Abstrak
Keywords: Latar Belakang; Prevalensi kunjungan pasien IGD semakin tahun
IGD; meningkat, di Indonesia tahun 2014 kunjungan pasien IGD sebanyak
Response 4.402.205. Data peningkatan tersebut menunjukan IGD adalah Unit
Time; Critical Phoint atau gerbang utama penanganan kasus kegawatdaruratan
Triase ESI
yang menentukan kualitas pelayanan Rumah sakit. Indikator Mutu IGD
PKU Muhammadiyah Gombong adalah kematian <8 jam dan Response
Time <5 menit. Cara meningkatkan indikator mutu pelayanan adalah
dengan meningkatan manajemen dari indikator mutu IGD, salah satunya
meningkatkan manajemen tatalaksana IGD yaitu pelaksanaan triase
terhadap Response Time. IGD PKU Muhammadiyah Gombong
menggunkan triase klasik tiga tingkat yang tidak cocok diterapkan di IGD
level empat, triase yang cocok adalah triase lima tingkat salah satunya
ESI, karena menggunkan skala 1-10, ada indikator triase kusus Pediatric,
penilaiaan berdasarkan sumber daya yang digunakan, dan penilaian
response time lebih mudah dan cepat. Tujuan; Untuk mengetahui pengaruh
ketepatan penerapan ESI terhadap response time pasien di IGD PKU
Muhammadiyah Gombong. Metode Penelitian; Jenis penelitian kuantitatif
metode quasi eksperimen rancangan one group dengan pendekatan cross
sectional. Sampel sebanyak 93 dengan teknik Accidental sampling. Analisa
data menggunakan analisa deskriptif dan analisa bivariat menggunakan
uji mann-whitney. Hasil; Response Time paling dominan pada kategori
ESI 3 sebanyak 46 pasien (49,5%). Ketepatan Triase pada kategori tepat
berjumlah 83 pasien (89,2%), Sedangkan Response Time pada kategori
Cepat berjumlah 77 pasien (82,8%) dengan rata-rata response time ESI 1
= 1 menit, ESI 2 = 4,3 menit, ESI 3 = 4.7 menit, ESI 4 = 5,5 menit, dan
ESI 5 = 6,1 menit. Kesimpulan Ada Pengaruh Ketepatan Penerapan triase
Terhadap Response Time Pasien Di IGD PKU Muhamamadiyah Gombong
dengan hasil (p=0.002 < 0.05)
307
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
308
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
309
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
310
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
311
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
312
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
313
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
hal ini bisa terjadi apabila pengetahuan dan bulan - 3 tahun dengan T >390C masuk
keterampilan yang dimiliki perawat adekuat kategori ESI 3.
(Gilboy, 2012). Tidak Tepat triase juga terjadi pada
Di dukung penelitian Wa Ode, dkk pengkategorian triase ESI 3 dengan jumlah 8
(2012) yang mengatakan bahwa (8,7%) dengan kasus Luka terbuka dan
ketersediaan stretcher dan perawat triase keluhan nyeri, kesalahan terjadi pada
dengan waktu tanggap memiliki hubungan indikator TTV dan penilaian nyeri. Pada
yang erat baik di IGD bedah dan non bedah. kasus tersebut pasien dengan luka terbuka
Canadian of Association Emergency kaki, dengan keluhan nyeri hebat dan ada
Physician (2012) mengatakan bahwa perubahan TTV takikardi dan tensi tinggi
kejadian kurangnya perawat untuk dikategorikan ESI 3, pada indikator triase 3
penanganan kasus yang akut berdampak menyebutkan vital sighn stabil sedangkan
serius terhadap kedatangan pasien baru untuk Vital sighn tidak stabil dan skala nyeri
yang mungkin saja dalam kondisi yang >6 masuk kategori ESI 2.
sangat kritis. Hal tersebut dapat terjadi Ketepatan triase ESI didukung
karena kejadian kekurangan SDM untuk penelitian wibowo (2019) triase ESI dengan
beberapa kasus gawat darurat yang terjadi kategori tepat sebanyak 38 lembar
di IGD dapat menyebabkan terjadinya dokumentasi triase pasien dengan persentase
peningkatan permintaan pelayanan yang 76 %, dokumentasi triase ESI dengan
melebihi kapasitas dan terjadinya kategori tidak tepat sebanyak 12 lembar
kepadatan IGD pada waktu tersebut. dokumentasi triase pasien dengan persentase
Sehingga akan mempengaruhi ketepatan 24%. Singer Rf, et al. (2012) yang
Triase dan response time IGD. melaporkan bahwa kebanyakan ahli di IGD
Asusmsi peneliti dalam penelitian ini percaya bahwa ESI menyebabkan lebih
adalah penting adanya petugas kusus triase, cepat dan tepat dalam pengkatagorian dan
yaitu perawat triase dan dokter triase. Belum penggunannya. ESI lebih akurat
tersedianya petugas perawat dan dokter dibandingkan dengan model lain dan
khusus triase di IGD akan berdampak meningkatkan kerja sama tim di triase.
ketika jumlah kunjungan pasien pada McHugh M, et al. (2012) dalam studi pada
kondisi overcrowding terutama terjadi pada sampel lebih dari 3000 rumah sakit
shif siang dengan petugas terdiri dari 3 menyatakan bahwa ESI adalah yang paling
perawat dan 2 dokter dengan rata-rata efektif dan tepat digunakan di rumah sakit.
kunjungan pasien 44, sehingga bertambah Didukung penelitian Prasetyantoro
beban kerjanya dan akan berdampak pada (2013) mengatakan bahwa ada hubungan
ketepatan pengkategorian dan Response yang cukup berarti antara ketepatan
time melambat. penilaian triase dengan tingkat keberhasilan
pasien dengan cedera kepala. Penulisan dan
pengkategorian triase pasien yang tidak tepat
3.2. Ketepatan Triase ESI juga akan berdampak pada penurunan waktu
Hasil penelitian menunjukan bahwa tanggap darurat sehingga keadaan tersebut
Level triase ESI lebih dominan pada akan mengurangi waktu emas /golden period
kategori ESI 3 yang berjumlah 46 pasien dalam penanganan sebuah kasus kegawat
(49,5%) dan triase ESI kategori Tepat yang daruratan yang akan menyebabkan
berjumlah 83 pasien (89,2%). Ketidak terjadinya penurunan dalam kualitas
tepatan ESI terjadi pada kategori ESI 2 penanganan. Kualitas penanganan akan
dengan jumlah 2 (2,2%) dengan kasus triase berhubungan dengan tingkat keberhasilan
pediatrik indikator kesalahan Terjadi pada dalam sebuah manajemen kasus kegawat
penilaian TTV suhu >39 0 C anak usia 5 daruratan. Petugas triase menjadi kunci
bulan dikategorikan ESI 2, padahal indikator dalam ketepatan dokumentasi dan
triase TTV ESI 2 menyebutkan umur 0-28 keberhasilan sistem triase.
hari dengan T >380 C dan Umur 1-3 bulan Sejalan dengan penelitian Kristus et al.
dengan T >380C, sedangakan anak umur 3 (2014) menyatakan bahwa instrumen triase
dengan lima tingkat memiliki prioritas pada
314
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
instrumen tiga. Dalam hasil membandingkan kembali dalam pengkategorian triase ESI
sistem triase ESI dengan triase 3 tingkat di berdasarkan penilaian TTV. Tidak tepat
IGD untuk pertama kalinya di Iran. Sejak triase juga terjadi paling banyak pada shif
ESI baru dibandingkan dengan triase 3 level, siang, asumsi penulis menyebutkan
mungkin perawat, dokter dan staf lain yang penyebab eksternal ketidak tepatan triase
tidak cukup mengenal dengan sistem ESI ESI disebabkan karena jumlah kunjungan
dan mungkin membayangi temuan dari pasien overcrowding pada shift siang dengan
penelitian. ESI memainkan peran penting jumlah 20 pasien perhari dengan jumlah
untuk memfasilitasi prioritas pasien sesuai tenaga kesehatan 2 dokter dan 3 perawat,
dengan situasi mendesak mereka dan sehingga beban kerja perawat meningkat
penilaiaan berdasarkan pasien yang tepat yang menyebabkan Tidak Tepat dalam
untuk sumber daya yang tepat di tempat pendokumetasian dan pengkategorian triase,
yang tepat dan pada waktu yang tepat dan selain itu penyebab lainnya karena
bertindak lebih efektif dari tiga tingkat kurangnya pengetahuan petugas terkait
Ketidaktepatan triase ESI juga terjadi indikator khusus pediatrik dan Indikator
pada triase ESI 2 dan 3 sejalan dengan TTV pada triase ESI.
penelitian lei wang (2011) hasil penelitian
menyebutkan tertdapat keselahan penetapan 3.3. Response Time IGD
triase pada anak pada kategori ESI 2 dan Hasil penelitian menunjukan Respone
ESI 3, dua anak menderita asma dengan Time pasien IGD berdasarkan level triase
dsypnea dan penurunan suara nafas, 4 bayi ESI dominan pada kategori Cepat yang
usia 1-3 bulan dengan suhu 38o C, diantara berjumlah 77 pasien (82,8%). Response
mereka terdapat anak memiliki suhu tubuh time pasien IGD pada kategori cepat 77
39o C membutuhkan lebih dari satu sumber (82,8%), sedangkan triase pada kategori
daya dikategirkan pada ESI 2 sehingga sedang terjadi pada ESI 1 jumlah 16 (17,2%)
terjadi kesalahan pada pengkategorian dengan response time satu menit.
