Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI II


UJI EFEK ANALGESIK

Dosen Pembimbing :

Disusun oleh:
Shella Anisa Dwi Kusuma/ 1704101012
Fikana Iroatus Sholikah /1704101013
Siti Nuraini / 1704101014
Yovita Aprilia Putri / 1704101019
Sad Omega /

FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN SAINS


PROGRAM STUDI : S-1 FARMASI
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
A. TUJUAN
Menentukan efek analgetika bahan alam dibandingkan obat pereda nyeri
dengan metode rangsang kimia.
B. LATAR BELAKANG
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat
individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi
seluruh pikiran seseorang, mengubah kehidupan orang tersebut. Akan tetapi,
nyeri adalah konsep yang sulit dikomunikasikan oleh klien (Berman, 2009).
Menurut International Association for the Studi of Pain (IASP),
penyebab nyeri pada anak tidak hanya dari penyakit yang mengancam jiwa
seperti kanker, tetapi juga cidera, operasi, luka bakar, infeksi, dan efek
kekerasan. Anak-anak juga mengalami nyeri dari banyak prosedur dan
penyelidikan yang digunakan oleh dokter dan perawat untuk menyelidiki dan
mengobati penyakit (Finley, 2005).
Respon perilaku anak toddler terhadap rasa nyeri sama seperti sewaktu
masih bayi yaitu mimik wajah, perubahan nada suara dan aktivitas, serta
menangis, menunjukan sikap menjauh dari stimulus nyeri dan aneka
vokalisasi. Namun macam perilakunya bertambah, termasuk menggosok
nyeri dan prilaku agresif (menggigit, memukul, dan menendang). Sejumlah
toddler sanggup mengutarakan bila sakit, namun tidak dapat menggambarkan
intensitas nyeri tersebut (Betz, 2009).
Peran pemberi perawatan primer pada penanganan nyeri yaitu untuk
mengidentifikasi, mengobati penyebab nyeri dan memberikan obat-obatan
untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga
professional kesehatan lain tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri,
mengevaluasi efektivitas intervensi dan bertindak sebagai advokat pasien saat
intervensi tidak efektif (Smetlzer dan Bare, 2002).
Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan
salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa
nyeri mengganggu fungsi sosial dan kualitas hidup penderitanya. Hasil
penelitian The U.S. Centre for Health Statistic selama 8 tahun menunjukkan
32% masyarakat Amerika menderita nyeri yang kronis dan hasil penelitian
WHO yang melibatkan lebih dari 25.000 pasien dari 14 negara menunjukkan
22% pasien menderita nyeri, minimal selama 6 bulan. Pada populasi orang
tua, prevalensi nyeri meningkat menjadi 50%.
Rasa nyeri akan disertai respon stress, antara lain berupa meningkatnya
rasa cemas, denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi napas. Nyeri yang
berlanjut atau tidak ditangani secara kuat, memicu respon stress yang
berkepanjangan, yang akan menurunkan daya tahan tubuh dengan
menurunkan fungsi imun, mempercepat kerusakan jaringan, laju
metabolisme, pembekuan darah dan retensi cairan, sehingga akhirnya akan
memperburuk kualitas kesehatan (Hartwig & Wilson, 2006).
Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan dan bisa
dirasakan sebagai rasa sakit. Nyeri dapat timbul di bagian tubuh manapun
sebagai respon terhadap stimulus yang berbahaya bagi tubuh, seperti suhu
yang terlalu panas atau terlalu dingin, tertusuk benda tajam, patah tulang, dan
lain-lain. Rasa nyeri timbul apabila terjadi kerusakan jaringan akibat luka,
terbentur, terbakar, dan lain sebagainya. Hal ini akan menyebabkan individu
bereaksi dengan cara memindahkan posisi tubuhnya (Guyton & Hall, 1997).
Pada dasarnya, rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh.
Meskipun nyeri berguna bagi tubuh, namun dalam kondisi tertentu, nyeri
dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan penderitaan bagi individu yang
merasakan sensasi ini. Sensasi nyeri yang terjadi mendorong individu yang
bersangkutan untuk mencari pengobatan, antara lain dengan mengkonsumsi
obat-obatan penghilang rasa nyeri (Analgetik). Analgetik adalah obat yang
digunakan untuk menghambat atau mengurangi rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran Saat ini telah banyak beredar obat-obatan sintetis
seperti obat anti inflamasi non steroid (AINS). Sebanyak 25% obat yang
dijual bebas di pasaran adalah analgetik asetaminofen. Obat ini banyak
dipakai untuk bayi, anak-anak, dewasa, dan orang lanjut usia untuk keluhan
nyeri ringan dan demam (Kee, 1994).
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang
menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan
hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya
tentang adanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau
kejang otot (Tjay 2007).
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar
di kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf
pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya
glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya substansi P
(Guyton & Hall 1997; Ganong 2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin,
leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-
ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian
menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga
terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat
ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk
neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum-lanjutan
dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay & Rahardja 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya
tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik,
atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi
atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut
memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator
nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang
mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan
jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh,
kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan
lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang
belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai
nyeri (Tjay 2007).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan
yaitu :
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat
(asetosal, diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–
sediaan golongan non salisilat termasuk derivat asam arylalkanoat.
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-
sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama
digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap
semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu:
1) Obat yang berasal dari opium-morfin
2) Senyawa semisintetik morfin
3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

