“TRIASE IN HOSPITAL”
Diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Disusun Oleh :
Kelas 3B
A. Abstrak
Triase merupakan kegiatan pemilahan pasien berdasarkan berat dan ringannya
trauma atau penyakit yang diderita yang dilakukan segera dalam waktu yang singkat.
Kondisi overcrowded oleh pasien di IGD disebabkan karena tidak sesuainya jumlah
pasien dengan jumlah perawat Overcrowded berdampak pada ketepatan pelaksanaan
triase pada pasien yang bertujuan menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Tujuan
untuk mengetahui hubungan antara kondisi overcrowded dengan ketepatan pelaksanaan
triase di IGD RSU GMIM Pancaran Kasih Metode menggunakan desain Manado.
penelitian cross sectional study. Sampel terdiri dari 105 responden dengan tehnik
pengambilan sampel Non Probability sampling yaitu Consecutive sampling. Hasil
menggunakan uji Chi square dengan tingkat kemaknaan 95% sehingga didapatkan nilai p
value yaitu 0,000 lebih kecil dari nilai signifikan 0,05. Kesimpulan terdapat hubungan
antara kondisi overcrowded dengan ketepatan pelaksanaan triase di IGD RSU GMIM
Pancaran Kasih Manado.
B. Deskripsi Singkat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu unit rumah sakit yang
memberikan pelayanan gawat darurat untuk mencegah terjadinya morbiditas dan
meminimalkan terjadinya mortalitas pada semua pasien (Jadmiko, 2014). Peningkatan
akses masyarakat memanfaatkan fasilitas IGD sebanding dengan peningkatan jumlah
kunjungan pasien sehingga mengakibatkan IGD berada dalam kondisi overcrowded atau
kepadatan pasien dengan segala konsekuensinya sekaligus menjadi masalah krisis
nasional dan internasional (Ningsih, 2015). Beberapa tahun terakhir instalasi gawat
darurat di United Stated telah melihat peningkatan volume kunjungan pasien sekitar 30
juta pasien per tahun (Department of Health, 2012). Di Indonesia berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI (2009) menyatakan data kunjungan masuk pasien ke IGD di
Indonesia adalah 4.402.205 pasien (13.3%) dari total seluruh kunjungan di rumah sakit
umum. Terkait dengan data tersebut hasil penelitian yang dilakukan oleh Oroh, dkk
(2017) di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado menunjukkan dari 80 responden (100%)
dapat diketahui bahwa responden yang dalam kategori overcrowded sebanyak 56
responden (70.0%).
C. Analisa Picot
D. Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan dari total 105 responden (100%) yang
memiliki jumlah paling banyak berdasarkan jenis kelamin yaitu perempuan sebanyak 56
responden (53,3%), sedangkan laki-laki hanya sebanyak 49 responden (46,7%).
Primanita (2011) menyimpulkan jenis kelamin mempengaruhi persepsi seseorang untuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan, perempuan lebih banyak melaporkan adanya gejala
penyakit dan berkonsultasi dengan dokter dari pada lakilaki.Berdasarkan hasil penelitian
di atas dan observasi yang telah dilakukan maka peneliti berasumsi bahwa banyaknya
jumlah pengunjung dengan jenis kelamin perempuan karena perempuan lebih
mencemaskan situasi dan kondisi dirinya dibanding laki-laki. Hasil penelitian
menunjukkan dari total 105 responden (100%) yang paling banyak berdasarkan usia
lansia awal sebanyak 18 responden (17,1%) dan yang paling sedikit remaja awal yaitu 5
responden berasumsi bahwa terjadinya kondisi overcrowded di IGD RSU Pancaran Kasih
Manado karena jumlah kunjungan pasien yang terus meningkat dan lamanya pasien
dpindahkan ke ruang rawat inap maupun dipulangkan. Berdasarkan hasil penelitian diatas
menunjukkan dari 105 responden (100%) yang tepat dalam pelaksanaan triase yaitu 26
responden (41,9%) dan yang tidak tepat dalam pelaksanaan triase yaitu 79 responden
(58,1%). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh
Sumarno (2017) yang berjudul hubungan ketepatan pelaksanaan triase dengan tingkat
kepuasan keluarga pasien di IGD RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou Manado menunjukkan
dari 120 responden (100%) dalam kategori tepat pelaksanaan triase yaitu 114 responden
(95%) dan tidak tepat sebanyak 6 responden (5%).
