Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Permasalahan
Penggunaan data penginderaan jauh dalam bidang kebumian pada
dasarnya adalah mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang
spesifik, menafsirkan proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan
aspek lain. Data penginderaan jauh dicirikan oleh data yang dikumpulkan dari
suatu daerah yang sangat luas dalam waktu yang sangat singkat. Data yang
diperoleh adalah data hasil radiasi dan emisi energi elektromagnetik yang berasal
dari semua obyek yang ada dipermukaan bumi dan direkam diatas pita magnetik.
Penafsiran geologi melalui citra satelit merupakan suatu pekerjaan analisa yang
didasarkan kepada gambar permukaan bumi yang terekam oleh citra satelit,
sedangkan informasi geologi dapat diketahui berdasarkan hubungan antara
geologi dengan obyek gambar yang tidak lain adalah hasil radiasi dan emisi energi
elektromagnetik. Penafsiran citra adalah suatu teknik membaca sejumlah
informasi serta melakukan analisa geologi diatas selembar citra. Hal yang
terpenting dalam mengenal obyek-obyek geologi sebagai kunci adalah
menentukan mana informasi yang bersifat pasti dan mana yang diperkirakan. Hal
ini diperlukan karena setiap permasalahan yang timbul dari hasil analisa, maka
prosedur yang harus ditempuh adalah kembali lagi ke sumber data aslinya
sehingga dapat dilakukan analisa ulang.
Proses identifikasi, pemetaan, korelasi dan penafsiran geologi dari citra
adalah suatu pekerjaan yang sangat rumit dan komplek. Dan pekerjaan ini
membutuhkan kesabaran dalam membuat keputusan, dan kemampuan melakukan
evaluasi yang bermakna dari berbagai jenis informasi yang berbeda beda. Dengan
demikian, penafsiran geologi dari citra harus didekati secara integral dimana
penafsiran geologi hanya dapat dicapai jika seluruh perhatian dicurahkan pada
kenampakan dan penyebaran singkapan, struktur geologi detail, bentangalam,
drainase, vegetasi, soil, dan kadangkala mempertimbangkan juga kenampakan
areal pemukiman, tataguna lahan maupun sebaran dari populasi penduduk. Dan
seorang ahli geologi bidang penginderaan jauh minimal harus mempunyai
pengetahuan mengenai ilmu pedologi, botani maupun geografi.

1.2 Dasar Teori


Pada umumnya dalam sebuah foto/citra terdapat beberapa inter-relasi yang
sangat erat antara sejumlah faktor dan unsur-unsurnya. Hal ini mengharuskan
seorang ahli geologi bidang penginderaan jauh dapat memilah-milah unsur-unsur
yang cukup banyak, meng-identifikasi masing-masing unsur, dan mengetahui
hubungan diantara unsur tersebut, mengkompilasi seluruh data yang terkumpul
untuk membuat peta, dan penafsirkannya kedalam geologi. Selama proses
mengenal dan menafsir unsur-unsur kenampakan geologi sudah tentu akan

1
melibatkan kelompok subyek yang berbeda. Sedapat mungkin pertimbangan harus
dilakukan sebelum pemisahan ditentukan dan setiap waktu akan menjadi satu
catatan tersendiri bahwa akan terjadi beberapa unsur yang berasosiasi sangat erat
dan saling tumpang tindih (overlap). Hal ini juga menjadi jalan keluar bahwa
kehadiran dari kenampakan unsur-unsur geologi secara relatif tidak
mengindikasikan sesuatu yang penting pada setiap unsur geologi yang teramati
pada citra. Unsur unsur dasar penafsiran citra secara visual dapat dilihat pada
Tabel 1-1.