pasien beradasarkan suhu dan kebutuhan Sejalan dengan penelitian widodo
sumber daya. (2015). Hasil distribusi frekuensi response
Didukung penelitian Kachalia, et. al. time perawat dalam memberikan pelayanan
2016), bahwa Kelalaian diagnosa di ruang di IGD RS. Panti Waluyo Surakarta
gawat darurat memiliki penyebab yang menunjukkan kategori ”sangat cepat”
kompleks, Faktor-faktor yang berkontribusi sebanyak 70 pasien atau sekitar 73,7 %,
dalam kesalahan diagnosa adalah faktor- dengan hasil rata-rata response time perawat
faktor kognitif, komunikasi, sistem, dan IGD RS. Panti Waluyo Surakarta yaitu 1.58
faktor yang berhubungan dengan pasien. menit. Hal tersebut didapatkan oleh karena
Salah satu faktor yang berhubungan dengan RS. Panti Waluyo dalam meningkatkan
sistem yaitu beban kerja yang berlebihan mutu pelayanan di IGD, mencanangkan
yang dapat disebabkan oleh banyaknya standart pelayanan minimal (SPM) di IGD
kunjungan pasien berupa response time < 3 menit
Asumsi peneliti Ketepatan penilaian Sedangkan respone time melambat
ESI karena disebabkan faktor kemudahan menurut penelitian Sutriningsih (2016)
sistem triase ESI dalam pengkategorian penyebab adalah waktu tiba pasien yang
karena perawat tidak perlu bekerjasama kebanyakan datang ke IGD untuk
dengan dokter dalam penetapan triase hanya mendapatkan pelayanan pada waktu sibuk
dinilai berdasarkan sumber daya yang IGD Bedah (63,9%) dan IGD Non-Bedah
dibutuhkan dan petugas triase yang sudah (85,7%), dimana pada waktu-waktu inilah
berpengalaman lama bekerja >10 tahun, menurut literatur hasil penelitian merupakan
sehingga mudah menilai kategori ESI karena waktu-waktu dimana terjadi peningkatan
sudah paham apa saja sumber daya yang permintaan pelayanan. Hubungan
dibutuhkan. ketersediaan petugas triase dengan waktu
Kategori triase ESI tidak tepat Triase tanggap di IGD Bedah terlihat dari hasil
ESI terjadi banyak karena kesalahan analisis data yang ditunjukkan dengan nilai
penilaiaan TTV, sehingga perlu diperhatikan p = 0,006 dengan PR = 2,97 yang bermakna
315
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
bahwa keberadaan dokter dan perawat triase Petugas Khusus triase dokter dan perawat
di meja triase untuk menerima pasien baru triase sehingga untuk mencapai indikator
2,97 kali lebih meningkatkan ketepatan response time standar ESI 1 <0 menit sulit,
waktu tanggap (Sitorus, 2011; Suwaryo, apalagi ketika terjadi peningkatan jumlah
Wihastuti & Fatoni, 2016). kunjungan pasien atay overcwoding IGD,
Sejalan Penelitian yang dilakukan oleh sedangkan standar mutu yang digunakan
Tumbuan (2015) hasil response time bahwa response time <5 menit masuk
perawat dalam menangani kasus gawat kategori Response time sedang pada
darurat di IGD RSU GMIM Kolooran kategori ESI 1, sehingga perlunya SDM
Amurang yang juga rumah sakit tipe C petugas kusus triase di IGD dan peningkatan
kebanyakan (57,1%) lambat. Hal ini tidak indikator mutu respone time.
sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
(2009) yang menyatakan bahwa pasien Ketepatan ESI Terhadap Response
gawat darurat harus ditangani dalam waktu Time
<5 menit. Hasil observasi peneliti di kedua Hasil penelitian menunjukan Ketepatan
rumah sakit, didapatkan banyak pasien yang Penerapan Seluruh Indikasi Triase ESI
datang namun kurangnya petugas kesehatan terhadap Respone Time Pasien IGD.
khususnya perawat di IGD lebih khusus di Diketahui nilai p 0.002 < 0.05. Dengan
ruang triase sehingga menyebabkan proses demikian hasil Uji Mann-Whitney
dari awal triase sampai pasien mendapatkan menunjukan ada pengaruh ketepatan
penanganan awal mengalami keterlambatan penerapan triase ESI Terhadap Respone
waktu. Selanjutnya tidak meratanya tingkat Time pasien IGD di RS PKU
kegawatan yang datang kebanyakan adalah Muhhamadiyah Gombong.
kategori triase kuning dan hijau Triase adalah suatu sistem
Didukung penelitian Fadhilah, et al, pembagian/klasifikasi prioritas klien
(2013) menyatakan bahwa tidak meratanya berdasarkan berat ringannya kondisi klien
penyebaran tingkat kegawatan, keberadaan atau kegawatan yang memerlukan tindakan
petugas yang ada di triase, ketersediaan segera. Dalam triase, perawat dan dokter
sarana dan cara bayar pasien merupakan mempunyai batasan waktu (response time)
beberapa faktor yang menyebabkan waktu untuk mengkaji keadaan dan memberikan
tanggap (Response time) melebihi dari intervensi secepatnya yaitu <10 menit.
standar yang telah. Berdasarkan temuan (Pusponegoro, 2010). Triase yang akurat
tentang waktu rata-rata untuk dikunjungi merupakan kunci untuk tindakan yang
oleh dokter, sampel independen t-test efisien di Instalasi Gawat Darurat (Manitoba
menunjukkan perbedaan signifikan dalam Health, 2010).
waktu rata-rata di pertama respone time ESI Sejalan dengan penelitian Hadi (2014),
Triage memiliki dampak yang signifikan Analisis penelitian menunjukkan bahwa
pada waktu yang akan dikunjungi oleh terdapat perbedaan response time sebelum
dokter dan telah menyebabkan peningkatan dan sesudah diberlakukan triase dengan
indeks di rumah sakit perbedaan rata-rata lebih cepat 2,055 menit
Asumsi peneliti repone time pada dari sebelumnya. Perbedaan ini signifikan
kategori cepat disebabkan faktor karektristik berdasarkan hasil uji Mann Whitney U
petugas mayoritas petugas laki-laki sehingga untuk keseluruhan indikasi. Hasil ini juga
fisik dan kecepatan lebih dan mayoritas menunjukkan bahwa diterapkannya triase
sudah lama bekerja >10 tahun sehingga ESI di IGD mampu mempercepat
sudah banyak pengalaman dalam penanganan terhadap pasien IGD.
penanganan kegawatdaruratan menyebabkan Hasil penelitian ini sesuai dengan
reponse time cepat dan indikator mutu yang penelitian Hamid Reza Khankeh et al (2013)
digunakan standar Rumah sakit response Hasil penelitian menunjukkan bahwa
time <5 menit sehingga mmampu pelaksanaan Triase di Rumah Sakit Shahid
meningkatkan Respone Time. Rajaee di Karaj Iran mampu mempersingkat
Sedangkan Respone time ESI 1 kategori waktu tunggu dan response time pasien
sedang penyebabnya adalah ketidaktersedian instalasi gawat darurat. Selain itu,
316
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
pelaksanaan triase yang cepat dan tepat juga time yang cepat karena karaktristik petugas
mampu meningkatkan kepuasan pasien yang IGD yang sudah terlatih dan lama bekerja
datang ke instalasi gawat darurat. >10 tahun sehingga pengelaman dan
Penelitian lain yang menunjukkan hasil pengetahuan terkait penilaian dan
serupa yaitu penelitian Maleki, et al., pengkategorian triase cepat.
(2015). Hasil penelitian ini adalah ada Diterapkannya triase dengan
peningkatkan 6,46-8,92 menit dalam waktu menggunakan ESI merupakan evaluasi
rata-rata dari kedatangan pasien untuk untuk penggunaan standar triase di IGD
dikunjungi oleh seorang dokter (P <0,001) level empat rumah sakit modern RS PKU
dan peningkatan waktu rata-rata dari dokter Muhammadiyah Gombong yang harus
kunjungan untuk menerima perawatan menggunakan triase lima tingkat yang tepat
pertama 7,68-15,89 menit yang signifikan (P diterapkan dan sesuai dengan kondisi IGD,
<0,001). sehingga ada pengaruh penerapan sarana prasarana, SDM tenaga kesehatan
triase ESI terhadap repone tme dokter di dan indikator mutu pelayanan IGD, dimana
IGD. triase ESI mampu meningkatkan respone
Asumsi peneliti dari hasil tersebut time terhadap pasien IGD RS PKU
menunjukkan bahwa ada pengaruh ketepatan muhammadiyah Gombong sehingga
penerapan triase ESI terhadap repone time di mengurangi waktu tunggu pasien untuk
IGD PKU Muhammadiyah Gombong. mendapatkan pelayanan oleh petugas
pengaruh tersebut disebabkan karena triase kesehatan pada saat datang ke IGD PKU
ESI mudah dalam pengkategorian hanya Muhammadiyah Gombong dan akan
melihat penilaian sumber daya yang meningkatkan mutu pelayanan IGD Rumah
digunakan dengan SDM tenaga kesehatan sakit dengan pemberian pelayanan yang
yang mampu menilai pasien dengan repone cepat dan tepat.
4. KESIMPULAN
Karaktristik Petugas Kesehatan di IGD Respon Time berdasarkan level triase ESI
PKU Muhamamadiyah Gombong sejumlah 21 di IGD PKU Muhamamadiyah Gombong
dominan berjenis kelamin Laki-Laki, Kategori menunjukan Respone Time kategori Cepat
Umur petugas paling dominan >45 tahun, Ada Pengaruh Ketepatan Penerapan ESI
kategori Pendidikan petugas kesehatan (Emergency Severity Index) Terhadap Respon
dominan D3. Lama bekerja petugas dominan TimePasien Di IGD PKU Muhamamadiyah
>10 tahun dan Profesi dominan Perawat. Gombong dengan hasil uji Mann-Whitney
Ketepatan Penerapan ESI (Emergency nilai p 0.002 < 0.05.
Severity Index) di IGD PKU Muhamamadiyah
Gombong menunjukan kategori Tepat
317
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
[8] Fadhilah, N., Harahap, W. A., Lestari, Y. [18] Maleki, et al. Effectiveness of Five-Level
Faktor-faktor yang berhubungan dengan Emergency Severity Index Triage System
waktu tanggap pada pelayanan kasus Compared With Three-Level Spot
kecelakaan lalu lintas di IGD Rumah Check: An Iranian Experience. Arch
sakit umum pusat Dr. M. Djamil Padang. Trauma Rec. 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Padang.
2013 [19] McHugh M, Tanabe P, McClelland M,
Khare, RK. More patient are triage using
[9] Fujino Y, Tanaka M, Yonemitsu Y, system in the united states. Acad Emerg
Kawamoto R. The relationship between Med. 2010;19 (1);106-9
characthertic of nursing performance
and years of experience in nurses with [20] Mirhaghi AH, Roudbari M. (2011)
hifh emotional intelegence. Int J Nurs survey on knowledge level of the nurses
Pract. 2014 about hospital triage. Iranian jurnal of
Critical care nursing. 2011; 3(4): 167-74
[10] Gliboy, N. et al. Emergency Saverty
Gilboy N, Tanabe, P.Travers, D.a [21] Ningsih, Kartikawati D. Overcrwoding
Rosenau AM. Emergency Saverty Index Patient And Improving Emergency
(ESI) : A triage Toll for Emergency Patient Flow In Emergency Patient Flow
Departement Care. 4th ed. Rockville, in Emergancy Departement; A literature
MD: AHRQ Publications. 2012 review. Malang: urusan keperawatan
UNBRA. JIK. 2015
[11] Gurning, Y., Karim, D., & Misrawati.
Hubungan Tingkat pengetahuan dan [22] Suwaryo, PAW., & Yuwono, P.
sikap petugas kesehatan IGD terhadap Penggunaan Glasgow Outcome Scale
tindakan triase berdasarkan prioritas. dalam Penilaian Kondisi Pasien Pasca
http://jom.unri.ac.id. 2014;1-9. Cedera Kepala. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan: 2018; Vol 13 (3)
[12] Hadi, Sutrisno. Penelitian Research.
Yogyakarta. BPFE. 2014 [23] Rahil, N, H. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan lama waktu
[13] Hamid Reza Khankeh et al. Triage effect tanggap perawat pada penanganan asma
on wait time of receiving treatment di IGD RSUD Panembahan Senopati
services and patients satisfaction in the Bantul. Jurnal Respati Yogyakarta. 2012
emergency department: Example from
Iran. rch Trauma Rec. 2013 [24] Pemerintah Kota Kebumen. Profil
kesehatan kabupaten Kebumen. 2015
[14] Keputusan mentri kesehatan Republik
Indonesia Nomor 856/menkes/SK/IX/ [25] Prasetyantoro I. Hubungan ketepatan
2009. Tentang Standar Pelayanan IGD Penlilaian triase dengan tingkat
Rumah sakit. 2009 keberhasilan penanganan pasien cedera
kepala di IGD PKU Muhammadiyah
[15] Keputusan mentri kesehatan Republik Bantul. STIKES Asyah Yogyakarta.
Indonesia Tahun 2011. Tentang standar 2013.
pelayanan kegawatdaruratan di Rumah
sakit. Jakarta; Menteri kesehatan [26] Pusponegoro, D Aryono, et al. Buku
Republik Indonesia. 2011. Panduan Basic Trauma and Cardiac life
support. Jakarta: Diklat Mabulance
[16] Khairina, I., Malini, H., Huriani, E. AGD. 2010
Faktor-faktor yang berhubungan dengan
keputusan perawat dalam ketepatan [27] Singer Rf, Infante AA, Oppenheimer CC.
triase di Kota Padang. Fakultas The use of and statisfaction with the
keperawatan Universitas Andalas Emergency Severty Index. J emerg Nurs.
Indonesia. Indonesia Journal for health 2012;38(2);120-6
science. 2018;(2) [28] Sitorus, Ratna & Panjaitan, R.
[17] King, L. A. Psikologi Umum: sebuah Manajemen Keperawatan: Manajemen
pandangan apresiatif. Jakarta: salemba keperawatan di ruang rawat. Jakarta:
Humanika. 2010 Sagung setno. 2011
318
The 10th University Research Colloqium 2019
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
[29] Suwaryo, PAW., & Wihastuti, TA., & [33] Wa ode, dkk. Faktor-faktor yang
Fathoni, M. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketepatan waktu
berhubungan dengan outcome pasien tanggap penanganan kasus pada respone
cedera kepala di IGD RSUD Prof Dr time di IGD bedah dan non bedah RSUD
Margono Soekardjo Purwokerto; 2016: Dr. Wahidin Sudirohusodo. Unhas. 2012
Vol 12 (3)
[34] Wang, Li et all. Application of
[30] Sugiyono. Metode penelitian kuantitatif, emergency saverty Index in pediatric
kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, emergency departement. World J emer
CV. 2017 Med. 2011;2(4)
[31] Sutriningsih D, S., Susilo., Hamid M, A.. [35] Wibowo, Doni, dkk. Gambaran
Penerapan Respone Time Dalam Ketepatan penulisan triase ESI oleh
pelaksanaan penentuan Prioritas mahasiswa Ners STIKES cahaya bangsa
penanganan kegawatdaruratan Pada di IGD RSUD Ulin Banarmasin. Jurnar
pasien Kecelakaaan di IGD RSD Balung. Darul azhar. 2019; 7(1)
Jurnal Ilmu kesehatan Muhamamdiyah
Jember. 2016 [36] Widodo, E. Hubungan Respone Time
Perawat dalam memberikan pelayanan
[32] Tumbuan, A. N. Hubungan Respone dengan kepuasan Pelanggan di IGD RS
Time Perawat dengan tingkat Kecemasan Panti waluyo surakrta. Stikes Muh
Pasien kategori triase kuning di IGD Husada. 2015
RSU GMIM Kalorooran Amurang.
Fakultas Kedokteran Ilmu keperawatan [37] World Health Organization. Emergency
Universitas Sam Ratulangi Manado. E- Patient. 2012
journal Keperawatan . 2015;3(2)
319
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
ABSTRACT
Triage is an important part of emergency case management. Nurses' education is the end of the
nursing profession's education studies at the undergraduate and professional education level which will
carry out their work as a nurse profession in the health service settings both health clinics, health centers
and hospitals.
The variety of students' knowledge about triage is something that needs to be responded related to
the similarity of perceptions and the importance of ability to carry out triage documentation writing in order
to achieve quality triage and emergency case management systems. The aims of this research is to describe
the accuracy of writing triage emergency severity index (ESI) documentation by students of STIKES Cahaya
Bangsa at the IGD of Ulin Hospital Banjarmasin.
Method of descriptive research, the sampling technique used in this study was accidental sampling
with an observation sheet that adopted the ESI triage system. The results of the study were dominated by
writing of ESI triage documentation with the right category as much as 38 sheets with a percentage of 76%,
ESI triage documentation with inaccurate categories as much as 12 sheets with a percentage of 24%.
The conclusion of writing ESI triage documentation by students of STIKES Cahaya Bangsa was
dominated by appropriate categories. The emergency department does not tolerate errors that result in
inaccurate writing of documentation and categorization of priorities for patient triage, considering the risks
that will be experienced by patients in emergency conditions can cause fatal conditions.
PENDAHULUAN
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit maupun ketika terjadi korban masal yang masuk
pelayanan pasien dengan kondisi kegawat keruangan IGD secara bersamaan. Berbagai
daruratan. Sebagian besar pasien yang masuk laporan dari IGD menyatakan adanya kepadatan
kerumah sakit melaui ruangan IGD. Pasien yang (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode
datang ke IGD pada kondisi gawat darurat menentukan siapa pasien yang lebih prioritas sejak
membutuhkan tindakan yang cepat dan tepat guna awal kedatangan (Habib dkk, 2016).
menyelamatkan jiwa pasien atau mencegah pasien Triase sangat membantu dalam ketepatan dan
dari resiko kecacatan sesuai dengan kondisi klinis kecepatan penanganan pasien dengan kegawat
yang dialaminya (Kemenkes RI, 2008). dauratan yang didasarkan pada ketersediaan
Triase merupakan proses penilaian awal pasien sumber daya. Kecepatan dan ketepatan
yang akan diklasikasikan berdasarkan tingkat menentukan prioritas dalam triase sangat
kegawat daruratannya sebagai dasar dalam mendukung terhadap kualitas penanganan pasien
menentukan prioritas penanganan atau tindakan. yang datang ke IGD, menjaga sumber daya unit
Triase merupakan proses yang sangat penting agar dapat fokus menangani kasus yang benar-
dalam manajemen pasien dengan kondisi kegawat benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat
daruratan di IGD terutama karena terjadi darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai. Tujuan
peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien, utama dari triase adalah untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian bagi seluruh pasien yang
masuk ke IGD (Garbez et al., 2011).
1
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
Triase di rumah sakit terdiri dari triase primer mengadopsi triase klasik yaitu triase bencana
dan triase sekunder. Triase primer terkait dengan yang diaplikasikan di rumah sakit yang terdiri dari
prosedur penilaian primer dan alokasi pasien 4 kategori dengan simbol warna merah, kuning,
terhadap pengobatan. Triase primer dilakukan hijau, hitam, dan sebenarnya sistem triase tersebut
secara cepat saat perawat/dokter pertama kali kurang tepat di aplikasikan di rumah sakit.
menerima pasien dari ambulan dan menilai Dippenaar & Bruijns (2016) mengatakan bahwa
keadaan pasien dengan cara melihat, mendengar, sistem triase berbasis bukti di rumah sakit mulai
mencium, dan menilai sumber daya yang dikembangkan di berbagai negara di dunia yang
dibutuhkan pasien. Triase sekunder terkait dengan dibuat dan disesuaikan dengan kondisi dan
inisiasi intervensi keperawatan dan memberikan kebutuhan negara tersebut dan dijadikan pedoman
kenyamanan kepada pasien. Triase sekunder dalam pelaksanaannya. Triase dirumah sakit
dilakukan setelah triase primer dengan manilai berkembang menggunakan skala prioritas, seperti
tanda-tanda vital, keluhan utama, riwayat penyakit Australian Triage System (ATS), Canadian Triage
saat ini. Ketepatan dalam penulisan dokumentasi System (CTAS), Manchester Triage System
triase akan mendukung ketepatan dalam (MTS), Emergency Severity Index (ESI), South
penentuan prioritas pasien dan keberhasilan dalam African Triage System (SATS) , dan Patient
penanganan pasien dengan kondisi kegawat Acuity Categoriy Scale (PATS).
daruratan. Penilaian triase yang tidak sesuai Sistem triase berbasis bukti saat ini sudah mulai
dengan keadaan pasien memiliki resiko dalam banyak diadopsi untuk diaplilkasikan sebagai
meningkatkan angka kesakitan, mempengaruhi sistem triase rumah sakit di Indonesia. Sudah
hasil perawatan pasien, atau kriteria hasil yang saatnya rumah sakit di Indonesia mengaplikasikan
akan ditetapkan untuk perawatan pasien (Fathoni sistem triase yang berbasis bukti, sebagai salah
dkk, 2013). satu rekomendasi peneliti adalah dengan
Kekecewaan yang biasa dirasakan oleh pasien mengaplikasikan sistem triase yang dikembangkan
atau keluarga adalah lamanya waktu penanganan, di Amerika Serikat yaitu Emergency Severity
ketidak jelasan informasi terkait kondisi dan Index (ESI). Menurut Datusanantyo (2013) ada
rencana tindakan apa saja yang akan diberikan. beberapa alasan mengapa triase ESI lebih mudah
Sabriyati, Islam, Gaus (2012) dalam penelitiannya diterapkan di Indonesia yaitu perawat lebih mudah
menyatakan bahwa faktor yang berhubungan menilai prioritas triase dengan melihat kondisi
dengan waktu tanggap darurat adalah ketersediaan keparahan pasien, dengan melihat kondisi pasien
petugas triase. Triase yang baik akan perawat lebih mudah ketika harus memikirkan
mempercepat waktu penanganan pasien, dan kebutuhan sumber daya apa saja yang dibutuhkan
dengan adanya triase maka pasien maupun pasien, sistem triase ESI juga menggunakan skala
keluarga akan mendapat informasi awal tentang nyeri 1 – 10 sama dengan yang secara umum
kondisi dan rencana tindakan yang akan diberikan digunakan di Indonesia.
sehingga kepuasan pasien tentang pelayanan di Hasil wawancara dengan Kepala IGD RSUD
IGD meningkat. Angka kepuasan pasien Ulin Banjarmasin yang sekaligus sebagai Ketua
merupakan gambaran kualitas layanan yang HIPGABI Kalimantan Selatan mengatakan
diberikan rumah sakit kepada pasiennya (Evans bahawa sistem triase berbasis bukti sudah mulai
2014). Sedangkan menurut Tsu-Wang & Sen dikembangkan di RSUD Ulin Banjarmasin,
(2013) bahwa dengan adanya sistem triase yang meskipun butuh waktu untuk bisa menyamakan
optimal, dan memakai algoritma yang sistematis persepsi dan meningkatkan keterampilan perawat.
dapat menurunkan waktu tunggu sampai 50%. Hal Pengetahuan perawat tidak kalah penting guna
ini menunjukkan bahwa dengan adanya triase mendukung berjalannya sistem triase tersebut.
yang sistematis yang dapat digunakan secara Menurut Khairina I, Malini H, Huriani E, (2018)
optimal oleh perawat dan dokter di ruang gawat faktor pengetahuan merupakan faktor dominan
darurat dapat meningkatkan kualitas layanan dalam mendukung pengambilan keputusan
kesehatan di ruangan tersebut. penentuan prioritas triase pasien. Keputusan
Pedoman triase merupakan dasar dalam dalam penentuan triase harus dilakukan dengan
pelaksanaan triase yang dapat diaplikasikan di cepat dan tepat, sehingga pengetahuan yang
rumah sakit. Telah terjadi perubahan paradigma matang sangat di butuhkan dalam proses triase
bahwa yang sebelumnya rumah sakit telah
2
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
guna menunjang pelaksanaan triase yang METODE PENELITIAN
berkualitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
Pendidikan profesi ners merupakan akhir dari adalah metode deskriptif. Penelitian ini hanya
masa studi pendidikan profesi keperawatan pada menggambarkan satu variabel yaitu ketepatan
tingkat sarjana yang akan melaksanakan penulisan dokumentasi triase ESI mahasiswa
pekerjaanya sebagai profesi perawat di tatanan profesi ners pada stase keperawatan gawat darurat
pelayanan kesehatan baik klinik kesehatan, di IGD yang dinilai dengan lembar observasi
puskesmas, maupun rumah sakit. Bervariasinya adopsi sistem triase ESI. Teknik sampling yang
pengetahuan mahasiswa ners yang akan masuk digunakan dalam penelitian ini adalah accidental
pada stase keperawatan gawat darurat tentang sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 50
triase merupakan hal yang perlu di sikapi terkait lembar hasil dokumentasi triase ESI mahasiswa
dengan keseragaman persepsi dan pentingnya ners STIKES Cahaya Bangsa yang sesuai dengan
kemampuan dalam pelaksanaan penulisan kriteria inklusi yaitu hasil triase pasien yang
dokumentasi triase saat mereka berpraktik di stase masuk dalam prioritas 1, 2, dan 3. Penulisan
keperawatan gawat darurat. Menurut Sari (2015) dokumentasi triase ESI ini dilaksanakan selama 4
mengatakan bahwa mahasiswa keperawatan minggu dimulai dari tanggal 20 Agustus – 01
merupakan seorang calon perawat yang turut serta September 2018.
dalam pemberian asuhan keperawatan, sehingga
perlu dibekali kemampuan dalam melakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
asuhan keperawatan sedini mungkin untuk
Karakteristik Data
mencegah kesalahan yang dapat menyebabkan
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Data
insiden keselamatan pasien. Proses pembekalan
Berdasarkan Prioritas Triase Pasien.
selalu dilaksanakan sebelum mahasiswa masuk Kategori %
pada stase tertentu. Sebelum mahasiswa masuk Prioritas 1 6 12
stase keperawatan gawat darurat, mereka telah Prioritas 2 18 36
diberikan pembekalan terkait dengan pengetahuan Prioritas 3 26 52
dan keterampilan keperawatan gawat darurat Total 50 100
termasuk triase didalamnya baik secara teori
maupun simulasi. Berdasarkan Tabel 4.1 menyatakan bahwa
Hasil studi pendahuluan kepada 35 Mahasiswa sebagian besar prioritas triase pasien masuk dalam
Ners STIKES Cahaya Bangsa dengan metode kategori prioritas 3 yaitu 52 %.
observasi selama mahasiswa melakukan role play
triase menunjukan 23 mahasiswa masuk dalam Gambaran Ketepatan Penulisan Dokumentasi
kategori mampu dan memahami tentang triase Triase ESI
sesuai dengan skenario pasien. Sebanyak 10 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Gambaran
mahasiswa masuk dalam kategori cukup mampu Ketepatan Penulisan Dokumentasi Triase ESI
Kategori
dan cukup memahami. Sebanyak 2 mahasiswa
Tepat 38 76
masuk dalam kategori belum mampu dan belum
memahami. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti Tidak 12 24
Tepat
sekaligus pembimbing memberikan tambahan
Total 50
waktu untuk memberikan pengetahuan, mengingat
pentingnya triase dalam sebuah manajemen Berdasarkan Tabel 4.2 menyatakan bahwa
penanganan kasus kegawat daruratan di rumah sebagian besar ketepatan penulisan dokumentasi
sakit, oleh karena itu maka peneliti tertarik untuk triase ESI dengan kategori tepat yaitu 76 %.
melihat gambaran ketepatan hasil penulisan
dokumentasi triase yang mahasiswa buat pada saat PEMBAHASAN
mereka melakukan praktek profesi ners pada stase Gambaran ketepatan penulisan dokumentasi
keperawatan gawat darurat di IGD. triase ESI oleh mahasiswa ners STIKES Cahaya
Bangsa didominasi oleh penulisan dokumentasi
triase ESI dengan kategori tepat sebanyak 38
lembar dokumentasi triase pasien dengan
persentase 76 %, dokumentasi triase ESI dengan
kategori tidak tepat sebanyak 12 lembar
3
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
dokumentasi triase pasien dengan persentase 24 menyatakan bahwa faktor yang berhubungan
%. Hasil penelitian memang menunjukan dengan waktu tanggap penanganan kasus adalah
penulisan dokumentasi triase dalam kategori tepat petugas trise.
lebih mendominasi, tetapi dalam bidang keilmuan Faktor terpenting dalam kesuksesan sebuah
gawat darurat tidak mentolerir adanya kesalahan sistem triase adalah pengetahuan yang dimiliki
mengingat resiko yang akan dialami oleh pasien oleh petugas triase. Pengetahuan yang belum
yang berada pada keadaan gawat darurat dapat matang akan menjadi kendala atau keragu -raguan
menyebabkan kondisi yang fatal. dalam melakukan penulisan dokumentasi triase
Ketepatan dalam penulisan dokumentasi triase terkait dengan pengetahuan tentang pengkajian,
akan menentukan ketepatan dalam penentuan komunikasi, dan analisis dalam menentukan
kategori triase pasien yang dipertimbangkan masalah yang dialami pasien berdasarkan proses
berdasarkan keadaan/kondisi pasien, tanda - tanda patofisiologi. Menurut Khairina I, Malini H,
vital, kebutuhan sumber daya. Ketepatan dalam Huriani E, (2018) faktor pengetahuan merupakan
pengkategorian prioritas triase pasien juga akan faktor dominan dalam mendukung pengambilan
menentukan kualitas penanganan pasien gawat keputusan penentuan prioritas triase pasien.
darurat terkait dengan fasilitas dan sumber daya Pengetahuan berkaitan dengan hasil keputusan
dalam ruangan gawat darurat tersebut. Peralatan yang diambil dalam menentukan triase.
dan obat – obatan untuk tindakan penyelamatan Pengetahuan petugas triase akan berkaitan dengan
nyawa pasien untuk kategori triase dengan kecepatan dan ketepatan dalam penulisan
prioritas 1 seperti BVM untuk pemberian dokumentasi triase dan pengkategorian prioritas
ventilasi, Monitor, Ventilator, ETT, Laringoskop, triase pasien, sehingga pengetahuan yang matang
CPAP, BiPAP, AED, DC-Shock, peralatan sangat di butuhkan dalam proses triase guna
dekompresi dada, set resusitasi cairan, menunjang pelaksanaan triase yang berkualitas.
ketersediaan darah, dan obat – obatan gawat Lama kerja berhubungan dengan pengetahuan
darurat (naloxone, D50, dopamin, atropine, dan keterampilan dalam melakukan triase.
adenocard). Sebaliknya jika penulisan dan Semakin lama bekerja, seorang petugas triase akan
pengkategorian triase pasien tidak tepat maka mendapatkan banyak pengalaman tentang
yang akan terjadi adalah resiko terjadinya pengetahuan dan kemampuannya dalam
penurunan kualitas penanganan kasus gawat melakukan pengkajian, menganalisis masalah
darurat pada pasien tersebut yang disebabkan pasien berdasarkan patofisiologi, menganalisis
karena pasien tidak dilakukan penanganan kebutuhan sumber daya yang dibutuhkan
kegawatdaruratannya di ruangan yang tepat dan berdasarkan kondisi pasien sehingga hal tersebut
ditangani dengan fasilitas dan sumber daya yang akan berdampak pada ketepatan penulisan
kurang tepat. Pernyataan diatas sesuai dengan dokumentasi triase. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Prasetyantoro (2013) mengatakan penelitian Fujino et all (2014) pada 1395 perawat
bahwa ada hubungan yang cukup berarti antara yang bekerja di Rumah Sakit Umum di Jepang
ketepatan penilaian triase dengan tingkat menunjukkan bahwa 1045 perawat (76%)
keberhasilan pasien dengan cedera kepala. menunjukkan bahwa semakin lama bekerja maka
Penulisan dan pengkategorian triase pasien kinerja perawat menjadi semakin baik. Kinerja
yang tidak tepat juga akan berdampak pada perawat yang baik ditunjukan ketika perawat
penurunan waktu tanggap darurat sehingga mampu melaksanakan asuhan keperawatan
keadaan tersebut akan mengurangi waktu dengan baik pada pasien dengan kondisi gawat
emas/golden period dalam penangan sebuah kasus darurat dan sebagian besar perawat mampu
kegawat daruratan yang akan menyebabkan menggunakan perangkat mekanik atau penunjang
terjadinya penurunan dalam kualitas penanganan. dan mendokumentasikan proses asuhan dengan
Kualitas penanganan akan berhubungan dengan baik. Sebagian besar perawat sering melakukan
tingkat keberhasilan dalam sebuah manajemen perawatan yang dibutuhkan oleh pasien dalam
kasus kegawat daruratan. Petugas triase menjadi kondisi gawat darurat.
kunci dalam ketepatan dokumentasi dan Triase merupakan bagian penting dalam
keberhasilan sistem triase. Pernyataan diatas juga manajemen kasus kegawat daruratan. Pendidikan
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan ners merupakan akhir dari masa studi pendidikan
oleh Sabriyati, Islam, Gaus (2012) yang profesi keperawatan pada jenjang pendidikan
4
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
sarjana dan profesi yang akan melaksanakan pelatihan, pembimbingan, sehingga peneliti akan
pekerjaanya sebagai profesi perawat di tatanan melakukan diskusi secara mendalam dengan
pelayanan kesehatan baik klinik kesehatan, Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin
puskesmas, maupun rumah sakit. Bervariasinya Banjarmasin terkait dengan peningkatan kualitas
pengetahuan mahasiswa ners tentang triase triase oleh perawat. Peneliti juga akan
merupakan hal yang perlu di sikapi terkait dengan meningkatkan pembelajaran terkait dengan triase
keseragaman persepsi dan pentingnya kemampuan pada mata kuliah gawat darurat pada tahap
dalam pelaksanaan penulisan dokumentasi triase akademik, dan mahasiswa profesi pada stase
demi tercapainya sistem triase dan manajemen gawat darurat dengan pengembangan metode dan
kasus kegawat daruratan yang berkualitas. fasilitas laboratorium.
Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan
bahwa ketepatan penulisan dokumentasi triase ESI SARAN
oleh mahasiswa ners STIKES Cahaya Bangsa di 1. Bagi RSUD Ulin Banjarmasin
dominasi oleh penulisan dokumentasi dalam Peneliti menyarankan agar hasil dari penelitian
kategori tepat, akan tetapi dalam keilmuan gawat ini dapat dijadikan dasar/justifikasi yang
darurat tidak mentolerir adanya kesalahan maka berbasis bukti (ilmiah) dalam menentukan
dalam hal ini peneliti sekaligus dosen atau kebijakan terkait dengan pengembangan triase
pembimbing mahasiswa ners stase keperawatan di IGD RSUD Ulin Banjarmasin.
gawat darurat akan berupaya semaksimal mungkin 2. Bagi STIKES Cahaya Bangsa
untuk meningkatkan pengetahuan dan Peneliti menyarankan agar pihak STIKES
keterampilan mahasiswa dalam melaksanakan Cahaya Bangsa terus meningkatkan fasilitas
sistem triase berbasis bukti seperti ESI. terkait dengan laboratorium keperawatan
Memaksimalkan pengetahuan dan keterampilan gawat darurat guna memaksimalkan proses
seorang perawat harus dipersiapkan sedini pembelajaran khususnya materi tentang triase.
mungkin sejak mahasiswa berada di masa 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
pendidikan khususnya profesi ners pada stase Peneliti menyarankan agar peneliti selanjutnya
gawat darurat. Upaya untuk memaksimalkan dapat mengembangkan penelitian tentang
pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan triase dengan membandingkan beberapa teori
dengan cara memodifikasi metode belajar, triase intra-hospital untuk melihat keefektifan
memperpanjang waktu pembekalan, pengkategorian triase di Indonesia khususnya
meningkatkan variasi contoh kasus triase pasien Kalimantan Selatan.
dengan kondisi gawat darurat, dan memanfaatkan
tehnologi dalam bentuk aplikasi triase yang DAFTAR PUSTAKA
tersedia di play store pada smartphone.
Datusanantyo. Emergency Severity Index (ESI):
Salah Satu Sistem Triase Berbasis Bukti
KESIMPULAN [Internet]. 2013 [Diakses tanggal 22 Oktober
Gambaran ketepatan penulisan dokumentasi 2018]. Dari:
triase ESI didominasi oleh penulisan dokumentasi https://www.slideshare.net/robertusarian/em
triase ESI dengan kategori tepat sebanyak 38 ergency-severity-index-esi-salah-satu-
lembar dokumentasi triase pasien dengan sistem-triase-berbasis-bukti
persentase 76 %, dokumentasi triase ESI dengan Dippenaar E., & Bruijns, S. Triage is easy, said no
kategori tidak tepat sebanyak 12 lembar triage nurse ever [Internet]. International
dokumentasi triase pasien dengan persentase 24 Emergency Nursing. 2016 [Diakses tanggal
%. 22 Oktober 2018]. Dari:
http://doi.org/10.1016/j.ienj.2016.09.0 05
IMPLIKASI
Evans. Woman’s Satisfaction with Obstetric
Ketepatan dalam penulisan dokumentasi triase Triage Services [Internet]. Journal of
adalah bagian yang sangat penting guna Obstetric Gynecologic & Neonatal Nursing.
menunjang keberhasilan dalam manajemen pasien NCBI. 2015 [Diakses tanggal 22 Oktober
gawat darurat. Kemampuan perawat dalam 2018]. Dari:
melakukan dokumentasi triase berhubungan https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26469
dengan banyak faktor, seperti; faktor pengalaman, 198
5
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
Fathoni, M., Sangchan, H., & Songwathana, P. Kemenkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan
Relationships between Triage Knowledge, nomor 129 Tahun 2008; 2008.
Training, Working Experiences and Triage Prasetyantoro I. Hubungan Ketepatan Penilaian
Skills among Emergency Nurses in East Triase dengan Tingkat Keberhasilan
Java, Indonesia [Internet]. UNDIP. 2013. Penanganan Pasien Cedera Kepala di IGD
[Diakses tanggal 22 Oktober 2018]. Dari: RSU PKU Muhammadiyah Bantul
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/medi [Internet]. STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta.
aners/.../4072 2013 [Diakses tanggal 22 Oktober 2018].
Fujino Y, Tanaka M, Yonemitsu Y, Kawamoto R. Dari:
The relationship between characteristics of https://drive.google.com/file/d/1_yAE3XsS
nursing performance and years of DQoDWRK0uhF82UZLyYtilZlI/view
experience in nurses with high emotional Sabriyati I, Islam A, Gaus S. Faktor-Faktor Yang
intelligence [Internet]. Int J Nurs Pract. 2014 Berhubungan Dengan Ketepatan Waktu
Apr 8. doi: 10.1111/ijn. 12311. 2014 Tanggap Penanganan Kasus Pada Response
[Diakses tanggal 22 Oktober 2018]. Time I di Instalasi Gawat Darurat Bedah
Dari:https://synapse.koreamed.org/search.ph dan Non Bedah RSUP DR. Wahidin
p?where=jbrowse Sudirohusodo [Internet].UNHAS. 2012
Garbez, A. R., Carrieri-kohlman, V., Stotts, N., [Diakses tanggal 22 Oktober 2018]. Dari:
Chan, G., Neighbor, M., & Francisco, S. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/c4fb91d
Factors Influencing Patient Assignment to 414809dc2f827bc65613cb9fa.pdf
Level 2 and Level 3 Within the 5-Level ESI Sari, D. Potret Pelaksanaan Patient Safety
Triage System [Internet]. NCBI. 2011 Mahasiswa Profesi Ners [Internet].
[Diakses tanggal 22 Oktober 2018]. Dari Nurscope. Jurnal Keperawatan dan
:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/220 Pemikiran Ilmiah. 2015 [Diakses tanggal 22
74652 Oktober 2018]. Dari:
Habib H, Sulistio S, Mulyana R, Imamul A. jurnal.unissula.ac.id/index.php/jnm/article/d
Triase Modern Rumah Sakit dan ownload/467/388
Aplikasinya di Indonesia [Internet]. 2016 Tsu Wang, Shen. Construct an Optimal Triage
[Diakses tanggal 22 Oktober 2018]. Dari: Prediction Mod.el: A Case Study of the
https://www.researchgate.net/publication/31 Emergency [Internet]. Journal of Medical
1715654 Systems. 2013 [Diakses tanggal 22 Oktober
Khairina I, Malini H, Huriani E. Faktor-Faktor 2018]. Dari:
yang Berhubungan dengan Pengambilan https://dl.acm.org/citation.cfm?id=2559044
Keputusan Perawat Dalam Ketepatan
Triase di Kota Padang [Internet].
Indonesian Journal for Health Sciences.
2018 [Diakses tanggal 22 Oktober 2018].
Dari:
journal.umpo.ac.id/index.php/IJHS/article/d
ownload/707/694 .
6
Jurnal Darul Azhar Vol 7, No.1 Februari 2019 – Juli 2019, Hal : 1 -
Abstract : Triage is one skill that controlled by a nurse who has studied since in the nursing education
program. A method of triage composed of various kinds, one of them is a method of Emergency Severity
Index (ESI). Emergency Severity Index is a method with the principle of patients to triage emergency
level based on the number of medical needs of the patient. The purpose of this research is knowing the
effectiveness of the method emergency severity index to the accuracy of the determination of emergency
level in undergraduate nursing students program. This research use of one group pretest and posttest
method and use sampling some 85 students undergraduate nursing program by setting criteria. This
research using a questionnaire with clinical case and education Emergency Severity Index figure.
Research results obtained test Wilcoxon Signed Ranks Test alpha 0.018 so that it can be concluded that
there are differences understanding level emergency priority before and after the introduction of ESI
method. The Next research expected to apply the learning methods of triage with interesting and
innovative and analyze as a means of understanding emergency case priority.v
Abstrak : Triage merupakan salah satu skill yang wajib dikuasai seorang perawat yang telah dipelajari semenjak
pada masa pendidikan keperawatan. Terdapat beberapa jenis triage, salah satunya adalah metode Emergency
Severity Index (ESI). Metode ESI merupakan metode triage dengan prinsip memprioritaskan kegawatdaruratan
pasien berdasarkan banyaknya jumlah kebutuhan medis yang di butuhkan. Tujuan pelitian ini adalah mengetahui
efektifitas metode triage ESI terhadap ketepatan penentuan tingkat kegawatdaruratan pada mahasiswa program S1
keperawatan. Penelitian ini menggunakan metode one grup pretest postes dan menggunakan metode purposive
sampling sejumlah 85 mahasiswa program S1 keperawatan dengan menetapkan kriteria inklusi untuk
menghomogenkan sample. Intrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner kasus klinik dan edukasi bagan
ESI. Uji statistik menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test didapatkan p value sebesar 0.018, dapat
disimpulkan terdapat perbedaan pemahaman prioritas kegawatdaruratan sebelum dan sesudah pengenalan metode
pengenalan metode. Peneletian selanjutnya diharapkan mengaplikasikan metode pembelajaran triage yang menarik
dan inovatif serta menganalisa efektifitasnya sebagai sarana pemahaman prioritas kasus-kasus kegawatdaruratan.
ESI tidak membutuhakan diagnose yang spesifik memahami dan menghubungkan gejala klinis
untuk menetapkan level traise pasien (Mace dan pasien Berdasarkan hal tersebut peneliti teratarik
Mayer 2008). melaksanakan penelitian untuk mengaplikasikan
Penerapan ESI di Indonesia dapat di metode triage ”Emergency Severity Index
aplikasikan dengan lebih sederhana dengan (ESI)” terhadap ketepatan
mempehatikan sumber daya apa saja yang penentuan tingkat
dibutuhkan oleh pasien dan segera dilakukan kegawatdaruratan oleh mahasiswa S1
tindakan untuk penangan pasien dengan acuan keperawatan.
semakin banyak kebutuhan sumberdaya medis
yang di perlukan maka level gawatan pasien METODE PENELITIAN
dikategorikan sebagai prioritas 1 ( level 1) (
Kurniasih, regina, 2016). Emergency Severity Penelitian ini adalah penelitian
Index (ESI) menggunakan konsep triage yang eksperimental dengan pendekatan satu kelompok
menggunakan lima skala dalam pretest dan postest. Penelitian ini dilakukan pada
pengklasifikasian pasien di IGD. Dalam mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
penerapan ESI perawatan diawal penanganan Semester 8. Dengan kriteria inklusi bersedia
pasien akan menentukan kondisi pasien harus menjadi responden dan telah menempuh mata
dirawat di IGD ataukan di pulangkan, setelah itu kuliah kepearawatan gawat darurat dimana telah
pasien yang di rawat di IGD akan di tentukan mendapatkan materi triage. Pengukuran
level kegawadaruratannya berdasarkan pemahaman tingkat kegawatdaruratan sebelum
kebutuhan medis yang di perlukan dan di di diberikan aplikasi metode triage ”emergency
kategorikan level 1 sampai dengan level 5 (Bolk severity index (ESI)” dilaksanakan pretest
et al, 2007). Penerapan ESI ini dikembangkan dengan memberikan
oleh US Emergency Departement dimana angka 10 kasus kegawatadaruratan kemudian respinden
hospitalisasi dapat diprediksi dengan jelas diminta menentukan triage berdasarkan system
melalui ESI. Penerapan ESI ini melihat triage tag warna dan kemudian dilkasanakan
pemeriksaan diganostic yang kemungkinan postest setelah diajarkan aplikasi metode triage
dibutuhkan oleh pasien. ”emergency severity index (ESI)” dengan
Berdasarkan visibilitas penerapan memberikan 10 kasus kegawatdarurtan untuk di
Emergrakency Severity Index (ESI) sebagai tentukan level tiase menggunakan system ESI.
salah satu metode triage dalam penetepan Pengkuran pemahaman tingkat
tingkat kegawatdaruratan pasien. Penetapan kegawatdaruratan dilaksanakan dengan
triage berdasarkan kebutuhan medis pasien lebih pemaparan kasus-kasus klinis yang telah disusun
mudah diaplikasikan untuk perawat pemula dan analisa oleh peneliti memenuhi syarat yang
dibandingkan dengan metode triage layak ditentukan tingkat kegawatdaruratannya
menggunakan diagnosa dan gejala klinis pasien melalui metode triage. Penelitian ini
dimana tenaga kesehatan di tuntut untuk menerapkan prinsip etik Autonomy,
Beneficiency, Nonmaleficience dan Justice.
HASIL PENELITIAN
Data sosiodemografi karakteristik umum responden berdasarkan umur, jenis kelamin, usia, telah
menempuh mata kuliah Keperawatan gawat darurat, nilai keperawatan gawat darurat serta pengalaman
menangani kasus gawat darurat dapat dilihat pada Tabel 1.
8 | Jurnal Kesehatan Mesencephalon, Vol.7 No.1, April 2021, hlm 6-11
No. Karakteristik N n %
1 Usia 85
19-24 tahun (rata-rata 21,1 tahun) 85 100
2 Jenis Kelamin 85
Laki-laki 22 33,33
Perempuan 63 74,41
3 Telah menempuh mata kuliah gawat
darurat 85
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan usia mempunyai rerata
usia 21,1 tahun, lebih dari separuh (74,41%) berjenis kelamin perempuan, seluruhnya (100%), telah
menempuh mata kuliah keperawatan gawat darurat dan lebih dari separuh (72,94%) belum pernah
menangani kasus gawat darurat sebelumnya.
Tabel 2. Data pre test dan posttest pemahamana prioritas kegawatdaruratan mahasiswa Sarjana
Keperawatan
Nilai_Pre Nilai_Post
Median 50.00 40.00
Std. Deviation 17.49 15.77
Minimum 10.00 10.00
Maximum 90.00 80.00
Tabel 3. Data pre test dan posttest pemahamana prioritas kegawatdaruratan mahasiswa Sarjana
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
N Mean Rank
Total 85
Vita Maryah Ardiyani, Aplikasi Metode Triage...| 9
Test Statisticsb
Nilai_Post - Nilai_Pre
Z -2.366a
Asymp. Sig. (2-tailed) .018
Berdasarkan table 3 didapatkan kesimpulan uji SPPS menggu akan uji Wilcoxon
Signed Ranks Test didapatkan nilai 0.018 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
pemahaman prioritas kegawatdaruratan sebelum dan sesudah pengenalan metode pengenalan metode
Emergency Severity Index (ESI).
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis hasil penelitian didapatkan maupun nonakedmik dimana 72% dari
hasil sebagaian besar skor penentuan responden telah memiliki pengalaman
kegawatdaruratan sebelum metode Emergency menangani kasus gawat darurat. Pengetahuan
Severity Index (ESI) memiliki nilai median menjadi daya dorong utama individu untuk
sebesar 50. Mahasiswa yang terlibat dalam melakukan berbagai aktifitas dalam kehidupan,
penelitian seluruhnya adalah mahasiswa yang dari adanya pengetahuan yang baik dapat
telah menempuh mata kuliah keperawatan gawat memacu dan meningkatkan kepercayaan diri
darurat dimana dalam mata kuliah keperawatan untuk bekerja sehingga mendapatkan hasil
gawat darurat tedapat materi triage dan telah yang baik pula (Fadli, et all.2017). Faktor
dilaksanakan praktikum triage menggunakan pengetahuan adalah faktor dominan dalam
metode tag warna. Pretest pada penelitian pengambilan keputusan triage dimana
dilakasankan menggunakan metode triage tag pengambilan keputusan triage harus di laksankan
warna. Pengetahuan tentang triage yang dimiliki dengan cepat dan tepat sehingga pengetahuan
mahasiswa sangat berpengaruh terhadap yang matang sangat mempengaruhi keputusan
pemahaman kasus-kasus klinis yang di berikan triage yang berkualitas (Wibowo, Doni, 2019).
untuk ditentukan tingkat kegawatdarurtannya. Pengetahuan merupakan hal yang sangat
Pengetahuan mempengaruhi petugas kesehatan dalam
sangatlah penting untuk dikuasai karena tidak menerapkan dan menggunakan materi sesuai
mungkin seseorang dapat memberikan tindakan dengan situasi dan kondisi nyata (Yanty, Et.all,
yang cepat, tepat dan akurat jika tidak 2014). Nilai minimum responden pada pretest 10
menguasai ilmunya, hal itu seiring dengan dan nilai maksimum 90 sebagian hal ini
pendapat seorang ahli yang mengemukakan menunujukkan bahwa beberapa responden
bahwa pengetahuan sangat mempengaruhi menguasai konsep triage dan beberapa
perilaku seseorang (Ruslan,et all, 2014) . responden belum menguasai konsep triage. Hasil
Mengajar harus meperhatikan pengetahuan yang belajar yang dapat dibuktikan pada pembelajaran
telah diperoleh pembelajar sebelumnya. Dengan Studi kasus pasien adalah kemampuan
demikian mengajar dianggap bukan sebagai melakukan pengelolaan pasien sesuai dengan
proses di mana materi-materi ditransfer kepada bahan belajarnya. Upaya meningkatkan
pembelajar, melainkan sebagai proses untuk kemampuan belajar mahasiswa bertujuan untuk
membangun gagasan - gagasan si pembelajar mendapatkan pengalaman yang lebih fokus
dan menghubungkannya dengan yang telah dia mengenai kasus yang dipelajari oleh mahasiswa.
ketahui (Tia, et.all, 2009). Berdasarkan teori Dengan demikian mahasiswa dapat memahami
tersebut pemahaman mahasiswa terhadap kasus berdasarkan kasus ( Utami, W, Ngesti, 2017).
kasus klinik yang diberikan saat pretest sangat Setelah dilakukan pengenalan metode
dipengaruhi pengetahuan kegawatdaruratan yang Emergency Severity Index (ESI) pada responden
telah dimilki sebelumnya baik dari jenjang didapatkan hasil skor minimum
akademik
10 | Jurnal Kesehatan Mesencephalon, Vol.7 No.1, April 2021, hlm 6-
10 dan nilai maksimum 80. Konsep triage ESI bandingkan dengan sebelum pengenalan metode
menggunakan sistem penilai triage berdasarkan Emergency Severity Index (ESI) median
kebutuhan sumber daya medis yang dibutuhkan sebesar 50 dengan standar deviasi sebesar 17, 4
pasien dengan prinsip semakin banyak hal ini menunjukkan bahwa sebagian reponden
kebutuhan medis yang dibutuhkan maka lebih memahami metode triage pada pretest
klasifikasi dimana metode triage saat pretest menggunakan
kegawatdaruratan pasien semakin tinggi ( metode triage tag warna sedangkan pada saat
prioritas utama) (Gilboy, 2011). Semakin tinggi postest mengunakan metode triage Emergency
pemahaman mahasiswa terhadap kebutuhan Severity Index (ESI). Pemahaman mahasiswa
media pasien pada kasus kasus yang di paparkan didukung oleh metode praktikum dan ujian
dalam penelitian maka semakin tinggi ketepatan praktikum triage tag warna yang dilaksanakan
dalam penentuan kegawatdaruratan pada saat menempuh mata kuliah keperawatan
menggunakan metode Emergency Severity gawat darurat. Kesimpulan tersebut sejalan
Index (ESI). dengan penelitian hubungan metode
Penerapa Emergency Severity Index (ESI) pembelajaranpraktikum terhadap
telah banyak di adopsi dimana sistem triage ini penguasaan materiperkuliahan pada mahasiswa
dinilai sebagai salah satu sistem triage berbasis program sarjana yang menyatakan metode
bukti klinik yaitu kebutuhan sumberdaya medis pembelajaran praktikum mempunyai hubungan
pasien, ESI juga sangat mudah di terapkan oleh yang signifikan dengan penguasaan materi
perawat dikarenankan telaah kebutuhan medis perkuliahan (Andari, Yuri, 2017).
pasien akan sejalan dengan tingkat
kegawatdaruratan pasien. Pengenalan metode KESIMPULAN DAN SARAN
Emergency Severity Index (ESI) pada
responden memberikan pengetahuan baru pada Terdapat perbedaan pemahaman
responden terkait metode triage yang selama ini prioritas kegawatdaruratan sebelum dan sesudah
hanya dikenal secara umum dimana beberapa pengenalan metode pengenalan metode
mahasiswa menunjukkan pemahaman yang baik Emergency Severity Index (ESI). Pengenalan
di tunjuk adanya nilai maksimum sebesar 80 hal berbagai metode triage sangat di perlukan untuk
ini sejalan dengan teori faktor terpenting dalam peserta didik keperawatan/perawat pemula serta
penentuan triage adalah pengetahuan yang di mengaplikasikan metode pembelajran triage
miliki petugas triage, dimana pengetahuan yang yang menarik dan inovatif serta menganalisa
belum matang akan memeberikan keragu-raguan efektifitasnya sebagai sarana pemahaman
dalam penulisan dokumentasi terkait pengkajian, prioritas kasus-kasus kegaawatdaruratan
komunikasi ,analisis masalah pasien didasarkan sehingga perawat pemula memiliki kesiapan
pada proses patofiologis (Wibowo, Doni, 2019). melakasanakan berbagi metode triage pada
Nilai median responden setelah kondisi nyata di tempat pelayanan kesehatan.
pengenalan metode Emergency Severity
Index (ESI) sebesar 40 dengan standar deviasi
sebesar 15,7 yang jika di
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Keputusan triase harus tepat, akurat dan cepat karena akan mengancam keselamatan pasien. Sistem
triase saat ini berbeda-beda. Sistem triase yang dianjurkan yaitu triase lima tingkat Emergency Severity
Index (ESI) yang lebih akurat, mudah dipahami, mudah diaplikasi, mengurangi subjektifitas, dan
sederhana dalam penggunaanya. RSUD Cibabat menggunakan triase empat tingkat modifikasi ATS
yang belum dievaluasi tingkat keakuratannya. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui perbandingan
metode triase empat tingkat modifikasi ATS dan metode triase lima tingkat ESI berdasarkan tingkat
akurasi. Triase merupakan pemilahan, pengelompokkan pasien berdasarkan tingkat kegawatannya.
Design penelitian yaitu cross over quasi eksperimental dengan 38 kegiatan triase baik kelompok
kontrol dan kelompok intervensi dan 15 perawat yang melakukannya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa triase ESI kategori expected triage 76,3%, under triase 13,2%, over triage 10,5%. Pada triase
empat tingkat modifikasi ATS, expected triage 73,7 %, under triase 18,4%, over triage 7,9%. Hasil uji
statistik, triase empat tingkat modifikasi ATS dengan triase lima tingkat ESI tidak terdapat perbedaan
tingkat akurasi yang signifikan dengan nilai p-0,488. Namun jika ditelaah lebih lanjut ESI lebih akurat
dalam memberikan keputusan expected triage. Adapun saran diberikan kepada RSUD Cibabat, dapat
menggunakan triase ESI sebagai alternatif pilihan pengkajian triase karena akurat, sederhana, mudah
digunakan.
Kata Kunci : Triase, Akurasi, Emergency Severity Index (ESI)
ABSTRACT
Triage decisions must be precise, accurate and fast because it will threaten patient safety. The current
triage system is different. The recommended triage system is a triage of five levels of the Emergency
Severity Index (ESI) that are more accurate, easy to understand, easy to apply, reduce subjectivity,
and simple to use. Cibabat Hospital uses a triage of four levels of ATS modification that have not been
evaluated for accuracy. The purpose of this study was to compare the four triage methods of
modification of ATS and five levels of ESI triage method based on the level of accuracy. Triage is
sorting, grouping patients according to their level of emergency. The research design was quasi
experimental cross over with 38 triage activities in both the control and intervention groups and 15
nurses who did it. The results showed that the expected triage ESI triage was 76.3%, under 13.2%
triage, 10.5% over triage. In triage four ATS modification levels, expected triage 73.7%, under triage
18.4%, over triage 7.9%. Statistical test results, triage of four levels of ATS modification with a triage
of five ESI levels there were no significant differences in the level of accuracy with a p-value of 0.488.
But if explored further ESI is more accurate in giving an expected triage decision. As for advice given
to the Cibabat Hospital, you can use ESI triage as an alternative triage assessment option because it
is accurate, simple, easy to use.
(The Effectiveness of Writing the Emergency Severity Index (ESI) Triage Documentation
with Canada Triage Acuity Scale (CTAS) on the Accuracy of Patient Triage Priority by
Student of Ners STIKES Cahaya Bangsa in IGD RSUD Ulin Banjarmasin)
Doni Wibowo
Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cahaya Bangsa
Jl. A. Yani No.KM 17, Malintang Baru, Kec. Gambut, Banjar, Kalimantan Selatan
70122
٭Korespondensi : ns.doniwibowo@gmail.com
Abstract
Nursing education is the end of the nursing profession education process which will carry
out its work as a nurse profession in the health care services. Emergency department (IGD) is
one of the main entrances of inpatients, so that patient visits in the ER is quite high, and it
cause the overcrowded. It needs a triage system and documentation based on evidence to
increase success in the management of patients with emergency conditions. The purpose
of this study is to study the effectiveness of the Emergency Severity Index triage discussed
with the Canadian Triage Acuity Scale on the accuracy of patient triage priorities. This study
use the Quasi Experimental method using the Mann Whitney test. The sampling technique
uses accidental sampling with a total of 50 Emergency Severity Index triage documentation
samples and 50 Canada Triage Acuity Scale documentation samples. The results showed
accuracy in determining the priority of triage in 46 tragedy Emergency Severity Index (92%)
and 38 documentation of Canadian Triage Acuity Scale (76%). There is a difference in the
accuracy of the triage priorities of patients between the triage documentation of the
Emergency Severity Index and the Canada Triage Acuity Scale with a p value of 0.030. It is
time for the Emergency Department (IGD) to implement evidence-based triage systems and
documentation by adopting or developing scientifically tested triage systems and
documentation.
Sistem triase yang optimal, dan prioritas akan menghasilkan data yang lebih
memakai algoritma yang sistematis dapat spesifik.
menurunkan waktu tunggu sampai 50% (2). Canada Triage and Acuity Scale
Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya (CTAS) telah terbukti memiliki keandalan
ketepatan dalam mengkaji dan yang baik (4). CTAS dikembangkan pada
memprioritaskan pasien berdasarkan akhir 1990-an oleh Canadian Association of
kondisi kegawatannya, sehingga dibutuhkan Emergency Physicians and National
adanya sistem triase yang berbasis bukti, Emergency Nurses’ Affiliation. CTAS
teruji secara ilmiah dan dapat digunakan mengklasifikasikan pasien dalam urutan:
secara optimal oleh perawat dan dokter di level 1, resusitasi; level 2, darurat; level 3,
ruang gawat darurat, dan dapat mendesak; level 4, kurang mendesak; dan
meningkatkan kualitas pelayanan kegawat level 5, tidak mendesak. Pedoman CTAS
daruratan. Merekomendasikan waktu untuk penilaian
Joint Comission on Acreditation of yang dilakukan oleh perawat dan dokter
Health Organization (JCAHO) melaporkan berdasarkan indikator pada setiap level
pada tahun 2002 bahwa lebih dari 50% triase.
pasien yang mendapat perawatan di Triase CTAS memiliki kelemahan yang
Instalasi Gawat Darurat mengalami akan membuat perawat/dokter triase harus
kematian dan cacat permanen akibat berfikir lebih kritis dan memakan waktu,
keterlambatan penanganan (2). Golden apalagi jika triase CTAS akan diterapkan di
periode sering disebut sebagai waktu yang Indonesia dengan jumlah kunjungan pasien
sangat baik untuk pasien dalam kondisi ke tempat pelayanan gawat darurat yang
kegawatan tertentu untuk dilakukan tinggi. Kelemahan tersebut seperti; triase
penanganan secara medis, dimana kondisi CTAS tidak memiliki algoritma yang
perburukan terus berlangsung, sehingga seharusnya dapat membantu dengan cepat
waktu adalah bagian yang sangat berarti bagi dan tepat dalam mempertimbangkan prioritas
kualitas hidup pasien dengan penanganan triase berdasarkan hasil pengkajian. CTAS
yang cepat dan tepat. hanya memiliki indikator-indikator pada setiap
Pedoman dan format dokumentasi level/prioritas triase berupa keluhan atau
triase merupakan dasar dalam pelaksanaan keadaan pasien. Kondisi tersebut yang
triase yang dapat diaplikasikan di rumah memungkinkan terjadinya kesalahan/ketidak
sakit. Sebagian rumah sakit besar di tepatan dalam penentuan prioritas triase
Indonesia sudah masuk pada sebuah pasien (5).
paradigma baru bahwa sebelumnya rumah Triase Emergency Severity Index
sakit mengadopsi sistem triase klasik yaitu merupakan triase yang dikembangkan di
triase bencana yang diaplikasikan di rumah Amerika Serikat. Triase ESI juga memiliki 5
sakit terdiri dari 4 kategori dengan simbol level/prioritas keakutan yaitu level 1,
warna merah, kuning, hijau, hitam. Dippenaar resusitasi; level 2, darurat; level 3, mendesak;
& Bruijns mengatakan bahwa sistem triase level 4, kurang mendesak; dan level 5, tidak
berbasis bukti di rumah sakit mulai mendesak. Menurut Kurniasari ada
dikembangkan di berbagai negara sesuai beberapa alasan mengapa triase ESI lebih
dengan kebutuhan masing-masing dan mudah diterapkan di Indonesia yaitu
dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya perawat lebih mudah menilai prioritas/level
(3). Triase di rumah sakit berkembang triase dengan melihat kondisi keparahan
menggunakan skala prioritas, seperti pasien, perawat lebih mudah ketika harus
Australian Triage System (ATS), Canadian memikirkan kebutuhan sumber daya apa
Triage Acuity System (CTAS), Manchester saja yang dibutuhkan pasien (6). Sistem
Triage System (MTS), Emergency Severity triase ESI juga menggunakan skala nyeri 1
Index (ESI), South African Triage System – 10 sama dengan yang secara umum
(SATS) , dan Patient Acuity Categoriy Scale digunakan di Indonesia. Tidak adanya
(PATS). Selama dekade terakhir, beberapa Batasan waktu bagi perawat atau dokter
studi telah menyelidiki ketepatan antara untuk melakukan penanganan pada pasien
tiga, empat dan lima prioritas triase. diruang gawat darurat, jadi penanganan
Trise dengan 5 skala prioritas memiliki tersebut menjadi fleksibel, dapat dilakukan
ketajaman/ketepatan yang tinggi dibanding sesegera mungkin dengan
4 atau 3 skala prioritas karena dengan 5 mempertimbangkan prioritas triase,
skala
61
Doni
jumlah pasien. Triase ESI memiliki algoritma karena puncak kunjungan pasien di IGD
yang jelas, simpel dan memiliki validitas yang Rumah Sakit memiliki hubungan dengan
tinggi dalam menentukan prioritas triase ketepatan dalam pelaksanaan triase.
pasien. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil
Faktor pengetahuan merupakan faktor penelitian Nonutu yang menyatakan bahwa
dominan dalam mendukung pengambilan terdapat hubungan antara jumlah kunjungan
keputusan penentuan prioritas triase pasien pasien dengan ketepatan pelaksanaan
(7). Mahasiswa Profesi Ners merupakan triase(8).
mahasiswa yang sedang belajar dan Penelitian tentang triase modern perlu
menempuh pendidikan akademik ditingkat dikembangkan dengan membandingkan
profesi dan merupakan lanjutan dari beberapa teori triase intra-hospital untuk
pendidikan sarjana. Proses pembelajaran melihat keefektifan pengkategorian triase di
mahasiswa profesi ners hampir secara Indonesia khususnya Kalimantan Selatan
keseluruhan dilakukan di lahan praktik baik (12). Pentingnya sebuah sistem, dan
di rumah sakit, puskesmas, komunitas, panti dokumentasi triase terhadap ketepatan
werdha, sehingga pada tahapan inilah dalam menentukan prioritas triase pasien
mahasiswa memiliki kesempatan lebih demi peningkatan kualitas pelayanan pasien
banyak untuk mendapatkan pengetahuan gawat darurat.
dan keterampilan tentang keilmuan Berdasarkan latar belakang diatas perlu
khususnya keperawatan gawat darurat dilakukan penelitian tentang efektifitas
seperti pengetahuan tentang triase. penulisan dokumentasi triase emergency
Pengetahuan dan keterampilan yang cukup severity index (ESI) dengan canada triage
tentang triase, menjadikan mahasiswa lebih acuity scale (CTAS) terhadap ketepatan
siap untuk berinovasi mengimplementasikan prioritas triase pasien oleh mahasiswa ners
ilmunya di dunia kerja, sehingga akan STIKES Cahaya Bangsa di IGD RSUD Ulin
berdampak pada kepuasan keluarga dan Banjarmasin.
kualitas hidup pasien. Perlu adanya sebuah sistem dan
Triase modern di Kalimantan Selatan dokumentasi triase yang memiliki ketepatan
juga sudah mulai diaplikasikan di IGD Rumah tinggi dalam memutuskan sebuah prioritas
Sakit. Hasil diskusi dengan kepala ruang triase pasien yang berbasis bukti diantara
IGD RSUD Ulin Banjarmasin sekaligus kedua sistem triase Emergency Severity
sebagai Ketua HIPGABI Kalimantan Selatan Index atau Canada Triage Acuity Scale.
bahwa triase modern sudah diaplikasikan
sekitar 2 tahun di IGD Rumah Sakit Metode Penelitian
tersebut. Format dokumentasi triase Penelitian ini menggunakan metode
dilakukan evaluasi, dan revisi demi Quasi Experimental dengan menggunakan uji
meningkatkan kualitas triase. Data Mann Whitney. Teknik pengambilan sampel
kunjungan pasien di IGD RSUD Ulin menggunakan Accidental Sampling dengan
Banjarmasin pada tahun 2017 sebanyak jumlah 50 sampel dokumentasi triase
24.941 pasien, tahun 2018 sebanyak 23.294 Emergency Severity Index dan 50 sampel
pasien, dan jumlah kunjungan Januari – dokumentasi Canada Triage Acuity Scale.
Oktober 2019 sebanyak 19.871 pasien. Penulisan dokumentasi triase ini
Jumlah kunjungan pasien berdasarkan dilaksanakan selama 4 minggu oleh
triase prioritas I sebanyak 120 pasien, mahasiswa Profesi Ners STIKES Cahaya
prioritas II sebanyak 3.804 pasien, prioritas Bangsa dimulai dari tanggal 20 Agustus – 15
III sebanyak 168 pasien pada bulan Agustus September 2018. Data dianalisis dan diolah
- September 2018. selama 2 bulan dari tanggal 02 September -
RSUD Ulin Banjarmasin merupakan 31 Oktober 2019. Instrumen penelitian yang
rumah sakit pusat rujukan di Kalimantan digunakan berupa lembar observasi dari
Selatan dan sebagian wilayah Kalimantan guideline triase modern berbasis bukti untuk
Tengah, sehingga kunjungan pasien sangat menilai ketepatan dalam menentukan
tinggi. Tingginya angka kunjungan di IGD prioritas triase.
RSUD Ulin Banjarmasin menyebabkan
terjadinya overcrowding pada waktu tertentu
yaitu pada jam dinas siang antara pukul
18.00-21.00 Wita. Kondisi overcrowding
62
Doni
Total 50 100 P
𝑓 % 𝑓 %
Tepat 46 92 38 76 0,030
Berdasarkan Tabel 1 menyatakan
bahwa sebagian besar prioritas triase Tidak Tepat 4 8 12 24
pasien masuk dalam kategori prioritas 2
Total 50 100 50 100
yaitu 52 %.
63
Doni
memiliki validitas tinggi dalam menentukan Kecepatan dan ketepatan dalam sebuah
prioritas triase pasien. ESI juga memiliki pelayanan kegawat daruratan menjadi prinsip
standar klasifikasi dalam penggunaan utama, tidak mentolerir sedikitpun adanya
sumber daya. Kebutuhan sumber daya sudah kesalahan dalam sebuah proses
sangat jelas tertulis didalam algoritma manajemen kegawat daruratan, hal ini
bahwa kebutuhan sumber daya sejalan dengan hasil penelitian
diklasifikasikan berdasarkan prioritas/level Prasetyantoro yang menunjukan hasil
triase. Jenis – jenis sumber daya yang bahwa ada hubungan yang cukup berarti
tertulis dalam sistem triase ESI sudah antara ketepatan penilaian triase dengan
ditetapkan dan digunakan sesuai kondisi tingkat keberhasilan pasien dengan cedera
pasien (9). kepala (13).
Algoritma dalam sebuah sistem triase Pengetahuan juga menjadi dasar dalam
menjadi faktor yang sangat penting proses pelaksanaan triase. Menurut
terhadap waktu dan ketepatan dalam Khairina faktor pengetahuan
penentuan prioritas triase, karena dalam merupakan faktor dominan
kondisi pasien gawat darurat seorang dalam mendukung pengambilan keputusan
perawat atau dokter harus melakukan triase penentuan prioritas triase pasien (7).
dan memutuskan prioritas triase pasien Perawat triase harus memiliki
dengan cepat dan tepat mengingat pasien pengetahuan-pengetahuan dasar yang
harus dilakukan penanganan dengan sangat komprehensif seperti pengetahuan
segera, ditempat dan sumber daya yang tentang pengkajian, pemeriksaan fisik dan
tepat sesuai dengan kondisi pasiennya, pengetahuan tentang kebutuhan sumber
dengan itu maka manajemen kegawat daya pasien sesuai dengan kondisinya,
daruratan pasien akan berjalan dengan sehingga perawat harus mendapatkan
baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan pengetahuan tersebut sejak dalam proses
hasil penelitian Tsu-Wang & Sen bahwa pendidikan yaitu pada tahap profesi ners,
dengan adanya sistem triase yang optimal sehingga ketika lulus akan menjadi seorang
dan memakai algoritma yang sistematis ners yang profesional dan siap untuk
dapat menurunkan waktu tunggu sampai bekerja. Pengalaman bekerja menjadi salah
50% (2). satu faktor yang berhubungan dengan
Berbeda dengan CTAS, sistem triase ini kualitas pelayanan yang dalam hal
hanya terdapat indikator-indikator pada tiap ini dapat ditunjukan dengan
prioritas/level triase, indikator tersebut kualitas dalam melakukan pelayanan
merupakan kondisi pasien pada setiap keperawatan gawat darurat
prioritas triase (5). Sistem triase CTAS khususnya proses triase. Pengalaman yang
memakan waktu yang sedikit lebih lama cukup akan menjadikan seorang perawat
bagi perawat atau dokter untuk dapat lebih percaya diri, memiliki wawasan yang
menentukan prioritas triase pasien luas, kecepatan dan ketepatan dalam
berdasarkan kondisinya yang didapat dari menghasilkan sebuah keputusan. Menurut
hasil wawancara dan pemeriksaan fisik. Wibowo semakin lama bekerja, seorang
Perawat atau dokter harus menyamakan perawat triase akan mendapatkan banyak
data hasil pengkajian pasien dengan pengetahuan dan kemampuannya dalam
indikator pada setiap prioritas triase guna melakukan pengkajian, menganalisis
memutuskan prioritas triase pasien. masalah pasien berdasarkan patofisiologi,
Kondisi-kondisi tersebut harus menjadi menganalisis kebutuhan sumber daya yang
perhatian tentang pentingnya waktu dan dibutuhkan berdasarkan kondisi pasien
ketepatan dalam menentukan prioritas pasien sehingga hal tersebut akan berdampak
yang akan berdampak terhadap kualitas pada ketepatan penulisan dokumentasi
manajemen pasien. Menurut Ng CJ yang triase (12). Pernyataan tersebut sejalan
menyatakan bahwa proses triase yang dengan hasil penelitian Fujino pada 1.395
lambat dan ketepatan yang rendah dalam perawat yang bekerja di Rumah Sakit
jumlah pasien yang besar dapat Umum di Jepang bahwa semakin lama
membahayakan keselamatan pasien (1). bekerja maka kinerja
Hasil penelitian menunjukan pentingnya perawat menjadi semakin baik (10).
sebuah sistem dan dokumentasi triase
sehingga berpengaruh pada ketepatan dalam Kesimpulan
menentukan prioritas triase pasien. Penulisan dokumentasi triase
Emergency Severity Index lebih efektif
terhadap ketepatan prioritas triase pasien
Doni
64
Doni
65