Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

BERDUKA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Mata Kuliah Keperawatan Jiwa

Dibina Oleh Ibu Esti Widiani, S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Ika Putri Herninda Sari (P17210224196)

Kelas 2D / 29

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2023/2024

1
A. Definisi Berduka

Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari kehilangan dan
terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.
Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu melewati
rekasi atau masa berkabung (mourning). Berikut ini beberapa jenis berduka menurut Hidayat (2012)
:

Secara konseptual, keluarga berduka diberikan istilah kedukaan atau grief


yaitu suatu kondisi a deep and poignant distress caused by or as if by bereavement,
berarti adanya penderitaan batin yang
sangat dalam karena suatu peristiwa kehilangan. Kedukaan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan. Dalam kedukaan terdapat perasaan tegang dan bimbang
yang sifatnya sangat personal. Kedukaan adalah pengalaman hidup yang universal,
yang pernah, sedang atau yang akan dialami setiap orang pada saat tertentu. Kedukaan
juga merupakan sebuah sikap dan reaksi terhadap kematian orang yang dikasihi,
dicintai dan tidak mampu melupakannya, kedukaan tidak terbatas pada apa yang
dirasakan namun mencakup apa yang dipikirkan, diinginkan, diharapkan dan yang
dilakukan atau dikerjakan.
Keluarga yang mengalami kedukaan mengalami kondisi yang cukup
memberikan dampak atau pengaruh bagi aspek kehidupan baik secara fisik, mental,
sosial maupun spiritual. Secara Fisik, seminggu setelah kematian yaitu waktu di mana
tubuh orang yang berduka berada dalam keadaan paling buruk dengan gejala-gejala
bisa berupa sesak nafas, dada terasa sakit, terjadi gangguan perut akibat menurunnya
sistem tubuh karena proses dukacita. Gejala lainnya meliputi sakit kepala, mati rasa,
gangguan tidur, kecapaian, berkeringat terus, amnesia dan sulit berkosentrasi. Secara
Mental, orang yang berduka karena kematian mengalami suatu “pukulan” yang
menggoncangkan seluruh eksistensi. Orang tersebut merasa bahwa seseorang yang
dicintainya dirampas dari tangannya. Kehilangan seseorang yang memberikan arti,

2
pegangan dan masa depan, seolah-olah kehilangan sesuatu dari eksistensinya dan
yang menyedihkan yaitu dia tidak dapat melakukan sesuatu yang dapat meniadakan
kehilangan yang dideritanya. Secara Spiritual, bisa timbul perasaan-perasaan seperti
rasa berdosa, marah kepada Tuhan, meragukan pemeliharaan Tuhan, meragukan
Kuasa Tuhan, mempertanyakan hikmat dan kasih Allah, kehilangan minat terhadap
hal-hal yang rohani, malas bersaat teduh, sulit untuk memiliki rasa syukur (Kansil,
2021).
B. Etiologi Berduka
Etiologi yang utama adalah kehilangan seseorang yang akrab dengan individu
oleh kematian yang bersifat mendadak. Kematian bersifat mendadak dapat
menyebabkan kondisi terkejut atau kaget yang teramat sehingga individu yang
ditinggal, kesulitan untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Adapun
beberapa etiologi lainnya yaitu individu yang ditinggal tidak bisa melakukan atau ikut
serta dalam tradisi akan kematian yang diyakininya, kurangnya dukungan sosial
dan/atau fisik yang mempersulit proses grief individu yang ditinggal, adanya
hubungan attachment yang tidak sehat antara almarhum dengan individu yang
ditinggal, serta ada kondisi psikologis dan/atau fisik yang kurang sehat sebelum
kehilangan (Gunawan et al., 2021).
C. Tanda Dan Gejala Berduka
Tanda dan gejala pada individu yang sedang berduka melibatkan empat jenis
reaksi, yaitu:
1. Reaksi perasaan, seperti kesedihan, kemarahan, rasa bersalah, kecemasan,
menyalahkan diri sendiri, ketidakberdayaan, mati rasa, kerinduan.
2. Reaksi fisik, seperti sesak, mual, hipersensitivitas terhadap suara dan cahaya,
mulut kering, kelemahan.
3. Reaksi kognisi, seperti ketidakpercayaan, kebingungan, mudah lupa,
tidaksabar, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, ketidaktegasan.
4. Reaksi perilaku, seperti gangguan tidur, penurunan nafsu makan, penarikan
sosial, mimpi buruk, hiperaktif, menangis (Ruminem, 2021).

3
D. Cara Pengobatan
Tahapan berduka dikenal sebagai tahapan dukacita, merupakan serangkaian emosi
dan proses psikologis yang dihasilkan dari kehilangan seseorang yang penting dalam
kehidupan seseorang. Dalam menghadapi tahapan berduka, dukungan keluarga
mempunyai peran penting dalam membantu individu melewati setiap tahap dengan
baik. Keluarga memberikan dukungan emosional, dukungan instrumental, dan
dukungan informasional.
- Dukungan emosional meliputi memberikan rasa nyaman, pengakuan, dan simpati
kepada individu yang berduka.
- Dukungan instrumental meliputi membantu individu dalam tugas-tugas praktis
sehari-hari yang mungkin terpengaruh selama masa berduka.
- Dukungan informasional meliputi memberikan informasi yang berguna tentang
proses berduka dan sumber daya yang tersedia (Sandhi, 2023).
Secara umum tahapan berduka terdapat 5 tahapan yang meliputi (Puspitasari &
Pujiastuti, 2018):
1. Tahap menyangkal (denial)
Tahap menyangkal merupakan tahap dimana individu bertindak seolah tidak
terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa ia telah
mengalami kehilangan dan berduka. Respons individu selama fase ini yaitu
menunjukkan sikap tidak percaya dan tidak siap dalam menghadapi peristiwa
kehilangan. Reaksi fisik dapat meliputi pingsan/syok, menangis, berkeri ngat,
mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah, insomnia dan keletihan, tidak
bergairah, serta menunjukkan kegembiraan yang dibuat- buat. Respon individu
yang lain dapat ditunjukan dengan mengatakan “tidak saya tidak percaya
bahwa itu terjadi” atau “itu tidak mungkin”. Tugas seorang perawat selama
fase ini yaitu memberikan dukungan secara verbal.
2. Tahap marah (anger).
Tahap marah terdiri dari 2 kategori yaitu perasaan sedih dan kecewa. Respons
individu selama fase ini yaitu individu mulai merasa kehilangan secara tiba-
tiba dan mengalami keputusasaan yang bersifat iritabel. Secara mendadak
terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi, dan kehampaan. Individu bila
dalam tahap marah juga dapat berubah menjadi pribadi yang lebih banyak
diam. Biasanya kemarahan tersebut dilampiaskan pada benda atau orang dan
ditandai dengan suara keras, meledak-ledak, tangan mengepal, muka merah

4
padam, perilaku agresif, gelisah, nadi cepat, dan nafas tersengal-sengal. Tugas
perawat selama fase ini yaitu membantu klien dalam memahami bahwa rasa
marah selama fase ini adalah normal, mencegah klien mengalami depresi
akibat kemarahan yang tidak terkontrol, mencari alternatif kebutuhan yang
lebih berarti di saat marah, menganjurkan klien untuk mengontrol emosi.
3. Tahap tawar-menawar (bargaining)
Tahap ini meliputi 2 kategori, yaitu khawatir dan berharap. Jika individu telah
mampu mengungkapkan rasa amarahnya secara intensif, maka dia akan maju
ke tahap tawar menawar. Respons individu selama fase ini yaitu mulai
mengungkapkan rasa marah terhadap peristiwa kehilangan yang terjadi,
melakukan tawar-menawar, mengekspresikan rasa bersalah dan rasa takut
terhadap hukuman untuk dosa-dosa di masa lalu, baik nyata maupun imajinasi,
seperti ingin kembali ke masa lalu dan memperbaiki semua, berharap semua
ini tidak pernah terjadi (tidak nyata).
4. Tahap depresi (depression)
Tahapan ini meliputi 2 kategori, yaitu secara fisik dan secara psikologis. Tahap
depresi terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna
kehilangan tersebut. Respons individu selama fase ini meliputi berduka atas
apa yang terjadi, menarik diri, tidak mau bicara, putus asa, dan terkadang
bicara bebas. Karakteristik dari tahapan depresi ditandai dengan kesedihan
yang mendalam, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang
lain, frustasi bahkan sampai menangis, sulit tidur, kehilangan selera makan,
kehilangan berat badan, kehilangan hasrat seksual, kehilangan minat serta
kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan.
5. Tahap penerimaan (acceptance).
Tahap acceptance sebagai fase penerimaan terhadap kondisi kehilangan
ditandai dengan kemampuan individu menghadapi kenyataan dan
mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Respons individu selama fase ini
meliputi : mulai kehilangan minat terhadap lingkungan sekitar dan terhadap
individu pendukung., individu mampu melupakan peristiwa apa yang sudah
terjadi. Sejalan dengan itu, individu juga mulai membuat berbagai rencana
guna mengatasi dampak dari peristiwa yang terjadi. Selain itu, pikiran
terhadap objek yang hilang juga sudah mulai berkurang.

5
E. Pathway

F. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari pemikiran dasar proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang klien dari berbagai sumber untuk
mengidentifikasi, mengenali masalah, dan mengevaluasi status kesehatan dari
pasien. Hal-hal yang perlu dikaji meliputi :
a. Pengkajian tanda klinis berupa distress somatis seperti gangguan lambung,
rasa sesak, dan sering mengeluh.
b. Faktor presdiposisi
Faktor predisposisi meliputi :
- Faktor Genetic : Individu dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan temasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
- Kesehatan Jasmani: Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup
yang teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang

6
lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan
fisik.
- Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai riwayat depresi ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,
biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
- Pengalaman Kehilangan di masa lalu kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi
individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa.
- Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan
rendat diri menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi.
c. Respon klien terhadap kehilangan, meliputi :
- Respon spiritual
1. Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2. Penderitaan karena ditinggalkan
3. Tidak memiliki harapan, kehilangan makna
- Respon fisiologis
1. Sakit kepala, insomnia
2. Gangguan nafsu makan
3. Berat badan menurun
4. Tidak bertenaga
5. Gangguan pencernaan
6. Perubahan sistem imun dan endokrin
- Respon emosional
1. Merasa sedih dan cemas
2. Kebenciaan
3. Merasa bersalah
4. Perasaan mati rasa
5. Emosi yang berubah
6. Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan
individu atau benda yang hilang
7. Depresi, apatis, putus asa selama fase disorganisasi
8. Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

7
- Respon kognitif
1. Gangguan asumsi dan keyakinan
2. Mmempertanyakan dan berupaya menemukan makna tentang
kehilangan
3. Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4. Percaya kepada kehidupan dan seolah-olah orang yang
meninggal menjadi pembimbing.
d. Keadaan fisik
e. Keadaan psikososial
f. Status mental
g. Kebutuhan persiapan pulang
h. Mekanisme koping
i. Masalah psikososial dan lingkungan
j. Pengetahuan
k. Aspek Medik
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Berikut diagnosa keperawatan yang berkaitan
dengan kehilangan dan berduka : Berduka berhubungan dengan kematian keluarga
atau orang yang berarti (D.0081).
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
1 Berduka (L.09094) (I.09274)
berhubungan Setelah dilakukan Observasi
dengan kematian tindakan - Identifikasi kehilangan yang
keluarga atau keperawatan dihadapi
orang yang berarti. diharapkan tingkat - Identifikasi proses berduka yang
(D.0081) berduka membaik. dialami
Dengan hasil: - Identifikasi sifat keterikatan pada

8
kriteria benda yang hilang atau orang
1. Verbalisasi yang meninggal
menerima - Identifikasi reaksi awal terhadap
kehilangan kematian
menurun (1) Terapeutik
2. Verbalisasi - Tunjukan sikap menerima dan
harapan empati
menurun (1) - Motivasi agar mau
3. Verbalisasi mengungkapkan perasaan
perasaan sedih kehilangan
menurun (5) - Motivasi untuk menguatkan
4. Menangis dukungan keluarga atau orang
menurun (5) terdekat
- Fasilitasi melakukan kebiasaan
sesuai dengan budaya, agama, dan
norma sosial
- Fasilitasi mengekspresikan
perasaan dengan cara yang
nyaman (mis. membaca buku,
menulis, menggambar atau
bermain)
- Diskusikan strategi koping yang
dapat digunakan
Edukasi
- Jelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa sikap
mengingkari, marah, tawar-
menawar, sepresi, dan menerima
adalah wajar dalam menghadapi
kehilangan
- Anjurkan mengidentifikasi
ketakutan terbesar pada
kehilangan

9
- Anjurkan mengekspresikan
perasaan tentang kehilangan
- Ajarkan melewati proses berduka
secara bertahap

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan dalam mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah adanya rencana tindakan
yang disusun dan ditujukan pada perawat dalam membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan (Stuart, Keliat & Pasaribu, 2016). Ada beberapa tahapan
Implementasi dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu :
Tahap 1 Persiapan : tahapan awal tindakan keperawatan yang dalam mengevaluasi
yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.
Tahap 2 Intervensi :ahap pelaksanaan tindakan perawatan yang menghasilkan
kegiatan dan pelaksanaan tindakan berdasarkan pada perencanaan sehingga dapat
memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
tersebut meliputi tindakan : independen, dependen, dan interdependen.
Tahap 3 Dokumentasi : Tahap mendokumentasikan tindakan keperawatan dengan
pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan (Siregar, 2020).
Dalam diagnosa berduka disfungsional berhubungan dengan kematian
keluarga atau orang yang berarti memiliki arti besar dilakukan tindakan
keperawatan dengan implementasi keperawatan :
1. Mengidentifikasi reaksi awal terhadap kehilangan.
2. Menunjukkan sikap menerima dan empati.
3. Memotivasi untuk menguatkan dukungan terhadap keluarga.
4. Mengajarkan melewati proses berduka secara bertahap.
5. Menunjukkan sikap menerima dan empati.
6. Memotivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan.
7. Mediskusikan strategi koping yang dapat digunakan.
8. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sikap mengingkari,
marah, tawar- menawar sepresi, dan menerima adalah wajar dalam
menghadapi kehilangan.
9. Menganjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan.

10
10. Menganjurkan mengekspresikan perasaan tentang kehilanga Mangajarkan
melewati proses berdukan secara bertahap.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahapan akhir proses keperawatan yang terdiri dari evaluasi
proses (formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi formatif adalah evaluasi
yang dilakukan setelah perawat melakukan tindakan keperawatan yang dilakukan
terus menerus hingga mencapai tujuan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan setiap hari setelah semua tindakan sesuai diagnosa keperawatan
dilakukan evaluasi sumatif terdiri dari SOAP (Subjek, Objek, Analisis, Planning).
Sedangkan evaluasi terhadap masalah kehilangan dan berduka secara umum dapat
dinilai dari kemampuan untuk menghadapi atau memaknal arti kehilangan, reaksi
terhadap kehilangan dan perubahan perilaku yang menerima arti kehilangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agama Kristen Negeri Manado, I., & Meiny Wagiu, M. (2021). Poimen : Jurnal Pastoral
Konseling Pendampingan Pastoral Kristiani Bagi Keluarga Yang
Berduka Akibat Kematian Karena Covid-19 Yuansari Octaviana Kansil.
2(1), 49–65. Http://Ejournal-Iakn-Manado.Ac.Id/Index.Php/Poimen
Ajar, B., Dasar, K., Kebutuhan, A., Aman, R., Nyaman, D., Keperawatan Dasar, M. K., &
Kebutuhan, K. (2021). P R O G R A M S T U D I D 3 K E P E R A W A T A N F A K
U L T A S K E D O K T E R A N Bahan Ajar M U L A W A R M A N S A M A R I N
D A T A H U N 2 0 2 1.
Gunawan, P. K., Agustiani, H., Qodariah, L., & Padjadjaran, U. (2021). Adaptasi Alat Ukur
Dukacita untuk Remaja Indonesia dengan Keluarga yang Meninggal Mendadak. JKI
(Jurnal Konseling Indonesia), 7(1), 16–28.
http://ejournal.unikama.ac.id/index.php/JKI
Jurnal, H., Agung Yoga Sandhi, K., Yaqin Salam, A., Studi Sarjana Keperawatan, P.,
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo, Stik., Timur, J., & Program Studi
Profesi Ners, I. (2023). Jurnal Nurse Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap
Tahapan Berduka (Stage Of Griefing) Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Nurse,
6(2).
Keguruan Dan, F. (2016). Suasana Batin Tokoh Dalam Novel Dari Jendela Hauzah Karya
Otong Sulaeman Dan Pembelajarannya Di Sma Kelas Xii Skripsi Oleh Widya Tri
Astuti.
Maria, M., Esrom, L., Ferdinand, K., Program, W., Keperawatan, S. I., Kedokteran, F., Sam,
U., & Manado, R. (2014). Gambaran Tahapan Kehilangan Dan Berduka
Pasca Banjir Pada Masyarakat Di Kelurahan Perkamil Kota
Manado.
Puspitasari, E. I., & Pujiastuti, T. T. (2018). Karakteristik Berduka pada Pasien yang
Menjalani Hemodialisis. Jurnal Berita Ilmu Keperawatan, 223–231.

Rizky Abdau Siregar. (2020). Proses Perencanaan Keperawatan Dalam Implementasi Asuhan
Keperawatan 191101123.
Stuart, Keliat & Pasaribu (2016). Prinsip Dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart.
Edisi Indonesia (Buku 1). Singapura:Elsevier

12

Anda mungkin juga menyukai