Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS JURNAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun oleh :

Tri Harningsih I1B016064 Dwi Adinda S I1B016069


Dinda Resty L D I1B016065 Shidqiyatus S I1B016070
Falihatul Husna I1B016066 Fathiya Jemima I1B016071
Dhikri Faizal A I1B016068

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2019
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh suatu organisasi


untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
Pelayanan kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan
rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.

Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan


tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat
meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu.
Upaya peningkatan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar,
sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari
maupun dalam keadaaan bencana.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 H


ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan. Hal ini dapat diartikan bahwa kesehatan merupakan salah satu hak asasi
yang fundamental bagi setiap penduduk. Selain sebagai hak asasi, kesehatan juga
merupakan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya.
Derajat kesehatan masyarakat ditentukan oleh banyak faktor, tidak hanya ditentukan
oleh pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, namun
juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan, dan
faktor lainnya. Faktor-faktor ini berpengaruh pada kejadian morbiditas, mortalitas dan
status gizi di masyarakat. Angka morbiditas, mortalitas dan status gizi dapat
menggambarkan keadaan dan situasi derajat kesehatan masyarakat.

Penyakit sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi kegawatan yang


membutuhkan penatalaksanaan secara cepat dan tepat, tetapi yang terjadi yaitu waktu
keterlambatan yang panjang sebelum ke rumah sakit. Waktu keterlambatan
penanganan sebelum masuk ke rumah sakit dihitung mulai dari gejala nyeri baru
dirasakan sampai tiba di IGD (George, 2013). Kondisi ini dapat menyebabkan
kematian pasien yang dikaitkan dengan dengan perilaku pencarian pelayanan
kesehatan dan jenis transportasi yang digunakan pasien. Kematian akibat SKA di
Amerika, Indonesia dan negara-negara lainnya tiap tahun mengalami peningkatan.
Kematian SKA di tahun 2015 sebesar 3% sedangkan tahun 2016 mencapai 5%
(Mozaffarian et al., 2016).

Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi


SKA tertinggi yaitu di Nusa Tenggara Timur (4,4%). Berdasarkan pedoman dari
American College of Cardiology Foundation dan American Heart Association
(ACCF/AHA) tahun 2013 standar waktu saat munculnya gejala hingga pasien tiba di
IGD adalah 120 menit (O'Gara et al., 2013). Pasien SKA dikatakan terlambat tiba di
IGD, apabila melebihi dari waktu yang direkomendasikan (Goldberg et al., 2009).

Hasil penelitian menunjukkan di Amerika Serikat pasien tiba terlambat


sebesar 59% (Ting et al. 2010). Di Kanada (57,3%) (Atzema et al. 2011). Di Swedia
Selatan (58%) (Angerud et al. 2013). Di Cina (51,4%) (Peng et al. 2014). Di
Yordania (72%) (Eshah 2013). Di Iran (81%) (Tabris 2012). Di Mesir (67,2%)
(Ghazawy et al. 2015) Di Singapura (56,3%) (Wah et al. 2017) dan di Indonesia
(52,4%) (Sholikhaningayu et al. 2013).

Menurut O'Donnell & Moser (2012), penyebab waktu keterlambatan


penanganan sebelum masuk ke rumah sakit pasien SKA disebabkan oleh perilaku
pencarian pelayanan kesehatan, dimana pasien menunda dan ragu-ragu untuk segera
mencari bantuan medis di rumah sakit (McKinley et al., 2009; Silber, 2010). Menurut
(KEMENKES RI) tahun 2013, sebelum pasien di rujuk pada kasus gawat darurat
seperti SKA, petugas kesehatan diwajibkan harus segera memeriksa pasien sesuai
prosedur, menetapkan diagnosa penyakit, melakukan penanganan awal, menstabilkan
kondisi pasien dan berkomunikasi dengan fasilitas rujukan yang lebih tinggi. Sistem
rujukan di Indonesia dari puskesmas ke rumah sakit saat ini belum tertata dengan baik
termaksud pada kasus kegawatdaruratan sistem kardiovaskular (Ali et al., 2015).
Proses persiapan rujukan hingga pasien dirujuk biasanya memakan waktu yang lama.
Pengaruh perilaku pencarian pelayanan kesehatan terhadap waktu keterlambatan
penanganan sebelum masuk rumah sakit mejadi hal yang harus diperhatikan.
Perbaikan ini tentunya kembali lagi pada perilaku penderita.

B. Tujuan

1. Untuk mengidentifikasi resume jurnal utama dan jurnal pendukung


2. Untuk mengidentifikasi analisis jurnal utama dan jurnal pendukung
3. Untuk mengidentifikasi implikasi dan applicability keperawatan
BAB II
RESUME JURNAL

A. Jurnal Utama
Judul Hubungan Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan dan
Jenis Transportasi dengan Waktu Keterlambatan
Penanganan Sebelum Masuk ke Rumah Sakit Pada Pasien
Sindrom Koroner Akut Di Igd Rsud Dr. Tc. Hillers
Maumere.
Nama jurnal Nurse Line Journal
Volume Vol. 2 No. 2
Penulis Ode Irman, Sri Poeranto, Tony Suharsono.
Tahun 2017
DOI https://media.neliti.com/media/publications/197107-ID-the-
correlation-of-health-seeking-behavi.pdf
No akreditasi p-ISSN 2540-7937 e-ISSN 2541-464X
Reviewer Kelompok 3
Diakses Pada hari jumat, 18 Oktober 2019
Abstrak Kondisi kegawatdaruratan sindrom koroner akut (SKA)
memerlukan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.
Keterlambatan respon waktu yang panjang sebelum ke
rumah sakit dapat berakibat kematian yang dikaitkan
dengan perilaku pencarian pelayanan kesehatan dan jenis
transportasi.
Tujuan Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan perilaku
penelitian pencarian pelayanan kesehatan dan jenis transportasi
dengan waktu keterlambatan penanganan sebelum masuk
ke rumah sakit pasien SKA di IGD RSUD dr. TC. Hillers
Maumere.
Desain Observasional analitik dengan rancangan penelitian cross
penelitian sectional.
Teknik Consecutive sampling.
sampling
Jumlah Dihitung dengan rumus slovin, sehingga diperoleh besar
sampel sampel sebanyak 42 orang.
Kriteria 1) pasien yang telah didiagnosis oleh dokter menderita
inklusi SKA; 2) penderita SKA dengan sifat onset gejala cepat
(nyeri berlangsung >15 menit); 3) penderita SKA yang
tinggal di wilayah kota Maumere; 4) kondisi penderita SKA
sudah stabil dengan kriteria tidak ada keluhan nyeri dada,
hemodinamik stabil (tekanan darah sistolik 90-140 mmHg,
tekanan darah diastolik dalam rentang 60-90 mmHg, nadi
60-100x/mnt, akral hangat, pernapasan 16-24x/menit, suhu
tubuh normal 36,5O- 37,5OC, urine output normal (0,5-1
ml/KgBB) dan bersedia menjadi responden.
Instrumen Instrumen yang digunakan penelitian ini adalah lembar
penelitian wawancara. Hasil uji keterbacaan instrumen dari 6
partisipan diperoleh nilai 3,2 artinya intrumen layak
digunakan dalam penelitian. Menurut Danim (2002) lembar
wawancara tidak perlu dilakukan uji validitas dan
reliabilitas. Penelitian ini mendapat persetujuan etik dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana Propinsi Nusa Tenggara Timur
dengan No 14a/UN15.16/KEPK/2017.
Prosedur Pengukuran perilaku pencarian pelayan kesehatan dan
penelitian waktu keterlambatan penanganan sebelum masuk ke rumah
sakit dimulai dengan menanyakan waktu onset gejala nyeri
dada berat dirasakan. Selanjutnya menanyakan apa yang
dilakukan terhadap nyeri dada tersebut. Apakah langsung
ke rumah sakit atau tidak. Bila tidak, apa yang dilakukan
(berbaring atau beristirat, mengobati diri sendiri, membeli
obat di apotik, ke pengobatan tradisional, ke dokter praktek,
memanggil perawat atau bidan atau ke puskesmas atau
klinik terdekat). Lembar wawancara untuk jenis transportasi
yaitu menanyakan sarana transportasi apa yang digunakan
oleh pasien ketika ke IGD atau sebelumnya ke dokter
praktek, klinik atau puskesmas. Sarana transportasi yang
dimaksud yaitu ambulan (ambulan rumah sakit atau
ambulan rujukan) dan non ambulan (kendaraan pribadi dan
kendaraan umum).
Hasil Hasil penelitian menunjukkan mayoritas perilaku pencarian
penelitian pelayanan kesehatan pasien SKA adalah menunda ke rumah
sakit (76,2%) dan jenis transportasi yang digunakan adalah
kendaraan umum (31%). Waktu keterlambatan penanganan
sebelum masuk ke rumah sakit terbanyak yaitu tiba
terlambat (>120 menit) (61,9%). Hasil uji Fisher
menunjukkan ada hubungan perilaku pencarian pelayanan
kesehatan dan jenis transportasi dengan waktu
keterlambatan penanganan sebelum masuk ke rumah sakit
pasien SKA di IGD RSUD dr. TC. Hillers Maumere. Hasil
penelitian mengindikasikan pentingnya memperbaiki sistem
rujukan pasien, pemberian pendidikan kesehatan untuk
memperbaiki perilaku pencarian pelayanan kesehatan,
menyediakan ambulan desa, mendukung dan membentuk
layanan gawat darurat medis.
B. Jurnal Pendukung
Judul Assessment of pre-hospital emergency medical services in
low-income settings using a health systems approach.
Nama jurnal International Journal of Emergency Medicine
Volume Vol. 11 No. 53
Penulis Amber Mehmood , Armaan Ahmed Rowther, Olive
Kobusingye and Adnan A. Hyder
Tahun 2018
DOI https://doi.org/10.1186/s12245-018-0207-6
Reviewer Kelompok 3
Diakses Pada hari jumat, 18 Oktober 2019
Abstrak Layanan medis darurat atau Emergency Medical Services
(EMS) didefinisikan sebagai sistem yang mengatur semua
aspek perawatan yang diberikan kepada pasien di
lingkungan pra-rumah sakit atau di luar rumah sakit. Oleh
karena itu, EMS adalah komponen penting dari sistem
kesehatan diperlukan untuk meningkatkan hasil dari cedera
dan penyakit sensitif waktu lainnya. Masih ada kebutuhan
substansial untuk bukti untuk meningkatkan pemahaman
kita tentang kapasitas sistem tersebut serta kekuatan,
kelemahan, dan bidang prioritas untuk perbaikan di
lingkungan sumber daya rendah. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan alat untuk penilaian sistem EMS pra-
rumah sakit menggunakan kerangka kerja sistem kesehatan
dari WHO. Literatur yang relevan konsultasi pencarian dan
ahli membantu mengidentifikasi variabel yang
menggambarkan kapasitas sistem, output, dan tujuan pra-
rumah sakit EMS. Mereka diorganisasikan sesuai dengan
kerangka kerja sistem kesehatan, dan pendekatan multiguna
adalah diusulkan untuk pengumpulan data termasuk
penggunaan metode kualitatif dan kuantitatif dengan
triangulasi informasi dari pemangku kepentingan penting,
pengamatan langsung, dan tinjauan dokumen kebijakan.
Informasi yang dihasilkan diharapkan untuk memberikan
gambaran menyeluruh tentang layanan medis darurat pra-
rumah sakit dan mengembangkan rekomendasi utama untuk
penguatan sistem Pre-hospital Emergency Medical Services
(PEMS).
Tujuan Menjelaskan unsur-unsur inti pra-rumah sakit EMS (PEMS)
penelitian sistem dalam kerangka sistem kesehatan dan mengusulkan
alat yang berfokus pada penilaian sistem-macam PEMS di
LMICs. Tujuan khusus dari makalah ini adalah sebagai
berikut: (1) untuk memberikan gambaran singkat dari
instrumen yang dipilih dan pendekatan untuk penilaian
PEMS, (2) untuk mengidentifikasi PEMS terkait variabel
dan indikator inti yang memberikan informasi sesuai
dengan kerangka sistem kesehatan, dan (3) untuk
mengusulkan suatu pendekatan untuk implementasi dari
alat penilaian dan mengidentifikasi sumber-sumber
informasi untuk ditempatkan di LMICs. Alat ini tidak
secara khusus membahas out-of-rumah sakit dan perawatan
darurat berbasis masyarakat, meskipun kerangka yang
diusulkan meliputi komponen luas dari perawatan medis
darurat keseluruhan di LMICs.
Desain Kualitatif dan kuantitatif dengan triangulasi informasi dari
penelitian pemangku kepentingan penting, pengamatan langsung, dan
tinjauan dokumen kebijakan.
Teknik Purposive sampling
sampling
Jumlah -
sampel
Kriteria -
inklusi
Instrumen ACS resources for optimal trauma care, WHO guidelines
penelitian for essential trauma care, WHO guidelines for pre-hospital
trauma system, WHO emergency care system assessment
tool.
Prosedur -
penelitian
Kesimpulan Penelitian ini menjelaskan alat penilaian EMS
komprehensif dengan dasar sistem kesehatan yang kuat.
Alat ini dapat memungkinkan peneliti, pembuat kebijakan,
dan administrator sama untuk menerapkan metode yang
ketat penilaian PEMS dan menggunakan informasi tersebut
untuk mengatur dan memonitor.
BAB III ANALISIS JURNAL

Penyakit Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kondisi kegawatan yang


membutuhkan penatalaksanaan secara cepat dan tepat, namun yang sering terjadi
adalah keterlambatan sebelum ke rumah sakit. Waktu keterlambatan penanganan
sebelum ke rumah sakt dihitung mulai dari gejala nyeri baru dirasakan sampai tiba di
IGD. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian pasien yang dikaitkan dengan
perilaku pencarian pelayanan kesehatan dan jenis transportasi yang digunakan pasien.
Hasil penelitian menyatakan terdapat 32 responden (72,6%) menunda ke rumah sakit.
Penanganan yang dilakukan sebelum ke rumah sakit terbanyak yaitu berbaring, beli
obat dan obati diri sendiri sebanyak 12 responden (37,5%). Waktu keterlambatan
penanganan sebanyak 26 responden (61,9%). Hasil uji analisis menunjukkan terdapat
hubungan antara perilaku pencarian pelayanan kesehatan dengan waktu
keterlambatan penanganan sebelum masuk ke rumah sakit pasien SKA di IGD RSUD
dr. TC. Hillers Maumere.

Menurut Rohman (2013) di Indonesia penyebab pasien tiba terlambat di IGD


disebabkan oleh sebagian besar penderita SKA mengobati diri sendiri seperti
kompres, diolesi minyak gosok, dan dipijit terlebih dahulu sebelum ke rumah sakit.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang menyatakan bahwa terdapat 34,3% pasien tiba
terlambat di IGD disebabkan oleh upaya mengobati diri sendiri pada saat serangan
nyeri dada, selain itu juga dijelaskan bahwa waktu keterlambatan sangat berisiko
terhadap kematian.

Pada penelitian ini terdapat 21,9% pasien berasal dari puskesmas. Sebelum
pasien dirujuk pada kasus gawat darurat seperti SKA, petugas kesehatan diwajibkan
harus segera memeriksa pasien sesuai prosedur, menetapkan diagnosa penyakit,
melakukan penanganan awal, menstabilkan kondisi pasien dan berkomunikasi dengan
fasilitias rujukan yang lebih tinggi. Sistem rujukan di Indonesia dari puskesmas ke
rumah sakit saat ini belum tertata dengan baik termaksud pada kasus
kegawatdaruratan sistem kardiovaskular. Proses persiapan rujukan hingga pasien
dirujuk biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama. Menurut penelitian Solikhin
(2012), pasien yang berobat ke puskesmas berisiko 3,39 kali akan tiba terlambat di
IGD dibandingkan dengan pasien yang langsung ke rumah sakit.

Pada penelitian ini diperoleh 4 orang (12,5%) ke dukun dan 1 orang (3,2%) ke
pengobatan alternatif. Pasien SKA yang berobat ke dukun dan pengobatan alternatif
juga mengalami terlambat tiba di IGD. Pencarian pengobatan menuju ke dokter
praktik dan memanggil perawat juga menjadi penyebab lain dari pasien tiba terlambat
di IGD. Hasil penelitian menunjukan terdapat 6,3% pasien SKA yang berobat ke
dokter praktek dan 9,4% memanggil perawat. pasien tiba terlambat di IGD
dikarenakan setelah berobat ke dokter praktik, pasien pulang ke rumah dan
selanjutnya ke rumah sakit, selain itu proses konsultasi dengan dokter juga memakan
waktu yang lama. Pergi berobat terlebih dahulu ke pusat pelayanan kesehatan selain
IGD, maka akan semakin memperlama waktu tiba di IGD, oleh karena itu diperlukan
sebuah intervensi pendidikan individual yang berfokus pada identifikasi gejala dan
tindakan yang tepat untuk dilakukan pada saat serangan penyakit.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara jenis transportasi


dengan waktu keterlambatan penanganan sebelum masuk ke rumah sakit pasien SKA
di IGD RSUD dr. TC. Hillers Maumere. Terdapat 31% pengguna non ambulan,
kendaraan umum (21,4%), dan kendaraan pinjaman tetangga (16,7%). Waktu
keterlambatan disebabkan juga oleh belum tersedianya layanan gawat darurat medis,
mayoritas pasien SKA dibawa ke rumah sakut dengan kendaraan umum, akibatnya
terjadinya waktu keterlambatan yang semakin memanjang. Selain itu pasien dan
keluarga harus menunggu beberapa saat sampai mendapatkan transportasi ke rumah
sakit. Sebuah penelitian menunjukan bahwa rata-rata waktu sampai di IGD dengan
amblan adalah 130 menit, sedangkan dnegan kendaraan pribadi yaitu 5553 menit.

Askari (2018) menyatakan penyebab sistem rujukan kegawatdaruratan


terutama penyediaan ambulan yang kurang baik adalah usia ambulans, kurangnya
integritas dalam armada ambulans, pengaturan peralatan yang tidak sesuai di
ambulan, perbaikan ambulan yang memakan waktu lama, kurangnya fasilitas,
kualitas peralatan yang rendah, kurangnya pemotongan dan pengeluaran perangkat,
dan kurangnya peralatan untuk memindahkan pasien dari atas lantai bangunan.
Penggunaan ambulan ke IGD sangat penting sekali dalam meningkatkan respon
petugas kesehatan dalam memberikan tindakan yang tepat dan mempercepat waktu
tiba di rumah sakit. Untuk menyediakan pelayanan ambulan yang optimal, diperlukan
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam ambulan yaitu tipe ambulan, peralatan
kesehatan, peralatan untuk pengobatan, peralatan teknikal, GPS, pengaman dalam
ambulan, dan perawatan ambulan secara berkala (Askari, 2018).
BAB IV IMPLIKASI DAN APPLICABILITY KEPERAWATAN

A. Implikasi Keperawatan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan perilaku pencarian


pelayanan kesehatan dan jenis transportasi dengan waktu keterlambatan penanganan
sebelum masuk ke rumah sakit pasien SKA di IGD RSUD dr. TC. Hillers Maumere.
Implikasi keperawatan yang dapat diterapkan berdasarkan penelitian ini antara lain:

1. Meningkatkan perilaku pencarian pelayan kesehatan sehingga mengurangi


keterlambatan respon waktu yang panjang sebelum ke rumah sakit yang dapat
berakibat kematian.

2. Dapat meningkatkan pemberian asuhan keperawatan yang lebih cepat dan efektif
kepada pasien.

B. Applicability

Perilaku pencarian pelayanan kesehatan dan jenis transportasi yang


memengaruhi proses penanganan sebelum masuk rumah sakit ini sangat mudah
diaplikasikan kepada klien yang mengalami kecelakaan karena akses pelayanan
kesehatan dan transportasi saat ini mudah dijangkau, namun terdapat hambatan
apabila diaplikasikan di daerah terpencil yang masih kurangnya fasilitas pelayanan
kesehatan dan transportasi.
BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Jurnal utama dengan hasil penelitian mengindikasikan pentingnya


memperbaiki sistem rujukan pasien, pemberian pendidikan kesehatan untuk
memperbaiki perilaku pencarian pelayanan kesehatan, menyediakan ambulan desa,
mendukung dan membentuk layanan gawat darurat medis. Jurnal pendukung dengan
hasil penelitian menjelaskan alat penilaian EMS komprehensif dengan dasar sistem
kesehatan yang kuat. Alat ini dapat memungkinkan peneliti, pembuat kebijakan, dan
administrator sama untuk menerapkan metode yang ketat penilaian PEMS dan
menggunakan informasi tersebut untuk mengatur dan memonitor.

B. Saran

Penyebab sistem rujukan kegawatdaruratan terutama penyediaan ambulan


yang kurang baik adalah usia ambulans, kurangnya integritas dalam armada
ambulans, pengaturan peralatan yang tidak sesuai di ambulan, perbaikan ambulan
yang memakan waktu lama, kurangnya fasilitas, kualitas peralatan yang rendah,
kurangnya pemotongan dan pengeluaran perangkat, dan kurangnya peralatan untuk
memindahkan pasien dari atas lantai bangunan. Penggunaan ambulan ke IGD sangat
penting sekali dalam meningkatkan respon petugas kesehatan dalam memberikan
tindakan yang tepat dan mempercepat waktu tiba di rumah sakit. Untuk menyediakan
pelayanan ambulan yang optimal, diperlukan beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam ambulan yaitu tipe ambulan, peralatan kesehatan, peralatan untuk pengobatan,
peralatan teknikal, GPS, pengaman dalam ambulan, dan perawatan ambulan secara
berkala
DAFTAR PUSTAKA

Irman, ode, Sri Poeranto,Tony Suharsono. Hubungan Perilaku Pencarian Pelayanan


Kesehatan dan Jenis Transportasi dengan Waktu Keterlambatan Penanganan
Sebelum Masuk ke Rumah Sakit Pada Pasien Sindrom Koroner Akut di IGD RSUD
dr. TC. Hillers Maumere.Nurse Line Journal.2017. Vol2.No2:87-96

Askari,Rohallah, Mohammad Amin Bahrami, Saeed Reza Pahlavan Poor, Fatemeh


Afzali.Development of Performance Evalution Indicators for Pre Hospital Emergency
Centers.Bali Medical Joural.2018.Vol7.No1:182-191

Riset Kesehatan Dasar.2013.Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,


Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

O'Donnell, S., & Moser, DK. 2012.Slow-onset myocardial infarction and its influence
on helpseeking behaviors. J Cardiovasc Nurs 2012;27: 334-44 .

George, S. 2013. Prehospital Delay, Procrastination and Personality in Patients with


Acute Coronary Syndrome. Dissertation: The University of Texas Medical Branch
December 2013

Sholikhaningayu, R.,Rohman,MS., & Suyanto. 2014.Hubungan Antara Karakteristik


Pasien Nyeri Dada Kardiak Iskemik Dengan Interval Waktu Antara Terjadinya Nyeri
Dada Sampai Tiba Di Rumah Sakit Di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.Majalah
Kesehatan FKUB.

Anda mungkin juga menyukai