Anda di halaman 1dari 9

1.

Adanya suatu sistem hidrothermal di bawah permukaan sering kali ditunjukkan oleh
adanya manifestasi panasbumi di permukaan (geothermal surface manifestation),
seperti mata air panas, kubangan lumpur panas (mud pools), geyser dan manifestasi
panasbumi lainnya (Gambar 1), dimana beberapa diantaranya, yaitu mata air panas,
kolam air panas sering dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mandi,
berendam, mencuci, masak dan yang lainnya. Manifestasi panasbumi di permukaan
diperkirakan terjadi karena adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau
karena adanya rekahan-rekahan yang memungkinkan fluida panasbumi (uap dan air
panas) mengalir ke permukaan (Saptadji, N. M., 2002).

Gambar 1 Manifestasi Panasbumi (Saptadji, N. M., 2002).


Tanah Panas (Warm Ground) yaitu adanya sumber daya panasbumi di bawah
permukaan dapat ditunjukkan antara lain dari adanya tanah yang mempunyai
temperatur lebih tinggi dari temperatur tanah disekitarnya. Hal ini terjadi karena
adanya perpindahan panas secara konduksi dari batuan bawah permukaan ke batuan
permukaan (Saptadji, N. M., 2002).
Tanah Beruap (Steaming Ground) merupakan jenis manifestasi dimana uap
panas (steam) keluar dari permukaan tanah. Uap tersebut berasal dari suatu lapisan
tipis dekat permukaan yang mengandung air panas yang mempunyai temperatur sama
atau lebih besar dari titik didihnya. Jika gradien temperatur lebih besar dari 300C/m,
maka steaming ground sangat berbahaya bagi makhluk hidup karena temperatur yang
sangat tinggi menyebabkan tumbuh-tumbuhan tidak dapat hidup (Saptadji, N. M.,
2002).
Kolam air panas merupakan salah satu petunjuk adanya sumber daya
panasbumi di bawah permukaan. Kolam air panas ini terbentuk karena adanya aliran
air panas dari bawah permukaan melalui rekahan-rekahan batuan. Pada permukaan air
terjadi penguapan yang disebabkan karena adanya perpindahan panas dari permukaan
air ke atmosfir. Panas yang hilang ke atmosfir sebanding dengan luas area kolam,
temperatur pada permukaaan dan kecepatan angin (Saptadji, N. M., 2002).
Kolam lumpur panas (Mud Pool), kenampakannya sedikit mengandung uap
dan gas CO2, tidak terkondensasi, umumnya fluida berasal dari kondensasi uap.
Penambahan cairan lumpur menyebabkan gas CO2 keluar. Mud vulkano adalah tipe
dari kolam lumpur panas, dimana gas keluar dari satu celah dengan temperatur lebih
kecil dari titik didih (Santoso, D., 2002).
Lumpur terdapat dalam keadaan cair karena kondensasi uap panas.
Sedangkan letupan-letupan yang terjadi adalah karena pancaran CO2 (Saptadji, N. M.,
2002). Air Panas (Hot Springs) merupakan salah satu petunjuk adanya sumber daya
panasbumi di bawah permukaan. Mata air panas ini terbentuk karena adanya aliran air
panas dari bawah permukaan melalui rekahan-rekahan batuan (Saptadji, N. M., 2002).
Temperatur 500 C disebut warm springs. Temperatur > 500 C disebut hot springs.
Hot springs biasanya agak asam, bila netral umumnya berasosiasi dengan sistem air
panas jenuh dengan silika dan menghasilkan endapan sinter. Endapan teras travetin
biasanya berhubungan dengan karbonat yang terkandung dalam fluida tersebut
(Santoso, D.,2002).
Fumarol adalah lubang kecil yang memancarkan uap panas kering (dry steam)
atau uap panas yang mengandung butirran-butiran air (wet steam). Apabila uap
tersebut mengandung gas H2S maka manifestasi permukaan tersebut disebut solfatar.
Fumarol yang memancarkan uap dengan kecepatan tinggi dapat juga dijumpai di
daerah tempat terdapatnya sistem dominsai uap. Uap tersebut mengandung SO2 yang
hanya stabil pada temperatur yang sangat tinggi (> 5000C). Fumarol yang
memancarkan uap dengan kandungan asam boric tinggi umumnya disebut soffioni
(Saptadji, N. M., 2002).
Geyser merupakan mata air panas yang menyembur ke udara secara
intermittent (pada selang waktu tidak tentu) dengan ketinggian air sangat beraneka
ragam, yaitu dari kurang dari satu meter hingga ratusan meter. Selang waktu
penyemburan air (erupsi) juga beraneka ragam, yaitu dari beberapa detik hingga
beberapa hari. Lamanya air menyembur ke permukaan juga sangat beraneka ragam,
yaitu dari beberapa detik hingga beberapa jam. Geyser merupakan manifestasi
permukaan dari sistem dominasi air (Saptadji, N. M., 2002).
Silika sinter merupakan endapan silika di permukaan yang berwarna kuning
keperakan. Umumnya dijumpai di sekitar mataair panas dan lubang geyser yang
menyemburkan air yang bersifat netral. Apabila laju aliran air panas tidak terlalu
besar umumnya di sekitar mataair panas tersebut terbentuk teras-teras silika yang
berwarna keperakan (silica sinter terace atau sinter platform). Silika sinter merupakan
manifestasi permukaan dari sistem panasbumi yang didominasi air (Saptadji, N. M.,
2002).