Dalam beberapa kasus, struktur geologi direfleksikan oleh penyesuaian


topografi terhadap jenis batuan dan struktur. Beberapa contoh yang sering
dijumpai adalah antara lain: punggungan bukit dari jurus perlapisan batuan,
perbukitan antiklin dan kubah, sinklin dan cekungan depresi (low lands) atau
lembah, gawir sesar, dataran pantai, bukit intrusi dike, cinder cone (kerucut
gunungapi), plateau lava.
Secara umum untuk mengenali dan menafsirkan kenampakan tersebut pada citra
tidak begitu sulit. Analisa dan identifikasi detail dan satuan pemetaan
geomorfologi, berdasarkan pada bentuk alam darat, litologi, struktur dan proses.
Perbedaan citra dari peta topografi tentu terletak pada kualitas dan kejelasan
“feature” alam yang diamati. Kelurusan akan tampak lebih jelas dan lebih detail
bahkan pada daerah yang kelihatan mulus pada peta topografi. Begitu pula sungai-
sungai lebih tampak jelas, mana yang berair mana yang berupa lembah kering.
Selain itu pola kontur pada peta topografi akan tampak lebih bervariasi dan lebih
detail pada citra, yang selain akan berupa variasi litologi juga berupa tutupan
vegetasi, lingkungan binaan manusia, dan lainnya. Dalam interpretasi citra (dalam
bentuk cetakan/paper print), hal yang paling penting adalah mengamati karakter-
karakter citra yang muncul pada hasil cetakan (fotomorfik), yaitu rona warna,
pola, tekstur, bentuk, ukuran, bayangan, dan situasi geografi.

a. Rona Warna (Tone) adalah suatu ukuran dari jumlah relatif sinar yang
dipantulkan oleh suatu obyek dan direkam oleh citra. Umumnya berupa warna

2
palsu (false color composite); misalnya daerah hutan yang seharusnya berwarna
hijau, pada citra warna akan tampak berwarna merah atau lainnya (tergantung
pada band gelombang yang dipilih). Warna adalah suatu pengenalan unsur yang
mungkin dapat sangat bermanfaat, jika tidak bermanfaat, untuk keperluan dalam
kriteria penafsiran Cetakan foto/citra yang berbeda kemungkinan dapat juga
memberikan warna atau rona yang berbeda walau pada objek yang sama.
b. Bentuk (Shape) adalah salah satu unsur/elemen didalam penafsiran geologi,
terutama dalam arti yang lebih luas sangat berarti, karena ekspresi topografi atau
relief topografi akan memberikan pandangan yang lebih luas dalam hubungan
masing-masing bentuk dalam kontek ilmu geologi. Dalam hal ini bentuk sangat
penting untuk mengenal bentuk bentangalam konstruksional seperti kerucut
gunungapi, kubah, teras sungai, meander sungai. Bentuk juga sangat penting
untuk membedakan satuan batuan seperti misalnya formasi batuan yang berbentuk
pungggung yang terjal dengan formasi batuan yang berbentuk bukit yang landai.
Pada umumnya banyak kenampakan geologi dapat diidentifikasi terutama dari
bentuknya saja. Beberapa contoh seperti struktur kubah yang tererosi, Cinder
cones, sand dunes, kipas aluvial, dan lipatan yang menunjam. Bentuk kipas
aluvial yang tersusun dari endapan yang tidak terkonsolidasi relatif mudah dikenal
dari bentuknya yang menyerupai kipas. Pada umumnya bentuk asli dari endapan
kipas aluvial masih belum lapuk dan belum mengalami kerusakan oleh proses
tererosi atau ditutupi oleh endapan lainnya. Perbedaan erosi dapat
dipertimbangkan sebagai kunci dalam mengenal dan mengidentifikasi lapisan
batuan. Secara umum batuan yang resisten terhadap erosi akan membentuk
bentangalam yang lebih menonjol atau topografi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan batuan yang kurang resisten terhadap erosi dan biasanya membentuk
lembah (topografi yang lebih rendah). Contoh batupasir yang berbentuk bukit dan
serpih yang berbentuk lembah. Apabila korelasi antara litologi dan topografi
tidak mencerminkan kondisi resistensi batuan, seperti misalnya pergeseran yang
disebabkan oleh suatu patahan dimana batuan yang kurang resisten membentuk
topografi yang tinggi (bukit) dan batuan yang resisten disebelahnya membentuk
topografi yang lebih rendah. Jika batuan dapat diidetifikasi dengan kriteria lain,
maka hubungan antara keberadaan topografi terbalik (reverse topography) dan
litologi dapat diidentifikasi.

Suatu lipatan yang menunjam yang melibatkan beberapa perlapisan yang


resistensi batuannya berbeda seringkali diperlihatkan oleh bukit dan lembah yang
berbentuk zig zag. Apabila lipatan tidak menunjukkan menunjaman maka lembah
dan bukit akan berbentuk sejajar atau paralel. Jenjang gunungapi (volcanic neck)
adalah satu contoh batuan yang sangat resisten yang berada pada bagian inti (pipa
gunungapi) yang tersisa karena badan gunungapinya telah sepenuhnya tererosi. Di
beberapa tempat dibumi sering dijumpai kenampakan suatu bukit yang terisolasi
yang berdiri sendiri dan disekelilingnya terdapat endapan material hasil

3
peneplenisasi. Bentuk sisa bukit yang terisolasi seperti ini disebut dengan
monadnocks. Intrusi batuan beku dapat berbentuk seperti dinding tembok yang
berbentuk bukit dan biasanya melintang dan memotong daerah sekitarnya. Zona
patahan seringkali diekspresikan dalam bentuk topografi positif sehingga
seringkali membingungkan dengan kenampakan dyke. Topografi yang relatif
lebih tinggi pada suatu zona patahan seringkali dapat dijelaskan oleh bukti bahwa
disepanjang zona patahan mengalami silisifikasi karena adanya pengendapan air
bawah tanah dimana konsentrasi silika lebih resisten terhadap erosi dibandingkan
dengan batuan yang ada diselilingnya. Bentangalam juga sangat penting di dalam
mengenal dan memetakan sejumlah struktur geologi. Sebagai contoh adalah
serangkaian perbukitan dan lembah yang terbentuk oleh perselingan antara satuan
batuan yang resisten dan yang tidak resisten mungkin akan berakhir secara tiba-
tiba disepanjang suatu garis linear. Garis semacam ini seringkali ditafsirkan
sebagai jejak dari suatu patahan.

c. Pola (Pattern) adalah susunan ruang beberapa objek alam dalam urutan dan
susunan tertentu, misalnya pola belang-belang selang-seling antara punggungan
pasir di pantai dengan rawa belakang, pola perkebunan karet yang lurus dan
teratur, pola aliran sungai, pola lingkungan binaan manusia, dan sebagainya.
d. Texture (Tekstur) didefinisikan oleh Colwell (1952, p.358) sebagai frekuensi
perubahan rona warna di dalam gambar / citra dan dihasilkan dari satu agregat
dari satu satuan kenampakan obyek yang masing-masing individunya sulit untuk
dipisahkan di atas foto. Tekstur (Textures) adalah kekasaran suatu objek pada
hasil cetakan. Misalnya daerah padang rumput akan tampak halus dibandingkan
dengan hutan heterogen, atau daerah batu lempung akan tampak lebih halus
dibandingkan dengan daerah endapan volkanik, walaupun mungkin mempunyai
rona yang sama.
e. Ukuran (Size) adalah dimensi volume objek yang diamati dalam tiga
dimensional. Secara praktis dapat diperkirakan dengan membandingkan terhadap
objek yang telah dikenal; atau dengan membandingkan terhadap peta topografi
daerah yang sama (jika tersedia).

4
BAB II
ISI
2.1 Pembahasan
Identifikasi obyek dan parameter jenis-jenis batuan (kelompok batuan) dan
penyebaran satuan batuan pada citra dilakukan secara fotomorfik artinya
mengandalkan apa yang nampak pada citra, dengan menggunakan unsur-unsur
dasar penafsiran citra yaitu rona warna, tekstur, bentuk, pola, ukuran, dan asosiasi.
Warna/rona merupakan unsur yang paling dominan digunakan untuk mengenali
persebaran batuan atau mendeliniasi dalam penafsiran visual ini. Tampilan citra
yang komposit akan lebih mempermudah untuk mengenali satuan batuan. Citra
komposit merupakan citra yang mampu memperlihatkan perbedaan informasi
geologi maupun geografi yang sangat jelas dan citra komposit ini telah dibuktikan
sebagai citra yang paling baik untuk pemetaan fenomena geologi.
Penarikan (deliniasi) batas sebaran batuan (litologi) atau satuan batuan
pada citra dapat dilakukan dengan mendasarkan sifat-sifat dari fotomorfik citra,
yaitu antara lain mendasarkan pada kenampakan rona warna yang sama, tekstur
yang sama, pola atau bentuk yang sama, atau berdasarkan hubungan diantara
asosiasi rona warna, tekstur dan bentuk obyek geologi di dalam citra. Berikut ini
beberapa contoh penarikan (deliniasi) batas persebaran batuan atau satuan batuan
yang tampak pada suatu citra, yaitu :

1) Penarikan batas litologi (batuan) berdasarkan rona warna dan tekstur


(gambar 1-15)

Gambar 1-15. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar kepada rona warna
dan tekstur.

5
2) Penarikan batas dan penyebaran batuan berdasarkan rona warna dan tekstur

Gambar 1-16. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar pada rona warna dan
tekstur.

6
3). Penarikan batas dan penyebaran satuan batuan berdasarkan rona warna,
tekstur, dan jejak-jejak lapisan.

Gambar 1-17. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar kepada rona warna
dan tekstur.

7
Gambar 1-18. Penarikan (deliniasi) batas dan sebaran batuan berdasar kepada
tekstur yang tampak pada citra SRTM. Satuan batuan A berbeda dengan satuan
batuan B dan C. Perbedaan ini didasarkan pada kenampakan citra dimana batuan
A bertekstur kasar, batuan B tampak bertekstur sedang, sedangkan batuan C
memperlihatkan tekstur citra yang sangat kasar. Batas A , B dan C juga dapat
ditafsir sebagai batas sesar dengan indikasi kemiringan (inklinasi) lapisan yang
berbeda.

8
Gambar 1-19. Penarikan batas dan sebaran batuan berdasar kepada tekstur dan
rona warna. Pada citra hanya ada 2 rona warna yang dapat kita identifikasi, yaitu
warna hijau daun dan hijau tosca, sedangkan berdasarkan kenampakan teksturnya
dapat dibagi menjadi 3 satuan batuan. yaitu batuan A memperlihatkan tekstur
yang halus, batuan B bertekstur sedang dan batuan C bertekstur kasar.

9
METODA PENAFSIRAN CITRA SATELIT
Metoda penafsiran dapat dibagi menjadi beberapa tahap atau tingkatan
dari suatu proses pekerjaan. Ada beberapa perbedaan teknis yang terdapat dalam
penafsiran citra, misalnya dalam mengidentifikasi bentuk topografi atau mengenal
struktur patahan atau sumbu lipatan di atas selembar citra.
Untuk yang pertama dapat dilakukan oleh orang yang dilatih dalam kurun waktu
tertentu, sedangkan untuk yang kedua, hanya dapat dilakukan oleh orang yang
mempunyai latar belakang geologi.
Proses penafsiran dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian pertama adalah
tahap dasar dan kedua adalah tahap analisis. Pada tahap pertama diperlukan
kesepakatan terlebih dahulu oleh semua penafsir mengenai informasi kunci yang
ada di dalam citra sebagai suatu fakta yang dibuktikan di lapangan dan dipakai
sebagai bukti untuk analisa geologi pada tahap analisis.
Pada tahap analisis, kemampuan penafsir sangat besar dibandingkan pada tahap
pertama. Sebagai contoh, sumbu lipatan biasanya tidak terlihat di dalam citra,
namun demikian seorang penafsir harus mengetahui keberadaan dari sumbu
lipatan tersebut dan dapat menentukan dimana lokasi sumbu lipatan tersebut
berada, yaitu dengan melihat sejumlah tand dari perlapisan batuan secara sintetik.
Pengetahuan yang memadai serta pengalaman geologi lapangan sangat membantu
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Sebagai contoh hasil dari setiap
penafsiran dapat dilihat pada gambar 1-20, 1-21, 1-22, 1-23 dan 1-24. Gambar
tersebut merupakan gambar hasil penafsiran citra SPOT di daerah Pamekasan
Madura.

10
TAHAP DASAR
Step Pertama : Pada tahap ini hanya fakta-fakta yang berhubungan dengan
geologi saja yang dipilih dan diambil sebagai bukti yang terlihat pada citra,
sebagai contoh adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 1-21. Bukti-bukti
inilah yang kemudian oleh penafsir dipakai untuk menganalisa struktur geologi
serta penyebaran batuan. Titik-titik kunci ini harus terlebih dahulu di cek di
lapangan untuk lebih meyakinkan dalam melakukan penafsiran.
Step Kedua : Semua kenampakan pada citra yang mempunyai hubungan dengan
geologi harus diambil dan data datanya boleh dimasukan meskipun kenampakan
geologinya kurang baik. Hal yang terpenting pada tahap ini adalah
menghubungkan bidang-bidang perlapisan yang sama yang pada akhirnya akan
menghasilkan suatu gambaran dari bentuk-bentuk struktur geologi maupun
penyebaran batuan dalam citra

TAHAP ANALISIS
Step Pertama : Pada tahap ini penyebaran batuan dan struktur geologi di analisa.
Data yang dipakai adalah data yang berasal dari hasil penafsiran tahap awal,
sedangkan yang menjadi pokok permasalahan adalah struktur geologi dan batuan
(stratigrafi). Proses penafsiran struktur geologi diperlihatkan pada gambar 1-23
dimana patahan dapat diketahui dari bentuk pola penyebaran lapisan batuan yang
tidak menerus.
Adanya kelurusan (lineament) dapat juga dipakai sebagai indikator suatu patahan
yaitu apabila jejak-jejak perlapisan (bedding trace) pada kedua sisi lineament
tersebut membentuk suatu anomali.
Perlipatan dapat dikenali dari bentuk-bentuk pola perlapisannya, misalnya pola
perlapisan yang berbentuk oval (shoe shape) biasanya merupakan ciri dari suatu
struktur lipatan yang menunjam. Arah kemiringan lapisan pada salah satu sayap
lipatan dapat dipakai sebagai bukti untuk mengetahui apakah lipatan tersebut
berupa sinklin atau antiklin. Informasi mengenai jenis atau macam batuan dapat
diketahui berdasarkan warna yang terlihat pada citra. Sebagaimana diketahui
bahwa gambar spektral yang ada pada citra satelit sangat dipengaruhi oleh kondisi
permukaan bumi sehingga ada hubungan antara kondisi permukaan bumi dengan
jenis batuan. Dengan demikian batuan dapat dikenali dan ditelusuri berdasarkan
penyebaran warna yang terlihat di dalam citra dan hal ini dikenal sebagai salah
satu metoda analisa dalam penginderaan jauh.
Gambar 1-24 memperlihatkan proses penafsiran batuan. Pada citra, tanah
yang tidak bervegetasi (bare soil) akan terlihat berwarna kuning keputihan dan
batuan berwarna hijau sedangkan hutan berwarna merah. Susunan warna yang ada
pada citra umumnya dipengaruhi oleh warna yang berasal dari penggunaan lahan
buatan (landuse), sehingga dalam melakukan penafsiran harus diperhatikan
dengan seksama unsur unsur geologi yang dapat diamati pada citra.

11
Step Kedua : Pada tahap ini akan dihasilkan suatu peta geologi sementara.
Informasi tatanan batuan (stratigrafi) yang bisa di dapat dari citra sangat terbatas
sekali, sehingga data yang berasal dari peta geologi atau data hasil studi geologi
regional dapat dipakai sebagai acuan.
Batas batuan yang terlihat dalam citra harus dibandingkan dengan
stratigrafi yang ada pada peta geologi. Nama Formasi atau kelompok batuan yang
berasal dari lokasi tipe sangat dibutuhkan pada proses penafsiran.
Tujuan utama pada tahap analisa adalah melakukan suatu analisa yang baru atau
meningkatkan arti data yang berasal dari citra. Survei lapangan pada daerah yang
belum diteliti akan memakan waktu yang lebih lama, namun demikian metoda
pemetaan yang menggunakan teknik penginderaan jauh akan lebih cepat dan
keakuratan hasil penafsiran tetap terjaga.

Gambar 1-20. Citra SPOT HRV, Band 3,2,1 (R,G,B) Daerah Pamekasan
Madura, Jawa Timur

12
Gambar 1-21. Penafsiran Tahap Dasar.
Unsur-unsur yang ditafsirkan disini adalah unsur-unsur yang terlihat dalam citra
dan yang dipakai sebagai dasar dalam geologi. Dari data citra SPOT HRV Band
1,2,3 = B, R, G terlihat dengan jelas bentuk dan pola penyebaran batuan, sehingga
dapat dideliniasi penyebaran.

13
Gambar 1-22. Penafsiran Tahap Dasar.
Unsur-unsur geologi yang terpilih pada step pertama sedapat mungkin
dihubungkan dengan bentuk-bentuk yang mempunyai pola yang sama. Pola pola
yang terbentuk dari hasil korelasi jejak lapisan ini sangat penting untuk analisa
struktur geologi

14
Gambar 1-23. Tahap Analisis (Permasalahan Struktur Geologi).
Patahan / sesar dianalisa berdasarkan perbedaan jejak lapisan. Adanya beberapa
jenis batuan dapat diketahui berdasarkan kenampakan spektral yang berbeda.
Penentuan adanya patahan didasarkan atas warna yang berbeda atau jejak lapisan
yang tidak menerus. Struktur lipatan diketahui berdasarkan pola dari jejak-jejak
lapisan dan besarnya arah penunjaman ditentukan oleh bentuk struktur antiklin
dan struktur sinklin.

15
Gambar 1-24. Tahap Analisis (Permasalahan Litologi/Sebaran Batuan).
Satuan batuan yang homogen ditentukan berdasarkan kenampakan rona warna
(spektral) yang ada dalam citra. Informasi struktur geologi secara sintetik dapat
untuk menentukan batas batuan.

16
KESIMPULAN

Penarikan (deliniasi) batas sebaran batuan (litologi) atau satuan batuan pada citra
dapat dilakukan dengan mendasarkan sifat-sifat dari fotomorfik citra, yaitu antara
lain mendasarkan pada kenampakan rona warna yang sama, tekstur yang sama,
pola atau bentuk yang sama, atau berdasarkan hubungan diantara asosiasi rona
warna, tekstur dan bentuk obyek geologi di dalam citra.

1) Penarikan batas litologi (batuan) berdasarkan rona warna dan tekstur


2) Penarikan batas dan penyebaran batuan berdasarkan rona warna dan
tekstur
3) Penarikan batas dan penyebaran satuan batuan berdasarkan rona warna,
tekstur, dan jejak-jejak lapisan.

DAFTAR PUSTAKA

17
Agista, Z., Rachwibowo, P., & Aribowo, Y. (2014). Analisis Litologi Dan
Struktur Geologi Berdasarkan Citra Landsat Pada Area Prospek Panasbumi
Gunung Telomoyo Dan Sekitarnya, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa
Tengah. Geological Engineering E-Journal, 6(1), 278-293.
https://www.academia.edu/6746052/Metoda_Penafsiran_Citra_Satelit_Untuk_Pe
metaan_Geologi (diakses 21 oktober 23.58)
Noor, Djauhari. Penafsiran Citra Satelit Untuk Pemetaan Geologi. 2012

18

Anda mungkin juga menyukai