G. Daftar Pustaka
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=HUBUNGAN+KONDISI+OVERCROWDED+DENGAN
+KETEPATAN+
+PELAKSANAAN+TRIASE+DI+INSTALASI+GAWAT+DARURAT+
+RSU+GMIM+PANCARAN+KASIH+MANADO&btnG=
A. Abstrak
Salah satu indikator keberhasilan tanggap medis darurat adalah kecepatan
pemberian bantuan yang cukup untuk pasien darurat baik secara teratur setiap hari
atau selama bencana dan keberhasilan penanganan cedera kepala untuk
menyelamatkan nyawa atau mencegah kecacatan sejak itu insiden, dalam perjalanan
ke bantuan rumah sakit. Triase adalah proses khusus dalam menyortir pasien
berdasarkan tingkat keparahan cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
perawatan darurat. Triase didasarkan pada ABCDE, tingkat keparahan cedera, jumlah
pasien yang datang,fasilitas kesehatan yang tersedia dan kemungkinan hidup pasien.
Perawat triase menggunakan ABC perawatan seperti jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi, serta warna kulit, kelembaban,suhu, denyut nadi, pernapasan, tingkat
kesadaran, dan inspeksi visual untuk kedalaman luka, cacat berat dan memar untuk
memprioritaskan perawatan yang diberikan kepada pasien di ruang gawat darurat.
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan sekunder. Dalam
penatalaksanaan primer diprioritaskan pada ABCDE (Airway, with cervical spine
control. Pernapasan dan sirkulasi dengan kontrol perdarahan, kecacatan dan eksposur)
diikuti oleh resusitasi. Triase adalah cara memilih pasien berdasarkan kebutuhan
terapeutik dan sumber daya yang tersedia. Penilaian triase adalah proses menilai
pasien berdasarkan keparahan cedera kepala atau menentukan jenis perawatan
darurat. Metode: Desain Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasi
dengan jumlah sampel 17 orang. Pengambilan sampel Penelitian ini menggunakan
probability sampling dengan Proportionate stratified random sampling, penelitian
dilakukan pada bulan Januari 2017. Hasil: Hasil penelitian ditemukan triase perawat
terhadap pasien cedera kepala terlihat mayoritas perawat berhasil melakukan triase
penilaian sebanyak 14 orang (82,36%). Korelasi keakuratan file evaluasi triase
perawat dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien kepala Cedera di IGD
Rumah Sakit HKBP Balige dengan hasil tes Product Moment Pearson dengan r =
0,327 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara keakuratan perawat
Penilaian triase dengan tingkat keberhasilan cedera kepala pasien di IGD HKBP
Balige. Oleh karena itu diharapkan pihak Rumah Sakit agar dapat menjaga hasil
puasa waktu tanggap dan tepat, serta lebih meningkatkan layanannya terutama dalam
keadaan darurat departemen.
B. Deskripsi Singkat
Pelayanan kesehatan kegawatdaruratan merupakan hak asasi dan kewajiban yang
harus diberikan kesehatan kegawatdaruratan sebagai bagian utama dari pembangunan
kesehatan sehingga pelaksanaannya tidak sporadik dan memiliki sistem pelayanan
yang terstruktur (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Rumah sakit
merupakan institusi pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat. Bedasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit
umum diklasifikasikan menjadi: Rumah Sakit Umum Kelas A, Rumah Sakit Umum
Kelas B, Rumah Sakit Umum Kelas C, Rumah Sakit Umum Kelas D. Klasifikasi
Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan: Pelayanan, Sumber Daya Manusia,
Peralatan, Sarana dan Prasarana ; dan Administrasi dan Manajemen (Menteri
Kesehatan RI, 2010). Salah satu bagian di Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
adalah Instalasi Gawat Darurat, yang merupakan gerbang utama jalan masuknya
penderita gawat darurat. IGD adalah suatu instalasi bagian rumah sakit yang
melakukan tindakan berdasarkan triase terhadap pasien (Musliha, 2010). Menurut
Moewardi (2003), salah satu indikator keberhasilan penderita gawat darurat baik
pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana dan keberhasilan penanganan
cedera kepala untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah cacat sejak di tempat
kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan rumah sakit (Haryatun & Sudaryanto,
2008).
C. Analisa Picot
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa data menunjukka penilaian triase perawat terhadap
pasien cedera kepala terlihat bahawa mayoritas perawat berhasil melakukan
pernilaian triase sebanyak 14 orang (82.36%). Berdasarkan hasil tersebut berarti
bahwa perawat IGD bisa melakukan penilaian triase dengan baik. Triage adalah cara
pemilahan penderita korban gawat darurat berdasarkan skala prioritas yang
didasarkan kepada kebutuhan terapi korban dan sumber daya yang tersedia.
Kebutuhan terapi setiap korban didasarkan pada penilaian kondisi ABC (Airways,
Breathing, Circulation) pasien tersebut dimana penilaian tersebut akan
menggambarkan derajat keparahan kondisi korban. Penilaian triase ini didukung oleh
kemampuan perawat dalam melakukan penilain karena didukung oleh beberapa
faktor yaitu pendidikan perawata cedera kepala. Hal ini menunjukkan bawaha tingkat
keberhasilan penanganan pasien cedera kepala di ruang IGD RSU HKBP Balige
tinggi. Hal ini sesuai dengan teori Smeltzer (2001) perawat segera melakukan
penatalaksanaan pada klien dengan cedera kepala antara lain.
a.Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma. b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk
mengurangi vasodilatasi. c. Pemberian analgetik. d. Pengobatan antiedema dengan
larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. e. Antibiotik yang
mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan
metronidazole. f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
G. Daftar Pustaka
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=HUBUNGAN+KETEPATAN+PENILAIAN+TRIASE+D
ENGAN+TINGKAT+KEBERHASILAN+PENANGANAN+PASIEN+CEDERA+K
EPALA+DI+IGD+RSU+HKBP+BALIGE+KABUPATEN+TOBA+SAMOSIR&btn
G
A. Abstrak
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya perasan takut dan cemas yang dialami oleh pasien sering
dipengaruhi oleh sikap dan cara berkomunikasi petugas rumah sakit termasuk perawat tampa
adanya komunikasi yang jelas dapat menyebabkan pasien menjadi defensif. Tujuan dalam
penelitian ini adalah adakah Hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan kecemasan
perawat diruang triase instalasi gawat darurat Hospital Nacinal Guido Valadares. Penelitian ini
deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien di Ruang Triase Instalasi Gawat Darurat Hospital Nacional
Guido Valadares pada bulan Januari 2014 sebanyak 109 pasien. Pengambilan sampel adalah
accidental sampling, dan analisa data dalam penelitian ini kendall tau Hasil penelitian analisa
univariat menunjukan mayoritas ,komunikasi teraupetik perawat baik 64,4% ,kecemasan berat
54,7% dan hasil analisa bivariat ada hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan
dengan P value = 0.044 dan r -0,250 maka dapat di simpulkan bahwa ada hubungan komunikasi
terapeutik perawat dengan kecemasan pasien di Ruang Triase Instalasi Gawat Darurat Hospital
Nacional Guido Valadares. Hendaknya Rumah sakit meningkatkan pelayanan bagi pasien dengan
meningkatkan kemampuan pelayanan tenaga medis khususnya kemampuan komunikasi
terapeutik perawat.
B. Deskripsi Singkat
Rumah sakit menyebutkan bahwa setiap rumah sakit mempunyai kewajiban
memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuannya serta
membuat, melaksanakan dan menjaga standar pelayanan kesehatan di rumah sakit
sebagai acuan dalam melayani pasien (UURI No. 44 tahun 2009). Pelayanan keperawatan
gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat
darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secara cepat dan tepat (Musliha, 2010). Pada unit gawat darurat perawat
bertanggung jawab dalam menentukan prioritas perawat pada pasien. Keakuratan dan
jumlah pasien, skill perawat, ketersediaan peralatan dan sumber daya dapat menentukan
setting prioritas (Dewi, 2011). Tindakan triage yang cepat dan akurat membutuhkan
perawat yang mempunyai pendidikan, pengalaman dan kualifikasi yang baik.
Pengkategorian dapat ditentukan berdasarkan warna (merah, kuning, hijau) atau
pemberian nomor (kategori 1,2,3), tetapi pada dasarnya kategori tersebut merujuk pada
kondisi gawat darurat dimana pasien membutuhkan tindakan yang cepat. (Dewi, 2011).
Intervensi keperawatan yang diberikan di ruang IGD dalam menyelamatkan jiwa
dilakukan ketika keadaan fisiologis pasien terancam, tindakan seperti ini termasuk
memberikan medikasi darurat, melakukan resusitasi kardiopulmonal. Suatu tindakan
medis menyelamatkan jiwa dapat mendatangkan kecemasan, karena terdapat ancaman
integritas tubuh (Long, 2006). Cemas atau ansietas merupakan reaksi emosional yang
timbul oleh penyebab yang tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak
nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundeen, 2007).
C. Analisa Picot
G. Daftar Pustaka
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=Hubungan+Komunikasi+Terapeutik+Perawat+Dengan+
Kecemasan+Pasien+Di+Ruang+Triase+Instalasi+Gawat+Darurat+Hospital+Nacion
al+Guido+Valadares&btnG=