Anda di halaman 1dari 3

Bidasan Bahasa Kabinet Berlogika

Penulis: Suprianto Annaf Redaktur Bahasa Media Indonesia - 13 October 2019, 07:10 WIB

DOK MI

DALAM hitungan hari, kabinet paruh kedua Jokowi akan terbentuk lagi. Selain mencari
kader menteri yang hebat, Presiden harus memberi nama lembaga dan kementerian dengan
tepat. Berlogika dan bermanfaat. Nama kementerian yang tersemat pun hendaknya menjadi
doa dan harapan rakyat.

Kekhawatiran dan harapan di atas bukanlah tanpa alasan. Sudah bertahun nama kementerian
di negeri ini tersemat dalam logika tak beraturan. Dalam nama kementerian itu, sesi positif-
negatif terabaikan. Padahal, sekali lagi, nama kementerian haruslah membumikan harapan
dan kerelevanan: mengandung doa dan impian.

Nama kementerian itu kita bahas berurutan. Pertama, Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi. Dalam deret nama itu, tertera kata pendayagunaan. Sepintas
tidak ada kesan salah. Akan tetapi, berusahalah untuk menelaah. Kesan tak berdaya akan jelas
terasa. Implikatur kata pendayagunaan menyimpan masalah. Ya, masalah bahwa aparatur
negara kita bukan kandidat tangguh. Namun, mereka rapuh sehingga harus dikuatkan secara
utuh. Karena alasan itu pula, aparatur negara harus diberdayakan. Dibina dengan banyak cara
harus ditempuh.
Pertanyaannya, bukankah aparatur negara itu para sarjana yang bertalenta? Mereka sudah
terpilih menjadi menteri melalui cara yang terpuji. Mereka diseleksi agar menjadi mandiri,
baik secara mental maupun akal budi. Lalu mengapa kementerian mereka tetap ada kata
pendayagunaan yang melabeli? Jangan-jangan ini ketakutan dan kekhawatiran bahwa mereka
akan terlibat praktik korupsi. Kalau soal ini, bukankah korupsi tetap saja terjadi? Hem!

Begitu pula kementerian urutan kedua, yakni Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak. Lagi-lagi nama ini mengandung kemiskinan harapan dan arti. Implikatur
yang muncul gampang ditafsirkan: perempuan dan anak Indonesia dikesankan tidak berdaya
sehingga perlu ada kementeriannya. Ini berarti, selagi kementerian ini ada, selama itu pula
perempuan kita tak berdaya.

Pertanyaannya, benarkah mereka tidak berdaya? Untuk anak-anak tentu kita bersepakat
bahwa mereka harus kuat. Hebat dan bermartabat. Sebaliknya, untuk perempuan, saya rasa
mereka tidak demikian. Di negeri ini mereka dihormati dalam undang-undang seperti
kedudukan kaum lelaki: sama rendah dan sama tinggi. Mereka tidak dilebihkan dan tidak
dikurangi. Kalau nyatanya banyak perempuan bertanggung jawab tidak seberat lelaki,
tentulah yang disebut kodrati. Bukan gender yang dieksploitasi.

Urutan ketiga, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Kata
desa tertinggal mengharuskan kita berempati. Di negeri ini, nyatanya ada daerah yang
merana. Tak saja yang jauh di sana, tetapi juga yang dekat dengan kota. Sarana di desa-desa
itu tidak banyak mendapat sentuhan negara, tetapi dibangun seadanya dengan swadaya. Ya,
tentu tidak terkelolah dengan sempurna.

Kesan desa tertinggal tetaplah objek yang terabaikan. Rasa keadilan ditampilkan dalam
polesan kebijakan. Rakyat di desa dininabobokan dalam semu pembangunan. Nama dalam
kementerian itu bukanlah impian, melainkan itu benar kenyataan: desa tertinggal.

Mereka tertinggal dalam pembangunan. Lewat nama itu seakan desa dikuatkan. Nama
lembaga didekatkan dengan inti permasalahan. Namun sayang, logika membangun yang
dimaksudkan malah terbalik dan memiliki arti yang berlawan.
Sebagai usulan, nama-nama kementerian sebaiknya diubah sehingga berlogika. Kementerian
pemberdayaan perempuan diubah dengan kementerian peranan perempuan, sedangkan
kementerian desa tertinggal dipadankan menjadi kementerian kemajuan. Nama baru yang
melabeli menjadi mimpi yang diyakini agar negeri ini tegak berdiri, utuh, dan kukuh.

Komentar:

Saya Setuju dengan Pak Annaf, menurut saya pemberian nama itu penting karena
sebuah nama mengandung arti sekaligus doa. Khusus yang dibahas pada artikel yaitu
pemberian nama untuk kementrian, seharusnya pemberian nama untuk kementrian ialah yang
membangun atau memotivasi rakyat Indonesia untuk maju agar mimpi- mimpi rakyat
Indonesia terwujud yaitu negara yang berdiri tegak, utuh, dan kukuh.

Anda mungkin juga menyukai