MekanismeKerjaObatAnalgesik
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim,
yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis
mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum
dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin
dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan
demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya
tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang
paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus,
kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit.
Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu
lama dan dosis besar.
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim
sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan
dengan kerja analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik
OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan
dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek
antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu
pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4
minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID
didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian,
penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan.
Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan
dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh
eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam,
sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu
yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh
paling panjang (45 jam).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid
(AINS) merupakan salah satu kelompok obat yang banyak diresepkan
dan juga digunakan tanpa resep dokter. Beberapa AINS umumnya
bersifat antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik. Respons individual
terhadap AINS bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam
kelas atau derivat kimiawi yang sama. Sehingga kegagalan dengan suatu
obat bisa dicoba dengan obat sejenis dari derivat kimiawi yang sama (1).
Kalium diklofenak merupakan Nonsteroidal Anti Inflammatory
Drug (AINS) yang banyak digunakan untuk penyakit–penyakit seperti
kerusakan musculoskeletal, arthritis, sakit gigi, dan dysmenorrheal
sebagai penghilang rasa sakit dan inflamasi. Diklofenak merupakan obat
Non Steroidal Anti Inflammatory (AINS) dengan efek antIIInflamasi,
analgesik dan antipiretik yang lebih baik dari NSAID lainnya.
Diklofenak bekerja dengan cara menghambat enzim cyclooxygenase 2
(COX 2). Seperti kebanyakan AINS lainnya, diklofenak juga dikenal
dapat meningkatkan resiko pendarahan pada gastrointestinal dan efek
samping kardiovaskular akan tetapi diklofenak memiliki indeks terapi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan AINS lainnya (2).
Reaksi suatu larutan tergantung pada tetapan disosiasi asam (Ka)
dan tetapan disosiasi (Kb). Suatu larutan bereaksi netral jika Ka=Kb,
bereaksi asam jika Ka>Kb dan bereaksi basa jika Kb >Ka. Pka dapat
digunakan untuk mengukur kekuatan asam-basa, dimana semakin kecil
nilai pKa maka asambasa tersebut semakin kuat begitu juga sebaliknya .
Keuntungan dari metode spektrofotometri UV-VIS ini adalah
memiliki sensitifitas(>10-6M) dengan berbagai absorpsi koefisien molar,
penetapan harga pka dengan menggunakan spektrofotometri UV-VIS
harus menggunakan pelarut yang murni (5). Penyerapan (absorbansi)
sinar UV dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh eksitasi-
eksitasi elektron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang
mengabsorbsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada
dalam suatu molekul (6).
Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang
merupakan penghambat COX yang kuat dengan efek anti-inflamasi,
analgesik, dan antipiretik. Obat ini cepat diabsorpsi setelah pemberian
oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Inhibisi sintesis
prostaglandin dalam mukosa saluran cerna sering menyebabkan
kerusakan gastrointestinal (dispepsia, mual dan gastritis). Efek samping
yang paling serius adalah perdarahan gastrointestinal dan perforasi
 Uraian Kalium Diklofenak
Nama kimia :2-[(2,6-dichlorophenyl)amino] benzeneacetic acid,
monopotassium sal.
Rumus molekul : C14H10Cl2KNO2
Berat molekul : 334,2
