Anda di halaman 1dari 14

Indonesian Green Technology Journal E-ISSN.

2338-1787

Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di Cinere, Depok


Saidatul Mu’awanah, Sri Utami, Harini Subekti*
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya

Abstrak
Permukiman Kampung 99 Pepohonan dibentuk secara komunal oleh sekelompok orang yang bervisi sama. Permukiman
ini memiliki karakteristik unik yang terlihat pada kehidupan sosial, aktivitas penduduk dan kondisi lingkungan
alamnya.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pola spasial pada permukiman serta faktor-faktor yamg
mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Pola spasial dapat dilihat pada tata letak, sirkulasi, arah hadap, dan hirarki.Tata letak elemen-elemen permukiman
secara makro menunjukkan permukiman ini terbagi dalam 3 cluster.Terdapat sirkulasi yang terdiri dari jalan primer dan
sekunder, yang terbagi dalam 3 zonifikasi yaitu publik, semipublik, dan privat. Pada cluster 1, arah hadap bangunan
adalah ke halaman bersama. Pada cluster 2, bangunan menghadap ke arah kolam ikan, sedangkan pada cluster 3,
bangunan menghadap ke arah jalan. Untuk hirarki, area Barat merupakan area yang bersifat publik, dimana di sana
terdapat pintu masuk dan juga sebagai pusat keramaian. Sedangkan area Timur bersifat semipublik karena terdapat
sarana kegiatan ekonomi penduduk.Pola spasial yang terbentuk pada permukiman ini merupakan hasil adaptasi dengan
alam dan sosial budaya penghuninya.Faktor-faktor yang mempengaruhi pola spasial dibagi menjadi dua, yaitu manusia
(aktivitas dan sosial budaya) dan lingkungan (topogarfi dan kondisi lahan, vegetasi serta bentang alam).

Kata kunci: pola spasial, permukiman

Abstract
Settlement of Kampung 99 Pepohonan was formed communally by a group of people who have the same vision. This
settlement has unique characteristics which are seen at social life, resident activity, and environmental condition of its
nature. Objectives of this research are to identify spatial pattern at settlement and also factors that influence it.
Research with Kampung 99 Pepohonan as the study object in Cinere used descriptive research method qualitative.
Spatial pattern can be seen by arranging situation, circulars, direction face, and hierarchy. Arrange settlement elements
situation macro show that this settlement is divided into 3 clusters. At cluster 1, the building direction faces to yard. At
cluster 2, building look towards fishpond, while at cluster 3, building look towards road. Besides, there is circulation
which consists of primary and secondary road, which is divided into 3 zone, they are public, semipublic, and private. For
the hierarchy, west area represents area having the character of public in which there are entrances as well as bustle
center. While east area has the character of semipublic. It is because there are resident economic activities. Spatial
pattern which is formed at this settlement represent result of adaptation with cultural social and its society. Factors
which influence spatial pattern is divided into two, that is human being (activity and social culture) and environment
(topography, land condition, vegetation, and also unfold nature).

Keywords: Spatial Pattern, Settlement

*
PENDAHULUAN adaptasi yang dianut komunitas dalam suatu
Permukiman sebagai wadah interaksi dalam permukiman. Faktor-faktor tersebut sangat
masyarakat pasti memiliki karakteristik tertentu berpengaruh untuk memberikan ciri tertentu
sesuai dengan kondisi lingkungan dan pada pola spasial suatu permukiman.
masyarakatnya.Karakteristik tersebut bergantung Semakin berkembangnya zaman, semakin
pada beberapa faktor pragmatis, fungsional banyak manusia yang meninggalkan ajaran
maupun faktor-faktor lain yang berhubungan agamanya.Banyak dari mereka yang lupa
erat dengan komunitasnya. Karakteristik suatu bahwasannya agama merupakan pedoman hidup
permukiman tidak lepas dipengaruhi oleh sejarah yang bisa menyelamatkan mereka baik di dunia
terbentuknya, sistem hidup bersosial serta cara dan akhirat. Namun, dalam komunitas Kampung
99 Pepohonan ini dapat kita temui sekelompok
kecil masyarakat yang membentuk komunitas
*
AlamatKorespondensi dan lingkungan binaannya dengan dilatar
Harini Subekti belakangi keinginan untuk mempraktikkan nilai-
Email : hauraa_amirah@yahoo.com nilai Islam yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Alamat : Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas
Brawijaya, Jl. M.T. Haryono 169, Malang
Penerapan ajaran Islam terlihat pada interaksi

