PEMBAHASAN
Bab berikut merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang terkait dengan jarak dan
waktu tempuh oleh PSC 119 Kota Banjarmasin yang terdiri dari jarak tempuh, waktu
tempuh, jumlah kejadian, peta titik kejadian pada ArcGis dan titik jejaring PSC 119.
Penelitian ini menemukan bahwa setelah dihitung jarak tempuh dari titik posko yang
beralamat Jl. Rantauan Darat RSUD Sultan suriansyah dari 105 titik lokasi kejadian yang
Banjarmasin tengah. Menurut peneliti bahwa dari 105 titik kejadian jarak yang paling
minimum 0.9 Km, jarak yang ditempuh dengan rata-rata 3.7123 Km, dan sedangkan jarak
yang paling maksimum 9.74 Km. menurut peneliti jarak maksimum yaitu 9.74 Km
berlokasikan di kecamatan Banjarmasin utara untuk menuju kelokasi tersebut harus melalui
3 kecamatan yang berada dikota Banjarmasin dengan jarak tersebut maka akan sangat
Kesehatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas PSC 119 Tn. H mengatakan bahwa dalam
menuju tempat panggilan lokasi kejadian jarak salah penghambat. Serta jarak yang sering
ditempuh terlalu jauh sehingga sangat berpengaruh terhadap waktu tempuh yang dicapai.
Semakin jauh jarak yang ditempuh maka akan semakin lama waktu tempuh yang dicapai.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh Rosjidi (2019) berpendapat bahwa jarak lebih dari 10
sebelumnya oleh Mussi (2014) menyatakan bahwa jarak salah satu faktor yang
menjelaskan bahwa jarak tempuh merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan
dalam merujuk pasien. Penelitian Ginting and Barus (2018) Menyatakan bahwa Waktu dapat
dikaitkan dengan jarak tempuh, semakin pendek jarak tempuh maka semakin singkat waktu
yang di butuhkan untuk menempuh jarak tersebut. faktor yang mempengaruhi dalam
pertolongan gawat darurat menuju lokasi kejadian antara lain cuaca, kemacetan dan akses
Menurut Penelitian Marie Crandal (2013) menyatakan bahwa dalam jangkauan kurang dari
8 Km dari pusat trauma angka kematian lebih rendah dengan total 6,43 % sedangkan jarak
tempuh lebih dari 8 Km dari pusat trauma mengalami peningkatan kematian dengan total
7,14% semakin jauh jarak yang ditempuh menuju kelokasi kejadian maka akan berpengaruh
dalam memberikan pertolongan pertama serta kelangsungan hidup. Hal ini selaras dengan
penelitian Wahlin et al., (2018) didapatkan hasil bahwa semakin panjang jarak yang
ditempuh maka akan merugikan bagi pihak emergency medical service maupun pasien dan
semakin pendek jarak yang ditempuh pada pasien dengan kegawat daruratan medis trauma
yang mengancam nyawa, maka semakin meningkat pula kualitas hidup pasien untuk
bertahan hidup.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa setelah dilakukan perhitungan menggunakan rumus
didapatkan hasil bahwa waktu tempuh dari 105 titik lokasi kejadian waktu minimum 0.14
menit, waktu yang telah ditempuh rata-rata didapatkan 5, 5685 Menit dan sedangkan waktu
maksimum yang telah ditempuh 14.61 menit. Total 27 titik lokasi kejadian dari 105 titik yang
tersebar dari 5 kecamatan telah lebih dari standrar internasional yang telah ditetapkan.
Menurut peneliti waktu yang telah didapatkan terlalu jauh dengan standar internasional yang
telah ditetapkan 8 menit untuk memberikan penanganan pre hospital serta mendapatkan
layanan Kesehatan sangat diperlukan waktu tempuh yang sesuai standar agar dapat
mencegah angka kecacatan dan angka kematian. faktor yang mempengaruhi waktu tempuh
untuk menuju lokasi kejadian antara lain jarak, kecepatan dan serta ruas jalan yang
ditempuh.
