Agus Tendi A.B (1705664) Auliya D.I (1702141) Efriliani S (1701990) Fikri Ilyas
M (1705165) Monica S.R (1700144)
Pendidikan Teknologi Agroindustri, Fakultas Pendidikan Teknologi Agroindustri,
Universitas Pendidikan Indonesia
tomi@upi.edu
Abstrak., Susu merupakan produk hasil ternak perah yang bersifat tidak tahan
lama. Usaha untuk memperpanjang masa simpan susu adalah dengan
pengolahan susu menjadi yoghurt. Yoghurt merupakan produk olahan susu
fermentasi menggunakan bakteri Streptococcus thermophilus (ST) dan
Lactobacilus bulgaricus (LB), sehingga yang memiliki cita rasa asam.
Meskipun yoghurt difermentasi dengan bakteri yang sama tetapi parameter lain
dapat mempengaruhi karakteristik dari yoghurt. Praktikum dilaksanakan pada
hari Rabu,19 Februari 2020 di Laboratorium TPHP (Teknologi Pengolahan
Hasil Pertanian) Pendidikan Teknologi Agroindustri. Praktikum dilakukan
dengan perbedaan perlakuan pada bahan baku susu dan konsentrasi kultur. Dari
hasil praktikum diketahui konsentrasi kultur dengan lama inkubasi tidak
memberikan pengaruh yang nyata, namun penambahan konsentrasi kultur dan
lama inkubasi terhadap nilai pH mampu menurunkan nilai pH yoghurt. Kadar
lemak pada susu juga mempengaruhi karakteristik warna dan tekstur pada
yoghurt semakin tinggi kadar lemak susu maka semakin berawarna dan
teksturnya semakin menggumpal dari susu rendah lemak.
Abstract. Milk is a dairy product which is not durable. Efforts to extend the
shelf life of milk is by processing milk into yogurt. Yogurt is a processed
fermented milk product using the bacteria Streptococcus thermophilus (ST)
and Lactobacilus bulgaricus (LB), so that has a sour taste. Although yogurt is
fermented with the same bacteria but other parameters can affect the
characteristics of yogurt. The practicum was held on Wednesday, February 19,
2020 in the Laboratory of TPHP (Agricultural Product Processing Technology)
Agro-Industry Technology Education. Practicum is done by different
treatments on milk raw material and culture concentration. From the results of
the practicum, it is known that the concentration of culture with incubation
time did not have a significant effect, but the addition of culture concentration
and incubation time to the pH value can reduce the pH value of yogurt. The
level of fat in milk also affects the color and texture characteristics of yogurt,
the higher the level of milk fat, the more colorful and the more clotted texture
of low-fat milk.
1. PENDAHULUAN
Susu merupakan bahan pangan alami yang memiliki nilai gizi yang tinggi, karena
mengandung unsur kimia yang sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti protein dan lemak tinggi.