Pemerian : Serbuk kristal, putih atau agak kekuningan, agak
higroskopis.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, sangat mudah larut dalam
metanol, larut dalam etanol, sedikit larut dalam aseton,
praktis tidak larut dalam eter, kloroform dan asetat encer.
 Farmakologi dan Farmakokinetik Kalium Diklofenak
Kalium diklofenak adalah derivat sederhana dari asam fenil asetat
yang menyerupai flurbiprofen dan meclofenamat. Potensinya lebih besar atau
dari indometasin atau dari naproksen. Obat ini memiliki sifat-sifat
antiinflamasi, analgesik dan antipiretik. Obat ini digunakan untuk efek-efek
analgetik dan antipiretik pada simptom artritis reumatoid. Kalium diklofenak
cepat diabsorpsi melalui saluran cerna setelah pemberian oral, efek analgetik
dimulai setelah 1 jam dan mempunyai waktu paruh 1-2 jam. Kalium
diklofenak terakumulasi dalam cairan sinovial setelah pemberian oral yang
menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat
tersebut. Mekanisme kerja dari kalium diklofenak ini berhubungan dengan
sistem biosintesis prostaglandin.
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga
konversi asam arakidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Setiap obat
menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut COX-1 dan COX-2.
Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya
bersifat unik. Secara garis besar COX-1 mengasilkan prostaglandin yang
bersifar sitoprotektif, siklooksigenase- 2 semula diduga diinduksi berbagai 6
stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan
(growth factors). Hambatan terhadap isoenzim COX-1 dan COX-2 oleh AINS
berakibat hambatan produksi prostaglandin. Kondisi ini akan menurunkan
ketahanan mukosa lambung.
Ketahanan mukosa lambung ditentukan oleh faktor defensif yang
terdiri dari lapisan pre-epitel, epitel dan sub-epitel. Lapisan preepitel
merupakan sawar terdepan dari mukosa lambung dalam mencegah pengaruh
isi lumen terhadap lapisan epitel. Peranan mukus dan sekresi bikarbonat
merupakan faktor utama dalam pencegahan primer maupun sekunder lesi
mukosa akut oleh AINS. Efek topikal AINS terjadi akibat dari kerusakan
lapisan mukus, sehingga akan terjadi gangguan permeabilitas dinding sel
epitel dengan akibat obat akan masuk dan terperangkap di dalam sel.
Selanjutnya terjadi pembengkakan disertai proses inflamasi dan akan terjadi
kerusakan sel epitel tersebut. Efek topikal ini akan diikuti oleh efek sistemik
dalam bentuk hambatan produksi prostaglandin melalui jalur COX-1 dan
COX-2. Mekanisme hambatan isoenzim cyclooxygenase tergantung dari
golongan AINS.
Peran faktor agresif seperti asam lambung, pepsin dan infeksi
Helicobacter pylori akan memperberat lesi mukosa yang terjadi diakibatkan
bertambahnya proses radang yang terjadi, meskipun masih kontroversi.
Disamping itu terjadinya dismotilitas lambung akibat AINS juga akan
memperberat lesi mukosa yang terjadi. Hambatan selektif terhadap 7
isoenzim Cox-2, tidak menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah
terjadinya lesi mukosa akut. Lesi mukosa akibat AINS dapat terjadi pada usus
halus atau kolon. Terjadinya lesi akibat efek sistemik dan sebagai faktor
agresif yaitu bakteri dan asam. Terjadinya tukak lambung yang dirangsang
oleh obat AINS dihubungkan dengan inhibisi cyclooxygenase. Pencegahan
prostaglandin yang meningkat kan sekresi bikarbonat, inhibisi sekresi asam
merangsang sintesa musin dan meningkatkan perfusi pembuluh darah.
Obat antiradang bukan steroid menghambat biosintesis prostaglandin,
prostasiklin, dan tromboksan melalui penghambatan aktivitas enzim
siklooksigenase. Prostaglandin berperanan penting pada timbulnya nyeri,
demam, dan reaksi-reaksi peradangan, maka obat AINS melalui
penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase, mampu menekan gejalagejala
tersebut. Namun demikian, prostaglandin juga berperanan penting pada
proses-proses fisiologis normal dan pemeliharaan fungsi regulasi berbagai
organ. Pada selaput lendir traktus gastrointestinal, prostaglandin berefek
protektif. Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi
mekanis, osmotis, termis atau kimiawi. Dalam suatu telaah telah ditunjukkan,
bahwa pengurangan prostaglandin pada selaput lendir lambung memicu
