software yang
digunakan yaitu ArcGis, dan perbedaan penelitian ini terletak pada
metode yang digunakan adalah analisi jaringan, sedangkan metode yang
digunakan calon peneliti adalah deskriptif analitik, dan tempat penelitian
yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai