Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG KEHILANGAN DAN CITRA TUBUH


Diajukan unutk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah keperawatan kesehatan jiwa I
Dosen pengampu : Saryomo,S.Kep.Ns.,M.Si.

Di susun Oleh :
Ade Isna Annur Mukaron C1814201060
2B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2020
A. Kasus
Seseorang ib mah tangga, Ny.M baru saja ditinggal pegi suaminya yang meninggal
secara tiba-tiba. Setelah ditinggalkan keluarga mengatakan klien mengalami ganggan
dalam menjalankan perannya sebagai ibu semenjak suaminya meninggal karena jatuh
dar lantai 5 bangunan tempa dia bekerja. Menuut kesekian ada seseorang yang
melihat sosok Tn. A yang melompat dari gedung. Keluarga mengatakan bahwa 1
minggu y11 Ny.M minta cerai pada Tn.A. Klien mengungkapkan bahwa dirinya yang
berdosa atas meninggalnya suami. Ketika diamati, pasien terlihat berbicara dengan
nada marah dan membentak, kadang-kadang terlihat melamun walaupun bersama
orang lain.
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi Kehilangan
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan
kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan. Respons terakhir
terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan
sebelumnya (Hidayat, 2009 : 243).
2. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :

1) Faktor genetik Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan
kehilangan (Hidayat, 2009 : 246 ).
2) Kesehatan jasmani Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik (Prabowo,
2014 : 116).
3) Kesehatan mental Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
dalam menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2009 : 246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kanak – kanak akan mempengaruhi individu
dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Hidayat, 2009 :
246).
5) Struktur kepribadian Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).

3. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan
kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-
psiko-sosial antara lain meliputi :

1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).

4. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan
tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).

1) Denail Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada


seseorang yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat
fakta-fakta yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan,
pengharapan, dan pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang
hidup dalam dunia ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris
tidak mampu keluar dari cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam
denial “backfire effect” atau “efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada
dirinya. Orang yang hidup dalam denial tentu saja sangat ridak berbahagia.
Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan juga membuat banyak orang lain tidak
berbahagia (Prabowo, 2014 : 118).
2) Represi Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya.
Suatu cara pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan
perasaan yang mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk
menyembuhkan hal-hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar
kita. Dengan mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan
wibawa kita (Prabowo, 2014 : 118).
3) Intelektualisasi Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang
berlebihan untuk menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya.
Dengan intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya
tidak menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau
permasalahan secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
4) Regresi Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir
mundur kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 :
118).
5) Disosiasi Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau
diubah. Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan
atau diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis,
afek dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada
selektif amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
6) Supresi Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi
dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya
keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi
tidak begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan
sengaja, sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
7) Proyeksi Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan
Holladay (1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk
memungkiri tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran
dengan melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri
(Prabowo, 2014 : 118).

5. Rentang respon
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap – tahap
berikut (Menurut Kubler – Ross, dalam Potter dan Perry, 1997) : Tahap pengingkaran
marah tawar – menawar depresi Penerimaan

1) Tahap pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, mengerti, atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar –
benar terjadi. Sebagai contoh orang atau keluarga dari orang yang menerima
diagnosis terminal akan terus berupaya mencari informasi tambahan (Hidayat,
2009 : 245). Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat,
mulai, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah,
dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berlangsung dalam beberapa menit hingga beberapa tahun (Hidayat, 2009 :
245).
2) Tahap marah
Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau
perawat tidak kompeten. Respons fisik yang sering terjadi, antara lain muka
merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan
seterusnya (Hidayat, 2009 : 245).