terjadinya tukak. Hal ini membuktikan peranan penting prostaglandin untuk
memelihara fungsi barier selaput lender. Dengan demikian, mekanisme kerja
8 obat AINS sekaligus menjelaskan profil efek utama maupun efek samping
obat ini terutama toksisitasnya pada traktus gastrointestinal yang membatasi
peng-gunaan obat ini.
Efek samping yang lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit
kepala. Efek samping yang terjadi pada kira-kira 20% penderita meliputi
distres saluran cerna, pendarahan saluran cerna dan timbulnya tukak lambung.
Absorpsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat
ini terikat 99 % pada protein plasma. Kalium diklofenak diakumulasi di
cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi disendi jauh lebih lama dari
waktu paruh obat tersebut. Pemakaian obat ini harus berhati–hati pada
penderita tukak lambung. Pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan.
Diklofenak adalah 100% diserap setelah pemberian oral dibandingkan dengan
pemberian IV yang diukur dengan pemulihan urin. Namun, karena pertama-
pass metabolisme, hanya sekitar 50% dari dosis yang diserap adalah sistemik
tersedia. Dalam beberapa relawan puasa, kadar plasma terukur diamati dalam
waktu 10 menit dari dosis dengan kalium diklofenak . Tingkat puncak plasma
tercapai sekitar 1 jam berpuasa sukarelawan normal, dengan kisaran 0,33-2
jam.
Makanan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat penyerapan
diklofenak. Namun, biasanya ada keterlambatan dalam timbulnya penyerapan
dan penurunan kadar plasma puncak sekitar 30% Diklofenak adalah lebih dari
99% terikat dengan protein serum manusia, terutama pada albumin. Serum
binding protein adalah konstan 9 selama rentang konsentrasi (0,15-105 mg /
mL) dicapai dengan dosis yang dianjurkan. Diklofenak berdifusi ke dalam
dan keluar dari cairan sinovial. Difusi ke dalam sendi terjadi ketika kadar
plasma lebih tinggi dibandingkan dalam cairan sinovial, setelah proses
membalikkan dan tingkat cairan sinovial lebih tinggi dari kadar plasma. Lima
metabolit diklofenak telah diidentifikasi dalam plasma manusia dan urin.
Metabolit termasuk 4'-hidroksi-, 5-hidroksi-, 3'-hidroksi-, 4 ',5-
dihidroksi-dan 3'-hidroksi-4'-metoksi diklofenak. Pada pasien dengan
disfungsi ginjal, konsentrasi puncak metabolit 4'-hidroksi-dan 5-
hidroksidiklofenak sekitar 50% dan 4% dari senyawa induk setelah
pemberian dosis tunggal oral dibandingkan dengan 27% dan 1% pada subyek
sehat normal. Namun, diklofenak metabolit menjalani glucuronidation lanjut
dan sulfasi diikuti oleh ekskresi bilier. Satu diklofenak metabolit 4'-hidroksi-
diklofenak memiliki aktivitas farmakologis sangat lemah. Diklofenak
dihilangkan melalui metabolisme dan ekskresi urin berikutnya dan empedu
dari glukuronida dan konjugat sulfat dari metabolit. Sedikit atau tidak ada
diklofenak berubah gratis diekskresikan dalam urin.
Sekitar 65% dari dosis diekskresikan dalam urin dan sekitar 35%
dalam empedu sebagai konjugat diklofenak berubah ditambah metabolit.
Karena eliminasi ginjal bukanlah jalur yang signifikan eliminasi untuk
diklofenak tidak berubah, dosis penyesuaian pada pasien dengan ringan
sampai sedang 10 disfungsi ginjal tidak diperlukan. Terminal paruh
diklofenak tidak berubah adalah sekitar 2 jam. Kalium diklofenak merupakan
salah satu golongan obat antiinflamasi non steroid (AINS) yang banyak
digunakan untuk nyeri dan inflamasi.
Kalium Diklofenak dalam bentuk lepas lambat terkendali adalah salah
satu teknologi yang dikembangkan untuk memperbaiki toleransi kalium
diklofenak. Beberapa studi klinis kalium diklofenak yang diberikan sebagai
monoterapi atau kombinasi, menunjukkan obat ini efektif meredakan gejala
osteoarthritis maupun rheumatoid arthritis.
Dosis Pemakaian (6) Dosis oral 3 kali sehari 25-50 mg setelah
makan, rektal 1 kali sehari 50 mg sampai 100 mg, Pada nyeri kolik atau
serangan encok pemberian 1-2 kali sehari 75 mg selama 1-3 hari.
Interaksi Obat
 Aspirin Tablet kalium diklofenak bila digunakan dengan
aspirin, mengikat protein yang berkurang. Signifikansi klinis
interaksi ini tidak diketahui, namun, seperti dengan AINS
lainnya, administrasi seiring diklofenak dan aspirin umumnya
tidak dianjurkan karena potensi efek samping meningkat.