1
E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

mereka dengan sesama maupun interaksi Tujuan penelitian ini adalah untuk
mereka dengan alam. Komunitas ini memiliki visi menganalisis pola spasial Kampung 99
dan misi yang sama yaitu untuk memperbaiki Pepohonan dan faktor-faktor yang
kualitas lingkungan. mempengaruhinya.
Kampung 99 pepohonan termasuk kampung
baru yang dibentuk secara komunal oleh METODE PENELITIAN
sekelompok orang yang bervisi sama, yaitu Metode penelitian mengenai karakteristik
kampung ini terbentuk karena keinginan kampung kota ini menggunakan metode
penghuninya untuk mengimplementasikan nilai- penelitian deskriptif kualitatif untuk menganalisa
nilai yang mereka yakini, yang ingin dicerminkan pola spasial permukiman Kampung 99
dalam hubungan mereka dengan alam serta Pepohonan serta faktor-faktor yang
dengan sesamanya. Kampung ini baru berumur mempengaruhinya. Metode deskriptif
sekitar empat tahun, berdiri dan mulai berupaya menggambarkan dengan memaparkan
menjalankan aktivitas bermukim sejak akhir kondisi yang ada di lapangan mengenai pola
tahun 2005. Awalnya, kawasan ini adalah spasial pada permukiman Kampung 99
kawasan gersang dan dijadikan tempat Pepohonan. Tujuannya adalah untuk
pembuangan sampah. Namun berkat gagasan mendiskripsikan secara sistematis, faktual dan
serta usaha penghuninya, kawasan ini bisa akurat mengenai fakta-fakta dan sifat yang ada
berubah menjadi kawasan yang hijau dipenuhi pada daerah tersebut. Metode kualitatif
oleh pepohonan lebat, hingga seperti sebuah berupaya menggambarkan keadaan subyek
kawasan hutan rimba di kota hanya dalam kurun penelitian dari sudut pandang partisipan dan
waktu yang singkat. pada saat yang bersamaan harus
Karakteristik fisik Kampung 99 Pepohonan ini menyeimbangkan antara perspektif sebagai
antara lain letaknya yang diapit oleh 2 aliran air, ”orang lain” dan perspektif pengamat yang
yaitu sungai Pesanggrahan dan saluran irigasi berdiri di luar subyek penelitian (Groat dan
buatan Belanda. Selain itu, kawasan ini memiliki Wang, 2002).
beberapa potensi alam, yaitu terdapat area Lokasi Penelitian
pertanian atau sawah-sawah milik penduduk Kampung 99 Pepohonan terletak di daerah
setempat serta terdapat lahan-lahan produktif Cinere, tepatnya di desa Meruyung, Jl KH
sebagai tempat pemeliharaan ikan, sehingga di Muhasan II, Limo, Depok.
sana juga banyak terdapat kolam-kolam Metode Pengumpulan data
pemancingan. Uniknya lagi, komunitas Kampung Data primer diperoleh melalui observasi.
99 Pepohonan membangun hubungan sosial Observasi merupakan pengamatan yang
dengan pola baru yang belum pernah diterapkan dilakukan secara langsung pada lokasi kawasan
di sebuah komunitas kampung. Hubungan antar Kampung 99 Pepohonan. Observasi dilakukan
tetangga dibangun atas dasar keterbukaan dan untuk mengetahui kondisi objek penelitian yang
kolektivisme. Mereka menjalankan sistem barter, sebenarnya. Proses observasi ini meliputi:
yaitu sistem pertukaran antara barang dengan pengamatan kondisi fisik lingkungan permukiman
barang atau jasa dengan jasa. Dengan dan Pengamatan aktivitas penduduk setempat.
menerapkan sistem ini, mereka dapat melakukan Wawancara dilakukan dengan melibatkan
penghematan dalam pemenuhan kebutuhan pihak-pihak yang terkait dengan (1) Penggagas
sehari-hari. Sejak berdirinya tahun 2005, hingga terbentuknya Kampung 99 Pepohonan atau tetua
saat ini Kampung 99 Pepohonan telah menjadi Kampung, Bapak Eddy Djamaluddin Suaidy; dan
kawasan wisata dengan konsep back to nature. (2) Narasumber dari penghuni yang diwawancara
Pengelolaan kawasan wisata ini juga yaitu Ibu Santi dan ibu Nia. Dokumentasi
dilaksanakan secara gotong royong oleh dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder.
penghuninya. Potensi-potensi fisik dan non fisik Data sekunder didapatkan dari studi literatur.
seperti yang disebutkan di atas dimanfaatkan Proses ini dilakukan dengan mempelajari
oleh komunitas kampung untuk aktivitas sehari- beberapa pustaka, laporan ilmiah, skripsi
hari mereka. Sehingga, dalam kampung ini terdahulu, dan buku-buku yang mendukung.
tercipta pola spasial yang membuatnya berbeda Variabel Penelitian
dengan kampung-kampung lainnya, terutama Elemen pola spasial permukiman yang diteliti
dengan kampung-kampung di sekitarnya. dapat dilihat pada Tabel 1. Variabel-variabel
penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

2 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013


Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di E-ISSN.2338-1787
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Gambar 1. Kampung 99 Pepohonan

Tabel 1. Elemen Pola Spasial


No Elemen pola spasial Hal-hal yang diteliti
1 Tata letak 1. Tata letak makro (letak elemen-elemen permukiman secara menyeluruh, pembagian area
berdasarkan letak elemen-elemen).
2. Tata letak mikro (letak elemen-elemen permukiman pada tiap area)
2 Pola sirkulasi Pola jalan/sirkulasi berdasar jenisnya, zonifikasi sirkulasi
3 Arah Hadap Orientasi bangunan
4 Tingkatan Hirarki makro, hirarki mikro (tiap cluster)

Tabel 2. Variabel dan Parameter Penelitian


No Variabel Parameter
1. Fisik:
Lingkungan Alam Iklim, batas wilayah, topografi, elemen-elemen fisik alami
Lingkungan Binaan Elemen-elemen fisik buatan
2 Non Fisik
Kekerabatan Hubungan kekerabatan penghuni, pengaruh hubungankekerabatan terhadap pola spasial
Kepercayaan Agama yang dianut, implementasi ajaran agama terhadap permukiman
Sosial masyarakat Pola hidup dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap pola spasial
Ekonomi Pekerjaan penghuni dan bagaimana penghuni menjalankan sistem yang dibentuk oleh
komunitas mereka. Pengaruhnya terhadap pola spasial
Aktivitas penghuni Aktivitas harian, saat hari libur, rutinitas, dan momentum berdasarkan kelompok usia penghuni.
Pola spasial yang terbentuk dari aktivitas tersebut