Hasil penelitian ini didukung oleh Nehme (2016) menyatakan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi waktu tempuh dalam pre hospital antara lain jarak ke tempat kejadian,
peningkatan kasus, hari kerja dan keahlian ambulans. Hasil yang serupa tersebut didukung
oleh penelitian Setyarini (2020) yang berjudul Influence Factors of Emergency Medical
Services (EMS) Prehospital Time Interval Variety: A Systematic Review menyatakan bahwa
ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi yaitu waktu transportasi, waktu
ketempat kejadian, lingkungan ( alam dan non alam), infrastruktur dan sumber daya
manusia. Standar internasional yang telah ditetapkan membutuhkan waktu 8 menit untuk
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh B Brown (2016) yang berjudul Not All
kematian akan semakin meningkat apabila waktu tempuh yang dicapai semakin tinggi dan
semakin rendahnya waktu tempuh yang dicapai maka tingkat hidup seseorang semakin
meningkat untuk pre hospital. Sedangkan dalam penelitian Tensley (2019) menyatakan
bahwa pasien yang mengalami trauma dalam akses yang sangat sulit ditempuh maka dalam
pemberian pertolongan pre hospital akan lebih lama dan semakin rendahnya waktu tempuh
maka akan lebih cepat dalam melakukan pemberian pertolongan pre hospital. waktu
tempuh ambulans dalam menangani setiap kejadian gawat darurat sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas layanan kepada pasien terutama lagi karena hal ini menyangkut
Hasil penelitian ini menemukan bahwa jumlah kejadian yang terjadi disetiap kecamatan
kejadian paling sedikit 12 kejadian. Menurut peneliti banjarmasin selatan adalah salah
satu kecamatan yang tingkat kependudukan paling tinggi dari 5 kecamatan yang ada
dikota banjarmasin
Menurut RPIJM kota banjarmasin pada tahun 2012 untuk kecamatan banjarmasin
Hasil penelitian ini menemukan bahwa kasus kejadian yang terjadi dari bulan januari-
maret 2020 yang telah ditangani oleh pihak PSC 119. Jenis kasus yang sering terjadi
yaitu kecelakaan lalu lintas dengan jumlah 36 disusul oleh kasus kejadian yang paling
sedikit terjadi yaitu henti jantung, demam dan hambatan mobilitas fisik dengan jumlah
kejadian 1. Menurut peneliti kejadian KLL adalah kejadian yang sering terjadi dalam 3
bulan terakhir dikarenakan daerah kota Banjarmasin memiliki kepadatan penduduk serta
sering melanggar aturan lalu lintas yang ada dan ruas jalan yang tidak terlalu besar
untuk kejadian KLL dikota banjarmasin sendiri memang sangat sering terjadi dikarenakan
bahwa kota banjarmasin yang sangat banyak kendaraan sepeda bermotor serta sering
sekali tidak mentaati peraturan lalu lintas yang ada disekitar kota banjarmasin.
Hal ini selaras dalam penelitian Rahmi (2019) menyatakan bahwa Penyebab kecelakaan
kesadaran untuk berkendara secara bijak dan tertib serta penuh tanggung jawab dan
kecelakaan lalu lintas sering terjadi untuk wilayah kota Banjarmasin sendiri. Hal ini
diperkuat penelitian yang dilakukan oleh Azzizirahman (2015) yang berjudul faktor
penyebab kecelakaan lalu lintas pada daerah rawan kecelakann Banjarmasin tengah
kota Banjarmasin menyatakan bahwa kecelakaan lalu lintas sering pada saat hari libur
sehingga jalan akan menjadi padat serta ada beberapa faktor yang memicu kecelakaan
lalu lintas antara lain sering terjadianya pelanggaran lalu lintas seperti lampu sepeda
motor yang tidak bernayala danm faktor dari ruas jalan yang ada diwilayah kota
Banjarmasin.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa dari 105 titik kejadian lokasi yang telah tersebar
dari 5 kecamatan yang ada dikota Banjarmasin bahwa ada 27 titik lokasi yang melebihi
standar waktu tempuh yaitu dengan standar 8 menit. Menurut peneliti posko PSC 119
kota Banjarmasin hanya memiliki satu buah posko PSC 119 Oleh karena itu tidak
mungkin bisa melayani seluruh area tersebut dengan standar waktu yang ada. Penambahan
titik PSC bisa efektif jika disusun sesuai perencanaan yaitu dengan menaruh titik jejaring
yang tersebar. Waktu tempuh 8 menit sangat efektif untuk memberikan pertolongan pertama
kepada korban yang membutuhkan maka dari itu sangat diperlukan titik jejaring sehingga
sangat efektif untuk meningkatkan layanan pertolongan pertama. Data yang didapatkan
diPSC 119 kota banjarmasin untuk titik jejaring PSC tersendiri belum mempunyai serta tidak
ada kerja sama antara PSC 119 kota banajrmasin dengan pihak pelayanan kesehatanan
maka dari itu untuk PSC sangat membutuhkan jejaring untuk mencapai seluruh area yang
Hal ini selaras dengan penelitian Bradley (1998) yang berjudul An Assessment of
Density Locations menyatakan bahwa penentuan lokasi fasilitas layanan gawat darurat
sangat efektif untuk mengurangi waktu tempuh serta sangat berpengaruh terhadap
pertolongan pertama dalam kecelakaan lalu lintas untuk mengurai jumlah kematian. Hal ini
diperkuat dalam penelitian Oktaviani (2013) menyatakan bahwa penempatan lokasi ambulan
yang diletakan pada lokasi yang tertentu berpengaruh terhadap durasi waktu untuk
lokasi stasiun ambulan ketempat lokasi permintaan gawat darurat akan sangat efektif dalam
mengurangi waktu untuk menuju lokasi pertolongan. Sebelum ditentukan stasiun ambulan
waktu yang didapatkan 10 menit untuk menuju lokasi permintaan pertolongan dan setelah
Penelitian lain sejalan yang dilakukan oleh Peleg Dkk (2004) memanfaatkan data kejadian
lalu lintas tingkat kabupaten serta menetapkan kecepatan ambulans yang bervariasi dengan
menggunakan poligon yang ada diArcGIS didapatkan hasil bahwa Sebelum menggunakan
model ArcGIS waktu yang didapatkan yaitu 9,2 menit dan 12,3 menit. setelah dilakukannya
menggunakan model ArcGIS 94% panggilan memenuhi kriteria dengan waktu 8 menit.
Waktu 8 menit menunjukan bahwa emergency medical services sangat efektif untuk