Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

TENTANG

“DASAR- DASAR PENDIDIKAN ISLAM, AL-QUR’AN, AL-SUNNAH,


IJTIHAD (Ra’yu) DAN DASAR PENDIDIKAN INDONESIA”

DISUSUN OLEH :

1. HADILA
2. FARIYEL PUTRA GHAZALI
3. ROZY PRANATA

BKPI. 2B

DOSEN PEMBIMBING:

AHMAD JAMIN, S.Ag, S.IP, M.Ag

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KERINCI


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadira Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahat seta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasila
menyelesaikan makalah “ILMU PENDIDIKAN ISLAM” tepat waktu.

Saya berharap makalah ini dapat memberikan informs kepada kita semua
tentang “DASAR-DASAR PENDIDIKAN ISLAM AL-QUR’AN, AL-SUNNAH,
IJTIHAD (RA’YU) DAN DASAR PENDIDIKAN DI INDOESIA”.

Dalam hal ini penyusun masih dalam tahapan belajar, olah arena itu kritik
dan saran dan semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata , saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan seta dalam penyusunan makalah dari awal sampai akhir.

Sungai Penuh, 4 Maret 2020

Kelompok
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan unsur terpenting bagi manusia untuk
meningkatkankadar keimanannya terhadap Allah SWT, karena orang semakin
ban!ak mengertitentang dasar-dasar Ilmu pendidikan Islam maka kemungkinan
besar mereka akan lebih tahu dan lebih mengerti akan terciptanya seorang
hamba yang beriman. Pendidikan merupakan suatu proses generasi
muda untuk dapat menjalankan k e h i d u p a n d a n m e m e n u h i t u j u a n
h i d u p n y a s e c a r a l e b i h e f e k t i f d a n e f i s i e n . Pendidikan Islam adalah
usaha merubah tingkah laku individu di dalam kehidupan pribadinya atau
kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses
pendidikan.
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mencapai suatu tujuan,
tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana peserta didik akan dibawa.
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah untuk men'apai tujuan hidup
muslim, y a k n i m e n u m b u h k a n k e s a d a r a n m a n u s i a s e b a g a i m a k h l u k
A l l a h S W T a g a r   mereka tumbuh dan berkembang menjadi manusia
yang berakhlak mulia dan beribadah kepada-Nya.
Dengan landasan yang kokoh dan kuat, tentu pada akhirnya akan
dapat m e w u j u d k a n t u j u a n y a n g m a k s i m a l y a n g m e n c i p t a k a n
s o s o k m a n u s i a y a n g  berkualitas yang islami menurut Al-Qur’an, sosok
teladan dalam menata kembali pendidikan Islam yang bernilai ibadah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Dasar-dasar pendidikan islam?
2. Apa yang dimaksud dengan Al-qur’an?
3. Apa yang dimaksud dengan Al-Sunnah?
4. Apa yang dimaksud dengan Istijhad?
5. Apa yang dimaksud dasar pendidikan di Indonesia?
1
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui dasar-dasar pendidikan islam.
2. Untuk mengetahui apa itu Al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui apa itu Al-Sunnah.
4. Untuk mengetahui apa itu Istijhad.
5. Untuk mengetahui apa itu dasar pendidikan di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Dasar-Dasar Pendidikan Islam


Agar pendidikan dapat melaksanakan funginya, pendidikan memerlukan
acuan pokok yang mendasarinya. Acuan yang menjadi dasar menjadi dasar bagi
pendidikan adalah nilai yang tertinggi dan pandangan hidup suatu masyarakat
dimana pendidikan itu dilaksanakan. Dalam menetapkan sumber pendidikan
islam, para pemikiran islam mempunyai beberapa pendapat. Abdul Fattah Jalal,
misalnya, membagi sumber pendidikan islam kepada dua macam yaitu, pertama,
sumber ilahi, yang meliputi Al-Qur’an, al-Hadis dan alam semesta sebagai ayat
kauniyah yang perlu ditafsirkan kembali. Kedua seumber insaniah, yaitu lewat
proses ijtihad manusia dari fenomena yang muncul dan dari kajian yang lebih
lanjut terhadap sumber Ilahi yang masih bersifat global.1
Pakar pendidikan islam lainnya membagi sumber atau dasar nilai yang
dijadikan acuan dalam pendidikan isam kepada tiga, yaitu al-Qur’an, al-Hadist,
serta Ijtihad2 para ilmuan muslim yang berupaya memformulasi bentuk sistem
Pendidikan Islam yang dianut oleh perkembangan zaman, sedangkan
pemecahannya tidak terdapat dalam kedua sumber utama di atas. Di samping itu
sumber-sumber diatas, Ayumardi Azra menyebutkan berberapa sumber lain
seperti : kata-kata Sahabat, kemaslahatan masyarakat dan nilai-nilai adat istiadat