Indonesian Green Technology Journal.Vol.2 No. 1, 2013 3


E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Metode Analisis Data sesuai dengan yang mereka kehendaki. Visi dan
Data-data yang telah diperoleh pada tahap misi tersebut selain sebagai pemersatu, juga
pelaksanaan akan dianalisis lebih lanjut oleh sebagai pedoman bagi penghuninya dalam
peneliti sehingga dapat mencapai tujuan. Analisis beraktivitas dan juga sebagai persyaratan
data menggunakan pendekatan deskriptif dengan seseorang untuk bisa tinggal di kampung ini.
langkah-langkah sebagaimana dianjurrkan Miles b. Kepercayaan
dan Huberman (1987) terdiri dari empat alur Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
kegiatan yaitu pemilihan data, penyajian data, Kampung 99 Pepohonan adalah yang bersumber
analisa dan penarikan kesimpulan. Analisis dari agama Islam.Hal ini dapat ditelusuri dari
dilakukan dengan menggunakan dokumentasi histori terbentuknya kampung. Seperti dijelaskan
foto, peta kawasan dan juga sketsa sebelumnya, bahwa latar belakang terbentuknya
kampung ini adalah dari keinginan penghuninya
HASIL DAN PEMBAHASAN yang ingin mempraktikkan ajaran-ajaran yang
A. Kondisi Eksisting Kampung 99 Pepohonan ada dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kegiatan
1. Kondisi lingkungan alam keagamaan yang dilaksanakan dalam kampung
Sebelah Utara dan Timur batasnya adalah inipun kegiatan yang bersifat umum, seperti
saluran irigasi buatan Belanda, yang membatasi mengaji, sholat berjama’ah dan musyawarah
kampung dengan perumahan penduduk sekitar, rutin. Aktivitas keagamaan kental terlihat saat
sawah penduduk dan pemakaman umum. Ramadhan, dimana mereka selalu melaksanakan
Sebelah Barat batasnya adalah area persawahan sholat tarawih bersama di musholla.Serta saat
penduduk sekitar. Sebelah Selatan batasnya idul fitri, dimana mereka memiliki kebiasaan
adalah sungai Pesanggrahan, yang membatasi khusus yaitu seluruh penghuni kampung
kampung dengan area persawahan yang sangat berkumpul setelah sholat Idul Fitri. Mereka
luas. Topografi kampung berupa tanah dengan berkumpul di rumah Tectona bagian bawah
kontur berundak diapit saluran irigasi dan Sungai untuk saling bermaaf-maafan dan dilanjutkan
Pesanggrahan.Semakin kearah Sungai dengan makan bersama.
Pesanggrahan, kontur tanah semakin menurun. c. Sosial masyarakat
Tinggi/ penurunan kontur berbeda-beda di Kondisi sosial masyarakat dalam kampung ini
beberapa area, yaitu antara 6-12 meter dengan erat sekali, setiap pekerjaan dilakukan secara
titik 0 meter adalah lapangan parkir. gotongroyong dan saling tolongmenolong.
Elemen-elemen fisik alami: (a) Perairan dan Hubungan antara komunitas kampung ini
(b) Hutan. dengan komunitas tetangganya/penduduk
2. Kondisi Lingkungan Binaan Kampung kampung sekitar terkesan tertutup.Penghuni
Lingkunan binaan terdiri dari elemen-elemen kampung terkesan mengisolir diri dengan
fisik buatan penghuni, yaitu: Perumahan, Kolam penerapan konsep hidup bersama yang selama
ikan, Pertanian, Peternakan, Lahan kosong/ ini mereka jalankan. Padahal, mereka sama sekali
lapangan/ halaman bersama , dan Fasilitas tidak berniat untuk memisahkan diri dengan
penunjang (Jaringan jalan/ sirkulasi, Jaringan lingkungan sekitarnya. Hal ini mereka buktikan
sanitasi dan drainase. dengan tidak membuat pagar pembatas. Namun
3. Kondisi Sosial Budaya dalam kehidupan sosial secara umum mereka
a. Sistem kekerabatan tetap memperhatikan hubungan dengan
Mayoritas hubungan kekerabatan penghuni penduduk kampung sekitar.Contohnya saja,
kampung ini adalah Paman-keponakan, orang mereka memberikan pekerjaan pada penduduk
tua-anak, dan juga sepupu.Namun, juga ada yang sekitar untuk membangun rumah bersama-sama
sama sekali tidak mempunyai hubungan darah penghuni kampung.Mereka juga mempunyai
yang tinggal di kampung ini. Yang tidak ada kebiasaan membagi-bagikan sedekah kepada
hubungan darah tersebut adalah sahabat dari penduduk sekitar yang kurang mampu.Saat hari
salah satu penghuni awal yang mempunyai visi raya Idul Adha, mereka juga biasa membagikan
dan misi sama dengan komunitas ini. Jadi, tidak daging binatang kurban pada penduduk sekitar.
hanya hubungan darah saja yang menjadi salah d. Ekonomi
satu unsur pemersatu dan perekat rasa Penghuni Kampung 99 Pepohonan ini secara
kekerabatan dalam sebuah komunitas. maksimal mencukupi kebutuhan sendiri.
Persamaan visi dan misi juga menjadi salah satu Misalnya, menanam padi dan sayur organik,
faktor yang dapat menyatukan sebuah komunitas berkebun buah-buahan, beternak kambing dan
untuk membentuk suatu lingkungan binaan sapi, serta perikanan.Penghuni kampung ini

4 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013


Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di E-ISSN.2338-1787
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

melakukan pembagian kerja.Setiap bidang tamu dan juga sebagai pusat berkumpulnya
pekerjaan ada penanggung jawabnya.Pembagian penghuni (pusat sosialisasi). Sedangkan cluster 2
penanggung jawab seperti yang sudah dijelaskan dan 3 merupakan area yang diperuntukkan untuk
sebelumnya yaitu disesuaikan dengan minat dan kegiatan perekonomian penduduk, dimana
bakat penghuni. Adapun pembagian bidang alemen-elemen yang mendukung untuk kegiatan
pekerjaan penduduk kampung adalah: Bidang ekonomi seperti perikanan, peternakan dan
pertanian, Bidang perikanan, Bidang peternakan , pertanian berada di area tersebut.
Bidang wisata, Laundry, Dapur umum (memasak), b. Tata letak mikro
dan bidang kebersihan. Secara mikro, berikut ini dijelaskan pola tata
Komunitas kampung ini menjalankan sistem letak massa pada masing-masing cluster.
barter, yaitu sistem pertukaran antara barang Cluster 1
dengan barang atau jasa dengan jasa dalam Pada cluster 1 ini, massa-massa juga berpola
pemenuhan kebutuhan hidup mereka.Dengan cluster dengan halaman bersama sebagai
menerapkan sistem ini, mereka dapat melakukan pusatnya. Posisi massa mengelilingi halaman
penghematan dalam pemenuhan kebutuhan bersama tersebut yang memiliki luasan sekitar
sehari-hari.Kampung ini memiliki kas 500 meter persegi.
bersama.Pemasukan kas berasal dari hasil Jumlah massa di cluster ini ada 6 bangunan,
penjualan produk-produk yang telah mereka dengan urutan dari area masuk yaitu bangunan
hasilkan sendiri dan juga dari wisatawan yang Gmelina, Sakura, Tektosa, Tektona, Bougenville,
memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan. Karet (Gambar 2). Hampir semua bangunan
berbentuk panggung bagian bawahnya terletak
B. Pola Spasial Permukiman Kampung 99 pada kontur yang bawah juga, kecuali pada
Pepohonan dan Faktor-faktor yang bangunan Gmelina yang keseluruhannya berada
Mempengaruhinya di kontur atas karena memang terletak pada
1. Tata letak topografi lahan yang datar.
a. Tata letak makro Cluster 2
Kampung 99 Pepohonan memiliki area yang Cluster 2 merupakan zona perikanan dan bisa
cukup luas. Oleh sebab itu, penghuninya disebut sebagai area basah karena pekerjaan
membagi area tersebut menjadi dua bagian yaitu yang ada disana berhubungan dengan air yaitu
area Barat dan Timur.Secara makro, tata letak budidaya ikan air tawar dan juga laundry. Ada
massa pada kampung adalah membentuk tiga dua bangunan, yaitu bangunan laundry dan
cluster yang terbagi berdasarkan tata guna lahan. bangunan pembuatan pabrik roti yang saat
Ketiga cluster ini berpusat pada satu massa yaitu dilakukan penelitian ini sedang direnovasi untuk
rumah milik tetua kampung (Abi Edi). menambah fungsinya sebagai rumah
Cluster 1, karena letaknya yang dekat dengan tinggal.Bangunan untuk laundry terletak dibagian
area masuk, maka dijadikan sebagai area/zona terbawah dari kontur lahan (mendekati sungai
pusat keramaian, yaitu sebagai tempat penerima Pasanggrahan).

Gambar 2. Tata Massa Cluster 1.

Indonesian Green Technology Journal.Vol.2 No. 1, 2013 5


E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Bangunan
pabrik roti

Bangunan laundry

Gambar 3. Tata Massa Cluster 2.

Rumah
olivia

Rumah panjang
dan nangka

Kandang
kambing

Kandang
sapi

Gambar 4. Tata massa Cluster 3

Sedangkan bangunan pabrik roti terletak di dengan kandang-kandang ternak (sapi dan
kontur bagian tengah sebagai tempat untuk kambing) sekitar 20-30 meter.
mengawasi kolam-kolam ikan serta berfungsi Pola yang terbentuk adalah massa dengan
untuk pembuatan roti bagi penduduk tatanan linier sejajar dengan jalan primer
kampung.Kolam-kolam ikan pada area ini maupun jalan sekunder. Pola tersebut terbentuk
berbentuk kotak memanjang dan terletak oleh penyesuaian penghuni dalam pemanfaatan
bertrap-trap sesuai dengan bentuk kontur yang lahan serta efisiensi jarak menuju lokasi kerja
bertrap-trap pula. mereka. Bangunan rumah panjang posisinya
Cluster 3 berhadapan dengan rumah nangka.Kedua
Cluster 3 merupakan area peternakan dan bangunan ini dihubungkan dengan selasar yang
pertanian, posisi bangunan tempat tinggal dimanfaatkan juga sebagai ruang tamu
dengan area pertanian cukup jauh, yaitu sekitar bersama.Didekat rumah panjang dan rumah
30-50 meter. Sedangkan posisi rumah tinggal nangka terdapat kandang sapi, jaraknya sekitar

6 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013


Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di E-ISSN.2338-1787
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

10 meter.Posisi kandang kambing terletak dengan fungsinya pada masing-masing area


mengumpul di area dekat sungai Pasanggrahan. pembagian kerja.
c. Faktor yang mempengaruhi tata letak Hubungan kekerabatan
Lingkungan alam Makna simbolisme dan fungsi akan
Rumah banyak ditentukan oleh nilai-nilai, mencerminkan status penghuninya, manusia
budaya penghuninya, iklim dan kebutuhan akan sebagai penghuni, rumah, budaya serta
pelindung, bahan bangunan, konstruksi dan lingkunganya merupakan satu kesatuan yang
teknologi, karakter tapak, ekonomi, pertahanan erat, sehingga rumah sebagai lingkungan binaan
serta agama (Rapoport, 1969).Elemen alam yang merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya
berupa iklim, topografi, material, dan vegetasi seperti kepercayaan, hubungan keluarga,
merupakan unsur-unsur penting yang organisasi sosial serta interaksi sosial antar
berpengaruh langsung maupun tidak pada pola individu (Rapoport, 1969). Meskipun mayoritas
spasial. Secara langsung, unsur-unsur tersebut penduduk kampung masih memiliki hubungan
sudah memiliki pola tertentu yang tidak dapat kekerabatan, akan tetapi pemilihan lokasi rumah-
dirubah oleh manusia, misalnya saja keberadaan rumah penghuninya terdapat kecenderungan
sungai, hutan, bukit, dan lain-lain. bahwa rumah-rumah yang saling berdekatan
Dalam studi kasus permukiman Kampung 99 dihuni oleh penghuni yang memiliki hubungan
Pepohonan ini, bentuk dan pola rumah sangat kekerabatan lebih erat. Hal ini tampak pada
dipengaruhi kondisi topografi lahan yang cluster 1, dimana antara rumah sakura dan
berkontur. Pada masing-masing cluster memiliki tektona penghuninya memiliki hubungan
pola yang berbeda. Pola tersebut berbeda karena orangtua dan anak.
dipengaruhi oleh kondisi alam yang ada di sana, Kepercayaan
sehingga mereka harus melakukan penyesuaian. Penghuni kampung menerapkan sunnah nabi
Selain itu, juga adanya pertimbangan terhadap Muhammad SAW melalui bagaimana mereka
lahan-lahan produktif di sana, misalkan lahan- memanfaatkan ruang sehingga tidak ada ruang
lahan pertanian, perkebunan, dan hutan. Rumah- yang terbuang sia-sia. Pemanfaatan ruang
rumah dibangun berdasarkan pertimbangan jenis tersebut adalah dengan membangun rumah
tanah, yaitu dipilih jenis tanah yang keras dan berbentuk panggung. Bentuk panggung
tidak rawan longsor. memberikan pengaruh pada tata letak bangunan
Lingkungan binaan karena dalam memilih lokasi bangunan (pada
Selain lingkungan alam lingkungan binaan cluster 1) disesuaikan dengan kontur tanahnya,
memberikan pengaruh juga terhadap tata letak yaitu dipilih dibagian yang memiliki perbedaan
massa/bangunan.Tata letak massa dipengaruhi ketinggian antara 3-5 meter, sehingga bagian
oleh jauh dekatnya dengan akses dan juga kontur yang bawah dapat dimanfaatkan sebagai
jaraknya dengan rumah-rumah yang ruang. Pola bangunan berbentuk panggung juga
lain.Keberadaan elemen-elemen permukiman diterapkan pada seluruh bangunan di kampung
buatan seperti kolam dan peternakan merupakan ini, meskipun pada kontur yang relatif datar
salah satu faktor yang mempengaruhi posisi (cluster 2 dan 3).
bangunan dalam kampung, yang disesuaikan

Gambar 5. Pola jalan sekunder pada Cluster 1

Indonesian Green Technology Journal.Vol.2 No. 1, 2013 7


E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Sosial masyarakat dan aktivitas penghuni jalan sekunder semi publik dan jalan sekunder
Faktor sosial masyarakat juga berpengaruh privat.
terhadap terbentuknya pola tata massa. Karena Jalan sekunder semipublik memiliki material
pertimbangan akan kebutuhan bersosialisasi, yang berbeda dengan sirkulasi publik.Materialnya
maka mereka membentuk suatu pola tertentu berupa paving yang mudah menyerap air.
yang memudahkan mereka untuk saling Penggunaan paving memberi kesan alami dan
berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kampung menyatu dengan lingkungan, serta merupakan
ini, terdapat pengelompokan massa yang material yang ramah lingkungan kerena sifatnya
memiliki ruang-ruang publik, yaitu pada cluster 1. yang dapat menyerap air ke dalam tanah,
Selain itu, mereka juga mengadakan halaman sehingga meminimalisir terjadinya banjir.
bersama pada area tersebut. Sirkulasi semi publik ini merupakan jalan setapak
Ekonomi yang mempunyai lebar antara 80-100 cm.
Seperti dikatakan pula oleh Rapoport (1969), Jalan sekunder semipublik memiliki pola
rumah juga ditentukan oleh ekonomi linier, dan bentuknya berbeda-beda pada tiap
penghuninya. Faktor ekonomi sangat cluster. Pada cluster 1, jalan sekunder semipublik
mempengaruhi tata letak rumah- berbentuk garis linier yang betemu pada satu
rumah/bangunan dalam kampung ini, dimana titik dan bercabang pada beberapa area.
mereka dalam menentukan lokasi rumah juga Percabangan tersebut terletak pada area yang
mempertimbangkan sistem ekonomi kolektif menuju bangunan.
yang membagi pekerjaan penduduknya dalam Pada cluster 2 dan cluster 3, jalan sekunder
satu kesatuan.Pembagian pekerjaan tersebut semipublik berbentuk garis linier yang berhenti
memberikan pengaruh pada tata letak bangunan pada satu titik.Jalan sekunder privat yang
dalam hal pengelompokannya berdasarkan terletak di cluster 1 dan 3 juga memiliki pola
cluster. Pengelompokan tersebut dimaksudkan linier. Pada cluster 2 tidak memiliki jalan
pula untuk efisiensi jarak tempuh dengan lokasi sekunder privat, karena mayoritas elemennya
kerja. berupa kolam dan hanya terdapat dua bangunan
2. Sirkulasi rumah yang leteknya cukup berjauhan. Jalan
a. Pola sirkulasi sekunder privat materialnya banyak yang terbuat
Salah satu ciri utama yang dapat dari batu alam (cluster 1), namun juga ada yang
merepresentasikan struktur permukiman terletak terbuat dari paving (cluster 3).Jalan privat ini
pada pola jaringan jalan dan sirkulasi lingkungan memiliki ukuran yang paling kecil dibanding
suatu permukiman (Doxiadis,1971). Sistem dengan jalan yang sifatnya publik dan semipublik,
sirkulasi merupakan aspek penting yang mayoritas ukurannya sesuai dengan materialnya.
menentukan hubungan lingkungan di dalam b. Zonifikasi sirkulasi
permukiman dan juga lingkungan di dalam Sirkulasi dalam Kampung 99 Pepohonan
dengan di luar permukiman. terbagi menjadi 3 menurut sifatnya, yaitu publik,
Jalan yang ada dalam Kampung 99 semipublik dan juga privat.Pembagian zoning
Pepohonan terdiri dari dua jenis, yaitu jalan menurut sifatnya ini berdasarkan pada pengguna
primer (utama) dan jalan sekunder (cabang). jalan. Pengguna sirkulasi publik adalah semua
Jalan utama merupakan jalan yang orang/umum. Pengguna sirkulasi semipublik
menghubungkan kampung ini dengan kampung adalah penghuni kampung dan orang-orang
sekitarnya. Jalan utama ini memiliki pola linier tertentu, seperti tamu penghuni dan juga
searah dengan aliran air saluran irigasi buatan wisatawan. Sedangkan pengguna sirkulasi privat
Belanda. Jalan utama ini memiliki lebar 2,5-3 adalah khusus penghuni saja.
meter. Material jalan berupa tanah.Terletak Sirkulasi yang bersifat publik merupakan jalan
sejajar dengan saluran irigasi buatan belanda utama yang menghubungkan antara perumahan
yang memiliki lebar sekitar 3 meter. di Kampung 99 Pepohonan dengan perumahan
Jalan sekunder merupakan jalan cabang sekitarnya.Jalan utama ini merupakan jalan yang
untuk mencapai bangunan maupun tempat- paling sering dilalui. Sirkulasi sekunder dibagi
tempat tertentu di dalam kampung, seperti menjadi dua berdasarkan zonifikasinya, yaitu
peternakan dan kolam.Selain itu, jalan sekunder semi publik dan privat. Sirkulasi yang
juga berfungsi menghubungkan rumah-rumah di bersifatsemipublik hanya dilalui oleh penghuni
dalam kampung. Jalan sekunder terbagi menjadi dan juga orang-orang tertentu saja.Sirkulasi
dua berdasarkan zonifikasinya, masing-masing semipublik memiliki fungsi menghubungkan
memiliki ciri dan ukuran yang berbeda. Yaitu antar rumah dalam kampung serta