Gambar 2 Manifestasi Geothermal di permukaan

2. Larutan hidrotermal adalah cairan bertemperatur tinggi (100 – 500 oC) sisa
pendinginan magma yang mampu merubah mineral yang telah ada sebelumnya dan
membentuk mineral-mineral tertentu. Secara umum cairan sisa kristalisasi magma
tersebut bersifat silika yang kaya alumina, alkali dan alkali tanah yang mengandung
air dan unsur-unsur volatil (Bateman, 1981). Larutan hidrotermal terbentuk pada
bagian akhir dari siklus pembekuan magma dan umumnya terakumulasi pada litologi
dengan permeabilitas tinggi atau pada zona lemah. Interaksi antara larutan
hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya (wall rocks) akan menyebabkan
terubahnya mineral primer menjadi mineral sekunder (alteration minerals) (Bateman,
1981).

Proses hidrotermal pada kondisi tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral


tertentu yang dikenal sebagai himpunan mineral atau mineral assemblage (Gambar 3). Secara
umum kehadiran himpunan mineral tertentu dalam suatu ubahan batuan akan mencerminkan
tipe alterasi tertentu (Guilbert dan Park, 1986).

Fluida panas dapat bereaksi dengan batuan di sekitarnya hingga merubah


komposisi fluida maupun batuan tersebut. Reaksi tersebut dapat digunakan untuk
pengukuran sifat fisik maupun kimia panas bumi. Faktor-faktor mempengaruhi
terbentuknya mineral-mineral pada lapangan panas bumi, antara lain :

 Temperatur
 Tekanan
 Jenis batuan
 Permeabilitas
 Komposisi (kimia) fluida
 Jangka waktu aktivitas panas bumi
(Guilbert dan Park, 1986).

Alterasi berasal dari kata alter yang lebih mudah diterjemahkan sebagai
“ubah”, jadi, suatu mineral dikatakan sebagai mineral alterasi jika mineral tersebut
sudah berubah dari mineral aslinya. Perubahan ini terjadi karena perubahan komposisi
kimia dari mineral tersebut. Setiap mineral tersusun atas satu atau beberapa unsur
yang berikatan. Ada ikatan yang sangat kuat, tetapi ada juga ikatan yang sangat
lemah. Alterasi hidrotermal merupakan proses yang komplek karena melibatkan
perubahan mineralogi, kimiawi dan tekstur yang kesemuanya adalah hasil dari
interaksi larutan hidrotermal dengan batuan yang dilaluinya. Perubahan tersebut
tergantung pada karakteristik batuan samping, sifat larutan, kondisi tekanan dan
temperatur pada saat reaksi berlangsung, konsentrasi dan lama aktivitas hidrotermal.
Alterasi hidrotermal akan bergantung pada beberapa faktor antara lain :

 Karakter batuan dinding


 Karakter fluida ( eH, pH )
 Kondisi tekanan dan temperatur pada saat reaksi berlangsung
 Konsentrasi dan lama aktivitas hidrotermal
(Corbett dan Leach, 1996).

Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, tetapi temperatur dan kimia


fluida kemungkinan merupakan faktor yang paling berpengaruh pada proses ubahan
hidrotermal. Ubahan hidrotermal pada sistem epitermal tidak banyak bergantung pada
komposisi batuan dinding, akan tetapi lebih dikontrol oleh kelulusan batuan,
temperatur dan komposisi fluida, Laju alir fasa cair dan fasa uap, Permeabilitas
batuan, Konsentrasi CO2 dan H2S dalam fluida mempunyai pengaruh yang penting
pada tiap mineralogi sekunder,dan asal usul terjadinya pemanasan.

Gambar 3. Sistem vulkanik – hydrothermal (Guilbert dan Park, 1986 )

Jenis Batuan Alterasi

1. Potasik
Tipe ini dicirikan oleh melimpahnya himpunan muskovit-biotit-alkali
felsparmagnetit (Gambar 4). Anhidrit sering hadir sebagai asesori, serta sejumlah
kecil albit dan titanit (sphene) atau rutil kadang terbentuk. Ubahan potasik
terbentuk pada daerah yang dekat batuan beku intrusif yang terkait, fluida yang
panas (>300°C), salinitas tinggi, dan dengan karakter magmatik yang kuat
(Sutarto, 2004).

Gambar 4 Potasik (Sutarto, 2004).


2. Porpilitik
Alterasi tipe ini menghasilkan mineral-mineral seperti epidot, klorit dan
karbonat yang menggantikan komposisi mineral plagioklas serta hornblenda-biotit
pada batuan (Gambar 5). Terbentuk pada temperatur 200°-300°C pada pH
mendekati netral, dengan salinitas beragam, umumnya pada daerah yang
mempunyai permeabilitas rendah. Terjadi juga proses metasomatisme pada alkali
tanah atau proses leaching yang tidak berpengaruh. Terdapat empat
kecenderungan himpunan mineral yang hadir pada tipe propilitik, yaitu :
 Klorit-kalsit-kaolinit
 Klorit-kalsit-talk
 Klorit-epidot-kalsit
 Klorit-epidot

(Creasey, 1966).

Gambar 5 Porpilitik (Creasey, 1966).


3. Serisitik atau filik
Alterasi ini dicirikan oleh serisit pilosilikat (Gambar 6). Mineral-mineral
seperti feldspar, mika, dan mineral mafik terubah menjadi serisit dan kuarsa.
Mineral-mineral seperti pirit, klorit, leukosen, rutil, sphene muncul sebagai
mineral aksesoris. Alterasi ini dijumpai pada batuan asal berupa andesit mafik
pada sistem porfiri. Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona
potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik
yang berkembang pada intrusi. Alterasi ini terbentuk pada temperatur sedang-
tinggi (230°-400°C), fluida asam-netral, salinitas beragam, pada zona permeabel,
dan pada batas dengan urat (Sutarto, 2004).

Gambar 6 Serisitik atau filik (Sutarto, 2004).


4. Argilik
Alterasi ini dicirikan dengan kehasiran kaolin yang berasal dari plagioklas dan
montmorilonit yang berasal dari amfibol dan plagioklas (Gambar 7). Alterasi ini
terjadi pada suhu rendah dan perbandingan K+/H- kecil (Sutarto, 2004).

Gambar 7 Argilik (Sutarto, 2004).


5. Argilik lanjut
Alterasi ini ditunjukkan adanya perbandingan rasio K+/H- dan Na+/H- yang
rendah (Gambar 8). Terjadi peluluhan semua kandungan alkali. Pada suhu 300oC
terbentuk mineral-mineral pyrofilit, pyrofilit-andalusit sedangkan pada suhu yang
lebih rendah terbentuk kaolin dan dickit dalam jumlah besar.Dijumpai juga
kuarsa, alunit, topaz, zunyite, turmalin, dan hidro-kloro-fluor-boro-aluminosilikat
lainnya (Sutarto, 2004).

Gambar 8 Argilik Lanjut (Sutarto, 2004).


6. Greisen
Alterasi tipe ini mirip dengan alterasi tipe argilik lanjut atau filik namun
jumlah serisit yang dijumpai lebih banyak dan tidak dijumpai pyrofilit (Gambar
9). Banyak dijumpai kuarsa, muskovit dan topas namun sedikit dijumpai turmalin,
rutil, flourit, kasiterit, wolframit dan magnetit (Sutarto, 2004).

Gambar 9 Greisen (Sutarto, 2004).


7. Skarn
Alterasi ini mengandung amfibol, piroksen, garnet, epidot-zoisit dan
piroksenoid menggantikan batu gamping atau dolomite (Gambar 10). Terdapat
kandungan magnesium, besi, silika, alumunium dalam jumlah banyak. Alterasi ini
terbentuk akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zona ini
sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral
karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan
mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah
yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan
oleh mineral klorit,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal. Alterasi
skarn terbentuk pada fluida yang mempunyai salinitas tinggi dengan temperatur
tinggi (sekitar 300°-700°C). Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian
Isokimia – metasomatisme – retrogradasi (Sutarto, 2004).

Gambar 10 Skarn (Sutarto, 2004).

Anda mungkin juga menyukai