3
4

1
Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, Terj. Herry Noer Ali,
(Bandung, CV. Dipenogoro, 1988), h. 143-155
2
Samsul Nizar, Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pertama, 2001), h. 95.
dan kebiasaan-kebiasaan sosial.3 Sementara yang lain menyebutkan pula
pemikiran Islam dan realitas kehidupan.4

2. Al-Qur’an
Sebagai Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW,
al-Qur’an menjadi sumber pedidikan Islam pertama dan utama. Al-Qur’an
merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman bagi manusia yang meliputi seuruh
aspek kehidupan manusia dan bersifat universal.5 Keuniversalan ajarannya
mencakup ilmu pengetahuan yang tinggi dan sekaligus merupakan kalam mulia
yang esensinya tidak dapat dimengerti, kecuali bagi orang yang berjiwa suci dan
berakal cerdas.6 Al-Qur’an diturunkan llah untuk menunjuki manusia kea rah yang
lebih baik. Firman Allah Swt:

‫ب اَ ْن َز ْلنَا َو َمٓا‬
َ ‫ك ْال ِك ٰت‬
َ ‫اختَلَفُوْ ا فِ ْي ۙ ِه َوهُدًى لَهُ ُم الَّ ِذى اِاَّل لِتُبَيِّنَ َعلَ ْي‬
ْ َ‫َّو َرحْ َمةً لِّقَوْ ٍم ي ُّْؤ ِمنُوْ ن‬

Artinya :” Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman”

3
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,
(Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 9-10
4
Rahman Abdullah, Aktualisasi Konsep dasar Pendidikan Islam:
Rekonstruks Pemikiran dalam Tinjauan Filsafaat Pendidikan Islam,
(Yogyakarta : UII Press. 2001), h. 68
5
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta ; Kalam Mulia, 1994), h. 13-
14.
6
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-manar, (mesir : Dar al-manar,
1375), Juz 1., h. 143-151
Al-Qur’an menduduki tempat paling depan dalam pengambilan sumber-
sumber pendidikan lainnya. Segala kegiatan dan proses pendidikan Islam haruslah
senantiasa berorientasi kepada prinsip dan nilai-nilai al-Qur’an. Di dalam al-
Qur’an terdapat beberapa hal yang sangat positif guna pengembangan pendidikan.
Hal-hal itu, antara lain; “penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah,
tidak menentang fitrah mansia, serta memilihara kebutuhan sosial.7
Al-Qur’an memiliki perbendahraan luas dan besar bagi pengembangan
kebudayaan umat manusia. Ia merupakan sumber pendidikan sosial, moral,
spiritual, material serta alam semesta. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang
absolut dan utuh. Eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan.
Kemungkinan terjadi perubahan hanya sebatas interpretasi manusia terhadap teks
ayat yang menghendaki kedinamisan pemaknaannya, sesuai dengan konteks
zaman, situais, kondisi, dan kemampuan manusia dalam melakukan interpretasi.
Ini merupakan pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan Islam yang
memerlukan penafsiran lebih lanjut.
Isinya mencakup seluruh dimensi manusia dan mampu menyetuh seluruh
potensi manusia, baik itu motivasi untuk mempergunakan pancaindera dalam
menafsirkan alam semesta bagi kepentingan formulasi lanjut pendidikan manusia
(pendidikan Islam), Motivasi agar manusia mempergu akan akalnya, lewat
perumpamaan-perumpamaan (tamsil) Allah Swt dalam al-Qur’an maupun
motivasi agar manusia mempergunakan hatinya untuk mampu mentransfer nilai-
nilai pendidikan Ilahiah dan sebagainya. Kesemua proses ini merupakan system
umum pendidikan yang ditawarkan Allah swt. Dalam al-Qur’an agar manusia
dapat menarik kesimpulan dan melaksanakan kesemua petunjuk terebut dalam
kehidupannya sebaik mungkin.
Mourice Bucaile mengagumi isi Kandungan al-Qur’an dan berkata bahwa
al-Qur’an merupakan kitab suci yang obyektif dan memut petunjuk bagi
6

7
Said Ismail Ali, i, dalam Hasan Langgulung (ed), Op, Cit., hal 192-206
pengembangan ilmu pengetahuan modern. Kandungan ajarannya sangat sempurna
dan tidak bertentangan dengan hasil penemuan sains modern. Dari penafsiran
terhadap ide-ide yang terbuat dalam Al-Qur’an, sains modern dapat berkembang
dengan pesat dan memainkan peranannya dalam membangun dunia ini. 8 Menurut
Abdurrahman Saleh, karena al-Qur’an memberikan pandangan yang mengacu
kehiupan di dunia itu, maka asas-asas dasarnya harus memberi petunjuk kepada
pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara tentan pendidikan
Islam bila tanpa mengambil al-Qur’an sebagai satu-satunya rujukan.9
Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan Islam harus senantiasa mengacu
pada sumber yang termuat dalam al-Qur’an. Dengan berpegegang kepada nilai-
nilai yang terkadung dalam al-Qur’an, terutama dalam pelaksanaan pendidikan
Islam, akan mampu mengarahkan dan mengantarkan manusia bersifat dinamis-
kreatif serta mampu mencapai esensi nilai-nilai ubudiyah pada Peciptanya.
Dengan sikap ini, maka proses pendidikan Islam akan senantiasa terarah dan
mampu menciptakan dan mengantarkan out putnya sebagai manusia berkualitas
dan bertanggungjawab terhadap semua aktivitas yang dilakukannya. Hal ini dapat
dilihat bahwa hampir dua pertiga dari ayat al-Qur’an mengandung nilai-nilai yang
membudayakan manusia dan memotivasi manusia untuk mengembangkannya
proses pendidikan10.
Dari sini, al-Qur’an memiliki misi dan implikasi kependidikan yang
bergaya imperative, motivatif, dan persuasive-dinamis, sebagai suatu system
pendidikan yang utuh dan demokrasi lewat proses manusiawi. Proses
kependidikan tersebut tertumpu pada kemampuan rohaniah dan jasmaniah
7

8
Mourice Bucaille, Bibel, Al-qur’an dan Sains, Terj. H.MRasyidi, (Jakarta
: Buln bintang, 1979), h. 375
9
Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-
Qur’an, terj. H.M Arifim dan Zainuddin, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994), h. 20
10
H.M Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Op, Cit., h. 48
masing-masing indiidu peserta didik, secara bertahap dan berkesinambungan,
tanpa melupakan kepentingan perkembangan zaman dan nilai-nilai Ilahiah.
Kesemua proses kependidikan Islam tersebut merupakan proses konservasi dan
transformasi, serta internalisasi nilai-nilai kehidupan manusia sebagaiman yang
diinginkan oleh ajaran Islam.

3. Al-Sunnah (al-Hadits)
As-Sunnah secara etimologi adalah jalan yang ditempuh, sedangkan secara
terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi shalallahu alahi
wasalam, baik berupa perbuatan, perkataan atau pernyataan di dalam masalah-
masalah yang berhubungan dengan hukum syariat. 11 Ḥadiṡ menurut bahasa adalah
baru (lawan dari lama), sedangkan menurut istilah adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi shalallahu alahi wasalam, baik berupa ucapan, perbuatan
atau penetapan.12 Secara terminologis(dalam istilah sari’ah), sunnah bisa dilihat
dari tiga bidang ilmu, yaitu dari ilmu hadist, ilmu fiqh dan ushul fiqih.
Sunnah menurut para ahli hadist identik dengan hadist, yaitu: seluruh yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun
ketetapan ataupun yang sejenisnya (sifat keadaan atau himmah).
Sunnah menurut ahli ushul fiqh adalah “ segala yang diriwayatkan dari
Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan, perkataan , dan ketetapan yang
berkaitan dengan hukum”.
Sedangkan sunnah menurut para ahli fiqh , di samping pengertian yang
dikemukakan para ulama’ ushul fiqh di atas, juga dimaksudkan sebagai salah satu

11
M Nāṣiruddīn Al Albānī, Ḥadiṡ Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum,
(Jakarta : Pustaka Azzam, 2002), hlm. 19-20
12
M. Fadlil Said An Nadwi, Qowā’idul Asāsīyah Fi ‘Ilmi Musṭālaḥil
Ḥadiṡ, (Surabaya : Al-Hidayah, 2007), hlm. 12
hukum taqlifih, yang mengandung pengertian”perbuataan yang apabila dikerjakan
mendapat pahaladan apabila ditinggalkan tidak medapat siksa (tidak berdosa).
Atau terkadang dengan perbuatan, beliau menerangkan maksudnya, seperti
pelajaran shalat yang beliau ajarkan kepada mereka (para sahabat) secara praktek
dan juga cara-cara ibadah haji. Dan kadang para sahabatnya brbuat sesuatu di
hadiratnya atau sampai berita-berita berupa ucapan atau tindakan mereka kepada
beliau, tetapi hal ini tidak di ingkarinya, bahkan didiamkannya saja, padahal
beliau sanggup untuk menolaknya(kalau tidak dibenarkan) atau nampak padanya
setuju dan senang, sebagai mana diriwayatkan bahwa beliau tidak mengingkari
orang yang makan daging biawak di tempat makan beliau
Fungsi sunnah yang utama adalah untuk menjelaskan Al-qur’an,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT:
….dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menjelaskan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka…(QS. An-
Nahl:44)

Al-Qur’an disebut sebagai sumber hukum dan dalil hukum yang pertama,
dan sunnah disebut sumber hukum dan dalil hukum kedua(bayan) setelah Al-
Qur’an. Dalam kedudukan sebagai sumber dan dalil hukum kedua, sunnah
menjalankan fungsinya sebagai berikut:
a. Bayan ta’kid
Bayan Ta’kid yaitu menetapkan dan menegaskan hukum-hukum yang
tersebut dalam Al-Qur’an. Dalam ini sunnah hanya seperti mengulangi apa yang
dikatakan Allah dalam Al-qur’an. Contohnya Allah berirman:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. (QS.al-Baqarah:110
b. Bayan tafsir
Bayan Tafsir yaitu memberikan penjelasan arti yang masih samar dalam
Al-Qur’an, atau terperinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis
besar, memberi batasan terhadap apa yang disampaikan Allah secara mutlak.

9
Perintah shalat disampaikan Al-qur’an dalam arti yang ijmal, yang masih samar,
artinya karena dapat saja dipahami dari padanya semata doa sebagai yang dikenal
secara umum pada waktu itu. Kemudian Nabi melakukan perbuatan shalat secara
jlas dan terperincidan menjelaskan kepada umatnya : “inilah shalat dan
kerjakanlah shalat itu sebagai mana kamu lihat aku mengerjakannya.”
Dalam Al-Qur’an secara umum dijelaskan bahwa anak laki-laki dan anak
perempuan adalah ahli waris bagi oang tuanya yang meninggal(QS.an Nisa’:7)
sunnah Nabi membatasi hak warisan itu hanya kepada anak-anak yang bukan
penyebab kematian orng tuanya itu, dengan ucapan: pembunuh tidak dapat
mewarisi orang yang dibunuhnya”.
c. Bayan Tasyri
Bayan Tasyri yaitu menetapakn suatu hukum dalam sunnah yang secara
jelas tidak di sebutkan dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa
sunnah menetapkan sendiri hukum yang tidak ditetapakn Al-Qur’an.
Seperti al-Qur’an menjelaskan tidak bolehnya mengawini dua perempuan yang
bersaudara dalam waktu yang sama. (QS: an-Nisa:23). Sunnah Nabi memperluas
hal itu dengan ucapan: “Tidak boleh memadu seseorang dengan bibinya atau
dengan anak saudaranya”. Al-qur’an melarang mengawini perempuan yang
mempunyai hubungan nasab. Sunnah Nabi memperluas laranngan mengawini
saudara sepersusuan. Larangan karena sebab susuan , disamakan dengan larangan
karena sebab hubungan nasab.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas apa yang ditetapkan
tersendiri oleh sunnah itu, pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang
disinggung Allah dalam Alqur’an atau memperluas apa yang disebutkan Allah
secara terbatas.
Umpama Allah SWT menyebutkan dalam al-Qur’an tentang haramny
memakan bangkai, darah, daging babi dan sesuatu yang disembelih tidak dengan
menyebut nama Allah(QS. Al-Maidah:3). Kemudian mengatakan “haramnya
setiap binatang buas yang bertaring dan kukunya mencekam’. Larangan ini secara
10
lahir dapat dikatakan sebagai hukum baru yang ditetapkan oleh Nabi. Sebenarnya
larangan Nabi itu hanyalah penjelasan terhadap larangan Allah memakan sesuatu
yang kotor(QS. Al-a’raf:33)
Macam-macam Assunah
a. Sunnah fiqliyah, yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi SAW. Yang
dilihat, atau diketahui dan disampaikan para sahabat pada orang
lain. Misalnya, tata cara yang ditunjukan Rosullah SAW.
Kemudian disampaikan sahabat yang melihat atau mengetahuinya
kepada orang lain.
b. Sunnah Qoulyyah, yaitu ucapan Nabi SAW. Yang didengar oleh
dan disampaikan seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain.
Misalnya, sabda Rosullah yang diriwayatkan Abu Hurairah:
“tidak sah shalat seseorng yang tidak membaca surat Al-Fatihah” (HR al-
Bukhari dan Muslim}
c. Sunnah taqqririyyah, yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang
dihadapan Nabi SAW, tetapi Nabi hanya diam dan tidak menceganya.
Sikap diam dan tdak mencega dari Nabi SAW ini, menunjukan
persetujuan Nabi SAW (taqqrir), terhadap perbuatan sahabat tersebut.

4. Pemikiran Islam (Ijtihad)


Yang dimaksud dengan pemikiran Isla yakni penggunaan akal-budi
manusia dalam rangka memberikan makna dan aktualisasi terhadap berbagai
ajaran Islam. Sehingga dapat disesuaikan dengan tuntutan masyarakat dan
perkembangan zaman yang muncul dalam kehidupan umat manusia dalam
berbagai bentuk persoalan untuk dicarikan solusinya yang sesuai dengan ajaran
Islam. Upaya inu sangat penting dalam rangka menerjemahkan ajaran Islam
sekaligus memberikan respon bagi pengembangan ajaran Islam yang sesuai
dengan zaman, dari masa ke masa sejak dulu hingga sekarang ini.

11
pemikiran Islam bersandar kepada hasi ijtihad, sebagai sumber ketiga
hukum Islam setelah al-Qur’an dan al-Hadits. Ijtihad berarti usaha keras dang
bersungguh-sugguh (gigih) yang dilakukan oleh para ulama, untuk menetapkan,
hukum, suatu perkara atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu. Sedangkan
secara terminology, menurut batasan yang dikembngkan oleh al-Ahmidi,
merupakan ungkapan atas kesepakatan dari sejummlah abl al-bal wa al-‘aqd (ulil
amn) dari umat muhammad dalam suatu masa, untuk menetapakan hukum syariah
terhadap berbagai peristiwa yang terjadi.13 Sementara menurut Abu Zarah, ijtihad
merupakan produk ijma’ (kesepakatan) para mujtahid muslim, pada suatu periode
tertentu, terhadap berbagai persoala yang terjadi, setelah (wafatnya) Nabi
Muhammad Saw., untuk menetapkan hukum syara’ atas berbegai persoalan umat
yang bersifat ‘amali.14
Dari batasan di atas, dapatlah diketahui, bahwa ijtihad, pada dasarnya
merupkan proses penggalian dan penetapan hukum syari’ah yang dilakukan oeh
para mujtahid Muslim, dengan menggunakan pendekatan nalar, dan pendekatan
lainnya qiyas, masalih al-mursalah, ‘urf, dan sebagainya secara indepeden, guna
memberikan jawaban hukum atas berbagai persoalan umat yang, ketentuan
hukumnya, secara syar’iah tidak terdapat dalam al-Qur’an dan Al-Hadits
Rasulullah15.
Eksistensi ijtihâd sebagai salah satu sumber ajaran Islam setelah al-Qur‟an
dan al-Hadîts merupakan dasar hukum yang sangat dibutuhkan, terutama pasca
Nabi Muhammad SAW. setiap waktu guna mengantarkan manusia dalam
12

13
Al-Amidi, al-ihkam fi al-Usbul al-ahkam, Juz 1., (Kairo : Muassasah al-
Halabi wa Syurakauhu lil al-Nasyr wa al-Tauzy’, tt), h. 180
14
Muhammad Abu Zahrah, Usbul al-Fiqh, (Dar al-Fikri al-Arabi,tt), h.
156.
15
Abdullah Ahmed al-Na’im, Dekontruksi Syari’ah, Terj. Ahmad Suedy
dan Amiruddin arrani, (Yogyakarta : LKIS, 1994), h. 53
menjawab berbagai tantangan zaman yang semakin menggelobal dan mondial.
Oleh karena perkembangan zaman yang begitu dinamis dan senantiasa berubah,
maka eksistensi ijtihâd harus senantiasa bersifat dinamis dan senantiasa
diperbaharui, seirama dengan runtutan perkembangan zaman, selama tidak
bertentangan dengan prinsip pokok al-Qur‟an dan al-Hadîts. Perlunya melakukan
ijtihâd secara dinamis dan senantiasa diperbarui serta ditindaklanjuti oleh para
mujtâhid muslim sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan manusia,
merupakan hal yang mutlak harus dilakukan. Hal ini disebabkan karena tidak
semua dimensi kehidupan manusia dijelaskan secara terperinci dalam al-Qur‟an
dan Hadîts. Sebagian besar hanya merupakan normatif hukum yang bersifat
mutasyabihat. Untuk proses tersebut, menurut al-Sayuthi, diperlukan setiap
petiode diperlukan seorang atau sekelompok orang yang mampu berperan sebagai
mujtahid.16
Dalam dunia pendidikan, sumbangan ijtihad dalam ikut secara aktif
menata sistem pendidikan yang dialogis, cukup besar peranan dan pengaruhnya.
Umpamanya dalam menctapkan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Meskipun
secara umum rumusan tujuan tersebut telah disebutkan dalam al-Qur’an.17 Akan
tetapi secara khusus, tujuantujuan tersebut metnihki dimensi yang harus
dikembangkan scsuai dengan tuntutan kebutuhan manusia pada suatu priodesasi
tertentu, yang berbeda dengan masa-masa sebelumnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan perumusan sistem pendidikan
yang kondusif dan dialektis, dengan tujuan yang ingin dicapai. Sistem pendidikan
yang dimaksud meliputi, rumusan kurikulum yang digunakan, metode pendekatan
operasionalisasi dalam interaksi proses belajar mengajar, sarana dan prasarana
yang digunakan untuk menunjang pencapaian tuJuan pendidikan, alat evaluasi
yang digunakan, materi yang dikembangkan, serta kebijaksanaan-kebijaksanaan
13

16
Zakiah Daradjat, et. al., Loc. Cit.
17
Q.S., al-Dzariyât, 52 : 56
yang secara politis sangat mempengaruhi pencapaian tuiuan yang telah
dirumuskan.18

5. Dasar Pendidikan Indonesia


Secara bahasa dasar adalah asas, pondasi, pokok atau pangkal segala sesuatu
(pendapat, ajaran, aturan).
Dasar pendidikan ialah pandangan yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan
baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan.
Karena pendidikan merupakan bagian sangat penting dari kehidupan dan, secara
kodrati, manusia adalah makhluk pedagogik, maka dasar pendidikan yang dimaksud
tidak lain ialah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat
atau bangsa dimana pendidikan itu berlaku. Karena yang kita bicarakan adalah
pendidikan Islam maka pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan
ini ialah pandangan hidup Islami atau pandangan hidup Muslim yang pada hakikatnya
merupakan nila-nilai luhur yang bersifat transenden, universal, dan eternal  (abadi).
Dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia memiliki status yang
cukup kuat. Dasar tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu:

Dasar dari segi yuridis/ hukum.

Dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam berasal dari perundangan-


undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam
melaksanakan pendidikan agama di sekolah secara formal. Dasar yuridis formal
ini terdiri dari tiga macam, yaitu:

1. Dasar Ideal adalah dasar dari falsafah negara, Pancasila sila pertama ialah
ketuhanan Yang Mahaesa.
2. Dasar Konstitusional adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang bersumber dari undang-undang tertinggi yaitu UUD 1945. Mengenai

14

18
Libih lanjut lihat T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Op. Cit., h. 283
dasar pendidikan Islam tercantum dalam pembukaan UUD 1945 dan
dalam  pasal 31 ayat 1-5 yang berbunyi:
a. Setiap warga negara berhak mendapat pendidik.
b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan Undang-Undang.
d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

3.Dasar Operasional yaitu, terdapat dalam Tap MPR No.IV/MPR/1973 yang


kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No. IV/MPR/1978. Ketetapan MPR No.
II/MPR/1983, diperkuat oleh Tap. MPR No.II/MPR/1988 dan Tap MPR No.
II/MPR/1993 tentang garis-garis besar haluan egara yang pada pokoknya
menyatakan bahwa pelaksaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan
dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari sekolah dasar sampai dengan
perguruan tinggi. Dan diperkuat lagi dengan Undang-Undang RI No.20 Tahun
2003 tentang SISDIKNAS Bab X pasal 37 ayat 1 dan 2 yang berbunyi sebagai
berikut:

a. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan


agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu
15
pengetauan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan
jasmani, keterampilan atau kejuruan, dan muatan lokal.
b. Pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan, dan bahasa.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber pendidikan Islam ada dua macam, yaitu, pertama, sumber Ilahi,
yang meliputi al-Qur‟an, al-Hadîts, dan alam semesta sebagai ayat kauniyah yang
perlu ditafsirkan kembali. Kedua, sumber insaniah, yaitu lewat proses ijtihad. Al-
Qur‟an memberikan pandangan yang mengacu kehidupan di dunia ini, maka asas-
asas dasarnya harus memberi petunjuk kepada pendidikan Islam. Tidak mungkin
dapat berbicara tentang pendidikan Islam bila tanpa mengambil al-Qur‟an sebagai
satu-satunya rujukan. Al-Hadîts merupakan sumber ketentuan Islam yang kedua
setelah al-Qur‟an. Ia merupakan penguat dan penjelas dari berbagai persoalan
baik yang ada di dalam al-Qur‟an maupun yang dihadapi dalam persoalan
kehidupan kaum muslim yang disampaikan dan dipraktikkan Nabi Muhammad
SAW. yang dapat dijadikan landasan pendidikan Islam. Ijtihâd sebagai salah satu
sumber ajaran Islam setelah al-Qur‟an dan al-Hadîts merupakan dasar hukum
yang sangat dibutuhkan, guna mengantarkan manusia dalam menjawab berbagai
tantangan zaman yang semakin menggelobal dan mondial. Eksistensi ijtihâd harus
senantiasa bersifat dinamis dan senantiasa diperbaharui, seirama dengan runtutan
perkembangan zaman, selama tidak bertentangan dengan prinsip pokok al-Qur‟an
dan al-Hadîts.
Dasar pendidikan ialah pandangan yang mendasari seluruh aktifitas
pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun
pelaksanaan pendidikan. Karena pendidikan merupakan bagian sangat penting
dari kehidupan dan, secara kodrati, manusia adalah makhluk pedagogik, maka
dasar pendidikan yang dimaksud tidak lain ialah nilai-nilai tertinggi yang
dijadikan pandangan hidup suatu masyarakat atau bangsa dimana pendidikan itu
berlaku.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini kami mohon kritik dan saran untuk
membangun perbaikan makalah kami selanjutnya.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, Terj. Herry Noer Ali,
Bandung, CV. Dipenegoro, 1988
Abdullah Ahmed al-Na‟im, Dekonstruksi Syari’ah, Terj. Ahmad Suaedy
dan Amiruddin Arrani, Yogyakarta : LKIS, 1994
Abdurrahman saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-
Qur’an, terj. H. M. Arifim dan Zainuddin, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 1994
Al-Amidî, al-Ihkâm fi al-Ushûl al-Ahkâm, Juz I., (Kairo : Muassasah al-
Halabi wa Syurakauhu lil al-Nasyr wa al-Tauzi‟, tt
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam,
Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999
Achmadi. 1992. Islam sebagai Paradigma Ilmu Pedidikan. Yogyakarta: Aditya
Media.

17

Anda mungkin juga menyukai