8 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013


Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di E-ISSN.2338-1787
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

menghubungkan antara bangunan dengan ke bangunan tertentu. Jalan sirkulasi semipublik


halaman bersama dan juga sebagai akses menuju pada cluster 1 memiliki beberapa cabang yang
area pertanian, peternakan, dan kolan-kolam menuju ke bangunan. Cabang jalan tersebut
ikan. Sirkulasi privat khusus dilalui oleh penghuni langsung disatukan dengan bangunan berupa
Kampung 99 Pepohonan saja. Sirkulasi ini selasar, seperti pada bangunan tektona,
terbentuk paling akhir menyesuaikan dengan bougenville dan karet. Begitu pula sirkulasi pada
kebutuhan penghuni. Sirkulasi privat terletak di cluster 2 dan 3 yang juga bercabang pada bagian
belakang bangunan dan berfungsi tertentu dimana terdapat bangunan yang akan
menghubungkan antar bangunan untuk dicapai.
mempermudah akses penghuni. Aktivitas/perilaku penghuni dan sosial
c. Faktor yang mempengaruhi pola sirkulasi masyarakat
Lingkungan alam Aktivitas manusia membentuk pola tertentu
Jalan utama terletak sejajar dengan saluran pada sirkulasi yang dilaluinya.pola sirkulasi yang
irigasi karena saluran ini merupakan pembatas terbentuk pada Kampung 99 Pepohonan
sekaligus dapat menghubungkan dengan dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari
kampung tetangga.Selain itu, kondisi kontur penduduknya yaitu dalam kegiatan ekonomi dan
lahannya cukup datar, sehingga memudahkan juga bersosialisasi. Kekerabatan merupakan
pengguna untuk melaluinya dengan kendaraan faktor yang memberikan rasa butuh pada
bermotor (meskipun hanya bisa dilalui kendaraan penduduk untuk melakukan sosialisasi, karena
roda dua). Jalan sekunder semipublik pada tiap semakin dekat hubungan seseorang dengan
cluster berbeda disebabkan karena topografi dan orang lain akan membuatnya selalu ingin
penggunaan lahannya. Pada cluster 2 bersama. Pada cluster 1 dan 3, terdapat sirkulasi
penggunaan lahan adalah area “basah” yaitu yang bersifat privat yang hanya boleh dilalui oleh
untuk perikanan dan juga laundry. Keadaan penghuni kampung saja.
topografi pada cluster ini adalah berkontur Ekonomi
dengan ketinggian 12 meter hingga kontur Kegiatan ekonomi penduduk yang bersifat
terbawah. Sehingga sirkulasi yang ada kolektif membentuk pola yang berbeda-beda
menyesuaikan dengan bentuknya yang linier dan pada tiap bidang pekerjaan. Pola-pola tersebut
berundak-undak. Sirkulasi pada cluster ini dibedakan berdasarkan jenis pekerjaan masing-
membelah kolam-kolam ikan yang ada menjadi 2 masing penghuni, dimana pada tiap bidang
bagian Barat dan Timur. Pada Cluster 3 pekerjaan memiliki penanggung jawab. Meskipun
topografinya tidak securam seperti cluster 2. membentuk pola menyebar karena perbedaan
Polanya juga linier namun lebih banyak terdapat pekerjaan, namun terdapat bangunan sebagai
tikungan, karena mengikuti kontur lahan serta pusatnya yaitu rumah tetua kampung. Sebelum
penggunaan lahannya yang terdapat area-area melakukan aktivitas bekerja sesuai bidang
subur sebagai perkebunan. masing-masing, mereka selalu berkumpul untu
Lingkungan buatan melakukan rapat kecil tentang pekerjaan yang
Keberadaan bangunan juga merupakan faktor akan dilakukan selama satu hari itu dan pada
yang mempengaruhi pola sirkulasi, karena fungsi malam hari mereka kembali lagi berkumpul di
sirkulasi pada kampung ini terutama jalan tempat yang sama untuk melakukan evaluasi
sekunder adalah untuk memudahkan pencapaian pekerjaan tersebut.

Gambar 6. Orientasi bangunan area barat

Indonesian Green Technology Journal.Vol.2 No. 1, 2013 9


E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

3. Orientasi dan faktor yang mempengaruhinya di area Barat memiliki orientasi membelakangi
Orientasi bangunan merupakan cerminan sungai Pasanggrahan dan persawahan (Gambar
kebudayaan masyarakat setempat. Yang menjadi 7), hal ini disebabkan karena daerah sepanjang
pusat atau pertimbangan orientasi dalam suatu sungai tersebut dipenuhi oleh pepohonan lebat
permukiman menunjukkan tingkat hirarki ruang dan semak-semak, di sekitar persawahan pun
yang ada dalam masyarakat tertentu. Dalam juga memiliki kondisi yang sama.
Kampung 99 Pepohonan ini, memiliki perbedaan Selain pertimbangan view, mereka juga
orientasi bangunan pada masing-masing cluster. mengantisipasi adanya bahaya berupa hewan-
Bangunan-bangunan di area Barat, orientasinya hewan liar yang berasal dari sungai, hutan dan
adalah menghadap halaman bersama (Gambar semak-semak. Seperti halnya yang dikatakan oleh
6). Halaman bersama memang menjadi pusat Rapoport bahwa “Semula arsitektur lahir sekadar
tempat bersosialisasi penduduk dalam waktu untuk menciptakan tempat tinggal sebagai
tertentu dengan intensitas yang cukup sering wadah perlindungan terhadap gangguan
dalam satu hari. lingkungan: alam dan binatang (Rapoport,1969)”.
Halaman bersama sebagai pusat orientasi Pertimbangan orientasi pada permukiman ini
dipengaruhi oleh faktor sosial penduduk sebagai salah satu bukti bahwa faktor keamanan
kampung yang memiliki perasaan kebersamaan merupakan faktor yang sangat diperhatikan
yang kuat. Diantara faktor yang memunculkan dalam pembentukan pola spasial sebagai respon
perasaan kebersamaan tersebut adalah masyarakat terhadap kondisi lingkungan
hubungan kekerabatan yang erat, dimana sekitarnya.
mayoritas penduduknya masih memiliki Topografi lahan juga berpengaruh terhadap
hubungan keluarga meskipun banyak yang orientasi bangunan. Area Barat memiliki kontur
berasal dari garis keturunan yang cukup jauh. lahan yang berundak dan hal ini dimanfaatkan
Selain itu, juga faktor kepercayaan (agama) Islam penduduk dalam hal penempatan dan bentuk
sebagai agama persatuan yang mereka anut, bangunan yang berupa panggung.Mayoritas
dimana mereka mempunyai prinsip untuk saling bagian atas bangunan adalah ruang-ruang yang
tolong menolong antar sesama dan juga berfungsi sebagai rumah tinggal, sehingga
senantiasa menjalin silaturrahim.Prinsip tersebut orientasi pun sengaja dihadapkan kearah
mereka laksanakan dengan bentuk kerjasama halaman bersama yang berada dihadapannya
dan juga dengan sering berkumpul, dan tempat untuk memudahkan dalam masalah
berkumpul yang paling sering digunakan adalah sirkulasi/pencapaian.
halaman bersama tersebut. Bangunan-bangunan

Gambar 7. Orientasi perumahan area timur

10 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013


Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di E-ISSN.2338-1787
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Publik area

Semi publik
area

Gambar 8. Hierarki Makro

Berbeda dengan area Barat, bangunan- permukiman tetangga tersebut. Arah hadap
bangunan yang berada di area Timur memiliki bangunan pada cluster 3 bermacam-macam.
orientasi menghadap ke arah jalan. Ada yang Bangunan panggung dan nangka posisinya saling
menghadap jalan primer (jalan utama), ada juga berhadapan satu sama lain dan dihubungkan
yang menghadap jalan sekunder. Jika orientasi oleh selasar yang dijadikan sebagai ruang tamu
rumah pada area Barat lebih dipengaruhi oleh bersama. Namun pada bangunan panggung yang
kehidupan sosial masyarakatnya, maka di area dihuni 3 keluarga, memiliki dua arah hadap yang
Timur ini orientasi rumah dipengaruhi oleh alam, berbeda.Satu yang saling berhadapan dengan
ekonomi masyarakat dan hubungan bangunan nangka, dimana penghuninya (2
kekerabatannya. keluarga) masih memiliki hubungan keluarga
Ekonomi masyarakat yang dimaksudkan dengan penghuni bangunan nangka. Sedangkan
adalah kegiatan perekonomian penduduk penghuni lainnya (1 keluarga) merupakan
kampung. Seperti yang dijelaskan sebelumnya sahabat dari salah satu penghuni rumah
dalam sub bab tata letak bahwa pola tata massa panggung yang lain, sehingga arah hadap pun
secara makro pada kawasan ini membentuk berbeda yaitu menghadap kearah jalan. Namun
cluster-cluster berdasarkan tata guna lahannya. meskipun berbeda arah hadap, bangunan-
Tata guna lahan membedakan jenis kegiatan bangunan tersebut memiliki orientasi (perhatian
ekonomi. Cluster 2 merupakan zona/area utama) yang sama yaitu kearah jalan (sirkulasi).
perikanan, 2 bangunan yang ada di area tersebut 4. Hirarki dan faktor yang mempengaruhinya
(bangunan laundry dan bangunan tempat Hirarki secara makro
pembuatan roti) menghadap ke arah kolam- Hirarki secara makro pada kawasan terbagi
kolam ikan, hal ini dimaksudkan untuk dua berdasarkan pembagian area.Kedua area
memudahkan pengawasan dan pencapaian. tersebut memiliki karakter alam yang berbeda
Orientasi rumah Olivia (rumah tetua disebabkan perbedaan elemen-elemen yang ada
kampung), menghadap ke arah jalan di dalamnya. Area Barat lebih bersifat publik
utama.Orientasi rumah tersebut membelakangi dibanding area Timur, karena di area Barat
rumah-rumah yang berada di perkampungan di terdapat akses masuk utama serta fasilitas-
belakangnya. Selain karena memang sebagai fasilitas publik juga lebih banyak berada di sana
pembeda wilayah, juga karena memang dibatasi (gambar 9).
kondisi kontur yang terletak lebih rendah sekitar Area barat bersifat publik dengan halaman
3 meter dari bangunan rumah-rumah bersama sebagai pusat sosialisasi.Sedangkan area

Indonesian Green Technology Journal.Vol.2 No. 1, 2013 11


E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Timur bersifat semi publik karena di dalamnya sehingga tidak semua orang bisa keluar masuk
tedapat elemen-elemen alam yang mendukung dari dan ke area ini.
kegiatan perekonomian penduduknya, dimana Hirarki pada cluster 2 dapat dilihat pada
banyak terdapat lokasi kerja penghuni, baik gambar 4.50. Bagunan pabrik roti dan juga
berupa area pertanian, peternakan, dan kolam-kolam ikan untuk budidaya ikan serta
perikanan. tempat pemancingan merupakan zona
Hirarki secara mikro (setiap cluster) semipublik pada area ini, karena masih
Cluster 1 memungkinkan pengunjung tertentu dapat
Hirarki di area Barat (cluster 1) terdiri dari memasuki area ini.Sedangkan bangunan laundry
area-area yang bersifat publik, semipublik dan (berfungsi juga sebagai rumah tinggal) dan kolam
privat.Hirarki ruang tersebut terbentuk ikan di depannya, merupakan zona privat yang
berdasarkan penggunanya.Area publik yang hanya bisa diakses penduduk kampung saja.
dapat diakses semua orang mencakup lapangan Hirarki pada cluster 2 ini terbagi secara
parkir, halaman bersama dan bangunan vertikal, hal ini disebabkan karena kondisi
Gmelina.Sedangkan bangunan-bangunan lain lahannya yang berkontur. Area semipublik
disekitar halaman bersama merupakan area yang terletak pada kontur atas, sedangkan area privat
bersifat semipublik dan privat pada bagian yang terletak pada kontur bawah.Pertimbangannya
berfungsi sebagai rumah tinggal. Pada cluster 1, adalah akses, visual serta kenyamanan.Semakin
Area publik terletak dekat dengan jalan utama ke bawah, semakin jauh dari jalan utama,
dan jalan masuk kearah kampung ini. Semakin sehingga privasi pun lebih terjaga.
jauh dari jalan utama, areanya bersifat Cluster 3
semipublik dan privat. Sama halnya dengan cluster 2, hirarki di
Hirarki pada bangunan rumah tinggal dapat cluster 3 juga hanya terdiri dari area-area yang
dilihat secara vertikal.Bagian atas merupakan bersifat semipublik dan privat. Berdasarkan
area yang bersifat privat karena fungsinya pembagian kegiatan ekonominya, cluster 3 ini
sebagai rumah tinggal.Sedangkan bagian bawah merupakan area untuk kegiatan peternakan dan
merupakan area yang bersifat semipublik karena pertanian. Pembagian hirarki pada cluster ini
fungsinya sebagai ruang serbaguna yang sering berdasarkan fungsi, yaitu semipublik untuk
disewakan untuk umum. sarana perekonomian seperti kandang dan
persawahan, serta privat untuk rumah tinggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hirarki setiap
cluster
Dalam hal hirarki, tentu saja faktor utama
yang mempengaruhinya adalah pengguna.Hal ini
dikarenakan hirarki terbentuk karena pembagian
area pengguna.Faktor alam berpengaruh karena
dalam penempatan ruang, salah satu
privat pertimbangannya adalah view, baik view ke
area
dalam maupun keluar.Zona-zona privat pada
bangunan terletak di bagian atas. Pada bagian
atas bangunan (rumah tinggal) di cluster 1,
mayoritas dapat melihat pemandangan alam
Publik yang bagus berupa persawahan, hutan dan aliran
area sungai Pasanggrahan. Hirarki pada cluster 2
dipengaruhi oleh topografi lahan yang memiliki
kontur berundak. Area yang berifat semipublik
terletak pada bagian kontur tanah yang atas,
Gambar 9. Hirarki Bangunan sedangkan area yang bersifat privat terletak pada
bagian kontur tanah yang bawah.Faktor sirkulasi
Cluster 2 juga menjadi pertimbangan penting dalam
Hirarki di cluster 2 terdiri dari area-area yang menentukan zona.Zona privat terletak menjauhi
bersifat semipublik dan privat saja. Hal ini jalan utama, agar kenyamanan secara audio dan
disebabkan karena cluster ini merupakan area visual bisa terjaga.Sedangkan zona publik dan
perikanan dimana terdapat kolam-kolam ikan, semipublik justru sebaliknya, letaknya mendekati
jalan.

12 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013


Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di E-ISSN.2338-1787
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Gambar 10. Hirarki Mikro Cluster 2

Faktor ekonomi merupakan faktor utama ekonomi.Dimana aspek-aspek tersebut saling


yang mempengaruhi hirarki dalam kampung ini berkaitan antara satu dengan yang yang
disebabkan pembagian zona-zona/area pada lainnya.Faktor lingkungan berupa topogarfi dan
kampung ini adalah berdasarkan pembagian kondisi lahan, vegetasi serta bentang alam.Hasil
kegiatan ekonominya. Cluster 1 terbagi menjadi penelitian menunjukkan bahwa pengaruh faktor-
area publik, semipublik dan privat. Terdapat area faktor tersebut berbeda-beda pada setiap
publik karena adanya lapangan parkir serta jalan elemen pola spasial. Meskipun semua faktor
masuk, selain itu juga terdapat jalan utama yang turut andil dalam proses terbentuknya pola
menghubungkan kampung dengan lingkungan spasial, namun ada faktor yang dominan pada
sekitar. masing-masing elemen pola spasialnya (tata
Hirarki cluster 2 dan 3 ini merupakan area letak, sirkulasi, arah hadap, dan hirarki).
semipublik karena didalamnya berfungsi sebagai
tempat untuk kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan DAFTAR PUSTAKA
budidaya ikan pada cluster 2, serta kegiatan Doxiadis, C. 1976. Ekistics: An Introduction to the
beternak dan bercocok tanam pada cluster 3. Science of Human Settlements.Hutchinson,
Tidak semua orang bisa keluar masuk ke area London.
Rapoport, A. 1969. House Form and culture. New
perikanan, peternakan maupun persawahan,
Jersey, Prentise Hall Inc: Englewood Cliffs.
sehingga menjadikannya bersifat semipublik.
Rapoport, A. 1977. Human Aspect of Urban Form:
Zona privat pada cluster 2 dan 3 ini terletak pada Toward a Man – Environment Approach to Urban
bangunan rumah tinggalnya, yang juga berbentuk Form and Design. New York: Pergamon Press.
panggung sama seperti bangunan-bangunan Pangarsa, G.W. 2006. Merah Putih Arsitektur
pada cluster 1. Nusantara. Yogyakarta: Andi Offset.
Ronald, A. 2005. Nilai-nilai Arsitektur Rumah
KESIMPULAN Tradisional Jawa. Yogyakarta: Gajah mada
Pola spasial yang terbentuk pada permukiman University Pers.
Resultat, P.A. 2009. Pola Spasial Permukiman
Kampung 99 Pepohonan dipengaruhi oleh faktor-
Masyarakat Berbahasa Madura di Pesisir Utara
faktor fisik dan non fisik, faktor-faktor tersebut
Pasuruan. Skripsi tidak dipublikasikan. Malang:
merupakan kondisi kampong pada saat sekarang. Universitas Brawijaya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pola spasial Nurhadiyah, N. 1998. Penataan Kembali Permukiman
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu factor Nelayan Di Muncar-Banyuwangi. Skripsi tidak
manusia dan factor lingkungan. Faktor manusia dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
berupa aktivitas dan sosial budaya, baik dari Abdullah, M. 2008. Bangunan Pusat Pendidikan
aspek agama/kepercayaan, hubungan Lingkungan Hidup di Batu (Menuju Green
kekerabatan, kehidupan sosial dan Architecture). Skripsi tidak dipublikasikan. Malang:
Universitas Brawijaya.

Indonesian Green Technology Journal.Vol.2 No. 1, 2013 13


E-ISSN.2338-1787 Pola Spasial Permukiman Kampung 99 Pepohonan di
Cinere, Depok (Mu’awanah, et al.)

Oliver, P. 2006. Built to Meet Needs, Cultural Issues in


Vernacular Architecture. Oxford: Elsevier.

14 Indonesian Green Technology Journal.Vol. 2 No. 1, 2013

Anda mungkin juga menyukai