3) Tahap tawar – menawar


Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya
kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau
terang – terangan seolah – olah kehilangan tersebut dapat dicegah. Individu
mungkin berupaya untuk melakukan tawar – menawar dengan memohon
kemurahan tuhan (Hidayat, 2009 : 245).
4) Tahap depresi
Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang –
kadang bersikap sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan,
rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik
yang ditunjukkan, antara lain menolak makan, susah tidur, letih, turunnya
dorongan libido, dan lain – lain (Prabowo, 2014 : 115).
5) Tahap penerimaan
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.
Individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai
memandang ke depan. Gambaran tentang objek atau orang yang hilang akan
mulai dilepaskan secara bertahap. Perhatiannya akan beralih pada objek yang
baru. Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses berduka serta dapat
mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Kegagalan masuk ke tahap
penerimaan akan memengaruhi kemampuan individu tersebut dalam
mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya (Hidayat, 2009 : 245 - 246)
C. Rencana Tindakan Keperawatan
TUJUAN INTERVENSI
Tujuan Umum: 1. Binaan hubungan saling percaya
Klien dapat berinteraksi dengan dengan menggunakan prinsip
prang lain sehingga tidak terjadi komunikasi terapeutik
halusinasi a. Sapa klien dengan ramah, naik
- Klien dapat membina verbal maupun non verbal
hubungan saling percaya b. Perkenalan diri dengan respon
sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan
nama panggilan yang disukai
klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan tepati janji.
f. Tunjukan sikap empati dan
menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian pada klien dan
perhatikan kebutuhan klien.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (1) PADA KLIEN


DENGAN KEHILANGAN

Nama klien : Ny. M

Ruangan : Nakula

No. MR : 60xxxx

RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Ny. M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu perusahaan
sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu, suami Ibu M meninggal
karena kecelakaan. Sejak kejadian tersebut, Ibu M sering melamun dan selalu
mengatakan jika suaminya belum meninggal. Ibu M terlihat sering mengingkari
kehilangan, dan menangis Selain itu, Ibu M juga tidak mau berinteraksi dengan
orang lain dan merasa gelisah sehingga susah tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat dan klien
dapat merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat
b. Klien mampu mengungkapkan pikiran dan perasaannya
c. Klien merasa lebih tenang
4. Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara mengucapkan salam
terapeutik, memperkenalkan diri perawat sambil berjabat tangan dengan klien
b. Dorong klien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Dengarkan
setiap perkataan klien. Beri respon, tetapi tidak bersifat menghakimi
c. Ajarkan klien teknik relaksasi

B. Strategi Keperawatan
1. Tahap Orientasi
a. Salam Theurapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Saya Mardhiah, Ibu bisa memanggil
saya suster diah. Saya perawat yang dinas pagi ini dari pukul 07.00 sampai
14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu. Nama Ibu siapa? Ibu senangnya
dipanggil apa?”
b. Evaluasi
“Baiklah bu, bagaimana keadaan Ibu M hari ini?”
c. Kontrak
1) Topik :
“Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang-bincang sebentar tentang
keadaan ibu? Tujuannya supaya ibu bisa lebih tenang bu dalam
menghadapi keadaan ini, dengan ibu mau berbagi cerita dengan saya,
kesedihan ibu mungkin bisa berkurang
2) Waktu :
Ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
3) Tempat :
“Ibu mau kita berbincang-bincang dimana? Di sini saja? Bai klah.”
2. Tahap Kerja
 “Baiklah Ibu M, bisa Ibu jelaskan kepada saya bagaimana perasaan Ibu M
saat ini?”
 “Saya mengerti Ibu sangat sulit menerima kenyataan ini. Tapi kondisi
sebenarnya memang suami Ibu telah meninggal. Sabar ya, Bu ”
 “Saya tidak bermaksud untuk tidak mendukung Ibu. Tapi coba Ibu pikir,
jika Ibu pulang ke rumah nanti, Ibu tidak akan bertemu dengan suami Ibu
karena beliau memang sudah meninggal. Itu sudah menjadi kehendak
Tuhan, Bu. Ibu harus berusaha menerima kenyataan ini.”
 “Ibu, hidup matinya seseorang semua sudah diatur oleh Tuhan.
Meninggalnya suami Ibu juga merupakan kehendak-Nya sebagai Maha
Pemilik Hidup. Tidak ada satu orang pun yang dapat mencegahnya,
termasuk saya ataupun Ibu sendiri.”
 “Ibu sudah bisa memahaminya?”
 “Ibu tidak perlu cemas. Umur Ibu masih muda, Ibu bisa mencoba mencari
pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Ibu. Saya percaya Ibu
mempunyai keahlian yang bisa digunakan. Ibu juga tidak akan hidup
sendiri. Ibu masih punya saudara-saudara, anak-anak dan orang lain yang
sayang dan peduli sama Ibu.”
 “Untuk mengurangi rasa cemas Ibu, sekarang Ibu ikuti teknik relaksasi
yang saya lakukan. Coba sekarang Ibu tarik napas yang dalam, tahan
sebentar, kemudian hembuskan perlahanlahan.”
 “Ya, bagus sekali Bu, seperti itu.”
3. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa Ibu sudah mulai
memahami kondisi yang sebenarnya terjadi?” (Objektif) : “Kalau begitu, coba
Ibu jelaskan lagi, hal-hal yang Ibu dapatkan dari perbincangan kita tadi dan
coba Ibu ulangi teknik relaksasi yang telah kita lakukan.”
b. Tindak lanjut :
“Ya, bagus sekali Bu. Nah, setiap kali Ibu merasa cemas, Ibu dapat melakukan
teknik tersebut. Dan setiap kali Ibu merasa Ibu tidak terima dengan kenyataan
ini, Ibu dapat mengingat kembali perbincangan kita hari ini.
 Bu, ini ada buku kegiatan untuk ibu
 Bagaimana kalau kegiatan teknik rileksasi ibu masukkan kedalam jadwal
kegiatan ibu?
 Ibu setuju?
 Nah, Disini ada kolom kegiatan, tanggal, waktu dan keterangan
 Ibu bisa mengisi kegiatan tenik rileksasi pada kolom kegiatan
 Kira-kira jam berapa ibu nanti melakukan teknik rileksasi bu?
 Cara mengisi buku kegiatan ini: jika ibu melakukannya tanpa dibantu atau
diingatkan oleh orang lain ibu tulis “M” disini, jika ibu di bantu atau
diingatkan ibu tulis “B” dan jika ibu tidak melakukannya ibu tulis “T”
 Ibu paham Bu?”
 Nanti ibu jangan lupa mengisi buku kegiatannya ya
c. Kontrak
 Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit
dan sekarang sudah 30 menit bu!
 Bu, kapan ibu mau kita melanjutkan perbincangan kita?
 Bagaimana kalau kita besok membicarakan tentang hobi ibu
 Ibu maunya dimana?
 Nah, sekarang ibu istirahat dulu
 Sebelum saya permisi apak ada yang mau ibu tanyakan?
 Baiklah, kalau tidak ada, saya permisi dulu ya Bu. Assalamu’alaikum.”

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (2) PADA KLIEN


DENGAN KEHILANGAN

Nama klien : Ny. M

Ruangan : Nakula

No. MR : 601756

RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan kedua, Ibu M sudah mulai menunjukkan rasa penerimaan
terhadap kehilangan. Namun, ia masih menarik diri dari lingkungan dan orang-
orang sekitarnya. Ia juga masih melamun dan merasa gelisah sehingga tidurnya
tidak nyenyak.
2. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan
3. Tujuan Khusus
Klien tidak menarik diri lagi dan dapat membina hubungan baik kembali dengan
lingkungannya maupun dengan orang-orang di sekitarnya
4. Tindakan Keperawatan
a. Libatkan klien dalam setiap aktivitas kelompok, terutama aktivitas yang ia
sukai
b. Berikan klien pujian setiap kali klien melakukan kegiatan dengan benar

B. Strategi Pelaksanaan
1. Tahap Orientasi
a) Salam Teurapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M. Masih ingat dengan saya Bu? Ya,
betul sekali. Saya suster diah, Bu. Seperti kemarin, pagi ini dari pukul 07.00
sampai 14.00 nanti dan saya yang akan merawat Ibu.”
b) Evaluasi
 “Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Apa sudah lebih baik dari kemarin?
Bagus kalau begitu”
 “Nah apa saja yang ibu lakukan kemarin?”
 “ coba saya lihat buku kegiatan ibu?”
 “wah bagus bu, ibu sudah melakukan teknik rileksasi secara mandiri”
 “Sekarang coba ibu praktekkan lagi cara teknik rileksasi tersebut” “ bagus
sekali bu”
c) Kontrak
 Topik : “Sesuai janji yang kita sepakati kemarin ya, Bu. Hari ini kita
bertemu untuk membicarakan hobi Ibu tujuannya supaya ibu dapat
melakukan aktifitas yang sukai dan ibu dapat berinteraksi dengan orang-
orang disekeliling ibu
 Waktu : ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang?
 Tempat : ibu maunya dimana? Bagaimana ditaman depan, ibu setuju?
2. Tahap Kerja
 Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu senangi?”
 “Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain voli
lho, Bu.”
 “Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
 “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus. Bisa Ibu
menunjukkan sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
 “Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga cukup
bagus.”
 “Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa sering Ibu
biasanya bermain voli dalam seminggu?”
 “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain voli
sudah terlatih.”
 “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat juga ya
dalam bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli
antarwarga di daerah rumah Ibu.”
 “Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung dengan yang
lain untuk bermain voli? Tampaknya di sana banyak orang yang juga ingin
bermain voli. Ibu bisa melakukan hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang
lain.”
 “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli bersamasama.
Ibu M ini jago bermain voli, lho.”
 “Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik dalam bermain
bola voli?”
 “Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
 “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu meluapkannya,
Ibu bisa melakukan kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain itu,
kegiatan ini juga dapat membuat Ibu berhubungan lebih baik dengan yang
lainnya dan Ibu tidak merasa kesepian lagi.”
3. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa sudah lebih baik
dibandingkan kemarin?”
(Objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang dapat Ibu
dapatkan dengan melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”
b. Tindak Lanjut
 “Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu sedang merasa
emosi.
 “Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”
 “Bagaimana jika kegiatan bermain voli ini juga dimasukkan menjadi
kegiatan sehari-hari
 Ibu maunya berapa kali main voli dalam satu minggu?
 Kira-kira jam berapa ibu nanti mau main voli?
 “Nah nanti kalau ibu melakukan kegiatan ini, ibu jangan lupa mengisi
buku kegiatan”
 “Caranya sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri, tanpa
diingatkan dan dibantu oleh perawat atau orang lain ibu tulis “M”, dan
jika ibu di bantu dalam melakukan kegiatan , ibu tulis “B”, dan jika ibu
malas atau lupa mengerjakannya ibu tulis “T”.
 Ibu paham bu?
c. KontraK yang akan datang
 Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30 menit
dan sekarang sudah 30 menit bu!
 “Nah bu bagaimana kalau besok jam 08.00 setelah makan pagi, saya akan
kembali lagi untuk mengajarkan Ibu cara meminum obat dengan benar.
 Kita ketemu di ruangan Ibu saja, ya?
 Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak, saya permisi dulu
ya, Bu. Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (3) PADA KLIEN
DENGAN KEHILANGAN

Nama klien : Ny. M

Ruangan : Nakula

No. MR : 601756

RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pertemuan ketiga, Ibu M sudah mulai tidak banyak melamun dan mulai
membuka dirinya kepada orang-orang sekitarnya. Ibu M juga mau membalas
sapaan ataupun senyuman jika ada perawat ataupun orang lain yang menyapanya
ataupun tersenyum padanya. Namun, Ibu M mengaku ia masih terbayang akan
suaminya saat ia akan tidur. Hal tersebut membuat Ibu M merasa gelisah, tidur
tidak nyenyak, bahkan sulit tidur.
2. Diagnosa Keperawatan
Kehilangan
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengetahui aturan yang benar dalam meminum obat
b. Ansietas klien berkurang sehingga klien dapat tidur dengan nyenyak
4. Tindakan Keperawatan
a. Ajarkan klien cara meminum obat dengan benar
b. Awasi klien saat minum obat

B. Strategi Keperawatan
1. Tahap Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi Ibu M.”
b. Evaluasi
 Bagaimana keadaan Ibu hari ini?
 Apa semalam Ibu bisa tidur dengan nyenyak?”
 “Apa boleh saya lihat buku kegiatan ibu?
 “Wah bagus bu”
 “Nampaknya ibu sudah lebih bersemangat dari yang kemaren”
c. Kontrak
 Topik : “Ibu tidak bisa tidur dengan nyenyak ya? Baiklah, sesuai dengan
janji kita yang kemarin, saya akan memberitahu Ibu obat yang harus Ibu
minum untuk mengurangi kecemasan Ibu dan agar Ibu dapat tidur dengan
nyenyak.
 Waktu : ibu maunya berapa lama kita berbincang-bincang/
 Tempat : bagaimana kalau kita berbincang-bincang di kamar ini saja.”
2. Tahap Kerja
 “Nah, Bu. Apakah Ibu sudah memikirkan hobi yang Ibu senangi?”
 “Ternyata Ibu hobi bermain voli ya? Tidak semua orang bisa bermain voli
lho, Bu.”
 “Selain bermain voli, apa Ibu mempunyai hobi yang lain lagi?”
 “Wah, ternyata Ibu juga hobi menyanyi, pasti suara Ibu bagus. Bisa Ibu
menunjukkan sedikit bakat menyanyi Ibu pada saya?”
 “Wah ternyata Ibu memang berbakat menyanyi, suara Ibu juga cukup bagus.”
 “Ngomong-ngomong tentang hobi Ibu bermain voli, berapa sering Ibu
biasanya bermain voli dalam seminggu?”
 “Cukup sering juga ya Bu. Pasti kemampuan Ibu dalam bermain voli sudah
terlatih.”
 “Apa Ibu pernah mengikuti lomba voli? Wah, ternyata Ibu hebat juga ya
dalam bermain voli. Buktinya, Ibu pernah memenangi lomba voli antarwarga
di daerah rumah Ibu.”
 “Nah, bagaimana kalau sekarang Ibu saya ajak bergabung dengan yang lain
untuk bermain voli? Tampaknya di sana banyak orang yang juga ingin
bermain voli. Ibu bisa melakukan hobi Ibu ini bersama-sama dengan yang
lain.”
 “Ibu-ibu, kenalkan, ini Ibu M. Ibu M juga akan bermain voli bersamasama.
Ibu M ini jago bermain voli, lho.”
 “Nah, sekarang bisa Ibu tunjukkan teknik-teknik yang baik dalam bermain
bola voli?”
 “Wah, bagus sekali Bu. Ibu hebat.”
 “Ibu M, saat Ibu sedang merasa emosi tapi tidak mampu meluapkannya, Ibu
bisa melakukan kegiatan ini bersama-sama yang lain. Selain itu, kegiatan ini
juga dapat membuat Ibu berhubungan lebih baik dengan yang lainnya dan
Ibu tidak merasa kesepian lagi.”
3. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
(Subjektif): “Bagaimana perasaan Ibu sekarang? Apa sudah lebih baik
dibandingkan kemarin?”
(Objektif): “Sekarang coba Ibu ulangi lagi apa saja manfaat yang dapat
Ibu dapatkan dengan melakukan kegiatan yang Ibu senangi.”
b. Tindak Lanjut
 “Baiklah Bu, kalau begitu Ibu dapat bermain voli saat Ibu sedang
merasa emosi.
 “Bu, ibu sudah mempunyai buku kegiatan harian kan?”
 “Bagaimana jika kegiatan bermain voli ini juga dimasukkan menjadi
kegiatan sehari-hari
 Ibu maunya berapa kali main voli dalam satu minggu?
 Kira-kira jam berapa ibu nanti mau main voli?
 “Nah nanti kalau ibu melakukan kegiatan ini, ibu jangan lupa mengisi
buku kegiatan”
 “Caranya sama dengan sebelumnya, jika ibu melakukan sendiri, tanpa
diingatkan dan dibantu oleh perawat atau orang lain ibu tulis “M”,
dan jika ibu di bantu dalam melakukan kegiatan , ibu tulis “B”, dan
jika ibu malas atau lupa mengerjakannya ibu tulis “T”.
 Ibu paham bu?
c. Tindak Keperawatan
 Sesuai dengan kontrak kita tadi kita berbincang-bincang selama 30
menit dan sekarang sudah 30 menit bu!
 “Nah bu bagaimana kalau besok jam 08.00 setelah makan pagi, saya
akan kembali lagi untuk mengajarkan Ibu cara meminum obat dengan
benar.
 Kita ketemu di ruangan Ibu saja, ya?
 Apa ada yang ingin Ibu tanyakan? Baiklah, kalau tidak, saya permisi
dulu ya, Bu. Assalamu’alaikum.”

CITRA TUBUH
1. Definisi
Citra tubuh adalah integrasi persepsi, pikiran dan perasaan individu tentang bentuk,
ukuran, beat tubuh dan fungsi tubuh serta bagian-bagiannya yang digambarkan dalam
bentuk penampilan fisik (fontaine, 2013)
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, sera perasaan tentang
ukuran, fungsi, penampilan dan potensi tubuh (Stuart-Laraia, 2005)
Gangguan citra tubuh adalah perasaan tidak puas terhadap perubahan bentuk, struktur
dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan (Stuart-Laraia, 2005)
Gangguan citra tubuh adalah kebingungan diri dalam cara memandang dan menerima
gambaran tubuh (Nanda, 2005)
Gangguan citra tubuh adalah kebingungan secara mental dalam memandang fisik diri
sendiri (Nanda, 2008)
2. Rentang Respon
a. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan
latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima
b. Konsep diri positif apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya
c. Harga diri rendah adalah individu cenderung untuk menilai dirinya negaitf dan
merasa lebih rendah dari orang lain
d. Identitas kacau adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas
masa kanak-kanak ke dalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa
dewasa yang harmonis
e. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain

3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan
teramatai serta bersifat subjektif dan dunia dalam pasien sendiri.perilakj
berhubungan dengan harga diri rendah, kekacauan identitas dan
depersonalisasi.
2) Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan
peran kerja, dan harapan peran kultural.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan
orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur
sosial.
b. Faktor presipitasi
1) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejaidan mengancam kehidupan
2) Ketegangan peran hubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dimana individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi
peran :
a) Transisi peran perkembangan
b) Transisi peran situasi
c) Transisi peran sehat/sakit
4. Pohon masalah
5. Tanda dan gejala
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala,
yaitu :
a. Syok psikologis
Syok psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan
dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai
reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan
tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti
mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri
b. Menarik diri
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyaaan, tetapi karena tidak
mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif,
tergantung, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya
c. Penerjmaan atau pengakuan secara bertahap
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul.
Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang
baru
6. Masalah keperawatan yang mungkin terjadi
a. Gangguan citra tubuh : perubahan bentuk tubuh
b. Harga diri rendah
c. Penyakit fisik
7. Data yang perlu dikaji

Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji


Gangguan citra tubuh : Perubahan Subjektif :
bentuk tubuh a. Menolak perubahan anggota
tubuh saat ini, misalnya tidak
puas dengan hasil operasi.
b. Mengatakan hal negatif tentang
anggota tubuhnya yang tidak
berfungsi
c. Menolak berinteraksi dengan
orang lain.
d. Mengungkapkan keinginan yang
terlalu tinggi terhadap bagian
tubuh yang terganggu
e. Sering mengulang-ulang
mengatakan kehilangan yang
terjadi
f. Merasa asing terhadap bagian
tubuh yang hilang
Obyektif :
a. Perubahan anggota tubuh baik
bentuk maupun fungsi
b. Menyembunyikan atau
memamerkan bagian tubuh yang
terganggu
c. Menolak melihat bagian tubuh.
d. Menolak menyentuh bagian tubuh
e. Aktifitas sosial menurun.

B. Konsep dasar asuhan keperawatan

1. Pengkajian keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor, suberkoping yang dimiliki pasien. Setiap melaukan pengkajian,
tulis tempat pasien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
a. Identitas pasien. Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, tanggal MRS, informan, tanggal pengkajian, no rumah
pasien dan alamat pasien.
b. Keluhan utama / alasan MRS
Keluhan biasanya berupa nenyendiri (menghindar dari orang lain), komunikasi
kurang atau tidak ada, berdiam diri di kamar, menolak interaksi dengan orang
lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen
c. Faktor predisposisi. Meliputi kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan / frustasi berulang, tekanan
dari kelompok sebaya ; perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba
tiba misalnya harus dioperasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, PHK,
perasaan malu karena suatu terjadi (korban pemerkosaan, dituduh kkn,
dipenjara tib-tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai pasien /
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik/ biologis meliputi hasil pengukuran tanda vital (TD, nadi, suhu,
pernapasan, Tb, bb) dan keluhan fisik yang dialami oleh pasien.
e. Aspek psikososial meliputi :
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri :
a) Citra tubuh
b) Identitas diri
c) Peran
d) Ideal diri
e) Harga diri
f) Status mental
g) Mekanisme koping
h) Aspek medis

2. Diagnosa keperawatan
Selama pasien dirawat, perawat melakukan tindakan untuk diagnosa potensial, dan
akan dilanjutkan oleh perawat diunit rawat jalan untuk memonitor kemungkinan
diagnosa aktual. Adapun diagnosa yang mungkin muncul diantaranya :
a. Gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh
b. Isolasi sosial : menarik diri
c. Defisit perawatan diri
Berikut ini merupakan data objektif dan data subjektif yang sering ditemukan pada
gangguan citra tubuh :
Data objektif :
a. Mengurung diri
b. Dari hasil pemeriksaan dokter, pasien mengakami goncangan emosi
c. Hilangnya bagian tubuh
d. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi
e. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu
f. Menolak melihat bagian tubuh
g. Aktifitas sosial menurun
Data subyektif
a. Nafsu makan tidak ada
b. Sulit tidur
c. Pasien suka mengeluh nyeri di dada
d. Pasien mengeluh sesak nafas
e. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil
operasi
f. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi
g. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan
h. Menolak berinteraksi dengan orang lain
i. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang
terganggu
j. Sering mengulang-ngulang mengatakan kehilangan yang terjadi
k. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang
3. Rencana tindakan keperawatan
Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah meningkatkan
keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh, menerima
perasaan dan pikirannya, menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi
kemampuan koping dan sumber pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat
mengembalikan integritas diri (Keliat, 1998)
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi perawatan merupakan tindakan dari rencana
keperawatan yang disusun sebelumnya berdasarkan prioritas yang telah dibuat dimana
tindakan yang diberikan mencakup tindakan mandiri dan kolaboratif. Pada situasi
nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat
belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
kelerawatan yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan pasien dan perawat
jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal. Sebelum melaksanakan
tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah
rencana perawatan masih sesuai dan dibutuhkan pasien sesuai kondisi saat ini. Setelah
semua tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat
dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan pasien dilaksanakan.
Dokumentasikan semua tindakan yang telak dilaksanakan beserta respon klien
(Keliat, 2006)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai aspek dari tindakan yang
dilakukan secara terus menerus terhadap respon pasien evaluasi adalah hasil yang
dilihat dan perkembangan persepsi pasien pertumbuhan perbandingan perilakunya
dengan kepribadian yang sehat. Evaluasi dilakukan pendekatan SOAP :
S : respon subyektif pasien terhadap keperawatan yang telak dilaksanakan
O : respon objektif pasien terhadap keperawatan yang dilaksanakan
A : analisa ulang atas data subyektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masih
tetap atau masuk giliran baru
P : perencanaan untuk tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon pasien
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

(SPTK)

PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi klien: Klien merasa putus asa, kepercayaan diri turun, malu, menangis,
menyalahkan atas kondisinya, merasa bersalah dan tidak berguna
2. Dianosa keperawatan: Gangguan citra tubuh.
3. Tujuan khusus Kepercayaan diri klien kembali normal Pasiendapat mengidentifikasi
citra tubuhnya Pasiendapat mengidentifikasi dan menggali potensi (aspek positif).
Pasiendapat melakukancara untuk meningkatkan citra tubuh. Pasiendapat berinteraksi
dengan orang lain
4. Tindakan keperawatan: BHSP Mengidentifikasi citra tubuh pasien: dulu dan saat ini,
perasaan dan harapan citra tubuhnya saat ini Mengidentifikasi aspek positif dirinya
(potensi bagian tubuh lainnya) Mengajarkan pasien cara meningkatkan citra tubuh
Memasukkan dalam jadwal untuk kegiatan harian.

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATANORIENTASI.

1. Salam terapeutik: Assalamualaikum Ibu. Perkenalkan nama saya Lia Dewi M.S, biasa
dipanggil Tika. Saya adalah perawat yang akan merawat Ibu. Kalau boleh saya tahu
nama Ibu siapa? Senangnya dipanggil apa?
2. Evaluasi/validasi: Bagaimana kabar bapak/ibu hari ini...?, Baiklah Bu, Ibu T apakah
keluhan yang dirasakan hari ini?
3. Kontrak: topik, waktu, dan tempat Baiklah, Bu, Bagaimana kalau kita bercakap-cakap
tentang Ibu T rasakan selama ini?Dimana enaknya kita berbincang-bincang, Bu?, Di
ruang tamu atau disini? Berapa lama Ibu mau kita berbicang-bincang?, Bagaimana
kalau 20 menit?

KERJA

Baiklah Bu (sambil memegang tangan atau pundak pasien). Bagaimana perasaan Ibu T,
setelah Ibu T mengalami bencana ini dan kehilangan tangan kanan Ibu..?Kemudian, apa yang
Ibu lakukan ketika perasaan bersalah dan putus asa Ibu muncul?Maaf Bu sebelumnya,
sekarang Ibu T hanya memiliki satu tangan yang berfungsi dan dapat bapak/ibu gunakan
dengan baik.Apa yang dapat Ibu lakukan atau yang ingin Ibu lakukan hanya dengan satu
tangan Ibu sekarang?Ibu biasanya terbisa melakukan aktiftas dengan tangan apa (tangan
dominan)?Baiklah begini Bu, Ibu hanya memiliki satu tangan yang berfungsi dan satunya
lagi sebelah kanan tidak berfungsi lagi.Tapi tangan sebelah kiri Ibu masih bisa digunakan
untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan kedua kaki Ibu juga dapat difungsikan dengan
baik.Saya mengerti Ibu... Tapi setidaknya Ibu sudah berusaha untuk melatih tangan Ibu
sendiri. Ibu Sekarang saya ajarkan kepada Ibu agaimana agar bisa beraktivitas meskipun
dengan menggunakan tangan kiri atau pada tangan Ibu yang masih berfungsi. Iya saya
mengerti, Mungkin awalnya memang agak susah karena ibu sekarang harus membiasakan
aktifitas dengan menggunakan tangan kiri. Tetapi meskipun dengan menggunakan tangan
kiri, ibu tidak perlu berputus asa. Kehilangan salah satu tangan bukan suatu penghalang untuk
ibu melakukan sesuatu.Ibu, dulu sebelum mengalami bencana ini dan kehilangan sala satu
tangan. Apa saja kegiatan atau aktifitas yang Ibu sering lakukan di rumah?Apa Ibu sekarang
ingin melakukan kegiatan tersebut?Begini Bu, seperti yang saya katakan tadi. Saya akan
ajarkan Ibu agar dapat beraktivitas meskipun dengan menggunakan satu tangan. Tapi
sebelumnya kita coba berlatih untuk menggerakkan dan melakukan aktivitas yang ringan-
ringan dulu.Baiklah Bu, coba sekarang Ibu untuk mengangkat tangan kiri ibu pelan-pelan dan
mencoba mengenggam dengan sekuat-kuatnya. (Sebelumnya bisa kita sediakan benda yang
dapat digunakan seperti sapu). Sebelumnya kita contohkan kepada kliennya.Ayo, sekarang
Ibu bisa mencobanyaSekarang kita akan mencoba dengan menggunakan sapu langsung ya
Bu. Nah ini tangan kiri Ibu nanti coba pegang sapunya dan ayunkan perlahan. Anggap saja
Ibu sedang menyapu beneran (sambil mencontohkan). Nah, sekarang giliran Ibu mencobanya
ya? Tapi sambil berdiri Ibu ya?Ayoo bu. Semangat. Pelan-pelan saja bu, InsyaAllah akan
terbiasaBaiklah Bu, Itu sudah bagus sekaliBaiklah Bu, terimakasih. Bagu sekali ibu hari ini
dan bersemangat untuk berlatih. Terus berlatih yaa Ibu (tulis dan masukkan kedalam tugas
harian tetapi dengan rapi pad buku Rencana tindaan pasien)

TERMINASI

1. Evaluasia. Evaluasi SubyektifBagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-


bincang tadi?b. Evaluasi ObjektifKalo begitu sekarang coba Ibu beitahu saya kembali,
kegitan apa yang sudah kita lakukan?Baiklah Bu, ternyata Ibu masih mengingatnya
(senyum ikhlas)2. Tindak LanjutBaiklah Bu, Apa yang kita lakukan hari ini Bu dapat
melatih sendiri dan mulai mencoba-coba melakukan sendiriTopik: Baiklah Bu saya
akan kembali lagi besok kesini dan melatih Ibu beberapa cara untuk
mengkoordinaskan anggota-anggota tubuh Ibu yang lain dan melatihnya dengan
keiatan yang lain. Bagaimana apakah Ibu bersediaWaktu: Ibu mau kapan kita
berbincang-bincang lagi? Berapa lama, ibu punya waktu untuk berbincang-bincang
dengan saya besok? Bagaimana kalau 15 menit saja?Tempat: Di mana ibu mau
berbincang-bincang dengan saya besok? Ya sudah... bagaimana kalau besok kita
melakukannya di teras depan saja? Baiklah sampai jumpa.

Anda mungkin juga menyukai