Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTIKUM PENCAHAYAAN DAN GETARAN

OLEH :
KELOMPOK 1
JESI SEPRIDA LIAMBO J1A115249
YFTINAN AZIZA J1A118108
PRICILIA RISCIKA ALFARAN J1A118111
SITI USWATUN HASANAH J1A118119
NARTI J1A118126
WULAN PURNAMASARI J1A118147
WA ODE MERISA S. S. J1A118149
AULIA RAHMAWATI J1A118168
TRI ARDIANTI ANDI GOA J1A118178
HESTIA NINGSIH J1A118184
LARRA AL FAHRA J1A118186

REGULER B 018

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS HALU OLEO
TAHUN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
memberikan karuniaNya pada kelompok kami dalam melaksanakan tugas praktikum
ini. Sehingga akhirnya tersusunlah materi laporan praktikum yang sistematis. Hal ini
kami lakukan untuk memenuhi tugas praktikum yang dimana dapat menghasilkan
sesuatu yang berharga dalam mengaplikasikan ilmu dari perkuliahan yang sedang kami
jalani ini.
Kami mohonkan saran dan kritiknya apabila terdapat banyak kekurangan pada hasil
laporan praktikum yang sudah kami buat. Semoga laporan ini memberi banyak
kegunaan pada semua pihak termasuk kelompok kami. Terima kasih.

Kendari, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Teori ......................................................................................................... 1

B. Tujuan Praktikum ............................................................................................... 8

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat ..................................................................................................................... 9

B. Bahan.................................................................................................................. 9

C. Prinsip Alat ...................................................................................................... 10

D. Cara Kerja ........................................................................................................ 10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil ................................................................................................................. 11

B. Pembahasan ...................................................................................................... 13

IV. KESIMPULAN .................................................................................................... 15


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persyaratan Pencahayaan Area Umum dalam Gedung Industri ..................... 3

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagian-Bagian Lux Meter ........................................................................... 7

Gambar 2. Lux Meter .................................................................................................... 9

Gambar 3. Alat Tulis ..................................................................................................... 9

Gambar 4. Stopwatch .................................................................................................... 9

Gambar 5. Pengukuran Intensitas Penerangan Lokal ................................................. 13

Gambar 6. Proses Pengukuran Pencahayaan 1 ........................................................... 18

Gambar 7. Proses Pengukuran Pencahayaan 2 ........................................................... 18

Gambar 8. Proses Pengukuran Pencahayaan 3 ........................................................... 18

Gambar 9. Proses Pengukuran Pencahayaan 4 ........................................................... 18

Gambar 10. Proses Pengukuran Pencahayaan 5 ......................................................... 18

Gambar 11. Proses Pengukuran Pencahayaan 6 ......................................................... 18

Gambar 12. Proses Pengukuran Pencahayaan 7 ......................................................... 18

Gambar 13. Proses Pengukuran Pencahayaan 8 ......................................................... 18

v
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
Bahaya fisik adalah salah satu jenis bahaya (hazard) yang berkaitan dengan
kesehatan kerja seperti kebisingan, suhu yang ekstrim, radiasi ionisasi, radiasi
non ionisasi, tekanan ekstrim, dan vibrasi yang semuanya merupakan tekanan-
tekanan fisik terhadap tubuh manusia. Bahaya fisik dapat ditemukan pada
lingkungan kerja seorang atau lebih operator. Oleh karena itu, dibutuhkan
penanganan terhadap bahaya fisik untuk meminimalisir atau mencegah
terjadinya hal tersebut. (Rahmayanti dan Artha A.L., 2015)
Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh manusia untuk dapat
beraktifitas secara optimal dan produktif. Selain itu lingkungan kerja harus
ditangani dan didesain secara baik. Hal tersebut dikarenakan pengaruh buruk
dari lingkungan kerjakan memberikan dampak buruk bagi operator. Dapat
dikatakan, lingkungan kerja memiliki dampak langsung terhadap aktifitas
operator. (Rahmayanti dan Artha A.L., 2015)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan dalam
beraktifitas, antara lain: intensitas penerangan, suhu dan kelembapan udara,
serta tingkat kebisingan. Kualitas lingkungan kerja fisik seperti penerangan,
suhu, dan kelembapan udara, dan tingkat kebisingan tersebut dapat
menimbulkan gangguan terhadap suasana kerja dan sangat berpengaruh
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja apabila tidak dapat dikendalikan.
(Rahmayanti dan Artha A.L., 2015)
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan fisik kerja
seorang operator adalah intensitas pencahayaan. Pencahayaan merupakan
sejumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan secara efektif. Fungsi dari pencahayaan diarea kerja
antara lain memberikan pencahayaan kepada benda-benda yang menjadi objek

1
kerja operator tersebut, seperti: mesin atau peralatan, proses produksi, dan
lingkungan kerja. (Rahmayanti dan Artha A.L., 2015)
Pencahayaan (iluminasi) adalah kepadatan dari suatu berkas cahaya yang
mengenai suatu permukaan. Cahaya mempunyai panjang gelombang yang
berbeda-beda dalam spektrum yang tampak (cahaya tampak), yaitu kira-kira
380 – 780. Sebenarnya tidak ada batasan yang tepat dari spektrum cahaya
tampak. Mata normal manusia dapat menerima spektrum cahaya tampak
dengan panjang gelombang sekitar 400 – 700 nm. (Wibiyanti, 2008)
Menurut Rahmayanti dan Artha A.L. (2015), intensitas pencahayaan
(Illumination level) merupakan jumlah atau kuantitas cahaya yang jatuh kesuatu
permukaan. Satuan untuk illumination level adalah lux pada area dengan satuan
square meter. Tingkat atau intensitas pencahayaan tergantung pada sumber
pencahayaan tersebut. Terdapat beberapa macam sumber pencahayaan, antara
lain :
1. Pencahayaan Alami
2. Pencahayaan Buatan
Contoh dari pencahayaan buatan adalah : Lampu pijar, lampu tungsten-
halogen, lampu sodium, lampu uap merkuri, lampu kombinasi, lampu metal
halide, lampu LED, lampu fluorescent tabung, lampu fluorescent berbentuk
pendek, lampu induksi.
Menurut (Manullang, 2015) ada tiga metode untuk penerangan yaitu :
1. Penerangan umum atau baur menerangi ruangan secara merata dan
umumnya terasa baur.
2. Penerangan lokal atau penerangan untuk kegunaan khusus, menerangi
sebagian ruang dengan sumber cahaya biasanya dipasang dekat dengan
permukaan yang diterangi.

2
3. Penerangan aksen adalah bentuk dari pencahayaan lokal yang berfungsi
menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu atau obyek seni atau koleksi
berharga lainnya.
Menurut (Pratiwi, 2020) terdapat dua jenis pencahayaan yaitu pencahayaan
lokal dan pencahayaan umum. Pencahayaan lokal adalah cahaya yang
memancarkan langsung dari sumbernya ke permukaan bidang kerja tempat
tenaga kerja melaksanakan aktivitasnya. Sedangkan pencahayaan umum
adalah rata-rata intensitas penerangan yang terdapat dalam lingkungan kerja
tempat tenaga kerja melakukan aktivitasnya.
Persyaratan pencahayaan area umum dalam Gedung industri Menurut
Permenkes No. 70 Tahun 2016 :
Tabel 1. Persyaratan Pencahayaan Area Umum dalam Gedung Industri
Jenis Area,
No. Lux Keterangan
Pekerjaan/Aktivitas
Tingkat pencahayaan
1. Lorong: tidak ada pekerja 20
pada permukaan lantai
 Pintu masuk
2. 100
 Ruang kerja
Jika terdapat
kendaraan pada area
3. Area sirkulasi dan koridor ini maka tingkat
pencahayaan minimal
150 lux
Tingkat pencahayaan
4. Elevator, lift 100 depan lift minimal 200
lux
Jika ruangan
digunakan bekerja
5. Ruang penyimpanan 100 terus-menerus maka
tingkat pencahayaan
minimal 200 lux
6. Area bongkar muat 150
Diperlukan kontras
7. Tangga, eskalator, travolator 150
pada anak tangga
Tingkat pencahayaan
8. Lorong: ada pekerja 150
pada permukaan lantai

3
 Rak penyimpanan
 Ruang tunggu
 Ruang kerja umum, Ruang
9. 200
switchgear
 Kantin
 Pantry
Ketentuan ini berlaku
Ruang ganti, kamar mandi, pada masing-masing
10. 200
toilet toilet dalam kondisi
tertutup
 Ruangan aktifitas fisik (olah
raga)
11. 300
 Area penanganan
pengiriman kemasan
 Ruang P3K
 Ruangan untuk memberikan
12. 500
perawatan medis
 Ruang switchboard
Sumber : Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri (Permenkes No. 70
Tahun 2016)
Menurut Putri dan Trifiananto (2018), ada beberapa acuan yang dapat
dipakai sebagai pembanding kondisi terhadap kesesuaian pencahayaan atau
penerangan pada ruangan/tempat kerja di Indonesia. Berikut adalah acuan
pemerintah Indonesia perihal pencahayaan/penerangan untuk pekerjaan
perkantoran/administrasi/proses pembelajaran :
1. Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan,
kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja menyebutkan bahwa
pekerjaan kantor yang berganti-ganti menulis dan membaca, pekerjaan arsip
dan seleksi surat-surat membutuhkan penerangan 300 lux.
2. SNI 03-6197-2000 tentang Konversi energi pada sistem pencahayaan:
lembaga pendidikan ruang kelas membutuhkan 250 lux.
3. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 48 tahun 2016
tentang standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran:
menyebutkan bahwa intensitas pencahayaan harus terpenihi untuk

4
menunjang kinerja, rasa nyaman, kesehatan dan tidak mengakibatkan
gangguan kesehatan, oleh karenanya disyarat pencahayaan 300-500 lux.
Menurut (Suhardi, 2008) dampak penerangan yang tidak didesain dengan
baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan selama kerja.
Pengaruh dan penerangan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan:
1. Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan effisiensi kerja
2. Kelelahan mental
3. Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata
4. Kerusakan indra mata dan lain-lain.
Selanjutnya menurut (Suhardi, 2008) pengaruh kelelahan pada mata tersebut
akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, termasuk:
1. Kehilangan produktivitas
2. Kualitas kerja rendah
3. Banyak terjadi kesalahan
4. Kecelakan kerja meningkat
Salah satu dampak negatif dari intensitas cahaya yang kurang atau berlebih
adalah kelelahan mata. Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan
disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang
memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang
biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Kelelahan
mata tersebut tentunya memiliki tanda-tanda serta karakteristik antara lain mata
berair, kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit kepala,
ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi serta akomodasi menurun.
(Rahmayanti dan Artha A.L., 2015)
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelelahan mata terbagi atas faktor
karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata), faktor
karakteristik pekerjaan (durasi kerja), dan faktor perangkat kerja (jarak
monitor). Selain itu faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain
kemampuan individual itu sendiri, jarak penglihatan ke objek, pencahayaan,

5
durasi ukuran objek, kesilauan, dan kekontrasan. (Rahmayanti dan Artha A.L.,
2015)
Putri dan Trifiananto (2018) menyatakan bahwa pencahayaan harus
memenuhi kebutuhan, aspek sosial dan lingkungan kerja perkantoran.
Pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Pencahayaan yang
sesuai dan memenuhi persyaratan kesehatan harus dilakukan dengan tindakan
sebagai berikut.
1. Pencahayaan alam atau buatan diupayakan agar tidak menimbulkan
kesilauan
2. Penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran optimum sehingga
perlu dilakukan pembersihan berkala pada bola lampu
3. Penggantian pada bola lampu yang tidak berfungsi.
Agar masalah penerangan yang muncul dapat ditangani dengan baik, factor-
faktor yang harus diperhatikan adalah sumber penerangan, pekerja dalam
melakukan pekerjaannya, jenis pekerjaan yang dilakukan dan lingkungan kerja
secara keseluruhan. (Saputro, 2009)
Menurut (Saputro, 2009), langkah-langkah pengendalian masalah
penerangan ditempat kerja yaitu :
1. Modifikasi sistem penerangan yang sudah ada seperti :
Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja;
merubah posisi lampu; menambah atau mengurangi jumlah lampu;
mengganti jenis lampu yang lebih sesuai seperti mengganti lampu bola
menjadi lampu TL, mengganti tudung lampu, mengganti warna lampu yang
digunakan.
2. Modifikasi pekerjaan seperti :
Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat
dengan jelas; Merubah posisi kerja untuk menghindari baying-bayang,

6
pantulan, sumber kesilauan, dan kerusakan penglihatan; Modifikasi objek
kerja sehingga dapat dilihat dengan jelas. Sebagai contoh : memperbesar
ukuran huruf dan angka pada tombol-tombol peralatan kerja mesin.
3. Pemeliharaan dan pembersihan lampu.
4. Penyediaan penerangan lokal.
5. Penggunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain.
Dalam melakukan pengukuran terhadap intensitas pencahayaan adalah
luxmeter. Alat ini mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, kemudian
energi listrik dalam bentuk arus listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca
pada layar monitor. (Rahmayanti dan Artha A.L., 2015)
Berikut ini adalah Gambar lux meter beserta bagian-bagiannya.
Ket.
5 1. Tombol off/on
4
2. 5Tombol range

4 3. Zero adjust
1 4. Layar panel
3
2
5. Sensor cahaya

Gambar 1. Bagian-Bagian Lux Meter

Fungsi dari bagian-bagian lux meter :


1. Tombol off/on, berfungsi sebagai tombol untuk menyalakan atau mematikan
alat.
2. Tombol range, berfungsi sebagai tombol kisaran ukuran.
3. Zero adjust, berfungsi sebagai pengkalibrasi alat (bila terjadi error).
4. Layar panel, berfungsi untuk menampilkan hasil pengukuran.
5. Sensor cahaya, berfungsi sebagai alat untuk mengkoreksi/mengukur cahaya.

7
B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum pencahayaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
umum
2. Mahasiswa mampu untuk melakukan pengukuran intensitas penerangan
lokal
3. Mahasiswa mampu untuk melakukan penilaian dari hasil data pencahayaan
yang diperoleh.

8
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Lux Meter Lutron LX-101A

Gambar 2. Lux Meter


2. Alat Tulis

Gambar 3. Alat Tulis

3. Stopwatch

Gambar 4. Stopwatch

B. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengukuran cahaya adalah cahaya yang ada di
tempat (Laboratorium).

9
C. Prinsip Alat
Prinsip kerja alat ini merupakan sebuah photo cell yang bila kena cahaya
menghasilkan arus listrik yang dapat dilihat pada display lux meter.

D. Cara Kerja
1. Dipersiapkan alat Luxmeter Lutron LX-101A yang akan digunakan.
2. Sebelum dilakukan pengukuran, hendaknya dilakukan kalibrasi alat terlebih
dahulu.
3. Dipindahkan tombol Off/On ke posisi On.
4. Dipilih Range yang akan kita gunakan sesuai pencahayaan yang kita pakai
(Range A jika pengukuran < 2000 lux, Range B untuk pengukuran antara
2000 sampai 19900, dan Range C untuk pengukuran > 20000 lux). Karena
kita menggunakan alatnya didalam Laboratorium Terpadu yang dimana
Menurut SNI 03-6575-2001 untuk Laboratorium adalah 300 lux sampai
dengan 500 lux, sehingga kita menggunakan Range A.
5. Pada penerangan umum, pengukuran dilakukan disalah satu sudut yang
dimana Laboratorium tersebut telah dibagi menjadi beberapa bagian dengan
ukuran 100 x 100 cm. Sehingga photo cell diarahkan ke arah sumber cahaya
dan alat displaynya dipegang kurang lebih 85 cm dari lantai.
6. Pada penerangan lokal, pengukuran dilakukan di tempat tenaga kerja
melakukan kegiatannya. Tetapi karena pengukuran yang dilakukan di
Laboratorium yang dimana tenaga kerja berpindah-pindah sehingga proses
pengukuran dilakukan ditengah-tengah bagian.
7. Jika layar luxmeter sudah menunjukkan angka digital yang stabil, dicatatlah
angka tersebut.
8. Setelah digunakan alat tersebut, dipindahkan tombol Off/On ke posisi On.
Kemudian, simpanlah ditempatnya seperti semula.

10
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hari : Senin
Tanggal : 2 Maret 2020
Waktu : 07.00 – 10.00 WITA.
Lokasi Praktikum : Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
UHO
Alat : Lux Meter Lutron LX-101A
Berdasarkan metode pengukuran pencahayaan, didapatkan hasil sebagai
berikut :
1. Pengukuran Intensitas Penerangan Umum
Luas Laboratorium Terpadu dibagi menjadi beberapa bagian, dengan
ukuran 100 x 100 cm.
1 2 3 4 5 6
T1 = 49 lux T2 = 68 lux T3 = 70 lux T4 = 68 lux T6 = 70 lux
T5 = 78 lux

T12 = 69 lux T11 = 91 lux T10 = 90 lux T9 = 91 lux T8 = 92 lux T7 = 76 lux


12 11 10 9 8 7

T13 = 75 lux T14 = 98 lux T15 = 100 lux T16 = 94 lux T17 = 107 lux T18 = 92 lux
13 14 15 16 17 18

T24 = 83 lux T23 = 101 lux T22 = 109 lux T21 = 115 lux T20 = 118 lux T19 = 103 lux

24 23 23 22 22 21 21 20 20 19

T25 = 73 lux T26 = 71 lux T27 = 87 lux T28 = 110 lux T29 = 99 lux T30 = 93 lux
25 26 26 27 27 28 28 29 29 30

11
T36 = 59 lux T35 = 71 lux T34 = 76 lux T33 = 83 lux T32 = 95 lux T31 = 95 lux
36 35 34 33 32 31

T37 = 47 lux T38 = 57 lux T39 = 70 lux T40 = 83 lux T41 = 89 lux T42 = 76 lux
37 38 39 40 41 42

T48 = 48 lux T47 = 57 lux T46 = 65 lux T45 = 75 lux T44 = 70 lux T43 = 58 lux
48 47 46 45 44 43

BARAT

SELATAN UTARA

TIMUR

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛


𝐵𝑒𝑠𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑈𝑚𝑢𝑚 = (𝑙𝑢𝑥)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘

3914
= 𝑙𝑢𝑥 = 81,54 𝑙𝑢𝑥
48

12
2. Pengukuran Intensitas Penerangan Lokal

Jumlah intensitas cahaya = 119 lux


Di meja dosen kepala Laboratorium
Terpadu melakukan aktivitasnya.

Gambar 5. Pengukuran
Intensitas Penerangan Lokal

B. Pembahasan
Pada praktikum ini, kami mengukur penerangan umum dan penerangan lokal
di Laboratorium terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Halu
Oleo dengan menggunakan alat lux meter. Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, pengukuran pencahayaan umum dilakukan pada 48 titik didalam
Laboratorium Terpadu dengan perolahan rata-rata sebagai berikut :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑐𝑎ℎ𝑎𝑦𝑎 (𝑙𝑢𝑥)


= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘
49+68+70+68+78+70+76+92+91+90+91+69+75+98+100+94+107+92+103+118+115+109+101+83+73
+71+87+110+99+93+95+95+83+76+71+59+47+57+70+83+89+76+58+70+75+65+57+48
=
48
3914
= 𝑙𝑢𝑥 = 81,54 𝑙𝑢𝑥
48

Dengan hasil rata-rata yang diperoleh dalam penerangan umum di


Laboratorium Terpadu sebesar 81,54 lux. Sedangkan pengukuran lokal yang
dilakukan pada satu titik di Laboratorium Terpadu, yang diukur ditengah-
tengah tempat kerja staff/dosen Laboratorium karena tempat kerjanya
berpindah-pindah. Sehingga untuk pengukuran pencahayaan lokal diperoleh
hasil sebesar 119 lux.

13
Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-6575-2001, kuat pencahayaan
minimum yang direkomendasikan untuk ruang kuliah adalah 200 lux s/d 250
lux dan untuk laboratorium adalah 300 lux s/d 500 lux. Dapat diketahui bahwa
intensitas cahaya di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo tidak memenuhi syarat. Hal ini dikarenakan didalam
Laboratorium Terpadu tersebut terdapat beberapa jendela yang dimana jendela
tersebut selalu tertutup dengan gorden. Apabila gorden ataupun tirai tersebut
dibuka paparan cahaya sinar matahari tidak dapat menembus langsung ke dalam
Laboratorium tersebut dikarenakan tertutupi oleh gazebo dibelakang fakultas
beserta pepohonan yang lain.
Pada penerangan lampu juga yang dipasang di Laboratorium tersebut tidak
semua menyala, dikarenakan lampunya yang sudah kehabisan masa
menyalanya dan belum sempat diganti sehingga kondisi cahaya pada ruangan
tersebut mendapatkan pencahayaan yang tidak sesuai. Hal tersebutlah yang
dapat menghasilkan dampak-dampak kesehatan terjadi seperti kelelahan mata,
kelelahan mental, keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala, serta
kerusakan indera mata dan lain-lain. Sehingga pengaruh kelelahan pada mata
tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, seperti
kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan, serta
kecelakan kerja meningkat. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu
pencahayaan alam atau buatan diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan,
penempatan bola lampu dapat menghasilkan penyinaran optimum sehingga
perlu dilakukan pembersihan berkala pada bola lampu, penggantian pada bola
lampu yang tidak berfungsi, penggunaan korden dan perawatan jendela, dan
lain-lain.

14
IV. KESIMPULAN
1. Alat yang digunakan dalam pengukuran pencahayaan tersebut adalah Lux
Meter Lutron LX-101A.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, terdapat
48 titik sebagai penerangan umum. Dengan hasil rata-rata yang didapatkan
dalam penerangan lokal ini adalah 81,54 lux. Sedangkan pengukuran lokal yang
dilakukan ditengah-tengah pencahayaan, hasil yang didapatkan adalah 119 lux.
2. Menurut Standar Nasional Indonesia SNI 03-6575-2001, kuat pencahayaan
minimum yang direkomendasikan untuk ruang kuliah adalah 200 lux s/d 250
lux dan untuk laboratorium adalah 300 lux s/d 500 lux. Dapat diketahui bahwa
intensitas cahaya di Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Halu Oleo tidak memenuhi syarat.
3. Hal tersebutlah yang dapat menghasilkan dampak-dampak kesehatan terjadi
seperti kelelahan mata, kelelahan mental, keluhan pegal didaerah mata dan sakit
kepala, serta kerusakan indera mata dan lain-lain. Sehingga pengaruh kelelahan
pada mata tersebut akan bermuara kepada penurunan performansi kerja, seperti
kehilangan produktivitas, kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan, serta
kecelakan kerja meningkat.
4. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu pencahayaan alam atau buatan
diupayakan agar tidak menimbulkan kesilauan, penempatan bola lampu dapat
menghasilkan penyinaran optimum sehingga perlu dilakukan pembersihan
berkala pada bola lampu, penggantian pada bola lampu yang tidak berfungsi,
penggunaan korden dan perawatan jendela, dan lain-lain.

15
DAFTAR PUSTAKA

Juddah, Safruddin, dkk. 2006. Pengaruh Orientasi Dan Luas Bukaan Terhadap
Intensitas Pencahayaan Pada Ruang Laboratorium. Makassar: Universitas
Hasanuddin.

Pratiwi, Arum Dian. 2020. Panduan Praktikum Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(K3). Kendari: Universitas Halu Oleo.

Putri, Rizkiyah Nur dan Trifiananto, M. 2018. Analisis Tingkat Pencahayaan Di


Akademi Komunitas Semen Indonesia – Gresik. Gresik: Akademi Komunitas
Semen Indonesia Gresik.

Rahmayanti, Dina dan A.L., Angela Artha. 2015. Analisis Bahaya Fisik : Hubungan
Tingkat Pencahayaan Dan Keluhan Mata Pekerja Pada Area Perkantoran Health,
Safety, And Environmental (HSE) PT PERTAMINA RU VI Balongan. Padang:
Universitas Andalas.

Saputro, Dwi. 2009. Pengendalian Intensitas Penerangan Dengan Penambahan


Kelambu Guna Mengurangi Kelelahan Mata di Kantor RSUD Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas maret.

Suhardi, Bambang. 2008. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi Industri Jilid 2.
Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Widyastuti, Diah Suwarti. 2018. Intensitas Penerangan Pada Ruang Kelas Dan
Laboratorium Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
LAMPIRAN :

Gambar 6. Proses Pengukuran Pencahayaan 1 Gambar 7. Proses Pengukuran Pencahayaan 2

Gambar 8. Proses Pengukuran Pencahayaan 3 Gambar 9. Proses Pengukuran Pencahayaan 4

Gambar 10. Proses Pengukuran Pencahayaan 5 Gambar 11. Proses Pengukuran Pencahayaan 6

Gambar 12. Proses Pengukuran Pencahayaan 7 Gambar 13. Proses Pengukuran Pencahayaan 8

18
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii


DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Teori ......................................................................................................... 1

B. Tujuan Praktikum ............................................................................................. 18

II. ALAT DAN BAHAN


A. Alat ................................................................................................................... 19

B. Bahan................................................................................................................ 19

C. Prinsip Alat ...................................................................................................... 20

D. Cara Kerja ........................................................................................................ 20

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil ................................................................................................................. 22

B. Pembahasan ...................................................................................................... 23

IV. KESIMPULAN .................................................................................................... 26


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Faktor Skala Gelombang Sinusoidal ............................................................... 2

Tabel 2. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan Dan Tangan .......... 5

Tabel 3. Tabel mengenai level kenyamanan tubuh ketika terpapar getaran mekanis
menurut ISO 2631-1 (1997) .......................................................................................... 6

Tabel 4. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan ........................... 6

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagian-Bagian Vibration Meter ................................................................ 17

Gambar 2. Vibration Meter ......................................................................................... 19

Gambar 3. Alat Tulis ................................................................................................... 19

Gambar 4. Stopwatch .................................................................................................. 19

Gambar 5. Sepeda Motor Yamaha Mio Fino .............................................................. 20

Gambar 6. Sepeda Motor Yamaha Vega Force .......................................................... 20

Gambar 7. Proses Pengukuran Getaran 1 .................................................................... 28

Gambar 8. Proses Pengukuran Getaran 2 .................................................................... 28

Gambar 9. Proses Pengukuran Getaran 3 .................................................................... 28

Gambar 10. Proses Pengukuran Getaran 4 .................................................................. 28

Gambar 11. Proses Pengukuran Getaran 5 .................................................................. 28

Gambar 12. Proses Pengukuran Getaran 6 .................................................................. 28

Gambar 13. Proses Pengukuran Getaran 7 .................................................................. 28

Gambar 14. Proses Pengukuran Getaram 8................................................................. 28

iv
I. PENDAHULUAN
A. Dasar Teori
1. Teori Dasar Getaran
Getaran adalah gerakan osilasi disekitar sebuah titik, gerakan massa yang
diberikan gaya (forced vibration) tanpa friction/gesekan. Getaran mesin
adalah gerakan suatu bagian mesin maju dan mundur dari keadaan diam.
Getaran yang ditimbulkan pada suatu mesin dapat mengambarkan kondisi
gerakan-gerakanyang tidak diinginkan pada komponen-komponen mesin.
(Sunarko, 2010)
2. Karakteristik Getaran
Kondisi suatu mesin dan masalah-masalah kerusakan mekanik yang
terjadidapat diketahui dengan mengukur karakteristik sinyal getaran pada
mesin tersebut dengan mengacu pada gerakan pegas. Karakteristik suatu
getaran dengan memetakan gerakan dari pegas tersebut terhadap waktu.
(Sunarko, 2010)
Nilai satuan-satuan skala faktor yang digunakan pada pengukuran getaran
pada umumnya sebagai berikut : Nilai Peakto peak adalah nilai amplitudo
dari gelombang sinusosidal mulai batas atas sampai batas bawah atau 2 x
nilai peak, nilai Peak adalah nilai amplitude nilai normal = 0 sampai batas
atas, nilai RMS (Root Mean Square) adalah nilai yang sering digunakan
untuk untuk mengklasifikasi keparahan getaran pada suatu mesin
yangmengukur energi efektif yang menghasilkan getaran pada mesin dan
Nilai Average adalah nilai rata-rata amplitudo. (Sunarko, 2010)

1
Tabel 1. Faktor Skala Gelombang Sinusoidal
No. Keterangan Nilai Faktor Skala
1. Peak 1
2. RMS 0,717 X Peak
3. Average 0,637 X Peak
4. Peak-to-Peak 2 X Peak
Sumber : Benny Kresno Sunarko, FMIPA UI, 2010.

3. Pengertian Getaran Mekanis


Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah
bolak-balik dari kedudukan keseimbangannya.( PER.13/MEN/X/2011).
Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga
pengaruhnya bersifat mekanis. Vibrasi adalah getaran, dapat disebabkan
oleh getaran udara atau getaran mekanis, misalnya mesin atau alat-alat
mekanis lainnya. Getaran ialah gerakan osilasi disekitar sebuah titik. Getaran
merupakan efek suatu sumber yang memakai satuan hertz (Depkes, 2003).
Getaran mekanis adalah salah satu faktor berbahaya di tempat kerja yang
disebabkan oleh peralatan atau mesin yang sedang dioperasikan (Depnaker,
1996). Getaran (vibrasi) adalah suatu faktor fisik yang menjalar ketubuh
manusia, mulai dari tangan samapi keseluruh tubuh turut bergetar
(oscilation) akibat getaran peralatan mekanis yang digunakan dalam tempat
kerja. (Waskito, 2015)
4. Jenis Getaran Mekanis
Menurut (Waskito, 2015) mengatakan bahwa getaran mekanis
dikelompokkan kembali menjadi 2 yaitu :
a. Getaran seluruh tubuh (whole body vibration)
Getaran seluruh tubuh atau umum (whole body vibration) yaitu
terjadinya getaran pada tubuh pekerja yang bekerja sambil duduk atau

2
sedang berdiri dimana landasannya yang menimbulkan getaran. Biasanya
frekuensi getaranini adalah sebesar 5-20 Hz.
Getaran seluruh badan terutama pada alat angkut dalam kegiatan
industri, traktor pertanian dan perlengkapan lainya untuk mengerjakan
tanah. Selain getaran seluruh badan oleh alat angkut tersebut, seseluruhan
badan dapat ikut bergetar oleh beroperasinya alat-alat berat yang
memindahkan getaran mekanis dari alat berat dimaksud ke suluruh badan
tenaga kerja lewat getaran lantai melalui kaki. Percepatan getaran
mekanis pada alat angkutan, biasanya berfrekuensi 1-20 Hz, walaupun
kadang-kadang frekuensinya dapat meningkat menjadi beberapa ratus
Hz, berkisar antara 0,1 – 0,3 g (g=9,81 meter/detik2), sedangkan pada
getaran mekanis pekerjaan konstruksi bangunan dan juga pada traktor
pertanian percepatannya sering melebihi 1 g. Getaran mekanis demikian
jauh dari bentuk senusoid, melainkan terdiri dari komponen tidak teratur
dengan puncak percepatan maksimumnya.
b. Getaran lengan tangan (hans arm vibration)
Getaran setempat yaitu getaran yang merambat melalui tangan akibat
pemakaian peralatatan yang bergetar, frekuensinya biasanya antara 20-
500 Hz. Frekuensi yang paling berbahaya adalah pada 128 Hz, karena
tubuh manusia sangat peka pada frekuensi ini. Getaran ini berbahaya pada
pekerjaan seperti: Supir bajaj, operator gergaji rantai, tukang potong
rumput, gerinda, penempa palu dsb.
Berbagai pekerjaan dalam industri manufaktur, perkebunan,
kehutanan, konstruksi dan pertambagan secara terus menerus
menggunakan mesin atau peralatan bergetar. Dalam pertambangan alat
demikian adalah tukul yang secara mekanis dipukul alat pengebor; yang
dinegara maju telah diganti dengan mesin. Di pengeboran dan pengecoran
logam, biasanya dipakai gerinda mesin sehingga pekerjaan menggerinda
dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Tukul mekanis sering diganti

3
dengan mesin kempa, yang beroprasi secara otomatis. Pada pekerjaan
kehutanan dipakai gergaji mesin yang menimbulkan getaran-getaran
tangan kepada operatornya. Demikian pula mesin pengeras jalan yang
digunakan pada pekerjaan konstruksi dan pemeliharaan jalan.
5. Sumber Getaran Mekanis
Perkakas yang bergetar secara luas dipergunakan dalam industri logam,
perakitan kapal, dan otomotif, juga dipertambangan, kehutanan dan pekrjaan
konstruksi. Perkakas yang paling banyak digunakan adalah bor pneumartik,
alat-alat ini menghasilkan getaran mekanis dengan ciri fisik dan efek
merugikan yang berbeda. (Waskito, 2015)
Pada perum perhutani sumber getaran yang ada pada peralatan seperti
band resaw, cross cut, low band saw, planer, band saw, double cross cut
dan spindle moulder.(Waskito, 2015)
6. Nilai Ambang Batas Getaran Mekanis
Untuk mengetahui pengaruh getaran terhadap kesehatan kerja, maka
perlu diketahui nilai ambang batas dari getaran ini. Cara untuk mengetahui
nilai ambang batas dilakukan dengan mengukur getaran yang ada kemudian
dibandingkan dengan NAB yang diizinkan. (Waskito, 2015)
Menurut Canadian Government Specification CDA/MS/NVSH 107
Vibration Limited Maintenance untuk mesin-mesin jenis elektrik motor yang
kondisinya tidak baru, jika getaran yang ditimbulkan telah melampaui 130
dB atau 3,2 mm/detik (velocity) maka mesin tersebut perlu dilakukan
pengecekan. Dan jika getaran yang ditimbulkan telah melampaui 135 dB
atau 5,6 mm/detik (velocity) maka kondisi mesin harus diperbarui. Saat ini
Indonesia dipakai nilai ambang batas getran berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.13/MEN/X/2011.(Waskito,
2015)

4
Berikut ini NAB getaran berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor : PER.13/MEN/X/2011 mengenai Nilai Ambang
Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.
Tabel 2. Nilai Ambang Batas Getaran Untuk Pemaparan Lengan Dan Tangan

Nilai percepatan pada frekuensi dominan


Jumlah waktu pemajanan
Per hari kerja Gram (1 gram : 9,81
(m/det2)
m/det2)
4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,40
2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61
1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81
Kurang dari 1 jam 12 1,22
Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : PER.13/MEN/X/2011
Catatan:
1 Gravitasi = 9,81 m/det2
Selain itu, disebutkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
danTransmigrasi bahwa Nilai Ambang Batas (NAB) getaran alat kerja yang
kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan tangan tenaga kerja
ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat (m/det2). Sedangkan NAB
getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh tubuh
ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/det2). (Waskito, 2015)
Nilai ambang batas Whole Body Vibration dihitung berdasarkan bagian
penopang tubuh tebaga kerja, Apabila tenaga kerja duduk maka yang diukur
adalah getaran dari alas duduk dan sandarannya. Dan apabila pekerja berdiri
maka yang diukur adalah getaran pada lantai atau penopang kaki. (Waskito,
2015)
Peraturan ISO terhadap getaran mekanis lebih menekankan pada
kenyamanan dan keamanan pekerja di tempat kerja. Tenaga kerja yang
terpajan getaran melampaui nilai ambang batas (NAB) secara kontinyu akan
merasakan kelelahan (fatique) sehingga mempengaruhi produktivitas kerja,
Aturan ISO memberikan hubungan antara frekuensi dan besarnya amplitudo

5
mbung

getaran yang diijinkan untuk lama pemaparan 8 jam dalam satu hari kerja.
(Waskito, 2015)
Menurut ISO tubuh akan merasa sangat tidak nyaman ketika NAB
getaran mekanis diatas 0,8m/det2 .(Waskito, 2015)
Tabel 3. Tabel mengenai level kenyamanan tubuh ketika terpapar getaran
mekanis menurut ISO 2631-1 (1997)
Skala Nilai Percepatan (m/dt2)
Sangat tidak nyaman ekstrim Lebih dari 2,0
Sangat tidak nyaman 1,6 – 2,0
Tidak nyaman 1,0 – 1,6
Agak tidak nyaman 0,63 – 1,0
Sedikit kurang nyaman 0,315 – 0,63
Nyaman Kurang dari 0,315
Sumber : ISO 2631-1 (1997)

7. Baku Tingkat Getaran Mekanis


Batas maksimum tingkat getaran Mekanik yang diizinkan dari satuatu
kegiatan pada media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan
kenyamanan dan keutuhan bangunan.Berikut merupakan baku tingkat
getaran yang diperkenenkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Getaran.
(Waskito, 2015)
Tabel 4. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan
Nilai Tingkat getaran, dalam mikron (10 - 6 meter)
Frekuensi
Tidak
(Hz) Mengganggu Tidak Nyaman Menyakitkan
Mengganggu
4 < 100 100 – 500 > 500 – 1000 > 1000
5 < 80 80 – 350 > 350 – 1000 > 1000
6,3 < 70 70 – 275 > 275 – 1000 > 1000
8 < 50 50 – 160 > 160 – 500 > 500
10 < 37 37 – 120 > 120 – 300 > 300
12,5 < 32 32 – 90 > 90 – 220 > 220
16 < 25 25 – 60 > 60 – 120 > 120
20 < 20 20 – 40 > 40 – 85 > 85

6
25 < 17 17 – 30 > 30 – 50 > 50
31,5 < 12 12 – 20 > 20 – 30 > 30
40 <9 9 – 15 > 15 – 20 > 20
50 <8 8 – 12 > 12 – 15 > 15
Sumber :Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996
Konversi :
Percepatan = (2πf)2 x simpangan
Kecepatan = 2πf x simpangan
π = 3.14

8. Efek Getaran Mekanis


Menurut (Waskito, 2015) mengatakan bahwa getaran mekanis dapat
menyebabkan beberapa efek terhadap manusia, antara lain:
a. Efek mekanis terhadap jaringan.
b. Rangsangan reseptor syaraf didalam jaringan.
Pada gangguan mekanik sel-sel jaringan rusak atau metabolismenya
terganggu. Pada rangsangan reseptor, gangguan terjadi mungkin melalui
syaraf sentral atau langsung pada syaraf autonom. Kedua mekanisme ini
terjadi secara bersama-sama. Untuk maksud praktis, (Waskito, 2015)
membedakan tiga tingkat efek getaran mekanik adalah sebagai berikut :
a. Gangguan kenikmatan kerja, dalam hal ini efek getaran hanya terbatas
pada terganggunya nikmat kerja.
b. Terganggunya tugas yang terjadi bersama-sama dengan cepatnya
kelelahan.
c. Bahaya terhadap kesehatan.
Menurut (Waskito, 2015) mengatakan bahwa getaran mekanik dapat
ditimbulkan oleh banyak sekali faktor, antara lain:
a. Peralatan atau mesin yang sedang dioperasikan.
b. Peralatan atau mesin yang tidak bergerak.

7
Sepeda motor merupakan sarana transportasi yang digunakan di banyak
negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini dikarenakan sepeda motor
mudah digunakan untuk menempuh jarak dekat misalnya antara rumah dan
tempat bekerja. Banyak faktor yang mempengaruhi kenyamanan dan
kestabilan kendaraan, salah satunya adalah getaran yang disebabkan oleh
kondisi permukaan jalan yang tidak merata. Untuk mengatasi hal tersebut
yaitu dengan desain suspensi yang baik untuk mereduksi energi yang
ditransfer ke pengendara (sprung mass). Ketidaknyamanan akibat
mengendarai sepeda motor dalam waktu yang lama menimbulkan kelelahan
yang bisa berakibat fatal pada pengendara berupa kecelakaan. (Nabilah,
2017)a
Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada sifat
pemaparan, yaitu bagian tubuh yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk
pemaparan dapat dibagi dalam 2 katagori sebagaimana yang dikatakan
(Waskito, 2015) sebagai berikut :
a. Pemaparan seluruh tubuh (Whole body vibration)
Getaran seluruh tubuh terutama terjadi pada alat pengangkut, misalnya
truk, alat-alat berat dapat pula dipindahkan ke seluruh tubuh lewat getaran
lantai melalui kaki. Getaran yang penting adalah getaran dari tempat
duduk dan topangan kaki, karena diteruskan ke tubuh.
Dalam keadaan duduk, seluruh tubuh dapat dianggap satu kesatuan
massa terhadap getaran. Pada posisi tubuh yang berbeda-beda dengan
arah getaran, penghantaran getaran dapat berbeda-beda. Isi perut pada
segala sikap tubuh dapat dianggap sebagai satu kesatuan terhadap getaran
sampai dengan 9 Hz. Namun pada frekuensi yang lebih besar, alat-alat
yang ada akan mengikuti getarannya sendiri-sendiri.
Efek getaran dalam tubuh tergantung dari jaringan. Hal ini didapatkan
pada frekuensi alami, yaitu 3-9 Hz untuk kesatuan getaran pada bagian
tubuh seperti dada dan perut. Frekuensi lebih tinggi dapat mempengaruhi

8
alat-alat dengan frekeunsi alami yang lebih tinggi pula. Leher, kepala, dan
pinggul, beresonansi baik terhadap getaran pada frekuensi 10 Hz.
Getaran-getaran kuat dapat menyebabkan rasa nyeri yang luar biasa.
Mata paling banyak dipengaruhi oleh getaran mekanis. Pada frekuensi
samapi 4 Hz, mata masih dapat mengikuti getaran-getaran antara kepala
dan sasaran, sedangkan frekuensi selanjutnya mata sudah tidak dapat
mengikuti lagi. Pada frekuensi tinggi, penglihatan dapat terganggu.
Gangguan kerja oleh getaran adalah akibat gangguan menggerakkan
tangan dan menurunnya ketajaman penglihatan. Pada pemaparan jangka
pendek atau akut menyebabkan :
1) Motion sickness/mabuk perjalanan (mual dan lelah)
2) Pandangan kabur
3) Pusing
4) Tidak nyaman
5) Nyeri dada
6) Hilang keseimbangan
7) Perubahan suara
8) Nafas pendek
9) Tidak bisa bekerja secara presisi.
Pada pemaparan jangka panjang atau kronis dapat menyebabkan :
1) Kerusakan permanen pada tulang dan persendian
2) Gangguan pencernaan
3) Efek pada tekanan darah yang dapat menimbulkan masalah pada
jantung dan pembuluh darah
4) Efek pada system syaraf, misal : sakit kepala, gangguan tidur, lemah,
lelah dan lesu
5) Ganggun fungsi reproduksi wanita
6) Hernia.

9
Menurut (Nabilah, 2017) menyatakan bahwa efek dari paparan whole
body vibration berbeda-beda tergantung pada tingkatan akselerasi,
frekuensi dancara pemaparannya keseluruh tubuh. Secara umum, whole
body vibration dapat menyebabkan nyeri, penglihatan kabur dan
gemetaran (shakeness) kerusakan organ bagian dalam serta nyeri tulang
belakang. Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya
frekuensi yang mengenai tubuh, antara lain:
1) 3-9 Hz akan timbul resonansi pada dada dan perut
2) 6-10 Hz dengan intensitas 0.6 gram tekanan darah, denyut
jantung pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah
3) 10 Hz leher, kepala, pinggul kesatuan otot dan tulang akan beresonansi
4) 13-15 Hz tenggorokan akan mengalami resonansi
5) > 20 Hz tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot
menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
b. Hand Arm Vibration
Ada pekerjaan – pekerjaan dalam industri, pertambangan maupun
kehutanan, yang menggunakan alat-alat bergetar secara terus menerus.
Misalnya pengebor kempa di pertambangan, gerinda pada pabrik baju,
atau gergaji listrik pada pekerjaan di kehutanan, dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan akibat getaran mekanis pada lengan.
Gangguan-gangguan tersebut antara lain kelainan dalam peredaran
darah dan persarafan, serta kerusakan pada persendian dan tulang. Gejala
kelainan pada peredaran darah dan persarafan sangat mirip dengan
fenomena Raynaud. Gejala-gejala awal adalah pucat dan kekakuan pada
ujung-ujung jari yang terjadi berulang secara tidak teratur.Mula-mula
pada sebelah tangan kemudian dapat meluas pada kedua tangan secara
asimetris. Serangan berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa
jam, dengan tingkatan yang berbeda dalam hal intensitas nyeri,
kehilangan daya pegang dan pengendalian otot.

10
Pada kebanyakan tenaga kerja, tingkat akhir dari penyakit masih
memungkinkan mereka bekerja dengan alat-alat yang bergetar. Namun
pada berbagai hal, penyakit demikian memburuk, sehingga kapasitas
kerja terganggudan tenaga kerja harus menghentikan pekerjaannya. Dari
sudut cacat kerja, perasaan nyeri kurang pentingnya di banding dengan
hilangnya perasaan tangan dan tidak dapat digunakan sebagai semestinya.
Hal ini terutama berat bagi pekerjaan dengan tangan kanan yang
memerlukan ketelitian terutama dengan alat kecil yang berputar. Otot-
otot yang menjadi lemah biasanya abduktor jari kelingking, otot-otot
interossea, dan fleksin dari jari-jari.
Tenaga kerja normal yaitu yang tidak mengalami gangguan getaran
pada tangannya memperlihatkan sedikit saja penurunan suhu kulit tangan
tepat sesudah bekerja mengalami getaran dan suhu kulit tangannya akan
naik 1-2 derajat sesudah terpapar getaran selama 5 menit. Gejala yang
timbul akibat hand arm vibration syndrome adalah mati rasa yang
sifatnya sementara pada ujung jari tetapi tidak mempengaruhi aktivitas
kerja. Selanjutnya ujung jari memutih, ada rasa sakit jika aliran darah
kembali normal. (Nabilah, 2017)
Tenaga kerja yang terpapar oleh getaran lengan tangan, efek dalam
jangka waktu pendek yang akan timbul adalah kelelahan dan
ketidaknyamanan saat bekerja serta turunnya produktivitas kerja.
Pemaparan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya
Carpal Tunnel Syndrome (CTS). (Nabilah, 2017)
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah salah satu penyakit akibat
kerjayang terjadi sebagian besar pada industri manufaktur. Carpal Tunnel
Syndrome (CTS) merupakan suatu gangguan yang timbul karena
terowongan karpal atau celah di lengan tangan bawah sampai pergelangan
tangan terjadi penyempitan. Penyempitan tersebut akibat dari adanya
edema fasia atau akibat dari kelainan ditulang kecil bagian tangan yang

11
menimbulkan penekanan saraf nervusmedianus di lengan tangan bawah
hingga pergelangan tangan. CTS menimbulkan gejala utama yang
ditandai dengan adanya rasa kesemutan, rasa nyeri pada jari terutama di
malam hari, kehilangan rasa (mati rasa), tangan kaku, otot tangan lemah
hingga terjadi atrofi otot. (Nabilah, 2017)
Menurut (Nabilah, 2017) vibrasi dapat menyebabkan perubahan dalam
tendon, otot, tulang dan sendi dan dapat mempengaruhi sistem saraf.
Secara kolektif, efek vibrasi tangan lengan dikenal dengan
Hand Arm Vibration Syndrome (HAVS). Tenaga kerja yang mengalami
hand arm vibration syndrome akan mengalami beberapa gejala, seperti:
1) Serangan pemutihan (blancing) satu jari atau lebih bila juga terpapar
dingin
2) Rangsangan nyeri seperti disengat (tingling) dan kehilangan rasa di jari
3) Kehilangan rasa rabaan lembut
4) Sensasi nyeri dan dingin diantara serangan jari menjadi putih
(white finger)
5) Kehilangan kekuatan menggenggam
6) Struktur tulang membentuk kista di jari dan pergelangan tangan.
9. Pengendalian Getaran Mekanis
Pengendalian getaran mekanis menurut (Waskito, 2015) adalah sebagai
berikut :
a. Pengendalian secara umum
Internasional Organization For Standarization Mengeluarkan (ISO
2631- 1974) Pedoman Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
untuk Pengurangan Pemaparan Terhadap Getaran Kerja.
1) Isolasi sumber getar
2) Isolasi pekerja atau operator dengan penagturan istirahat dan shift
3) Mengurangi waktu pemaparan
4) Bila mungkin dilakukan dengan remote control

12
5) Memperbaiki desain ergonomis
6) Melangkapi perawtan yang dapat menahan atau menyerap getaran
7) Merawat mesin sebaik-baiknya
8) Pemeriksaan kesehatan awal
9) Pemeriksaan kesehatan berkala.
Secara garis besar ada 3 pendekatan yang digunakan untuk
mengendalikan getaran, yaitu:
1) Mencegah atau mengurangi pemaparan getaran sesuai dengan nilai
ambang batas NAB, misalnya dengan memperbaiki desain dari
sistem suspensi kendaraan/ mesin/ peralatan dan melakukan
perawatan mesin/peralatan secara teratur.
2) Isolasi terhadap getaran, misalnya menjauhkan tenaga kerja dari
sumber getaran mekanis, menggunakan penyekat atau bantalan
peredam, menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan.
3) Mengurangi waktu pemaparan dengan rotasi kerja, istirahat kerja 10-
15 menit tiap 1 jam kerja.
4) Secara umum, upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
pemaparan getaran mekanis yang melebihi NAB adalah :
a) Mengisolasi sumber getaran dan pekerja dari sumber getaran.
b) Mengurangi pemaparan terhadap getaran.
c) Melengkapi peralatan mekanis dengan penahan atau penyerap
getaran.
d) Melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala.
e) Para pekerja dianjurkan untuk memakai peralatan yang cukup
untuk mempertahankan suhu badan dan memakai sarung tangan.
f) Sebelum bekerja harus diadakan pemanasan, tidak memegang
peralatan yang bergetar terlalu erat serta mengoperasikan alat
yang bergetar tidak sampai kapasitas penuh.

13
g) Jika pekerja merasakan tanda tanda kesemutan, kaku, jari-jari
memutih atau membiru harus segera memeriksakan ke dokter.
b. Pengendalian Getaran pada Industri
Pengendalian getaran pada industri ada beberapa cara, di
antaranyaadalah sebagai berikut :
1) Pengendalian Teknis
a) Memakai peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya
(dilengkapi dengan peredam).
b) Menambah peredam di antara tangan dan alat, misalnya membalut
pegangan alat dengan karet.
c) Merawat peralatan dengan teratur dengan mengganti bagian-
bagian yang aus atau memberi pelumasan.
d) Meletakkan peralatan dengan teratur alat yang diletakkan di atas
meja yang tidak stabil dan kuat dapat menimbulkan getaran di
sekelilingnya.
e) Menggunakan remote control, tenaga kerja tidak terkena paparan
getaran karena dikendalikan dari jauh.
2) Pengendalian Administrasi
Merotasi pekerjaan. Apabila terdapat suatu pekerjaan yang
dilakukan oleh 3 orang, maka dengan mengacu pada NAB yang ada,
paparangetaran tidak sepenuhnya mengenai salah seorang tetapi
bergantian, dari A, B, dan C. Mengurangi jam kerja, sehingga sesuai
dengan NAB yang berlaku.
3) Pengendalian Medis
Pada saat awal, dan kemudian pemeriksaan berkala setiap 5 tahun
sekali. Sedangkan untuk kasus yang berlanjut, maka interval yang
diambil adalah 2 – 3 tahun sekali.
4) Pemakaian Alat Pelindung Diri

14
Pengurangan paparan dapat dilakukan dengan menggunakan
sarung tangan yang telah dilengkapi peredam getar (busa). Pada
kebanyakan tenaga kerja masih dapat bekerja dengan alat-alat yang
menimbulkan getaran. Namun, bila penyakit semakin memburuk,
kapasitas kerja akan terganggu sekali. Serangan akan hilang jika
peredaran darah kembali normal. Maka beberapa upaya yang dapat
dilakukan antara lain :
a) Pemanasan tangan ke dalam air panas.
b) Pemijatan sebaiknya dilakukan secara lembut, untuk
memperlancar peredaran darah.
c) Meniupkan udara panas ke tangan serta menggerakkan tangan
secara berputar.
d) Pengendalian getaran pada sepeda motor
Kita juga dapat mengukur getaran pada sepeda motor. Keadaan motor
yang dalam keadaan baik salah satu cirinya yaitu saat menaiki motor tidak
merasakan getaran. Apabila motor bergetar saat digunakan, paling sering
terjadi pada mesinnya hal ini bersumber dari putaran kruk as yang tidak
balance. Cara mengatasinya tidak ada cara lain selain membalancing ulang
crankshaft (kruk as) ke tukang bubut. Namun sebelum menuding kruk as
sebagai biang keladinya, ada cara lain yang perlu diselidiki terlebih dahulu,
yaitu :
1) Sebaiknya periksa terlebih dulu beberapa bagian motor. Karena bisa saja
penyebabnya bukan kruk as dan membalancing ulang kruk as, pastinya
membelah mesin terlebih dulu yang membutuhkan dana tidak sedikit.
2) Memeriksa dulu baut-baut pegangan mesinnya yang kemungkinan
mesin tersebut bautnya kendur atau tidak kencang hal ini menyebabkan
sasis tidak dapat meredam getaran mesin dengan baik. Jika ternyata itu
penyebabnya, segera kencangkan baut-baut pegangan mesin tersebut.

15
3) Memeriksa juga baut-baut bodi, poros lengan ayun, as roda, mur
komstir, dan sebagainya.
Bila semuanya baik-baik saja, namun permasalahan belum juga hilang,
maka perlu memeriksa putaran kedua roda. Pelek yang tidak presisi juga
dapat menyebabkan sepeda motor bergetar. Cara mengetahuinya :
1) Sepeda motor diparkir menggunakan standar tengah. Posisikan roda
yang hendak diperiksa pada keadaan mengambang (depan maupun
belakang). Kemudian roda tersebut diputar. Perhatikan apakah
putarannya center (lurus) atau speleng (bergoyang).
2) Jika memang putarannya tidak presisi akibat pelek bengkok, segera setel
ulang jari-jarinya. Apabila kerusakan peleknya parah, pres ulang atau
ganti dengan yang baru.
3) Begitu pula untuk pelek model racing. Jika ternyata putaran rodanya
bagus, baut pegangan mesin, bodi, lengan ayun serta as roda juga
mantap, namun getaran mesin tidak lenyap juga, baru bisa dipastikan
akibat putaran kruk as tidak balance.
Maka dari itu getaran mekanis yang berlebih harus dicegah atau
dikurangi agar tidak mempengaruhi kesehatan tenaga kerja yang dapat
menurunkan produktivitas kerja.
Berikut adalah Gambar alat vibration meter lutron beserta bagian-
bagiannya.

16
Ket.
1
7
1
1. Tombol RMS/PEAK
2 8
2. Tombol Hold
2
3 3. Tombol Off/On
7
4 4. Tombol Record
5 5. Tombol Recall
6
6. Tombol ACC/VEL
Gambar 1. Bagian-Bagian 7. Display Layar LCD
Vibration Meter
8. Sensor Vibration
Fungsi dari bagian-bagian alat vibration meter tersebut adalah sebagai
berikut.
b. Tombol RMS/PEAK, berfungsi sebagai pengukuran, tombol RMS untuk
mengukur besarnya peak.
c. Tombol Hold, berfungsi untuk menyimpan hasil pengukuran sehingga
layar LCD akan menunjukkan simbol dh.
d. Tombol Off/On, berfungsi sebagai tombol untuk menyalakan atau
mematikan alat.
e. Tombol Record, berfungsi untuk menunjukkan rata-rata pengukuran
maksimum dan minimum.
f. Tombol Recall, berfungsi apabila ditekan tombol recall yang pertama
akan menunjukkan nilai maksimal dan apabila ditekan tombol recall yang
kedua akan menunjukkan nilai minimal.
g. Tombol ACC/VEL, berfungsi apabila akan dilakukan pengukuran
kecepatan (ACC untuk pengukuran pada mesin-mesin tertentu atau bisa
juga dilakukan pada pengukuran percepatan, sedangkan VEL pada
pengukuran kecepatan).
h. Display Layar LCD, berfungsi sebagai untuk menampilkan hasil
pengukuran.

17
i. Sensor Vibration, berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau mengubah
besar sinyal getaran fisik menjadi sinyal analog.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum getaran ini adalah Mahasiswa mampu melakukan
pengukuran getaran.

18
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Vibration Meter Lutron VB-8201HA

Gambar 2.

2. Alat Tulis

Gambar 3.

3. Stopwatch

Gambar 4.

B. Bahan
1. Sepeda Motor Matic (Yamaha Mio Fino 125 Blue Core 125 cc, tahun 2016)

19
Stang
Sadel

Gambar 5. Sepeda Motor Pedal


Yamaha Mio Fino 125
Blue Core

2. Sepeda Motor Persneling (Yamaha Vega Force 114 cc, tahun 2015)

Stang

Sadel

Gambar 6. Sepeda Motor


Persneling Yamaha Vega
Force
Pedal

C. Prinsip Alat
Vibration meter merupakan perangkat elektronik yang digunakan untuk
menganalisa sinyal getaran pada mesin. Dibagian probe terdapat acceleration
sensor yang digunakan untuk menghasilkan sinyal tegangan ketika ditempelkan
pada getaran mesin. Sinyal tegangan ini nantinya akan dikirim ke perangkat
vibration meter melalui kabel perangkat. Sehingga akan terlihat grafik dan nilai
hasil pengukuran getaran.

D. Cara Kerja
1. Dipersiapkan alat Vibration Meter Lutron VB-8201HA yang akan
digunakan.
2. Dipasanglah “BNC Plug of cable” ke “BNC Socket of meter”
3. Dipindahkan tombol Off/On ke posisi On.

20
4. Untuk pengukuran percepatan dipilih “Acceleration/Velocity Switch” ke
ACC dan untuk pengukuran kecepatan dipilih ke VEL.
5. Dipilih “RMS/PEAK Switch” ke posisi “RMS”.
6. Jika bahan yang diukur terbuat dari besi, dihubungkanlah “vibration sensor”
yang merupakan magnet kepermukaan bahan yang diukur. Namun, jika
bahan yang diukur bukan berbahan besi, dihubungkanlah permukaan
“vibration sensor” dengan permukaan bahan yang diukur dengan
menggunakan tangan.
7. Ditekanlah tombol hold setiap detik ke 20, maka hasil pengukurannya akan
terlihat dilayar.
8. Dicatatlah hasil getaran yang tertera pada layar alat vibration meter.
9. Dilakukanlah kembali percobaan ini sebanyak 5 kali, dengan masing-masing
dalam hitungan 20 detik.
10. Dihitunglah rata-rata hasil pengukuran tersebut.
11. Setelah digunakan alat tersebut, dipindahkan tombol Off/On ke posisi On.
Kemudian, simpanlah ditempatnya seperti semula.

21
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hari : Senin
Tanggal : 2 Maret 2020
Waktu : 07.00 – 10.00 WITA.
Lokasi Praktikum : Laboratorium Terpadu Fakultas Kesehatan Masyarakat
UHO
Alat : Vibration Meter Lutron VB-8201HA
Berdasarkan metode pengukuran getaran, didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Sepeda Motor Matic (Yamaha Mio Fino 125 Blue Core 125 cc, tahun 2016)
Bagian Motor
Percobaan
Stang Sadel Pedal
I 12,5 (m/s²) 8,9 (m/s²) 42,0 (m/s²)
II 3,5 (m/s²) 2,8 (m/s²) 10,0 (m/s²)
III 4,7 (m/s²) 2,3 (m/s²) 5,3 (m/s²)
IV 2,2 (m/s²) 0,4 (m/s²) 10,9 (m/s²)
V 0,5 (m/s²) 1,6 (m/s²) 10,7 (m/s²)
Jumlah 23,4 (m/s²) 16 (m/s²) 78,9 (m/s²)
23,4 16 78,9
Rata-Rata = 4,68 𝑚/𝑠 2 = 3,2 𝑚/𝑠 2 = 15,78 𝑚/𝑠 2
5 5 5

0,5 m/s²
4 m/s² 0,5 m/s²
(Melebihi/Tidak
NAB (Melebihi/Tidak (Melebihi/Tidak
Memenuhi
Memenuhi Syarat) Memenuhi Syarat)
Syarat)
2. Sepeda Motor Persneling (Yamaha Vega Force 114 cc, tahun 2015)
Bagian Motor
Percobaan
Stang Sadel Pedal
I 9,7 (m/s²) 6,8 (m/s²) 26,7 (m/s²)
II 2,5 (m/s²) 1,5 (m/s²) 6,1 (m/s²)
III 1,9 (m/s²) 1,5 (m/s²) 12,3 (m/s²)
IV 4,8 (m/s²) 2,5 (m/s²) 5,3 (m/s²)
V 2,9 (m/s²) 1,7 (m/s²) 5,6 (m/s²)
Jumlah 21,8 (m/s²) 14 (m/s²) 56 (m/s²)
21,8 14 56
Rata-Rata = 4,36 𝑚/𝑠 2 = 2,8 𝑚/𝑠 2 = 11,2 𝑚/𝑠 2
5 5 5

22
0,5 m/s²
4 m/s² 0,5 m/s²
(Melebihi/Tidak
NAB (Melebihi/Tidak (Melebihi/Tidak
Memenuhi
Memenuhi Syarat) Memenuhi Syarat)
Syarat)

B. Pembahasan
Pada praktikum untuk menghitung getaran motor persneling dengan merek
Yamaha Vega Force dan matic yang bermerek Yamaha Mio Fino yaitu
menggunakalan alat vibration meter. Yang diukur getarannya tiap 5 kali dengan
waktu 20 detik di bagian stang, sadel, dan pedal motor. Pada hasil diatas dapat
kita lihat pada motor persneling dengan merek Yamaha Vega Force yang diukur
getarannya di bagian stang, sadel, dan pedal motor. Pada bagian stang motor,
diperoleh rata-rata sebesar 4,68 (m/s²). Pada bagian sadel memperoleh hasil
rata-rata sebesar 3,2 (m/s²). Dan pada bagian pedal memperoleh hasil rata-rata
sebesar 15,78 (m/s²). Sedangkan pada hasil pengukuran pada motor matic
bermerek Yamaha Mio Fino yang diukur getarannya di bagian stang, sadel, dan
pedal motor. Pada bagian stang memperoleh hasil rata-rata sebesar 4,36 (m/s²).
Pada bagian sadel memperoleh hasil rata-rata sebesar 2,8 (m/s²). Dan pada
bagian pedal memperoleh hasil rata-rata sebesar 11,2 (m/s²).
Dapat kita bandingkan antara motor persneling Yamaha Vega Force dan
motor matic Yamaha Mio Fino memiliki perbedaan getaran. Seperti yang kita
lihat pada perbandingan tahun pembuatan, motor matic Yamaha Mio Fino
memiliki getaran yang lebih kuat dibandingkan dengan motor persneling
Yamaha Vega Force karena seperti yang kita tahu bahwa motor matic Yamaha
Mio Fino keluaran tahun 2016 sedangkan motor persneling Yamaha Vega
Force keluaran tahun 2015. Pada perbandingan kapasitas mesin, motor matic
Yamaha Mio Fino ini juga memiliki getaran yang lebih kuat dibandingkan
dengan motor persneling Yamaha Vega Force karena seperti yang kita ketahui
pula bahwa kapasitas mesin pada motor matic Yamaha Mio Fino lebih tinggi
yaitu 125 cc sedangkan pada motor persneling Yamaha Vega Force yaitu 114

23
cc. Pada perbandingan motor antara motor matic Yamaha Mio Fino dengan
motor persneling Yamaha Vega Force, kita bisa bandingkan bahwa getaran
pada motor matic Yamaha Mio Fino lebih kuat daripada motor persneling
Yamaha Vega Force. Sehingga dilihat dari perbandingan tersebut, getaran
motor matic Yamaha Mio Fino lebih kuat. Jenis getaran terbagi menjadi 2 yaitu,
whole body vibration (getaran seluruh tubuh) dan hand arm vibration (getaran
pada lengan atau getaran sebagian). Pada motor matic Yamaha Mio Fino
dengan motor persneling Yamaha Vega Force, dibagian stang termasuk dari
getaran pada lengan atau getaran sebagian. Sedangkan pada bagian pedal dan
sadel termasuk dari getaran seluruh tubuh.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa Nilai
Ambang Batas (NAB) getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak
langsung pada lengan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik
kuadrat (m/s2). Sehingga pada bagian stang motor persneling dengan merek
Yamaha vega force dan stang motor matic dengan merek Yamaha Mio Fino
dapat dikatakan melebihi nilai ambang batas. Sedangkan dalam Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa Nilai Ambang Batas (NAB)
getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh
tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/s2). Sehingga pada
bagian sadel maupun pedal motor persneling dengan merek dengan merek
Yamaha Vega Force dan sadel maupun pedal motor matic dengan merek
Yamaha Mio Fino dapat dikatakan pula melebihi nilai ambang batas.
Dampak kesehatan yang terjadi apabila getaran melampaui nilai ambang
batas (NAB) pada seluruh tubuh dapat menyebabkan nyeri, penglihatan kabur,
gemetaran (shakeness) kerusakan organ bagian dalam, nyeri tulang belakang.
Sedangkan dampak kesehatan yang terjadi apabila getaran melampaui nilai
ambang batas (NAB) pada lengan tangan dapat menyebabkan mati rasa yang
sifatnya sementara pada ujung jari tetapi tidak mempengaruhi aktivitas kerja,
kelelahan dan ketidaknyamanan saat bekerja serta turunnya produktivitas kerja.

24
Pemaparan dalam jangan waktu yang lama juga dapat menyebabkan terjadinya
Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengurangi
pemaparan getaran sesuai dengan nilai ambang batas NAB, misalnya dengan
memperbaiki desain dari sistem suspensi kendaraan/ mesin/ peralatan dan
melakukan perawatan mesin/peralatan secara teratur; isolasi terhadap getaran,
misalnya menjauhkan tenaga kerja dari sumber getaran mekanis, menggunakan
penyekat atau bantalan peredam, menggunakan alat pelindung diri seperti
sarung tangan; mengurangi waktu pemaparan dengan rotasi kerja, istirahat
kerja 10-15 menit tiap 1 jam kerja; melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja
secara berkala; sebelum bekerja harus diadakan pemanasan, tidak memegang
peralatan yang bergetar terlalu erat serta mengoperasikan alat yang bergetar
tidak sampai kapasitas penuh.

25
IV. KESIMPULAN
1. Alat yang digunakan dalam pengukuran getaran tersebut adalah Vibration
Meter Lutron VB-8201HA. Kita dapat membandingkan antara motor
persneling Yamaha Vega Force dan motor matic Yamaha Mio Fino memiliki
perbedaan getaran. Kita bisa bandingkan bahwa getaran motor matic dengan
merek Yamaha Mio Fino lebih kuat daripada motor persneling Yamaha Vega
Force dengan dilihat dari beberapa perbedaan seperti tahun pembuatan,
kapasitas mesin serta dari motor itu sendiri.
2. Bagian yang termasuk pada getaran seluruh tubuh adalah bagian pedal dan
sadel. Sedangkan bagian yang termasuk pada getaran sebagian adalah stang.
3. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bahwa Nilai Ambang
Batas (NAB) getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung
pada lengan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik kuadrat
(m/s2). Sedangkan yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh
tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/s2). Sehingga pada
motor matic dengan merek Yamaha Mio Fino ataupun pada motor persneling
dengan merek Yamaha Vega Force dikatakan melebihi nilai ambang batas.
4. Dampak kesehatan yang terjadi apabila getaran melampaui nilai ambang batas
(NAB) dapat menyebabkan nyeri, penglihatan kabur, gemetaran (shakeness)
kerusakan organ bagian dalam, nyeri tulang belakang, kelelahan dan
ketidaknyamanan saat bekerja serta turunnya produktivitas kerja. Pengendalian
yang dapat dilakukan adalah mencegah atau mengurangi pemaparan getaran
sesuai dengan nilai ambang batas NAB; isolasi terhadap getaran; mengurangi
waktu pemaparan dengan rotasi kerja, istirahat kerja 10-15 menit tiap 1 jam
kerja

26
DAFTAR PUSTAKA

Manullang, Anindyka Lamhot Edward. 2015. Evaluasi, Pencahayaan, Kebisingan,


Temperatur, dan Getaran Pada Line 3 PT South Pasific Viscose. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Nabilah, Sitti Rahmah. 2017. Efek Getaran Pada Pengendara Kendaraan Mobil dan
Motor di Jalan Sahabat. Makassar: Universitas Hasanuddin. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2020 dari
https://www.academia.edu/34817098/K11115318_Sitti_Rahmah_Nabilah_Efek
_Getaran_Terhadap_Pengendara_Kendaraan_Mobil_dan_Motor_di_Jalan_Sah
abat_3

Pratiwi, Arum Dian. 2020. Panduan Praktikum Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
(K3). Kendari: Universitas Halu Oleo.

Sunarko, Benny Kresno. 2010. Analisa Getaran Pada Mesin Sepeda Motor Berbasis
Labview.Universitas Indonesia. Jakarta.

Waskito, Hardiani. 2015. Laporan Praktikum Getaran Mekanis Pada Kendaraan


Bermotor. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Diakses pada 3 Maret 2020 dari
https://www.academia.edu/18063638/Laporan_Praktikum_Getaran_Mekanis_Pa
da_Kendaraan_Bermotor
LAMPIRAN :

Gambar 7. Proses Pengukuran Getaran 1 Gambar 8. Proses Pengukuran Getaran 2

Gambar 9. Proses Pengukuran Getaran 3 Gambar 10. Proses Pengukuran Getaran 4

Gambar 11. Proses Pengukuran Getaran 5 Gambar 12. Proses Pengukuran Getaran 6

Gambar 13. Proses Pengukuran Getaran 7 Gambar 14. Proses Pengukuran Getaran 8

28

Anda mungkin juga menyukai