Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Terapi
Bermain Bongkar pasang pada Anak Usia Preschool di Rumah Sakit “ Makalah
ini berisikan tentang preplaining terapi bermain yang akan diberikan oleh
kelompok kepada anak usia preschool di rumah sakit.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain
mewarnai. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Mukomuko, 03 Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan
anak secara optimal. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit,
aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan
kondisi anak. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami
berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut,
cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang
ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak
akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan. Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat
melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan
anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga
terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Puzzle game merupakan permainan yang tidak hanya berfungsi
sebagai hiburan, tetapi juga dapat melatih kemampuan otak. Berdasarkan
penelitian seorang ahli saraf bernamaIan Robertson, puzzel dapat
meningkatkan kemampuan mental. Selain itu, permainan ini juga dapat
mencegah penyakit Alzheimer dan hilang ingatan(Baras, 2010)
Berdasarkan pengamatan kami di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soerojo
Magelang diruangan anak kronis dan akut didapatkan jumlah anak usia
toddler (3-5 tahun) sebanyak 1 orang anak.
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan
keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil
dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah sifat aktif dimana anak selalu
ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti bermain
dalam puzzel gambar, disini anak selalu dipacu untuk selalu terampil dalam
meletakkan gambar yang telah di bongkar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu :
a) Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b) Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat.
c) Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d) Beradaptasi dengan lingkungan
e) Mempererat hubungan antara perawat dan anak
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Bermain puzzel


Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan
atau mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran,
menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berpilaku dewasa.
(aziz alimul, 2009)
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan informasi,
memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak (Anggani
Sudono, 2000).
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal
dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle
merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat
disimpulkan bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang
dapat merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan
cara membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
B. Tujuan Bermain puzzel
Tujuan bermain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan
stimulus dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak
akan selau mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan fisik,
emosional, dan mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak
yang kreatif, cerdas dan penuh inovatif.
C. Fungsi Bermain Puzzel
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain
sebagai terapi.
1) Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik
merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif
sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan
yang digunakan untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-
motorik dan alat permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang
banyak membantu perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun
halus.
2) Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi
terhadap segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama
mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada
saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah.
Pada saat anak bermain mobil-mobilan, kemudian bannya terlepas dan
anak dapat memperbaikinya maka ia telah belajar memecahkan
masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan untuk mencapai
kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan imajinasinya
semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti
ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3) Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar
memberi dan menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak
untuk mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah
dari hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak
belajar berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan
belajar tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi
terutama pada anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak
usia toddler dan prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk
meluaskan aktivitas sosialnya dilingkungan keluarga.
4) Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba
untuk merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan
memasang satu alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk
semakin berkembang.
5) Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui
dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak
mengambil mainan temannya sehingga temannya menangis, anak akan
belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam
hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai moral dan etika,
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk memahami dampak
positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang lain
6) Perkembangan Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain,
anak akan mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut
sehingga dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui
kegiatan bermain anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, serta belajar
bertanggung-jawab atas segala tindakan yang telah dilakukannya.
Misalnya, merebut mainan teman merupakan perbuatan yang tidak baik
dan membereskan alat permainan sesudah bermain adalah membelajarkan
anak untuk bertanggung-jawab terhadap tindakan serta barang yang
dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan kognitifnya, bagi anak usia
toddler dan prasekolah, permainan adalah media yang efektif untuk
mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan memberikan nasihat.
Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk mengawasi anak saat anak
melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai moral, seperti
baik/buruk atau benar/salah.

D. Hal-hal yang harus diperhatikan


1) Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2) Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.
3) Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat
pada keterampilan yang lebih majemuk.
4) Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin bermain.
Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit.

E. Bentuk-bentuk Permainan Menurut Usia


1) Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan),
misalnya mengisap, menggenggam.
· Melatih kerjasama mata dan tangan.
· Melatih kerjasama mata dan telinga.
· Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
· Melatih mengenal sumber asal suara.
· Melatih kepekaan perabaan.
· Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
· Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
· Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
· Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
· Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
· Alat permainan berupa selimut dan boneka.

2) Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
· Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
· Memperkenalkan sumber suara.
· Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
· Melatih imajinasinya.
Alat permainan yang dianjurkan:
· Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
· Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.
· Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir
yang tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom,
air), balok-balok besar, kardus-kardus besar, buku bergambar,
kertas untuk dicoret-coret, krayon/pensil berwarna.

3) Usia 25 – 36 bulan
Tujuannya adalah ;
· Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
· Mengembangkan keterampilan berbahasa.
· Melatih motorik halus dan kasar.
· Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal
dan membedakan warna).
· Melatih kerjasama mata dan tangan.
· Melatih daya imajinansi.
· Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
· Alat-alat untuk menggambar.
· Lilin yang dapat dibentuk
· Pasel (puzzel) sederhana.
· Manik-manik ukuran besar.
· Bola.

4) Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah :
· Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
· Mengembangkan kemampuan berbahasa.
· Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah,
mengurangi.
· Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura
(sandiwara).
· Membedakan benda dengan permukaan.
· Menumbuhkan sportivitas.
· Mengembangkan kepercayaan diri.
· Mengembangkan kreativitas.
· Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari).
· Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan
kasar.
· Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar
rumahnya.
· Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :
pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
· Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong.

Alat permainan yang dianjurkan :


· Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-
anak, alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air,
dll.
· Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar
rumah.

F. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit


1. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
3. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
4. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
5. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
6. Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan

G. Hambatan Yang Mungkin Muncul


1. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.
K. Antisipasi hambatan
1. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
2. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
3. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan

L. Cara Bermain Puzzel


1. Sediakan kertas puzzel bergambar
2. Bongkar kertas pazzel tersebut
3. Pasang kembali kertas pazzel sesuai pasangannya masing
4. Di anjurkan lebih baik pada bagian ujung kertas terlebih dahulu
5. Setelah itu bagian samping dengan sesuai pasangannya
6. Kerjakan sampai selesai sesuai dengan gambar seperti semula sebelm
kertas puzzel di bongkar
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit


Sub Pokok Bahasan : Terapi Barmain Anak Usia 3-5 tahun
Tujuan : Mengoptimalkan Tingkat Perkembangan Anak
Hari / Tanggal : Jumat / 03 Januari 2020
Jam / Durasi : Pukul 10.00 sd selesai
Tempat Bermain : Ruang Melati, RSUD Mukomuko
Peserta : Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di
ruang anak

A. Ruang anak yang memenuhi kriteria :


1. Anak usia 3 – 5 tahun
2. Tidak mempunyai keterbatasan fisik
3. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
4. Pasien kooperatif
B. Peserta terdiri dari :
Anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 1 orang didampingi keluarga
C. Sarana dan Media :
Sarana :
1. Ruangan tempat bermain
2. Tempat duduk
Media:
Gambar yang belum disusun
D. Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, co leader 1 orang, fasilitator 4 orang dan 1 orang
observer dengan susunan sebagai berikut:
Co leader : Vita Sefhia Jayanti
Leader : Serli Indriani
Observer : Cica Elia
Fasilitator : M. Melawati
Rita Puspita
Sajak
Wanda Agustin
E. Pembagian Tugas
Peran Leader
- Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
- Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
- Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian tujuan
dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam
kegiatan
Peran Co Leader
- Mengidentifikasi issue penting dalam proses
- Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
- Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau kelompok
yang akan dating
- Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
Peran Fasilitator
- Mempertahankan kehadiran peserta
- Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
- Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok
Peran Observer
- Mengamati keamanan jalannya kegiatan play therapy
- Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
- Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
- Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi
Setting Tempat

Keterangan

= Pembimbing = Observer
= Peserta = Fasilitator
= orang tua = Leader
= co -leader
=
Susunan Kegiatan
No Waktu Terapy Anak Ket
1 5 menit Pembukaan :
1. Co-Leader membuka Menjawab salam
dan mengucapkan
salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
terap
3. Memperkenalkan Mendengarkan
pembimbing
4. Memperkenalkan anak Mendengarkan dan
satu persatu dan anak saling berkenalan
saling berkenalan
dengan temannya
5. Kontrak waktu dengan Mendengarkan
anak
6. Mempersilahkan Mendengarkan
Leader

2 20 menit Kegiatan bermain :


1. Leader menjelaskan Mendengarkan
cara permainan
2. Menanyakan pada Menjawabpertanyaan
anak, anak mau
bermain atau tidak
3. Menbagikan permainan Menerima permainan
4. Leader ,co-leader, dan Bermain
Fasilitator memotivasi
anak
5. Fasilitator Bermain
mengobservasi anak
6. Menanyakan perasaan
anak Mengungkapkan
perasaan

3 5 menit Penutup :
1. Leader Menghentikan Selesai bermain
permainan
2. Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
3. Menyampaikan hasil Mendengarkan
permainan
4. Memberikan hadiah Senang
pada anak yang cepat
menyelesaikan
gambarnya dan bagus
5. Membagikan Senang
souvenir/kenang-
kenangan pada semua
anak yang bermain
6. Menanyakan perasaan Mengungkapkan
anak perasaan
7. Co-leader menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam

Evaluasi
1. Evaluasi struktur yang diharapkan
- Alat-alat yang digunakan lengkap
- Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi proses yang diharapkan


- Terapi dapat berjalan dengan lancar
- Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
- Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
- Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya

3. Evaluasi hasil yang diharapkan


- Anak dapat mengembangkan motorik halus dengan menghasilkan satu
gambar yang diwarnai, kemudian digantung
- Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
- Anak merasa senang
- Anak tidak takut lagi dengan perawat
- Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
- Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bermain merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang
mencerminkan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak
tersebut, Salah satunya adalah puzzel. Menurut Patmonodewo (Misbach,
Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-
teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media sederhana yang
dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan
bahwa media puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat
merangsang kemampuan matematika anak, yang dimainkan dengan cara
membongkar pasang kepingan puzzle berdasarkan pasangannya.
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi
anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang
tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari
permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga
harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk
mengurangi dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai
dengan tahap tumbuh kembang anak. Karena dengan terapi bermain yang
tepat, maka anak dapat terus melanjutkan tumbuh kembang anak
walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC

Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

http://belajarbarengrizalyuk.blogspot.com/2013/10/terapi-bermain-mewarnai.html

http://belajarbarengrizalyuk.blogspot.com/2013/10/terapi-bermain-mewarnai.html

Anda mungkin juga menyukai