Anda di halaman 1dari 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pelayanan gawat darurat

2.1.1 Definisi Pelayanan Gawat darurat

Pelayanan gawat darurat adalah sebuah tindakan medis salah satunya pre hospital

yang di butuhkan oleh masyarakat atau korban gawat darurat yang memerlukan

tindakan medis segera untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan

(Kemenkes 2016).

Emergency medical service adalah salah satu bagian terpenting dari keseluruhan dari

sistem perawatan kesehatan di tingkat pre hospital karena mampu meningkatkan

pelayanan gawat darurat secara optimal dengan baik, EMS di kembangkan untuk

meningkatkan pelayanan pre hospital pada keadaan gawat darurat untuk mencegah

atau menekankan angka kematian (Fahmi, Arunzivan 2016). Dalam layanan gawat

darurat salah satunya berfokus pada pemberian perawatan gawat darurat, transportasi

ke rumah sakit, dokumentasi kondisi pasien dan penanganan yang di lakukan oleh tim

medis. Layanan gawat darurat merupakan sistem yang berfokus pada respon dan

perawatan medis yang terorganisasi yang melibatkan banyak orang salah satunya tim

medis, sistem ini komprehensif yang selalu siap setiap hari dalam memberikan

pertolongan pertama pre hospital dari segala jenis kegawat daruratan setiap harinya

(Fahmi 2018).

2.1.2 Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terrpadu

SPGDT adalah sebuah sistem pelayanan gawat darurat yang terdiri dari sebuah unsur

yaitu salah satunya pra rumah sakit, pelayanan tersebut berpedoman pada respon cepat

(Depkes RI 2010). Indonesia telah membentuk SPGDT yang berisikan pedoman sistem

nasional untuk penanganan gawat darurat di lingkup pre hospital. Pedoman ini mengatur
perawatan pre hospital dengan pembentukan salah satunya PSC di tingkat lokal

maupun regional (Putra 2019). Permenkes (2016) menjelaskan

tujuan dari SPGDT antara lain:

a. Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kegawat daruratan

b. Mempercepat waktu penanganan response time terhadap pasien gawat darurat dan

menurunkan angka kematian dan kecacatan

2.1.3 Alur penyelenggaraan SPGDT

Panggilan darurat NCC Pusat komando

119 Call center nasional

Layanan PSC:
PSC PSC Di tiap
1. Panduan
rindakan awal Call center kota/kabupaten
melalui
algoritma
gawat darurat
2. Mengirim Menuju lokasi
bantuan Mengatar korban
kejadian
tindakan ke fasilitas
melakukan
medis pelayanan
pemberian
3. Mengirim ke terdekat
perotolongan
fasilita gawta darurat
pelayanan
kesehatan

2.1.4 Pusat komando nasional (National command center)

Pusat komando nasional adalah sebuah pusat panggilan kegawatdaruratan di bidang

kesehatan dengan nomor akses 119 yang digunakan diseluruh wilayah yang ada

diindonesia. Kode akses call center 119 adalah adalah sebuah desaim sistem dan

tekhnologi yang menggunakan konsep pusat panggilan terintegrasi yang merupakan

layanan berbasis telekomunikasi khusus di bidang kesehatan. Pusat komando nasional


sebagai pemberi informasi dan panduan untuk penanganan terhadap kasus

penanganan kegawatdaruratan (permenkes 2016). Adapun fungsi pusat komando

nasional antara lain:

a. Memilih panggilan gawat darurat dan non gawat darurat.

b. Meneruskan panggilan PSC.

c. Dokumentasi.

d. Monitoring.

e. Pelaporan.

f. Evaluasi.

2.1.5 Public safety center 199

Public safety center adalah sebuah pusat pelayanan yang menjamin keselamatan

masyarakat. Salah satunya dalam pre hospital yang berhubungan dalam kegawat

daruratan, merupakan ujung tombak pelayanan yang memberikan respon cepat

terhadap penanganan gawat darurat (Fikriani 2018). Dalam permenkes (2016) PSC

adalah salah satu bagian paling utama dalam rancangan kegiatan SPGDT yaitu pra

fasilitas pelayanan kesehatan berupa penanganan gawat darurat dan menggunakan

call center 119.

2.1.6 Fungsi Public safety center 199

Kemenkes (2016) PSC mempunyai beberapa fungsi sebagaimana tercantum dalam

SPGDT yaitu::

a. Sebagai pemberian pelayanan pre hospital berupa penanganan gawat darurat

berupa tindakan medis untuk memperkecil kecacatan serta menurunkan angka

kematian

b. Pemandu pertolongan pertama (firs aid) adalah pemberian pertolongan pertama

yang pertama kali datang di tempat lokasi kejadian yang memiliki penanganan medis

dasar berupa tenaga kesehatan itu sendiri


c. Sebagai pengevakuasi korban gawat darurat ke fasilitas layanan kesehatan yang

memerlukan pertolongan cepat dari tim medis serta alat medis yang ada di fasilitas

layanan kesehatan

d. Sebagai pengordinasian dengan fasilitas layanan kesehatan

2.1.7 Ketenegaan Public safety center 199

Kemenkes (2016) untuk ketenagaan PSC mempunyai beberapa perannya masing-

masing antara lain:

a. Koordinator

Tugas koordinator sebagai pemandu atau menggerakan tim kelapangan ketika

terjadi kejadian gawat darurat dan mengkoordinasikan kegiatan dengan

kelompok lain di luar bidang kesehatan itu sendiri.

b. Tenaga kesehatan

Memberikan pertolongan pertama kepada pasien yang mengalami kejadian

gawat darurat. Sebelum diberikannnya tindakan di fasilitas pelayanan

kesehatan, serta mengevakuasi korban ke fasilitas pelayanan kesehatan

terdekat sehingga tidak terjadi kematian dan kecacatan dengan respon yang

cepat dari Tim kesehatan itu sendiri.

c. Operator call center

Operator call center merupakan salah satu petugas penerima panggilan.

minimal yang memegang kendali dari operator call center yaitu tenaga

kesehatan. Serta mengoperasikan komputer dan aplikasi, menginput di sistem

aplikasi call center 119 untuk panggilan gawat darurat.

d. Tenaga lain

Tenaga lain yang di sebut adalah tenaga yang mendukung penyelenggara PSC

itu sendiri.

2.1.8 Sistem penanganan gawat darurat


Kemenkes (2016) dalam penanganan gawat darurat mempunyai 3 sistem untuk

melakukan atau memberikan penanganan kepada korban atau pasien dalam gawat

darurat antara lain:

a. Penanganan pra fasilitas pelayanan kesehatan

Penanganan pra fasilitas pelayanan kesehatan ialah suatu tindakan dalam

pemberian pertolongan pertama terhadap korban atau pasien gawat darurat dengan

memberikan pertolongan yang tepat dan cepat di lokasi kejadian sebelum di berikan

pelayanan atau tindakan di fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Tindakan

tersebut dilakukan oleh tim PSC dan selalu memperhatikan salah satunya kecepatan

pemberian penanganan gawat darurat.

b. Penanganan intra fasilitas pelayanan kesehatan

Penanganan intra fasilitas pelayanan kesehatan ialah salah satu pelayanan

kesehatan yang memberikan tindakan pertolongan atau penanganan gawat darurat

di fasilitas kesehatan terdekat yang mempunyai standar gawat darurat. Pelayanan ini

mempunyai sistem dengan pendekatan multidisiplin dan multipofesi.

c. Penanganan antar fasilitas pelayanan gawat darurat

Penanganan antar fasilitas pelayanan gawat darurat ialah salah satu tindakan

rujukan terhadap pasien gawat darurat dari suatu lokasi fasilitas pelayanan

kesehatan ke fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mempunyai lebih penanganan

yang lebih baik serta mempunyai alat medis yang lengkap dan sangat memadai

untuk diberikan tindakan yang komprehensif.

2.2 Konsep Pertolongan Pertama

2.2.1 Pengertian Pertolongan Pertama

Kejadian gawat darurat biasanya tidak di ketahui kapan terjadi dan di mana terjadi

sanagat sulit untuk di prediksi, maka dari itu pertolongan pertama pre hospital sangat

di butuhkan. Pertolongan pertama merupakan upaya pertolongan gawat darurat pre


hospital bersifat sementara kepada korban/pasien yang mengalami keadaan gawat

darurat sebelum mendapatkan pertolongan yang sempurna dari tim medis di rumah

sakit (anggraini et al 2018). Dalam penelitian (Wulandini 2017) menyatakan bahwa

apabila tidak di berikan tindakan pertolongan pertama pre hospital, maka akan

memperburuk keadaan korban serta akan terjadi kematian serta kecacatan dan

maka dari itu sangat penting pemberian pelayanan berupa pertolongan pertama.

Adapun tujuan dari pertolongan pertama yaitu:

a. Mencegah kematian.

b. Mencegah kecacatan berat.

c. Mencegah infeksi.

d. Mengurangi rasa sakit dan rasa takut.

2.2.2 Sistem Pertolongan pertama

Dalam penelitian Rowther (2018) Emergency medical service adalah sebagai

sebuah sistem yang mengatur aspek perawatan pertolongan pertama pre hospital

yang di berikan kepada korban yang membutuhkan penanganan gawat darurat

secepat mungkin dengan adanya sistem EMS ini mampu menekan angka kematian

sebesar 25%. Adapun kerangka kerja sistem perawatan darurat pertolongan

pertama dalam pelayanan gawat darurat yaitu:


Gambar 2.1

WHO menjelaskan sistem kerja pelayanan pertolongan pertama terhadap perawatan

gawat darurat dari pre hospital sampai dengan menuju rumah sakit yang ditangani

oleh tim medis (Rowther, 2018).

2.2.3 Faktor yang mempengauhi pertolongan pertama

Choudry (2017) menjelaskan bahwa dalam pertolongan pertama gawat darurat ialah

salah satu bagian yang paling penting dalam pelayanan pre hospital, selama 10

tahun terakhir layanan gawat darurat medis telah telah berkembang namun ada

beberapa faktor yang mempengaruhi dan sangat sulit untuk melakukan pelayanan

gawat darurat pre hospital yang akan diberikan kepada pasien, termasuk layananan

dalam ambulan untuk memberikan pertolongan pertama. Adapun faktor yang

mempengaruhi anatara lain:

a. Faktor masalah dengan transportasi ambulan

Masalah dalam transportasi ambulan menjadi salah satu factor yang

mempengaruhi terhadap pelayanan pertolongan pertama. Dari beberapa


kejadian kegawat daruratan pre hospital beberapa korban diantar dengan

menggunakan mobil angkutan umum maupun mobil milik pribadi yang tidak

mempunya alat maupun penanganan dari tim medis. Pada tahun 2002 di india

terjadi kasus peningkatan kegawat daruratan sebanyak 58% rata-rata dari sekian

banyak mengalami keparahan dan kematian sebelum sampai rumah sakit.

Ketersediaan ambulan menjadi salah satu peran yang penting untuk memberikan

pelayanan gawat darurat.

b. Faktor ketidaksadaran peran di dalam ambulan

Dalam peraturan pre hospital waktu sangatlah penting untuk mengantar korban

ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat, di beberapa negara berkembang tidak

menyadari bahwa ambulan dari tim medis sangat lah penting. Layanan ambulan

di beberapa negara berkembang sebagian besar masih milik swasta atau bekerja

atas dasar sumbangan amal mereka dianggap sebagai layanan dari pre hospital.

Salah satu kelemahan dari ambulan tersebut tidak sesuai dengan standar

ambulan kegawat daruratan dan tidak ada layanan yang bersifat dari tim medis

dan petugasnya masih dari masyarakat awam yang tidak memiliki basic medis.

c. Faktor keterlambatan layanan gawat darurat

Keterlambatan layanan gawat darurat oleh tim medis salah satu kelemahan dari

pelayanan gawat darurat. Di laporkan bahwa waktu keterlambatan rata-rata dari

layanan gawat darurat melebihi standar yang ditetapkan yaitu 15 menit sehingga

angka kematian dan kecacatan meningkat. Salah satu insiden yang sering terjadi

yaitu kecelakaan lalu lintas yang berlangsung terjadi setiap hari dan banyaknya

yang kehilangan nyawa akibat keterlambatan dari layanan gawat darurat.

Keterlambatan respon dari layanan gawat darurat adalah salah satu factor yang

mempengaruhi pelayanan terhadap pertolongan pertama.

2.2.4 Reponse time/waktu tempuh


Pelayanan gawat darurat adalah sebuah pelayanan yang memerlukan tindakan

tepat, cepat dan cermat untuk menentukan priotitas dan mengurangi angka kematian

dan kecacatan (Mahyawati dan Widaryati 2015). Salah satu indikator yang paling

penting dalam pemberian pertolongan pertama salah satunya yaitu berfokus pada

response time. Keberhasilan waktu tempuh atau response time sangat tergantung

pada kecepatan dan ketepatan yang tersedia agar kualitas pemberian pertolongan

pertama sangat bsik terhadap korban yang membutuhkan penanganan gawat

darurat (Aprianan 2017).

Response time adalah salah satu indikator yang peling penting di gunakan untuk

menilai kinerja dalam pemberian pertolongan pertama pada pelayanan gawat

darurat. Response time bisa disebut sebagai interval waktu dari terjadinya panggilan,

persiapan tim medis serta kedatangan ambulance kelokasi tempat kejadian tersebut

(Hossseini et al 2017). Dalam penelitian prince Edward island (2018) menyatakan

response time pada pengaturan ambulance diartikan sebagai waktu yang dibutuhkan

ambulance dan para tim medis untuk memberikan pertolongan pertama gawat

darurat kepada korban setelah sampai dilokasi kejadian semenjak panggilan

tersebut diterima oleh tim medis.

2.2.5 Faktor yang mempengaruhi response time

Lambert (2018) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

response time terhadap pertolongan pertama gawat darurat dari lokasi tempat

tenaga medis hingga menuju tempat lokasi kejadian salah satunya lingkungan yang

ada disekitar seperti cuaca, kejadian kemacetan pada hari tersebut dan akses jalan

yang terlalu banyak pemukiman atau tempat tinggal masyarakat yang terlalu jauh

sehingga response time yang ditempuh menjadi terhambat. Apabila waktu kelokasi
kejadian lebih dari 15 menit maka akan berdampak buruk bagi korban yang

mengalami gawat darurat. Zavarah (2018) menyatakan bahwa response time

dianggap salah satu bagian yang paling penting dalam memberikan pelayanan

pertololongan pertama emergency medical service salah satu hambatan dari EMS

diantaranya infrastruktur perkotaan, kurangnya jalur darurat dari ambulan EMS,

kemacetan lalu lintas, kurangnya koordinasi masyarakat dalam memberikan jalan

dan kurangnya koordinasi dari tim medis gawat darurat.

2.2.6 Jarak transportasi pertolongan pertama

Thind (2015) menjelaskan bahwa untuk pelayanan pre hospital meliputi perawatan

yang diberikan oleh petugas medis gawat darurat untuk mengurangi cidera dan

kecacatan. Perawatan ini harus nmempunyai standar dalam melakukan tindakan

diantaranya peralatan, tim medis serta transportasi. Setelah pertolongan pertama

telah diberikan dilokasi kejadian maka korban akan langsung dibawa melalui

transportasi ambulan. Who (2005) menjelaskan bahwa transportasi dalam pelayanan

gawat darurat adalah salah satu bagian yang penting. Namun sebagian besar

populasi didunia tidak memiliki akses pelayanan gawat darurat yang cukup baik,

dalam perkotaan dimana ambulan sanagat sulit menjangkau kelokasi kejadian

dikarenakan jalan yang terlalu buruk, lokasi jarak dari tim medis ketempat lokasi

kejadian sulit dijangkau sehingga waktu respon dan transportasi ambulan menjadi

lama untuk kelokasi kejadian. Dalam keadaan seperti ini perjalanan jarak jauh harus

dipertimbangkan dalam memberikan pelayanan pre hospital baik untuk korban serta

dari sistem pelayanan kesehatan. Dalam penelitian medrano (2017) menyatakan

bahwa sejak adanya panggilan dan keberangkatan transportasi ambulan kelokasi

kejadian maka dari itu juga response time akan dihitung sampai dengan kelokasi

kejadian. Maka dalam hal ini ada faktor yang mempengaruhi selama keadaan dalam
perjalanan salah satunya dalam segi geografis. Emergency medical service dibentuk

untuk meninjau dan mengurangi angka kemarian dalam pre hospital dan

memberikan penanganan kepada korban untuk bertahan hidup

Anda mungkin juga menyukai