Methotrexate AINS telah dilaporkan kompetitif menghambat


akumulasi methotrexate dalam irisan ginjal kelinci. Hal ini mungkin
menunjukkanbahwamerekabisameningkatkantoksisitasmetotreksat.
- Siklosporin Tablet kalium diklofenak, seperti AINS lainnya,
dapatmempengaruhi prostaglandin ginjal dan meningkatkantoksisitasobat-
obatantertentu. Oleh karenaitu, terapi bersamaan dengan siklosporin, dapat
meningkatkan nefro toksisitassi klosporinini.
- ACE inhibitor Laporan menunjuk kan bahwa AINS dapat
mengurangi efek anti hipertensi ACE-inhibitor. Interaksi ini harus
diberikan pertimbangan pada pasien yang memakai AINS bersamaan
dengan ACE inhibitor.
- Furosemide Studiklinis, serta pengamatan post marketing, telah
menunjukkan bahwa Kalium Diklofenak lepas lambat dapat mengurangi
efek natriuretik furosemide dan tiazid pada beberapa pasien. Tanggapan
ini telah dikaitkan dengan penghambatan sintesis prostaglandin ginjal.
Selama terapi bersamaan dengan AINS, pasien harus diamati dengan ketat
untuk tanda tanda gagal ginjal, serta untuk menjamin keberhasilan
diuretik.
- Lithium AINS telah menghasilkan peningkatan pada tingkat
lithium plasma dan penurunan bea lithium ginjal. Rata-rata minimum
konsentrasi lithium meningkat 15% dan pembersihan ginjal menurun
sekitar 20%. Efek ini telah dikaitkan dengan penghambatan sintesis
prostaglandin ginjal oleh AINS. Jadi, ketika AINS dan lithium yang
diberikan bersamaan, subyek harus diamati dengan hati-hati untuk tanda-
tanda toksisitas lithium.
- Warfarin Efekdari warfarin dan AINS pada perdarahan GI yang
sinergis, sehingga pengguna kedua obat bersama-sama memiliki risiko
perdarahan GI serius lebih tinggi dari pada pengguna salah satu nya saja.
Secaraempiristanamanmawardapatmengobatiberbagaipenyakitseperti flu,
inflamasi, osteoarthritis, reumatoid arthritis, diuretik, laksatif, demam
(Guo et al., 2011; ; Chrubasik C., Duke, Chrubasik S., 2006; Chrubasik
J.E., Roufogalis, Chrubasik S., 2007).
Mekanismekerja Na-diklofenak
Penghambatan biosintesa prostaglandin, yang telah dibuktikan
pada beberapa percobaan, mempunyai hubungan penting dengan
mekanisme kerja kalium diklofenak. Prostaglandin mempunyai peranan
penting sebagai penyebab dari inflamasi, nyeri dan demam. Pada
percobaan-percobaan klinis Kalium Diklofenak juga menunjukkan efek
analgesik yang nyata pada nyeri sedang dan berat. Dengan adanya
inflamasi yang disebabkan oleh trauma atau setelah operasi, kalium
diklofenak mengurangi nyeri spontan dan nyeri pada waktu bergerak
serta bengkak dan luka dengan edema. Kalium diklofenak secara in vitro
tidak menekan biosintesa proteoglikan di dalam tulang rawan pada
konsentrasi setara dengan konsentrasi yang dicapai pada manusia.
Diklofenak Na (Voltaren, Neurofenac), mempunyai aktivitas
antirematik, antiradang dan analgesic - antipiretik, digunakan terutama
untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai keadaan
rematik dan kelainan degeneratif pada system ototrangka. Diklofenak
diserap secara cepat dan sempurna didalam lambung, kadar plasma
tertinggi dicapai 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paruh
antara 6-15 jam.
 Bunga mawar
Secara empiris tanaman mawar dapat mengobati berbagai
penyakit seperti flu, inflamasi, osteoarthritis, reumatoid arthritis, diuretik,
laksatif, demam. Kandungan kimia pada bunga mawar (Rosa chinensis
Jacq.), yaitu hydrolyzable tannins (gallotanin, ellagitanin), flavonol
(quercetin, kaempferol), antosianin (Cai, Xing, Sun, Zhan &Corke, 2005).
Pada penelitian terdahulu diketahui bahwa Rosa damascena,
Rosamulti flora, Rosa canina, Rosa hybrida, memiliki efek analgesik,
karena mengandung flavonoid, yaitu kaempferol dan quercetin yang dapat
memberikan efek analgesik (Rakhshandeh, Mashhadian, Dolati&
Hosseini, 2008; Zhang et al.,2008; Orhan, Hartevioǧlu, Küpeli
&Yesilada, 2007; Choi & Hwang, 2003).
C. ALAT DAN BAHAN

N ALAT BAHAN
O
1 Spuit injeksi (0,1-1 ml ) Hewan uji ( mencit )
2 Jarum oral ( ujungtumpul ) Laurtan CMC Na 1% per-
oral
3 Beker glas Suspensi natriium
diklofenak 0.5% dalam
CMC 1% 7,14
mg/kgBB( dosis manusia)
4 Stop watch Suspense paracetamol 1%
dalam CMC 1% dosis 7,14
mg/kgBB( dosis manusia)
5 Rebusan ekstrak bahan alam berefek Larutan steril asam asetat
analgetik 1%
6 Mortir & stamfer
7 Pipet tetes
8 Gelas ukur
9 Batang pengaduk
D. CARA KERJA

Setiap kelompok mendapat 3 mencit

Mencit 1 diberi lar. Mencit II diberi Ka. Mencit 3 diberi


CMC 1% po Diklofenak po Ekstrak bunga mawar

Mencit Disuntikan As. Asetat 75 mg/BB, setelah 15 menit

Dicatat jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5


menit selama 30 menit

Di buat kurva mean geliat masing-masing perlakuan vs t (menit)

Dihitung % Daya Analgetiknya

Dibandingkan daya analgetik ka. Diklofenak, asam mefenamat


dengan ekstrak mawar

E. Perhitungan
1. Kalium diklofenak
 Mencit I:
300 mg / kg BB x 20,5 g (0,025mg) = 7,5 mg
 Mencit II:
300 mg / kg BB x 20,3 (0,023 mg) = 6,9 mg
 Mencit III:
300 mg / kgBB x 19,29 ( 0,019) = 0,57 mg
2. Ekstrak Bunga Mawar
 Mencit I:
 Mencit II:
 Mencit III:

F. HASIL DAN PENBAHASAN


1) HASIL

Menit Jumlah Geliat


Kaldiklofenak Bunga mawar Control CMC
ke -
0–5 4 5 10
6 – 10 3 5 8
11 – 15 1 4 7
16 – 20 1 2 5
21 – 25 - 1 3
26 – 30 - - 3
31 – 35 1
Jumlah kumulatif 9 17 37

