PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan keluarga yang mandiri sadar gizi
untuk mencapai status gizi masyarakat yang optimal. Salah satu tujuan yang ingin
dicapai sesuai dengan rencana aksi pangan dan gizi Nasional 2004 – 2010 adalah
mengurangi gizi kurang pada balita. Status gizi balita merupakan gambaran dari
status gizi masyarakat. Rendahnya status gizi balita akan menjadi masalah pada
sumber daya manusia di masa mendatang. Salah satu dampak gizi buruk pada
1) ”Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kesehatan dan
seseorang akan bergantung pada keadaan gizi orang tersebut. Semakin baik
keadaan gizi seseorang, maka akan semakin baik kesehatannya dan kesejahteraan
hidupnya.”
Keadaan gizi seseorang dalam suatu masa bukan saja ditentukan oleh
konsumsi zat gizi pada saat itu saja, tetapi lebih banyak ditentukan pada masa
yang telah lampau (Hananto Wiryo, 2002: 1). Ini berarti bahwa konsumsi zat gizi
masa kanak-kanak mempunyai peran terhadap status gizi setelah dewasa. Masalah
gizi merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Keadaan gizi akan ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
eksternal yang mempengaruhi antara lain ketersediaan bahan pangan pada suatu
1
daerah, lingkungan tempat tinggal, dan pelayanan kesehatan yang tersedia di
daerah tempat tinggal. Sedangkan faktor internal, antara lain cukup tidaknya
tidaknya pangan dapat dilihat dari pola makan yang dilakukan sehari-hari. Pola
bahwa kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan asupan makanan akibat tidak
tersedianya makanan yang adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan bergizi
Dalam hal ini orang tua sangat berperan untuk memperhatikan masalah gizi
sang anak. Seperti telah diketahui bahwa seorang ibu merupakan sosok yang
menjadi tumpuan dalam mengelola makan keluarga. Jadi, secara tidak langsung
kesejahteraan pangan keluarga akan sangat tergantung pada ibu. Semakin baik
pengelolaan makan yang dilakukan oleh ibu, maka akan semakin pula pola makan
diperhatikan asupan gizinya karena hal tersebut akan berpengaruh pada status gizi
keluarga, khususnya anak. Semua itu tak lepas dari kemampuan ibu dalam
gizi yang dimiliki oleh ibu. Secara tidak langsung kebiasaan makan yang
Pada masa balita anak merupakan golongan konsumen pasif, yaitu belum
2
dikemukakan Asparno Mardjuki dan Satoto dalam Padma Ernawati (1997: 5),
bahwa gizi memang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan otak yang
98% terjadi pada anak usia balita. Maka bila terjadi kesalahan pemberian gizi
pada anak balita akan mengganggu perkembangan otak anak tersebut. Untuk itu,
pemberian makan pada anak hendaknya lebih memperhatikan kandungan gizi agar
kebutuhan gizi yang diperlukan oleh tubuh anak dapat terpenuhi sehingga
Menurut Suhardjo (1996: 25), ”Suatu hal yang harus diketahui adalah
pengetahuan gizi yang didasarkan pada 3 kenyataan, yaitu: (1) Status gizi yang
cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; (2) Setiap orang hanya
akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi
energi; (3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
2014, dari 3630 balita yang diukur terdapat balita Kurangan Energi Protein 605
(16,67%), sedang untuk Kecamatan Motongkad dari 150 balita yang diukur
terdapat 29 balita Kurangan Energi Protein (19,33%) dan untuk Desa Motongkad
Utara dari 30 balita yang diukur terdapat 8 balita Kurangan Energi Protein
3
Berkaitan dengan hal tersebut, menunjukkan bahwa pengetahuan yang
dimiliki ibu tentang gizi balita akan mendasari pemberian makan yang dilakukan
kepada anak, sehingga akan menentukan pola makan anak. Selanjutnya akan
tentang gizi dengan status gizi anak balita di desa motongkad kecamatan
B. Identifikasi Masalah
C. Batasan Masalah
Pokok permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini akan dibatasi pada
hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita.
D. Rumusan Masalah
4
1. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita
Kecamatan Motongkad?
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pengetahuan Ibu tentang gizi dengan status gizi
Mongondow Timur
2. Tujuan Khusus
F. Manfaat Penelitian
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
sebagai segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal. Jadi pengetahuan
ibu tentang gizi balita dapat diartikan sebagai segala apa yang diketahui oleh ibu
tentang zat makanan pokok yang diperlukan bagi pertumbuhan dan kesehatan
badan balita. Balita merupakan anak usia di bawah lima tahun (0-5) tahun. Pada
dari orangtua. Orangtua yang paling berperan dalam tumbuh kembang anak
adalah ibu, terutama dalam hal makanan agar asupan gizi yang diberikan balita
dapat seimbang. Hal tersebut dikarenakan balita merupakan usia yang rentan akan
gizi dan perlu pemantauan khusus masalah gizi agar mampu tumbuh dan
Sumber pengetahuan tentang gizi balita yang dimiliki oleh ibu dapat
a. Pendidikan Formal
formal, karena mempunyai bentuk yang jelas dan program yang telah
6
direncanakan dengan peraturan dan ditetapkan secara resmi. Tujuan pendidikan
b. Pendidikan Informal
sadar atau tidak sadar sejak seseorang lahir sampai mati di dalam keluarga, dalam
pendidikan informal berlangsung setiap saat tidak terikat waktu dan tempat.
c. Pendidikan Non-formal
mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat (S.T. Vembrianto 1981: 23).
Pendidikan non formal mempunyai bentuk dan aktivitas yang luas dan beraneka
ragam dengan tujuan yang berbeda dan di bawah tanggung jawab Departemen
yang berbeda tergantung dari tujuannya. Dewasa ini, pendidikan non formal pada
pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh
berikut:
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari Sebelumnya.
7
b. Memahami (Comprehensio)
c. Aplikasi (Application)
dipelajari.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam
komponen-komponen.
e. Sintesis (Synthesis)
f. Evaluasi (Evaluation)
B. Gizi
1. Pengertian Gizi
8
2. Bahan Makanan
Bahan makanan sering juga disebut bahan pangan, adalah apa yang kita
makan dan konsumsi, misalnya: nasi, sayur, buah, daging, dll. Dalam susunan
dalam:
badan, dikenal oleh para ahli gizi di Indonesia sebagai susunan ”Empat Sehat”,
jika ditambah dengan susu dalam jumlah yang mencukupi, menjadi ”Empat Sehat
Lima Sempurna”. Susunan “Empat Sehat Lima Sempurna” ini terutama ditujukan
bagi anggota masyarakat yang disebut kelompok rawan gizi (bayi, balita, ibu
3. Zat Makanan
menjadi berbagai zat makanan atau zat gizi. Zat makanan inilah yang yang diserap
9
melelui dinding usus masuk ke dalam cairan tubuh. Fungsi zat – zat makanan
C. Status Gizi
a. Pengertian.
Status gizi bisa diartikan suatu keadaan tubuh manusia akibat dari
konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari makanan tersebut yang
dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik dan gizi lebih
(Almatsier, 2002).
1) Antropometri
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat
umur dan tingkat gizi. Penilaian status gizi dengan antropometri digunakan untuk
10
melihat ketidakseimbangan antara energi dan protein (Supariasa, 2001). Indeks
diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti masyarakat umum, baik
untuk mengukur status gizi akut atau kronis, berat badan dapat berfluktuasi,
(Supariasa, 2001).
adalah baik untuk menilai status gizi masa lampau, pengukur panjang badan
BB/TB adalah tidak memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi
11
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris dilakukan pada jaringan tubuh
(Supariasa, 2001).
3) Biofisik
kemampuan fungsi jaringan dan melihat perubahan struktur dari jaringan tersebut
(Supariasa, 2001).
1) Faktor Langsung
a. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling
ke dalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan
anak megakibatkan cairan dan zat gizi di dalam tubuh berkurang. Kadang-
kadang orang tua juga melakukan pembatasan makan akibat infeksi yang
diderita dan menyebabkan asupan zat gizi sangat kurang sekali bahkan bila
taraf gizi yang buruk tersebut anak akan semakin lemah dalam melawan
infeksi tersebut akibat dari reaksi kekebalan tubuh yang menurun. Sebaliknya,
12
jika keadaan gizi anak baik tubuh akan mempunyai kemampuan untuk
b. Asupan makanan
makanan yang cocok bagi usia mereka dan mengandung cukup zat gizi yaitu
meliputi:
a. Pengetahuan Gizi
jenis, fungsi, sumber, akibat kekurangan), pangan / gizi bayi (ASI, MP ASI,
umur pemberian, jenis), pangan dan gizi balita, pangan dan gizi ibu hamil,
13
anak. Kurangnya pengetahuan gizi mengakibatkan berkurangnya kemampuan
b. Usia Penyapihan
Dari segi ilmu gizi, penyapihan yang baik pada usia anak mencapai 24
bulan, karena zat gizi dan zat antibodi dalam ASI diproduksi sampai usia anak
pemberian ASI akan menimbulkan penyakit kwashiorkor pada usia anak 1–3
badan lahir rendah yakni berat badan bayi yang dilahirkan kurang dari 2,5
kilogram.
Bayi dengan berat badan lahir rendah mempunyai daya tahan tubuh yang
kemampuan yang dimiliki dan kebutuhan akan zat-zat gizi bayi BBLR relatif
14
d. Pemberian Makanan Terlalu Dini
pemberian makanan selain ASI kepada bayi sebelum usia 4 bulan biasanya
Sebelum bayi berusia 4 bulan, bayi belum siap untuk menerima makanan
semi padat juga makanan yang belum dirasa perlu, sepanjang bayi tersebut
masih tetap memperoleh ASI, kecuali pada keadaan tertentu. Di usia ini
Biasanya makanan yang diberikan diusia tersebut mempunyai nilai gizi yang
lebih rendah dari ASI sehingga dapat merugikan bayi (Akre, 1993).
e. Besar Keluarga
(Suhardjo, 1996).
keluarga maka semakin sedikit jumlah asupan zat gizi atau makanan yang
15
didapatkan oleh masing-masing anggota keluarga dalam jumlah penyediaan
Pola asuh dapat berupa sikap dan perilaku ibu maupun pengasuh lain
kelekatan yang kuat terutama ibu atau pengasuh lain, sehingga pola asuh
mempunyai peran yang cukup besar terhadap peningkatan status gizi balita
(Setyaningsih, 2008).
g. Kesehatan Lingkungan
terbatas dan hidup di lingkungan yang kurang sehat sehingga resiko bayi yang
mendapat ASI dan mendapat makanan pelengkap terlalu dini adalah penyakit
kuantitas air merupakan faktor penting penentu morbiditas pada anak balita
(Akre, 1993).
h. Pelayanan Kesehatan
16
Fasilitas pelayanan kesehatan penting dalam menyokong status kesehatan
dan gizi anak, bukan hanya segi kuratif, tetapi juga preventif, promotif dan
D. Balita
perhatian yang lebih dan khusus. Dimasa ini proses tumbuh kembang sangat pesat
mutu makanan, kesehatan balita, tingkat ekonomi, pendidikan dan perilaku orang
Kelompok balita merupakan salah satu kelompok yang rawan gizi dan rawan
penyakit serta paling banyak menderita KEP. Beberapa kondisi yang dapat
a. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan dewasa.
b. Anak balita mempunyai ibu yang bekerja sehingga perhatian ibu sudah
berkurang.
c. Anak balita sudah mulai main di tanah, lingkungan yang kotor sehingga
17
d. Anak balita belum bisa memilih makanannya, peran perilaku orang tua
pengganti sel-sel yang rusak, pengaturan tubuh, kekebalan terhadap penyakit. Zat-
zat gizi yang dibutuhkan diantaranya karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
banyaknya zat gizi yang terkandung. Balita membutuhkan kalori lebih banyak
Kebutuhan protein bayi dan anak relatif lebih besar bila jika dibandingkan
orang dewasa. Angka kebutuhan tersebut tergantung pula pada mutu protein.
Semakin baik mutu protein, semakin rendah kebutuhan protein (Persagi, 2003).
E. Kerangka Berpikir
Pengetahuan gizi
Usia penyapian
BBLR Asupan
Pemberian makan makanan
terlalu dini
Status gizi anak balita
Besar keluarga
berdasar indeks
antropometri BB/U
Pola asuh anak
dan TB/U dalam Buku
Kesehatan Penyakit KMS
lingkungan infeksi
Pelayanan
kesehatan
F. Hipotesis
18
Hipotesis merupakan kesimpulan sementara yang masih perlu diuji
tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita.
19
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
(Arikunto, 2002).
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek / subyek yang
pada penelitian ini adalah seluruh anak balita yang berada Di Desa Motongkad
2. Sampel
Accidental Sampling yaitu penentuan sampel yang diambil dari responden atau
sampel.
20
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. (Sugiyono,
2005). Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan
variabel terikat.
2. Variabel terikat adalah variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel
bebas (Sugiyono, 2005). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status
21
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner untuk variabel pengetahuan
Jumlah Nomor
Variabel Sub Variabel
Item Soal
Pengetahuan 1) Pengetahuan makanan sehat 2 1-2
4) Frekuensi makan 1 8
5) Makan aneka ragam makanan 2 9-10
jumlahnya
bulan
22
1. Identitas, berisikan identitas responden meliputi nama responden, alamat,
benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0. Nilai Median untuk
Status gizi balita menggunakan indikator yang terdapat dalam Buku KMS
Balita yang telah diisi oleh tenaga kesehatan. Status gizi balita diklasifikasikan
sebagai berikut :
Gizi Baik
Gizi Cukup
Gizi Kurang
G. Analisa Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat
menganalisis hubungan antara dua variabel. Adapun uji yang digunakan adalah
chi-square.
23
H0 : Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan Ibu dan status gizi balita
Teknik pengumpuan data yang peneliti lakukan yaitu dengan cara observasi,
1. Observasi
untuk memperoleh gambaran umum serta permasalahan yang terjadi pada objek
penelitian.
2. Kuesioner
2002).
3. Dokumentasi
24
BAB IV
A. Hasil
1. Analisis Univariat
Kecamatan Motongkad. Data karakteristik Ibu sebagai responden terdiri dari umur
Karakteristik n %
Umur
20-30 15 50
31-40 12 40
>40 3 10
Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah / Tidak Tamat SD 2 6,7
SD 5 16,7
SMP 7 23,2
SMA 14 46,7
Perguruan Tinggi 2 6,7
Total 30 100
Dari tabel 4.1 diatas, diketahui bahwa sebagian besar Ibu berada dalam
rentang usia 20-30 (50%), disusul rentang usia 31-40 tahun (40%) dan yang
paling sedikit adalah diatas 40 tahun (10%). Dari segi pendidikan terakhir,
sebagian besar Ibu merupakan tamatan SMA (46,7%) sementara yang paling
sedikit adalah yang tidak sekolah/tidak tamat SD (2%) dan tamat perguruan
tinggi (2%).
25
Karakteristik Balita terdiri dari umur dan jenis kelamin balita. Distribusi
Karakteristik n %
Umur
<12 Bulan 2 6,67
12-23 Bulan 5 16,67
24-35 Bulan 6 20
36-47 Bulan 7 23,33
48-59 Bulan 10 33,33
Jenis Kelamin
Laki-laki 18 60
Perempuan 12 40
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, diketahui bahwa balita terbanyak berusia 48-59
bulan (33,33%) dan yang paling sedikit adalah balita berusia dibawah 12 bulan.
Pengetahuan Ibu tentang gizi balita diklasifikasikan dalam dua kategori yaitu
Pengetahuan n %
Baik 14 46,67
Kurang 16 53,33
Total 30 100
Berdasarkan tabel 4.3, diketahui bahwa Ibu yang memiliki pengetahuan yang
kurang baik (53,33%) lebih banyak dibandingkan Ibu dengan pengetahuan yang
baik (46,67%).
26
Status gizi balita yang dikaji oleh tenaga kesehatan di Posyandu dan dicatat
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, diketahui bahwa sebagian besar balita memiliki
status baik (40%), gizi cukup (33,33%), dan yang paling sedikit adalah gizi
kurang 26,67%.
2. Analisis Bivariat
pengetahuan Ibu dengan status gizi balita adalah uji chi-square. Berikut
Pengetahuan Baik 10 4 0 14
(33,33%) (13,33%) (0%) (46,67%)
Kurang 2 6 8 16 0,001
(6,66%) (20%) (26,67) (53,33)
Total 12 10 8 30
(39,99%) (33,33%) (26,67%) (100%)
cenderung memiliki balita dengan status gizi yang baik (33,33%). Sementara Ibu
dengan pengetahuan yang kurang lebih cenderung memiliki balita dengan status
27
gizi kurang. Analisis chi-square diperoleh p value sebesar 0,001 (<α = 0,05),
disimpulkan terdapat hubungan antara pengetahuan Ibu dengan status gizi balita.
B. Pembahasan
Status gizi merupakan isu penting dalam kesehatan masyarakat. adapun status
gizi khususnya gizi pada balita sangat bergantung pada pengetahuan dari penyedia
asupan gizi yaitu Ibu secara khusus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara pengetahuan Ibu tentang gizi dengan status gizi pada anak Balita
nilai ini berarti terdapat hubungan antara pengetahuan Ibu tentang gizi dengan
status gizi pada anak balita. Hasil ini sejalan dengan studi oleh Miftahul (2016)
yang dilakukan terhadap anak dibawah lima tahun di Posyandu Wilayah kerja
Puskesmas Nusukan Surakarta dengan p value 0,001. Demikian pula hasil yang
tingkat pengetahuan Ibu tentang gizi dengan status gizi balita di Kelurahan
pola asupan gizi yang baik bagi anak balita. Nampak dari hasil penelitian ini,
bahwa Ibu dengan pengetahuan baik cenderung memiliki balita dengan status gizi
yang baik (33,33%). Sementara Ibu dengan pengetahuan yang kurang lebih
cenderung memiliki balita dengan status gizi kurang. Hal tersebut berarti untuk
28
meningkatkan status gizi balita di Desa Motongkad, maka diperlukan upaya untuk
usia Ibu. Dari hasil penelitian ini, Ibu yang memiliki pengetahuan yang kurang
baik (53,33%) lebih banyak dibandingkan Ibu dengan pengetahuan yang baik
(46,67%). Selisih persentase pengetahuan Ibu yang baik dan yang kurang tidak
terlalu besar. Diketahui bahwa persentase Ibu dengan usia lebih muda lebih
banyak dibandingkan persentase Ibu dengan usia lebih tua (>40 tahun). Pada studi
lainnya oleh Miftahul (2016), diuraikan bahwa Ibu yang lebih muda lebih
berpotensi untuk memiliki anak balit dengan status gizi yang baik. Hal ini dapat
dipengaruhi keterpaparan dengan informasi yang semakin mudah diakses oleh Ibu
yang lebih muda. Oleh karena itu, penting bagi Ibu untuk meningkatkan
pengetahuannya melalui media informasi dan teknologi yang berkembang saat ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita sudah memiliki
status baik (40%), gizi cukup (33,33%), dan yang paling sedikit adalah gizi
kurang 26,67%. Meskipun balita dengan status gizi kurang baik adalah yang
paling sedikit, tetapi hal ini perlu mendapat perhatian khusus. Menurut Wagi
(2015), keadaan gizi kurang sering terjadi pada bayi saat masa menyusui, yaitu
berkisar umur 9 bulan sampai 2 tahun. 5 Anak diberi ASI eksklusif hingga
berumur 6 bulan dan setelah itu anak sudah diberikan MP-ASI (Makanan
Pendamping ASI). Pada tahun kedua, anak belajar makan porsi makanan orang
dewasa dan ibu harus memperhatikan .jumlah makanan yang berhasil dikonsumsi
oleh anak.
29
Status gizi balita pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu: makanan yang
dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seorang balita
tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian
makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang
makanan dan kesehatan. Keadaan kesehatan anak juga berhubungan dengan ada
tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan. Selain itu
(Wagi, 2015). Kekurangan dari penelitian ini yaitu tidak adanya analisis terkait
Bertolak dari hasil penelitian ini yang menemukan adanya hubungan antara
pengetahuan Ibu tentang gizi dan status gizi anak balita di Desa Motongkad, maka
meningkatkan status gizi anak balita di Desa Motongkad. Diperlukan peran aktif
tenaga kesehatan setempat maupun inisiatif dari Ibu sebagai bentuk perhatian
30
BAB V
A. Kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan antara pengetahuan Ibu tentang gizi dengan status gizi
Mongondow Timur.
2. Sebagian besar Ibu memiliki pengetahuan tentang gizi yang kurang baik.
3. Status gizi balita yang terbanyak berada pada klasifikasi gizi baik, diikuti gizi
cukup dan yang paling sedikit adalah balita dengan gizi kurang.
B. Saran
31