Pemerintah telah meluncurkan sistem Online Single Submission (OSS) beberapa bulan
lalu sebagai usaha peningkatan keterpaduan dan digitalisasi perizinan berusaha sehingga semakin
memudahkan para pengusaha. OSS diluncurkan sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi
XVI. Indonesia menjadi satu dari sekian negara yang telah melakukan proses digitalisasi sistem
perizinan berusaha.
Namun sistem OSS ini ternyata masih memiliki kekurangan. Misalnya sebagian pihak
mempermasalahkan belum semuanya terintegrasi dengan OSS. Tak kalah penting adalah dasar
hukum pengaturan OSS yang digunakan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2008 (PP
24/2008) dan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 (Perpres 91/2017).
Bentuk peraturan tersebut menimbulkan kontroversi. Apakah pantas suatu sistem yang
sepenting OSS hanyadiatur dalam bentuk PP dan Perpres? Bagaimana jaminannya kepada
kemudahan dan keamanan berusaha? Berikut uraian atas persoalan tersebut. Perlu dipahami
bahwa OSS sebenarnya sebagian kecil perangkat dari Pemerintah untuk memudahkan kegiatan
usaha di Indonesia. Pemerintah sebelumnya telah menyederhanakan berbagai aturan dan
memotong berbagai tahap perizinan usaha yang tak perlu. OSS berusaha mengimplementasikan
berbagai peraturan terkait izin usaha. Sayang, hal tersebut kurang mumpuni karena masih
banyaknya peraturan yang tumpang-tindih.
Pertentangan antara dua peraturan dan UU Lingkungan Hidup di atas jelas melanggar
asas hukum yang menyatakan bahwa peraturan yang di bawah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan yang lebih tinggi. Hal yang sama ditegaskan dalam Pasal 7 UU Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Selain itu, materi muatan Peraturan Pemerintah berdasarkan
Pasal 12 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, adalah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya. Sehingga dengan demikian apa yang sudah diatur di dalam UU
Lingkungan Hidup seharusnya tidak serta merta diabaikan begitu saja.