Penyusun utama susu adalah air (87,9%), protein (3,5%), lemak (3,5-4,2%), vitamin dan
mineral (0,85%). Susu sangat mudah rusak karena kondisi nilai nutrisi yang tinggi dan kadar
air yang tinggi merupakan kondisi yang sangat menguntungkan bagi mikroorganisme sebagai
media pertumbuhan mikroba. Kualitas susu agar tetap terjaga diperlukan salah satu usaha
untuk mendapatkan susu yang berkualitas dan meningkatkan daya simpan diperlukan upaya
pasteurisasi susu dan teknologi fermentasi susu. Pengolahan susu banyak dilakukan untuk
memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai gizinya. Salah satu upaya pengolahan
susu adalah fermentasi. Fermentasi merupakan metode pengolahan susu yang sederhana dan
telah dikenal luas oleh masyarakat. Pembuatan yogurt pada umumnya melibatkan dua jenis
bakteri asam laktat sebagai bakteri starter, bakteri S. thermophilus mengawali proses
metabolisme dengan memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida),
sedangkan L. bulgaricus memetabolisme sebagian monosakarida tersebut menjadi asam
laktat. (Oktavia, 2013)
Yoghurt merupakan salah satu produk susu secara fermentasi yang berbentuk cair, kental
atau semi padat yang dibuat dengan bantuan aktivitas bakteri asam laktat Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebagai starter. Yoghurt dibuat dari susu, yang
memiliki banyak zat gizi, diantaranya sebagai sumber protein, fosfor, kalsium, magnesium
dan juga sebagai sumber kalori. Yoghurt dapat berperan sebagai probiotik bagi tubuh karena
bakteri yang hidup dalam yoghurt dapat mengontrol aktivitas bakteri dalam usus (Anonim,
2001). Di Indonesia yoghurt mulai popular pada awal tahun 1990-an walaupun pada saat itu
belum terbiasa mengkonsumsi. Pada saat yang sama orang Belanda mengkonsumsi yoghurt
sebagai makanan harian dengan tingkat konsumsi 13,7 kg/kapita/tahun, disusul Swiss dan
Perancis masing-masing sebesar 7,5 dan 6,1 kg/kapita/tahun (Santoso, 1993).
Berdasarkan uraian diatas, penelitian dilakukan untuk mampu melakukan pengolahan
yoghurt, mengetahui karakteristik yoghurt, pengaruh suhu inkubasi yoghurt, berbedaan
karakteristik yoghurt dengan bahan baku yang berbeda yaitu susu murni dan susu skim cair,
pengaruh konsentrasi starter, dan bagaimana karakteristik yoghurt setelah penyimanan 7 hari
pada suhu dingin yang dihasilkan.
2. METODE
3. Waktu dan Tempat Praktikum :
a. Alat :
Batang Pengaduk
Kompor
Inkubator
Baskom
Termometer
Gelas Ukur
Beaker Glass
Alufo
Penangas Air
Botol vial
pH meter
b. Bahan :
Susu
Starter Yoghurt
5. Prosedur Kerja
Susu Sapi,
Pasteurisasi Pemasukan
Susu Skim, HTST (72˚C; susu kedalam
dan Starter
15') jar
Yoghurt 5%
Penyimpanan
Yoghurt Pengamatan suhu dingin Pengamatan
(7 hari)
Pada praktikum kali ini dilakukan proses pembuatan yoghurt dengan formulasi susu yang
berbeda, yaitu susu murni dan susu skim. Dan dilakukan beberapa perlakuan, yaitu pada
kelompok 1A menggunakan starter 4% (8 ml) dari 200 ml susu murni,kelompok 2A
menggunakan starter 8%(16 ml) dari 200ml susu murni, kelompok 3A menggunakan starter
4% (8 ml) dari 200 ml susu murni, Kelompok 4A starter 8% (16 ml) dari 200 ml susu skim
dan kelompok 5A starter 5% (10 ml) dari 200 ml susu skim.
Proses pembuatan yoghurt diawali dengan melakukan pasteurisasi HTST selama 15 detik
dengan suhu 72˚C, setelah itu pemasukan susu yang sudah di pasteuriasi kedalam jar yang
sudah di sterilisasi selama 15 menit pada suhu 105°C. Kemudian penutupan jar menggunakan
alufo dan pendiaman hingga suhu menjadi 45˚C. Selanjutnya dilakukan penginokulasian
starter yoghurt sesuai dengan perlakuan perkelompoknya dan dilakukan penginkubasian
selama 12 jam pada suhu 30°C. Yoghurt yang dihasilkan kemudian diamati karakteristik
warna, aroma, tekstur, kekentalan, rasa, dan pH. Setelah pengamatan, yoghurt disimpan pada
suhu dingin selama 7 hari dan dilakukan kembali pengamatan karakteristik warna, aroma,
tekstur, kekentalan, rasa, dan pH.
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Yoghurt 12 Jam
NO. TEKSTUR WARNA AROMA RASA PH
1. Kental +1 Putih susu +2 Khas yoghurt Asam +1 4
+2 Asin +3
2. Encer, Putih Khas yoghurt Asam +3 4
menggumpal +1 kekuningan +2
3. Permukaan Khas yoghurt Asam 4
kuning +2
4. Kental, Putih susu Khas yoghurt Asam +2 4
menggumpal +1 +2
5. Kental, Permukaan Khas yoghurt Asam +3, 4
menggumpal kuning & +2 asin +2
putih kerung
3.2 Pembahasan
3.2.1 Susu fermentasi yoghurt
Yoghurt adalah produk susu fermentasi berbentuk semi solid yang di hasilkan melalui
proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat. Melalui perubahan kimiawi
yang terjadi selama proses fermentasi dihasilkan suatu produk yang mempunyai tekstur,
flavor dan rasa yang khas. Selain itu juga mengandung nilai nutrisi yang lebih baik
dibandingkan susu segar. Secara tradisional, pada pembuatan yoghurt digunakan kultur starter
campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan perbandingan 1:1
(Hidayat dkk, 2006).
Kultur yoghurt mempunyai peran penting dalam proses asidifikasi dan fermentasi susu.
Kualitas hasil akhir yoghurt sangat dipengaruhi oeh komposisi dan preparasi kultur starter.
Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofiik dan mesofilik. Bakteri yang umum
digunakan adalah Lb. bulgaricus dengan suhu optimum 42-45°C dan Streptococcus
thermophilus dengan suhu optimum 38-42°C. Selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara
kedua jenis bakteri. Sedangkan kultur starter kefir mengandung mikroba yang terdiri dari
bakteri dan khamir yang masing- masing berperan dalam pembentukan cita rasa dan struktur
kefir. Bakterimenyebabkan terjadinya asam sedangkan khamir menghasilkan alkohol dan
CO2 pada proses fermentasi. Hal ini membedakan rasa yoghurt dan kefir (Hidayat dkk, 2006).
Kefir dan yoghurt adalah susu fermentasi, tetapi keduanya memiliki perbedaan pada jenis
kultur bakteri yang digunakan untuk fermentasi. Yoghurt mengandung bakteri transisi
mempertahankan kebersihan sistem pencernaan dan menyediakan makanan untuk bakteri
baik. Sedangkan kefir dapat benar-benar membersihkan saluran usus, sesuatu yang tidak dapat
dilakukan oleh yoghurt. Kefir mengandung beberapa strain bakteri yang tidak dapat
ditemukan pada yoghurt, yaitu Lactobacillus Caucasus, Leuconostoc, spesies Acetobacter dan
spesies Streptococcus. Kefir juga mengandung ragi yang bermanfaat, seperti Saccharomyces
kefir dan Torula kefir, yang mendominasi, mengontrol dan menghilangkan ragi patogen yang
destruktif dalam tubuh manusia (Buckle, 2010).
Aroma
Didapat dari hasil praktikum tidak terjadi peningkatan aroma yang mencolok/menyengat
selama penyimpanan yoghurt. Yoghurt memiliki karakteristik aroma yang khas seperti aroma
asam. Aroma ini timbul karena selama proses fermentasi terjadi perubahan laktosa susu
menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat. Asam laktat inilah yang menyebabkan yoghurt
memiliki aroma khas asam.
Aroma produk yoghurt disebabkan oleh senyawa-senyawa volatil yang terbentuk sehingga
menimbulkan aroma asam yang khas. Selain berperan dalam pembentukan gel, asam laktat
juga memberikan ketajaman rasa dan menentukan aroma khas dari yoghurt (Anindita, 2002).
Menurut Kusmawati (2008) parameter aroma sangat berkaitan dengan parameter rasa. Flavor
dan rasa yang khas pada produk disebabkan karena BAL menghasilkan senyawa kimia dari
asam laktat, asetaldehid, asam asetat, diasetil atau 2,3-pentanadion dan bahan lain yang
mudah menguap.
Rasa
Dari hasil penelitian didapat untuk karakterisasi Rasa pada penyimpanan yoghurt hanya
dilakukan pada hari ke-1 dan tidak dilakukan pada hari ke-7 sehingga tidak diketahui
perubahan karakterisasi Rasa pada penyimpanan hari ke-7. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh EM Ningrum (2011), bahwa tidak terjadi peningkatan asam laktat yang
signifikan pada yoghurt pasteurisasi pada penyimpanan suhu dingin di hari ke-16. Sehingga
diperoleh berdasarkan kajian teori bahwa rasa yang akan ditimbulkan pada penyimpanan pada
hari ke-7 tidak akan mengalami peningkatan rasa asam dan yang signifikan, hal ini
dikarenakan pada suhu dingin akan mencegah bakteri yang ada dalam yoghurt tidak dapat
berkembang biak dan melakukan aktivitas lebih lanjut dengan jangka waktu sampai
penyimpanan 16 hari.
Hal ini didukung oleh Schornburn (2002) bahwa rasa asam pada yoghurt disebabkan oleh
adanya aktivitas metabolisme seluler BAL pada fermentasi yoghurt. Yoghurt memiliki flavor
dan rasa yang khas karena senyawa kimia yang dihasilkan dari asam laktat, asetaldehid, asam
asetat, diasetil atau2,3-pentanadion dan bahan lain yang mudah menguap Rasa asam ini yang
kemudian akan menutupi cita rasa khas bahan sehingga meningkatkan kesukaan panelis.
Tekstur
Didapat dari hasil praktikum bahwa perubahan tekstur yang terjadi selama penyimpanan
sedikit menggumpal, hal ini dimungkinkan karena kesetaraan koagulum yang terbentuk pada
tiap perlakuan. Dugaan ini berdasar pada kesetaraan nilai pH yang dihasilkan pada tiap
perlakuan
Konsistensi koagulum menentukan tekstur yoghurt. Konsistensi ini dipengaruhi oleh pH
ketika pH berada di luar rentang pH normal susu karena pada rentang ini, kasein bisa
membentuk jaringan dengan protein whey yang telah mengalami denaturasi pada saat
dilakukan pasteurisasi sebagai bagian integral dari proses pembuatan yoghurt (Bylund,
1995). Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa penggumpalan merupakan sifat susu yang
paling khas. Penggumpalan dapat disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam.
Enzim Proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri dapat menyebabkan penggumpalan air susu.
Kerja enzim ini biasanya terjadi dalam tiga tahap yaitu penyerapan enzim ke dalam partikel-
partikel kasein, diikuti dengan perubahan keadaan partikel kasein itu sebagai akibat kerja
enzim dan terakhir mengendapnya kasein yang telah berubah itu sebagai garam kalsium atau
garam kompleks. Adanya ion-ion kalsium dalam air susu diperlukan untuk proses
pengendapan.
pH (Keasaman)
Nilai pH setara dengan total asam laktat, dalam hal ini banyaknya asam laktat yang
dihasilkan akan memberikan nilai pH yang semakin rendah. Hasil pengukuran pH pada hari
ke-1 dan hari ke-7 yoghurt adalah berkisar 4. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawati dan
Rahayu (1992), bahwa derajat asam yoghurt antara 3,8-4,6 mengandung asam laktat 0,7-1,1
%. Hal ini disebabkan karena yoghurt tersebut disimpan pada suhu dingin sehingga bakteri
yang ada dalam yoghurt tidak dapat berkembang biak dan melakukan aktivitas lebih lanjut
dengan jangka waktu 7 hari. Menurut Tamime dan Robinson (1985), bahwa penghentian
proses fermentasi dilakukan dengan cara pendinginan pada suhu < 10°C, namun yang terbaik
adalah pada suhu 5°C. Pada keadaan ini mikroba tidak aktif, sehingga pengontrolan asam
yang terbentuk dapat dilakukan.
Penyimpanan pada suhu dingin menyebabkan yoghurt dapat tahan sampai 7 hari dan
masih baik untuk dikonsumsi. Hal ini didukung oleh Setiawati dan Rahayu (1992), bahwa
yoghurt mempunyai daya tahan kurang lebih 3 minggu pada temperatur 4-5°C. Rendahnya
nilai pH disebabkan karena adanya aktivitas bakteri yang menyebabkan keasaman. Makin
tinggi aktivitas bakteri, pH yoghurt makin rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckle,
dkk (1987), bahwa bakteri asam laktat termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar
asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang
dihasilkan dengan cara tersebut akan menurunkan nilai pH lingkungan dan menimbulkan rasa
asam.
7. KESIMPULAN
Yoghurt merupakan produk fermentasi susu dengan bakteri asam laktat dan inkubasi dengan
suhu 30C selama 12 jam. Bakteri S. thermophillus akan tumbuh optimal pada suhu sekitar
43°C dan pH akan turun akibat bakteri S. thermophillus mengubah laktosa menjadi asam
laktat sehingga pH susu turun menjadi 5 – 4 sedangkan L. bulgaricus akan tumbuh optimal
jika pH sudah berkisar menjadi 5.
Konsentrasi kultur dengan lama inkubasi tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun
penambahan konsentrasi kultur dan lama inkubasi terhadap nilai pH mampu menurunkan nilai
pH yoghurt. semakin banyak konstentrasi starter yang digunakan maka kadar asam meningkat.
Warna yoghurt dipengaruhi kandungan lemak pada susu, semakin tinggi kadar lemak susu
maka semakin berawarna. Yoghurt yang terbuat dari susu murni lebih banyak terdapat
gumpalan daripada yoghurt yang terbuat dari susu skim, berdasarkan hasil pengamatan,
yoghurt yang terbuat dari susu skim memiliki pH rendah.
Tidak terdapat perubahan signifikan pada karakteristik warna, pH, aroma dan rasa di hari ke-0
dan hari ke-7. Tetapi tedapat perbedaan tekstur dimana yoghurt hari ke-7 lebih menggumpal
dari yoghurt hari ke-0.
DAFTAR PUSTAKA
Achyadi, Nana Sutisna. (2016). Perkuliahan Teknologi Pengolahan Pangan II. Universitas
Pasundan: Bandung
Anindita. (2002). Pembuatan yakult kacang hijau. kajian tingkat pengenceran dan
konsentrasi sukrosa. Skripsi. FTP. Universitas Brawijaya. Malang.
Anonim, (2001). Yogurt (http://foodsci/dary.edu/yogurt.ht ml). Diakses 3 Maret 2020.
Anonim. (1994). Buletin PPSKI (Perhimpunan Peternak sapi dan Kerbau Indonesia).
Nomor 43 Tahun IX April – Juni, Bandung.
Atherton H. V. dan J. A. Newlander, (1981). Chemistry and Testing Dairy Products. The Avi
Publishing Company Inc. Connecticut.
Buckle, K.A. dkk. (2010). Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Buckle, K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. (1985). Ilmu Pangan (Terjemahan). Jakarta:
Universitas Indonesia. Halaman 97-98
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. (1987). Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. 1988. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Bylund, G. (1995). Dairy processing handbook. Tetra Pak Processing Systems AB S-221
86 Lund, Sweden
Chandan, R. C. dan K. M. Shahani, (1993). Yogurt. In: Dairy Science and Technology
Handbook. 2. Product Manufacturing. Y. H. Hui, Ed. VCH, Pub., Inc., USA.
Chotimah, Siti Chusnul. (2009). Peranan Streptococcus thermophiles dan Lactobacillus bulgaricus
dalam Proses Pembuatan Yoghurt: Suatu Review. Jurnal Ilmu Peternakan. 4: (2). Hlm 47-52.
Darmajana, D.A. (2011). Pengaruh Konsentrasi Starter dan Konsentrasi Karagenan
Terhadap Mutu Yogurt Nabati Kacang Hijau. Prosiding SNaPP 2011 Sains,
Teknologi dan Kesehatan. ISSN: 2089-3582.
Hidayat, Nur, Masdiana dan Sri Suhartini. (2006). Mikrobiologi Industri. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Hui, Y.H. (1993). Dairy Science and Technology Handbooks: Principles and Properties.
VCH Publisher Inc. New York.
Husna, N. (2000). Mempelajari Pengaruh Jenis Kultur dalam Pengeringan Beku dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Kultur Starter Yogurt. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. Bogor.
Koswara, S., (2005). Susu Dan Yoghurt Kedelai
Kusmawati, E. (2008). Kajian formulasi sari mentimun (Cucumis sativus L.) sebagai
minuman probiotik menggunkana campuran kultur Lactobacillus delbrueckii
subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus
casei subsp. rhamnosus. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Muawanah, A. (2000). Pengaruh Lama Inkubasi dan Variasi Jenis Starter Terhadap Kadar
Gula, Asam laktat, Total Asam, dan pH Yogurt Susu Kedelai. Program Studi Kimia.
FST UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Ningrum, E. M., Ternak, S. P. J. P., & UNHAS, F. (2011). Kajian Sifat Fisik Yoghurt
Pasteurisasi dan Tanpa Pasteurisasi pada Penyimpanan Lemari Es. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Oberman, H . (1985) . Fermented milks . In : microbioloy of Fermented Foods. vol 2 . Elsiever applied
science Publishers, England.
Oktavia, Heldy (2013). Pengaruh Penambahan Kultur Tunggal Dan Campuran Dengan
Lama Inkubasi Pada Suhu Ruang Terhadap Kadar Ph, Keasaman, Viskositas Dan
Sineresis Pada Set Yogurt. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang
Santoso, H.B. (1994). Susu dan Yoghurt Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.
Schornburn, R. (2002). The effects of various stabilizers on the mouthfeel and other attributes
of yoghurt. Thesis. University of Florida.
Setiawati, T dan S. rahayu. (1992). Buku Tehnik dan Pengembangan Peternakan seri
Penanganan Susu. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
Stat, M. (1992). Laporan Penelitian Pengaruh Ratio dan Waktu Inokulasi Starter Terhadap
Mutu Yoghurt. Fakultas MIPA. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Sunarlim, R., H. Setiyanto dan M. Poeloengan. (2007). Pengaruh Kombinasi Starter Bakteri
Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus plantarum
Terhadap Sifat Mutu Susu Fermentasi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner 2007.
Tamime AY, Robinson RK. (1989). Yoghurt Science and Technology. London: Peramon Pr.
Tamime, A Y., and R. K. Robinson. (1985). Yoghurt, Science and Technology. Perqamon
Pess, Oxford.
Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.
Wilkinson, M. (2000). Improving the Quality of Yogurt. www.teagascie/research/reports/dai
ryproduction/4615/eopr-4615.htm22k. Diakses tanggal 03 Maret 2020.
Winarno, F. G., (1991), Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia. Jakarta
LAMPIRAN
Tabel Pengamatan Yoghurt
Ke
Lom Jam ke-12 Hari ke 7
pok
1
4
5
LEMBAR KONTRIBUSI
Agus Tendi A.B : Lampiran, Editor dan Pertanyaan responsi no 6
Fikri Ilyas Muharram : Abstrak, Kesimpulan, dan Pertanyaan responsi no 1 dan 2
Auliya Dewi I : Pendahuluan dan Pertanyaan responsi no 3
Monica : Metodelogi dan Pertanyaan responsi no 4
Efriliani Sekartini : Tabel hal dan pertanyaan responsi no 5