0
0-5 00.00.00 42278 Category 4

2) PEMBAHASAN
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi atau menghalau rasa sakit atau nyeri. Tujuan dari
percobaan kali ini adalah menentukan efek analgetika bahan alam
dibandingkan obat pereda nyeri dengan metode rangsang kimia.
Percobaan ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu mencit.
Metode rangsang kimia digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri
yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang digunakan untuk
penetapan daya analgetika.Metode Witkin ( Writhing Tes / Metode
Geliat ), dengan prinsip yaitu memberikan asam asetat 1% (indikator
nyeri) kepada mencit yang akan menimbulkan geliat ( Writhing ),
sehingga dapat diamati respon mencit ketika menahan nyeri pada perut
dengan cara menarik abdomen, menarik kaki kebelakang, dan
membengkokan kepala ke belakang. Dengan pemberian obat analgetik
(paracetamol, asam mefenamat,)  akan mengurangi respon tersebut.
Obatpertama yang digunakandalampercobaaniniadalah Kalium
Diklofenak. Obat ini bekerja dengan cara menghambat enzim
cyclooxygenase(COX) sehingga produksi prostaglandin di seluruh
tubuh akan menurun. Penghambatan terhadap enzim cyclooxygenase-
2(COX-2) diperkirakan memediasi efek antipiretik (penurunan suhu
tubuh saat demam), analgesik (pengurangan rasa nyeri), dan
antiinflamasi (anti peradangan).Sedangkan penghambatan enzim
COX-1 menyebabkan gangguan pada pencernaan berupa luka atau
ulkus di lambung disamping gangguan pembekuan darah.
Pemberian yang kedua adalah ekstak bunga mawar. Pada
penelitian terdahulu diketahui bahwa Rosa damascena, Rosa
multiflora, Rosa canina, Rosa hybrida, memiliki efek analgesik,
karenamengandung flavonoid, yaitu kaempferol dan quercetin yang
dapat memberikan efekan algesik (Rakhshandeh, Mashhadian, Dolati&
Hosseini, 2008; Zhang et al., 2008; Orhan, Hartevioǧlu, Küpeli
&Yesilada, 2007; Choi & Hwang, 2003).
Larutan stok dibuat dengan mensuspensi kaan tablet Kalium
diklofenak, karena bahan obat sukar larut di dalam air dengan
suspending agent CMC Na. Digunakan konsentrasi CMC Na yang
rendah 0,5% agar suspensi tidak terlalu kental sehingga mudah untuk
mengambil suspensi dengan spuit jarum oral dan mudah masuk ke
dalam esofagus mencit.
Langkah pertama yang dilakukan adalah penimbanganberat
pada tiap mencit. Kemudianmencit kelompok pertama diberikan
control CMC secara per oral dan setelah 15 menit kemudian diberi
larutan SSA secara intra peritonial. Tikus kelompok kedua diberikan
Kalium Diklofenalsecara per oral dan setelah 15 menit kemudian
diberi larutan SSA secara intra peritonial. Tikus kelompok ketiga
diberikan bahanalamberupaekstrakmawar secara per oral dan setelah
15 menit kemudian diberi larutan SSA secara intra peritonial.
Pemberian SSA dilakukan secara intraperitonial karena untuk
mencegah penguraian steril asam asetat saat melewati jaringan
fisiologik pada organ tertentu dan larutan steril asam asetat
dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui
rute lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung
bersifat tidak tahan terhadap pengaruh asam.
Pemberian asam asetat ini bertujuan untuk menimbulkan rangsang
nyeri melalui rangsang kimia. Pemberian bahan kimia tertentu akan
merusak jaringan sehinggan memicu keluarnya / terlepasnya mediator
– mediator nyeri seperti bradikinin, prostaglandin dari jaringan yang
rusak yang kemudian merangsang reseptor nyeri di ujung – ujung
saraf perifer yang selanjutnya diteruskan ke pusat nyeri di korteks
serebri yang oleh saraf sensoris melalui sumsum tulang belakang dan
talamus yang kemudian berupa rasa nyeri sebagai akibat dari rangsang
otak tersebut. Digunakan asam asetat yang merupakan asam lemah
yang pada dasarnya bersifat mengiritasi dan dapat membuat luka yang
dapat menimbulkan rasa sakit/ nyeri, tetapi senyawa ini merusak
jaringan lebih sedikit atau tidak permanen bila dibandingkan dengan
menggunakan asam atau basa kuat seperti asam chlorida, dsb.
Larutan steril asam asetat diberikan setelah 15 menit karena
diketahui bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah
mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama
beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan steril asam asetat 0,6
% tikus akan menggeliat dengan ditandai dengan kejang perut dan
kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap
selang waktu 5 menit selama 60 menit.
Pada percobaan ini diperoleh data, jumlah kumulatif geliat pada
mencit yang diberi CMC adalah 37, mencit yang diberi Kalium
Diklofenak adalah 9, danmencit yang diberi ekstrakbungamawar
adalah 17.
Dari data percobaan yang diperoleh, diketahui bahwa jumlah
kumulatif geliat pada mencit dapat diurutkan menjadi
CMC>Ekstrakbungamawar>Ka Diklofenak. Daya Analgetik dari
tinggi ke rendah adalah Ka Diklofenak >Ekstrakbungamawar>CMC.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa obat yang paling efektif dalam
mengatasi nyeri yang diakibatkan oleh rangsangan kimia adalah
Kalium DiklofenaklebihefektifdaripadaEkstrakbungamawar.
Hal ini sesuai dengan literatur yang didapatkan,
hanyasajaperbedaankumulatif dan dayaanalgetiksetiapobat yang
terlalusempit. Ada kemungkinan data yang didapatkankurang valid.
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain praktikan sulit
membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari
obat atau karena tikus merasa kesakitan akibat penyuntikan
intraperitoneal pada perut tikus, faktor penyuntikan yang tertunda
karena mencit sempat menolak.

E. KESIMPULAN
 Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang
menderita.
 Obat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu Analgesik Non
Opioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics), dan Analgesik Opioid/Analgesik
Narkotika
 Pada percobaan yang dilakukan diperoleh hasil obat yang paling efektif
dalam mengatasi nyeri yang diakibatkan oleh rangsangan kimia adalah
Kalium Diklofenak.

F. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, FarmakopeIndonesiEdisi 3, DepartemenKesehatanRepublik


Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, FarmakopeIndonesiEdisi 4, DepartemenKesehatanRepublik
Indonesia, Jakarta.
Berman, Audrey. et al., 2009. Buku Ajar KeperawatanKlinis Kozier &Erb.
Edisi
Diphalma, J. R., Digregorio, G. J, 1986. Basic Pharmacology in Medicine.
3th ed. Mcgraw-hill Publishing Company: 319-20, New York
Ganong, William F, 2003, Fisiologi Saraf &SelOtot. Dalam H. M.
DjauhariWidjajakusumah: Buku Ajar FisiologiKedokteran.
Edisi 20, EGC, Jakarta.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. , 1997, Buku Ajar FisiologiKedokteran , EGC,
Jakarta.
Hartwig, Wilson, Lorraine M, Mary S, 2006, Nyeri
DalamPatofisiologiKonsepKlinis Proses
Katzung, G. Bertram, 1998, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisikeenam,
EGC,Jakarta
Katzung, G. Bertram, 2002, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisikedelapan,
EGC,Jakarta
Kee, Evelyn R.Hayes, 1994, Farmakologi, EGC, Jakarta.
Lacy, C.F., Amstrong , L.L, Goldman, M.R.,
2003, Drug Information Handbook , 11st  Edition, Apja, Lexi-
Comp Inc, Canada, pp 25, 129
Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C, 2001,
FarmakologiUlasanBergambar (edisi 2) (Agus, A.,
penerjemah), WidyaMedika, Jakarta
Tjay,TanHoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obatPenting, PT Gramedia,
Jakarta.
Wilmana, P. F,1995, AnalgesikAntipiretikAntiinflamasiNon Steroid dan
ObatPiri, DalamGaniswarna, S. G. (Ed.). Farmakologi dan
Terapi. Edisi 4. FakultasKedokteranUniversitas Indonesia,
Jakarta
Wilmana, P. F. dan Gan, S., 2007, Farmakologi dan Terapi, Edisi 5,
Jakarta: FK UI.

G. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai