PENDAHULAN
3.1. Latar Belakang
Seiring besarnya minat orang pada sebuah cafe, maka fasilitas tersebut telah semakin
banyak dibangun dan tersebar dimana saja, tak hanya di kota besar, cafe-cafe tersebut juga
terdapat di kota-kota kecil seperti Lhokseumawe. Sebagai pengunjung, menikmati suasana
pada sebuah cafe adalah tujuan utama, salah satu cara menikmati suasana adalah dengan duduk
di posisi strategis. Akan tetapi, tujuan utama ini seringkali bergeser saat dihadapkan dengan
adanya kebutuhan akan ruang personal atau ruang privasi. Pada suatu kawasan tertentu, setiap
orang memiliki batasan zonanya masing-masing, konsep teritori memiliki batasan yang jelas
yaitu berupa pembatas massif seperti dinding maupun pagar. Batasan-batasan tersebut untuk
memperjelas atau mempertegas dan melindungi area yang menjadi zona seseorang, sekaligus
memberikan privasi dirinya dari gangguan orang lain.
Yang dimaksud privasi pada penelitian ini adalah kebutuhan seseorang atau sekelompok
orang dalam membatasi dirinya terhadap lingkungan luar tanpa adanya gangguan, baik
gangguan secara langsung maupun tidak langsung. Setiap orang memiliki tingkat privasi yang
berbeda-beda menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu adanya keinginan untuk
berinteraksi dengan orang lain atau justru ingin menghindar atau berusaha supaya sukar di
capai orang lain.
Kenyamanan pengguna sangat dipentingkan pada desain perancangan arsitektur. Sebuah
ketidaknyamanan desain akan menyebabkan penggunanya merasa terganggu sehingga mencari
posisi kenyamanan sendiri. Ketidaknyamanan tersebut bisa berasal dari desain yang tidak tepat
atau situasi kegiatan di suatu ruang yang tidak kondusif sehingga penggunanya perlu banyak
menyesuaikan diri.
Pada sebuah cafe dengan tingkat kepadatan yang cukup tinggi, ruang personal setiap
individu akan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan kondisi pada tingkat kepadatan yang
rendah. Konsep teritori-teritori yang telah dibuat secara sadar maupun tidak, telah banyak
dilanggar. Hal seperti ini menyebabkan privasi dari tiap-tiap individu atau kelompok merasa
terganggu sehingga menimbulkan reaksi-reaksi yang mayoritas berupa reaksi negatif.
Tidaklah hal yang mustahil bahwa terjadinya konflik dianggap sebagai dampak dari
kegagalan arsitektur. Perilaku tidak baik manusia selain berasal dari hal non teknis, bisa juga
terpicu dari hal-hal teknis dalam arsitektur terutama pada ruang publik dengan tingkat
kepadatan tinggi, misalnya adalah masalah kelebihan kapasitas pada suatu ruang. Tingkat
3.3.Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keterkaitan antara teori ruang personal dan teritori
yang bekerja pada ruang publik dengan tingkat kepadatan tinggi khususnya pada kasus cafe.
Kemudian mengolah pengetahuan ini menjadi pengetahuan yang terukur sehingga dapat
dimanfaatkan aplikasinya dalam karya arsitektur.
3.4.Ruang Lingkup
Penelitian ini difokuskan pada bangunan cafe yang sering dikunjungi masyarakat
Lhokseumawe. Pengamatan dilakukan dalam area yang sama namun dengan waktu yang
berbeda. Gedung Cafe Lampoe Merah terdiri dari 2 lantai. Pada lantai 1 terdapat area indoor
dan outdoor serta ruangan lain yaitu dapur, mini bar, kasir, gudang, dan kamar mandi.
Sedangkan pada lantai 2 terdapat fasilitas seperti kamar mandi, tempat wudhu, dan musholla.
Pada penelitan ini penulis mencoba menganalisis pengimplementasian konsep teritori pada
lantai 1.
1. Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengetahuan arsitektur dan hubungannya dengan psikologi lingkungan. Diharapkan hasil
penelitian ini dapat memperkaya dan dapat memberi gambaran mengenai keterkaitan
antara ruang personal dan teritori dalam kepadatan ruang publik.
2. Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi
kepada para pihak berkecimpung dalam bidang arsitektur. Khususnya mengenai data-data
terukur sebuah gedung olahraga indoor yang didapat dari penelitian mengenai ruang
personal dan teritori.
3.6.Metode Penelitian
Jenis metoda penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk teritori sebagai hasil adaptasi
pengunjung cafe dengan beberapa ruangan yang ada di cafe. Metoda ini menganalisis dengan
cara memaparkan objek (physical trace), dikaji dengan menggunakan data primer dan
sekunder. Objek penelitian di Cafe Lampoe Merah, Tumpok Teurendam, kecamatan Banda
Sakti, terdiri dari dua lantai. Lantai satu dijadikan sebagai sampel dengan pertimbangan lantai
ini terdapat area indoor, outdoor, dan juga area parkir. Data primer diperoleh dengan
melakukan survey pemetaan pada 2 lokasi publik dan 1 area parkir. Data sekunder bersumber
dari kajian literatur dan dokumentasi. Observasi dilakukan pada tanggal 18 Oktober 2019
dengan menggunakan media catat berupa buku catatan dan sketsa, alat perekam handphone
untuk merekam sesuatu yang menarik dari hasil pengamatan dan kamera untuk merekam
gambar faktual di lapangan.
Metoda kedua menggunakan deskriptif analisis. Teori yang dijadikan acuan adalah
teori tentang teritori oleh Altman.
STUDI PUSTAKA
Gambar 1: (a) Lokasi Cafe Lampoe Merah, Lhokseumawe :(b) Peta Indonesia
(Sumber: www.google maps, 2020)
Cafe Lampoe Merah memiliki 2 lantai dimana pada lantai 1 terdapat area indoor
dan outdoor, sedangkan pada lantai 2 hanya terdapat area indoor. Pada lantai 1 terdapat
beberapa ruang, yaitu ruang hidang indoor, ruang hidang outdoor, area parkir roda 2
dan 4, kasir, mini bar, dapur, gudang, dan kamar mandi pria & wanita. Pada lantai 2
terdapat ruang hidang, mushalla, kamar mandi pria & wanita. Ada beberapa zona yang
terdapat pada Cafe Lampoe Merah, yaitu zona privat, zona semi publik, zona servis,
dan zona publik. Zona publik terdiri dari ruang hidang dan area parkir. Zona semi
publik terdiri dari area kasir dan area mini bar. Zona servis terdiri dari kamar mandi
pria & wanita, dan mushalla. Zona privat terdiri dari dapur. Luas total area yang
dimanfaatkan sebagai area privat, servis, semi publik, dan publik seluas 1400 m² pada
kedua lantai. Rincian luas area lantai 1 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Fasilitas dan luas area di Lantai 1 Cafe Lampoe Merah, Lhokseumawe
5 Dapur Privat 45
7 Gudang Servis 25
Tipe B (Gambar 5) adalah pola teritori yang terbentuk sesuai susunan yang telah
ditentukan oleh pegawai cafe tersebut pada ruang hidang interior. Pada ruang hidang
tersebut disusun meja dengan 3 baris kesamping dan 5 baris kebelakang. Selain itu
meja hidang juga terdapat pada beberapa sisi ruang hidang indoor. Tiap-tiap meja
berkapasitas 4 orang. Penempatan kursi dan meja pada area ini merupakan penempatan
yang biasanya diterapkan pada sebuah cafe, yaitu ruang hidang indoor dengan fasilitas
tambahan berupa televisi, washtafel, dan keranjang sampah. Salah satu kekurangan
pada ruang hidang indoor ini adalah kurangnya bukaan pada bangunan sehingga
sirkulasi udara alami tidak optimal pada ruangan ini. Oleh karena itu, pihak pengelola
cafe menempatkan kipas angin pada beberapa titik sebagai penyejuk ruangan.
Tipe C (Gambar 6) adalah pola teritori yang terbentuk sesuai susunan yang
diinginkan oleh pengunjung. Biasanya menggabungkan 2 meja menjadi 1 sehingga bisa
ditempati lebih dari 4 orang dengan pola melingkari meja tersebut. Penempatan kursi
dan meja pada area outdoor ini merupakan salah satu kebebasan yang diberikan oleh
pemilik cafe untuk pengunjung yang ingin merubah posisi meja dan kursi sesuai
keinginan. Posisi penyusunan teritori seperti ini biasanya terdapat pada beberapa
pengunjung yang menggunakan cafe ini sebagai tempat untuk rapat, nongkrong bareng,
ataupun berkumpul dengan anggota keluarga. Fungsi dari pola teritori seperti ini adalah
agar mendapatkan atmosfer yang lebih privat.
Tipe D (Gambar 7) adalah pola teritori yang terbentuk sesuai susunan yang
diinginkan oleh pengunjung. Biasanya menggabungkan 2 meja menjadi 1 sehingga bisa
ditempati lebih dari 4 orang dengan pola melingkari meja tersebut. Pada area indoor
sangat jarang ditemui penyusunan seperti ini dikarenakan sirkulasi yang tidak terlalu
leluasa. Penempatan kursi dan meja pada area indoor ini merupakan salah satu
kebebasan yang diberikan oleh pemilik cafe untuk pengunjung yang ingin merubah
posisi meja dan kursi sesuai keinginan. Posisi penyusunan teritori seperti ini biasanya
Gambar 8: (a) Area Parkir Depan Cafe :(b) Area Parkir Belakang Cafe
(Sumber: Data Survey, 2020)
Pola teritori tipe E (Gambar 8), terdapat pada area publik seperti area parkir
kendaraan roda dua dan empat. Area parkir roda 2 dan 4 memiliki luas 336 m². Parkir
roda 2 terdapat pada sisi kanan, kiri, depan, dan belakang halaman cafe. Sedangkan
parkir roda 4 hanya terdapat pada bagian depan halaman cafe. Pada area ini, terdapat
teritori pada garis-garis parkir kendaraan yang sudah disediakan pihak pengelola cafe.
Jika teritori tersebut diganggu oleh pengunjung lain, maka penggunaan area parkir
tidak efektif sesuai dengan jumlah kendaraan yang dapat diparkirkan di area tersebut.
Pada siang hari, kebanyakan pengunjung lebih memilih memarkirkan kendaraannya di
halaman belakang karena matahari tidak terlalu terik pada area ini.
Gambar 9 : Teritori berdasarkan fungsi ruang Gambar 10 : Teritori batas ruang luar dan dalam
(Sumber: Data Survey, 2020) (Sumber: Data Survey, 2020)