Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH MEKANIKA BATUAN LANJUT I

SIFAT MEKANIK PADA BATUAN UNTUH DAN BATUAN


KEKAR SERTA PERMODELAN NUMERIKNYA

Ulasan salah satu bab dari Buku Numerical Methods in Rock Mechanics
Karya G.N Pande, G. Beer dan J.R. Williams

Disusun oleh :

DANU MIRZA REZKY 212190012

PROGRAM MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN


KONSENTERASI GEOMEKANIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa
karena dengan izin-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Tulisan Makalah ini merupakan ulasan dari bab 3 mengenai sifat mekanik
batuan utuh dan batuan kekar serta perilaku dan permodelan numeriknya, pada buku
Numerical Methods in Rock Mechanics karya G.N. Pande, G. Beer dan J.R.
Williams. Didalam Makalah ini, akan dijelaskan mengenai perilaku batuan utuh dan
batuan kekar, beserta sifat mekanik dan kriteria keruntuhannya. Dan juga ada ulasan
lebih lanjut tentang permodelan numerik dari masing-masing kriteria
keruntuhannya, sehingga dapat dijadikan parameter untuk menentukan kekuatan
batuan dan bisa dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan tentang perlakukan
terhadap batuan tersebut.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya
makalah ini, sehingga menjadi lebih baik. Harapan kami semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Yogyakarta, Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
BAB III SIFAT MEKANIK BATUAN UTUH DAN BATUAN KEKAR .... 1
1.1 Pendahuluan .................................................................................................. 1
1.2 Batuan utuh vs Massa batuan ........................................................................ 1
1.3 Perubahan bentuk dan kekuatan dari batuan utuh ......................................... 1
1.3.1 Perubahan bentuk batuan utuh ................................................................. 1
1.3.2. Kekuatan dari batuan utuh ....................................................................... 3
1.4 Model umum untuk batuan utuh .................................................................... 4
1.4.1 kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb .......................................................... 5
1.4.2 Kriteria tegangan terbatas ......................................................................... 9
1.4.3 Kriteria Hoek-Brown ................................................................................ 9
1.4.4 kriteria keruntuhan lainnya ....................................................................... 10
1.4.5 Teori aliran ................................................................................................ 11
1.4.6 Teori pengerasan / pelunakan ................................................................... 11
1.5 Perubahan dan kekuatan dari batuan kekar .................................................... 12
1.5.1 model nonelastik dari batuan kekar .......................................................... 13
1.5.2 model eslato-plastic dari batuan kekar ..................................................... 14
1.5.2.1 Model Mohr-Coulomb ........................................................................ 15
1.5.2.2 Model Barton and Chaubey ................................................................. 18
1.5.3 perilaku kekar setelah puncak/failure ....................................................... 19
1.6 Model lain dari perilaku batuan kekar ........................................................... 21
1.7 Kesimpulan .................................................................................................... 21
REFERENSI ....................................................................................................... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kurva tegangan regangan pada batuan utuh .................................... 2


Gambar 1.2 Kurva tegangan-regangan untuk batuan keras dan batuan lunak ..... 4
Gambar 1.3 Lingkaran Mohr pada tegangan untuk pengujian triaksial ............... 6
Gambar 1.4 Hubungan antara C0, ∅0 , and fcu, 𝛼𝑧 ................................................ 8
Gambar 1.5 Hubungan antara 𝜎1 dan 𝜎3 dari kriteria keruntuhan Hoek-Brown . 10
Gambar 1.6 Hubungan perpindahan tegangan relative (a) σn vs 𝛿𝑛 (b) τ vs 𝛿𝑛 .. 13
Gambar 1.7 Konsep mekanika dari dilatancy batuan kekar pada tegangan
normal rendah.................................................................................... 17
Gambar 1.8 Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb dengan tegangan cut-off ........ 18
Gambar 1.9 Kriteria Keruntuhan Barton dan Choubey untuk batuan kekar
(untuk ∅𝑠 =25o) .................................................................................. 19
Gambar 1.10 Perilaku pasca puncak dari batuan kekar (a) τ vs 𝛿𝑠 , (Menurut
Bandis et al, 1981) (b) hubungan ideal antara τ dan 𝛿𝑠 ................. 20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perbandingan sudut pembesaran terukur dengan yang diprediksi oleh
Persamaan (3.32) .................................................................................. 20

iv
1.1. Pendahuluan
Kekuatan dan perubahan bentuk dari batuan dan (batuan kekar) telah menjadi
topik dari berbagai macam penelitian. Penelitian tersebut juga didukung oleh
berbagai macam literatur dari mekanika batuan, seperti Jeager dan Cock (1976),
Goodman (1980), Hoek dan Brown (1980), Farmer (1983), Bradly dan Brown
(1985), dan lain-lain.
Tujuan bab ini adalah untuk memperkenalkan kepada pembaca konsep umum
tentang sifat mekanik batuan sejauh yang berkaitan dengan penerapan metode
numerik. Pertama kita akan mencirikan perilaku khas batuan utuh diikuti oleh
Model matematis berdasarkan teori elasto-plastisitas dan elasto-viscoplasitisitas.
Urutan yang sama juga akan di terapkan di (batuan kekar). Model matematis dari
batuan utuh dan (batuan kekar) adalah “pondasi awal” untuk ketentuan akhir dari
hubungan (tegangan dan regangan) pada massa batuan kekar.

1.2. Batuan utuh vs massa batuan


Pada tahap ini, penting untuk membedakan antara istilah "batuan utuh" dan
"massa batuan". Untuk tujuan desain struktur rekayasa (teknik), "massa batuan"
menggambarkan batuan pada skala puluhan hingga ratusan meter. Massa batuan,
secara umum, meliputi kekar, celah, pergeseran, dan diskontinuitas. Pada sisi
lainnya, Batuan utuh menggambarkan batuan pada skala sentimeter yang mana
bebas dari kekar, celah, dan diskontinuitas. Sampel dari batuan utuh di uji di
laboratorium. Dapat dikatakan dengan panjang beberapa sentimeter mungkin
mengandung diskontinuitas, tetapi diskontinuitas ini berada pada skala
mikromekanis sehingga dapat diabaikan.
Perilaku batuan utuh “cukup mudah” atau cukup dipelajari di laboratorium.
Untuk studi massa batuan, sampel yang representatif dalam ukuran beberapa meter
akan diperlukan.

1.3. Perubahan bentuk dan kekuatan dari batuan utuh

1.3.1. Perubahan bentuk batuan utuh


Batuan utuh berperilaku elastis jika tekanan yang di terima masih dibawah
kisaran baik dalam struktur rekayasa dan pertambangan. Namun dalam banyak
kasus terdapat perilaku non linear. Gambar 1.1 menunjukkan tipe kurva tegangan-

1
regangan uniaxial (σ,𝜖) yang diperoleh dari pengujian sampel bentuk silinder.
Tanda panah menunjukkan jalur muatan yang diterima dan muatan yang
dilepaskan. Dari tes ini dimungkinkan untuk memperoleh nilai perkiraan modulus
elastisitas batuan utuh (Ei). jika kurva tegangan-regangan tersebut non linear (tipe
II). bisa diambil nilai modulus elastis tangensial pada tegangan = setengah tegangan
ketika runtuh (fcu) yang ditunjukkan di gambar. Diasumsikan bahwa (Ei) di dalam
tegangan sama seperti saat kompresi.
Untuk model elastisitas isotropik linier agar sesuai dengan deskripsi batuan,
satu parameter lagi yang diperlukan, yaitu poisson ratio (μi). Nilai Ini dapat
diperoleh jika pengukuran regangan radial pada sampel silinder juga dilakukan.
Secara teoritis, jika model elastisitas isotropik linear berlaku, maka sampel harus
berubah bentuk secara seragam, jika tidak, nilai rata-rata regangan radial harus
(diadopsi) untuk membandingkan poisson ratio, dan Perlu dicatat bahwa μi terletak
antara 0 dan 0,5.

Gambar 1.1 Kurva tegangan-regangan pada batuan utuh


Jika batuan utuh itu sedimen, ia akan memiliki perlapisan, bidang-bidang
yang memberinya struktur laminasi. Karena hal tersebut, kurva tegangan regangan
pada arah paralel dan tegak lurus terhadap laminasi akan berbeda. Ini akan
berpengaruh pada nilai Ei dan μi yang berbeda di dua arah. Jenis batuan ini dapat
digambarkan oleh perilaku material isotropik transversal yang ditandai oleh lima
konstanta material : 𝐸𝑖𝑠 , 𝐸𝑖𝑛 , µ𝑖𝑠 , , µ𝑛𝑖 , and G. dimana pangkat s dan n menandakan
sifat-sifat yang paralel dan normal terhadap arah bidang perlapisan. G adalah

2
modulus geser dan tidak tergantung pada Ei dan μi dalam arah paralel dan tegak
lurus.
Nilai dari 𝐸𝑖𝑛 and 𝐸𝑖𝑠 biasanya kurang dari 2. Ada berbagai hambatan dalam
menentukan nilai yang dapat dipercaya dari 𝐸𝑖𝑛 and 𝐸𝑖𝑠 . Anisotropi sifat elastis
mempengaruhi distribusi tegangan di sekitar lubang bawah tanah, Ini juga
mempengaruhi desain langkah-langkah penguatan seperti Rock bolt (baut batuan).

1.3.2 Kekuatan dari batuan utuh


Uniaxial compression tests adalah yang paling sederhana untuk dilakukan
pada batuan utuh. Kekuatan pada saat batu dihancurkan dapat diperoleh dengan
mudah dari pengujian ini. Tes lain yang dapat digunakan untuk menentukan
kekuatan batuan adalah : uniaxial tensile, flexural and shear strength tests. Triaxial
test juga bisa dilakukan akan tetapi kurang umum (tidak banyak dilakukan). Tidak
mudah untuk menguji dengan tengangan uniaksial langsung. Pengujian tak
langsung seperti "bending tests” dan 'splitting tests' dirancang 10 untuk
mendapatkan kekuatan tarik batuan utuh.
Kekuatan sebagian besar batuan utuh sangat bervariasi. Analisis numerik
dapat menjadi patokan untuk mengambil nilai-nilai yang representatif. Ini
membutuhkan Pengujian. Dia juga harus mengadopsi model numerik berdasarkan
tipe data kekuatan yang tersedia.
Jika bagian plastisitas pengerasan regangan harus diadopsi (dimaskukkan
didalam perhitungan), informasi tentang tegangan pada saat keluruhan serta
tegangan pada saat runtuhan diperlukan dalam berbagai jenis pengujian. Di
samping itu, jika asumsi plastisitas ideal dibuat, maka yang diperlukan hanya
failure stresses. Dalam tingkatan yang lebih jauh dari batuan utuh, respons
tegangan-regangan setelah keruntuhan dalam berbagai tes juga akan diperlukan.
jika tidak adanya informasi terperinci (jelas), berbagai asumsi dapat dibuat,
contohnya, residual strength setelah keruntuhan dapat dianggap sebagai sebagian
kecil dari kekuatan puncak (peak Stength) atau dalam kasus yang lain bisa
diasumsikan nol. Gambar 3.2 menunjukkan kurva tegangan-regangan untuk batuan
keras seperti granit dan batuan lunak seperti batulumpur dan batubara.

3
1.4. Model umum untuk batuan utuh
Untuk deskripsi lengkap tentang perilaku batuan dalam kerangka teori
plastisitas, kita perlu menentukan teori yang dibahas dalam Bagian 2.2.5.yaitu : (a)
stress—strain relations sebelum failure (b) failure function, (c) flow rule. . Jika
model pengerasan regangan akan diadopsi, keluruhan function dan hardening
functions juga harus ditentukan. Selain itu strain-softening function harus
ditentukan jika post failure behaviour dimodelkan.

Gambar 1.2
Kurva tegangan-regangan untuk batuan keras dan batuan lunak

Nilai Plastic runtuhan batuan utuh tidak berpengaruh jika (dalam) penggalian
permukaan, terowongan dan rongga yang terletak di kedalaman dangkal. Karena di
sini, batuan kekar (rock joint) memiliki kekuatan yang jauh lebih rendah, hasil ini
yang menghambat keruntuhan dari batuan utuh. . Namun, di tambang yang dalam,
tekanan tinggi dikombinasikan dengan keberadaan set kekar yang relatif lebih
sedikit, dapat menyebabkan keruntuhan pada batuan utuh.
Sebelum kita membahas bentuk spesifik dari berbagai fungsi runtuhan yang
dapat digunakan dalam metode numerik untuk permasalahan yang ada dalam
rekayasa batuan. Terlebih dahulu penting untuk membedakan antara total dan
tegangan efektif.
Batuan adalah material berpori dan dalam banyak situasi jenuh dengan air.
Pada batuan jenuh, tegangan total yang diterapkan pada batuan sebagian didukung
oleh tegangan intergranular yang dikenal sebagai tegangan efektif dan sebagian

4
oleh tekanan sekitar pada pori-pori yang dikenal sebagai tekanan air pori. Ini adalah
tegangan efektif yang menentukan keluruhaning, failure dan dilatancy batuan.
tegangan efektif dinyatakan dalam

𝜎 = 𝜎 ′ + 𝑚𝑢 (1.1)

Dimana:

𝜎 𝑇 = (𝜎𝑥 , 𝜎𝑦 , 𝜎𝑧 , 𝜏𝑥𝑦, 𝜏𝑦𝑧 , 𝜏𝑧𝑥 ) adalah total stresses.

𝜎 𝑇 = (𝜎′𝑥 , 𝜎′𝑦 , 𝜎′𝑧 , 𝜏′𝑥𝑦, 𝜏′𝑦𝑧 , 𝜏′𝑧𝑥 ) adalah vector dari effective stress

𝑚𝜏 = [1,1,1,0,0,0]
dan u adalah tekanan air pori (kuantitas skalar).
Kriteria kompresi positif telah digunakan dalam penulisan persamaan (1.1)
dan akan digunakan di seluruh buku. Berikut ini, semua hukum konstitutif ditulis
dalam bentuk tekanan efektif (σ ').

1.4.1 Kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb


Kriteria mohr-couloumb ini telah banyak digunakan dalam praktik rekayasa
teknik. Ini menyatakan bahwa kegagalan terjadi jika besarnya tegangan geser (τ)
pada bidang kegagalan sama dengan nilai yang diberikan oleh persamaan berikut:
[𝜏] = 𝜎𝑛 tan ∅0 + 𝑐0 (1.2)

Di mana [] menunjukkan nilai absolut, 𝜎𝑛 adalah tegangan normal pada


bidang keruntuhan, sedangkan ø0 dan C0 adalah konstanta material untuk batuan
utuh. Misalkan, sejumlah tes triaksial dilakukan pada sampel batuan utuh dengan
tekanan sel yang berbeda (σ3). Jika kegagalan terjadi pada tegangan σ1, σ2 = σ3 di
mana σ1 adalah tekanan utama (tegangan aksial vertikal dalam tes triaksial), maka
lingkaran Mohr dapat digambar (Gambar 1.3). Pada setiap tes, Jika garis lurus
ditarik ke lingkaran Mohr, maka ∅0 (sudut geser dalam) dan 𝑐0 (kohesi) dapat
diidentifikasi. Perlu dicatat bahwa selubung dari runtuhan yang merupakan garis
lurus hanya merupakan asumsi dari teori ini dan karena dalam praktiknya kurva
melengkung dapat diperoleh, terutama jika kisaran tekanan sel dalam tes yang
dilakukan adalah besar.

5
Persamaan (1.2) dapat ditulis dalam bentuk fungsi keruntuhan (F) sebagai berikut :

𝐹 = |𝜏| − 𝜎𝑛 𝑡𝑎𝑛 ∅0 − 𝑐0 = 0 (1.3)

Persamaan (1.3) masih dirasa kurang sesuai untuk metode numerik karena
lebih dahulu harus mencari tahu orientasi bidang keruntuhan. Untuk mendapatkan
bentuk yang lebih sesuai, kami melihat hubungan antara tekanan utama pada
keruntuhan. Dari geometri lingkaran Mohr, dapat ditunjukkan (lihat sebagian besar
buku tentang mekanika tanah, mis. Scott (1980)) bahwa persamaan (1.3) dapat
ditulis sebagai :

𝐹 = 𝜎1 (1 − sin ∅0 ) − 𝜎3 (1 + sin ∅0 ) − 2𝐶0 cos ∅0 = 0 (1.4)

Tercatat dari persamaan (1.4) bahwa kriteria kegagalan Mohr-Coulomb tidak


tergantung pada tegangan intermediate (σ2). perhitungan tegangan utama dalam tiga
dimensi juga tidak mudah. Cara mudah untuk menangani persamaan (1.4) adalah
dengan menuliskannya dalam bentuk stress invariant -σm, σ & dan θ.

Gambar 1.3
Lingkaran Mohr untuk tegangan pada pengujian triaxial

Dalam semua metode numerik yang diterapkan pada rekayasa batuan.


Tegangan bekerja dengan mengacu pada sumbu koordinat /kerangka tetap dari
sumbu. Jika sumbu koordinat yang dipilih berbeda, maka komponen dari tegangan
juga akan berbeda. Stress invariants adalah jumlah yang tidak tergantung pada
pilihan sumbu koordinat. Lebih jelasnya untuk pembaca bisa melihat Lampiran I.
Berikut ini kumpulan dari stress invariants, ketentuan dari σ adalah:

6
𝜎𝑥 +𝜎𝑦 +𝜎𝑧
𝜎𝑚 = (1.5)
3

σm disebut sebagai tegangan utama atau “mean stress”

1 2 2
𝜎′2 = [(𝜎𝑥 − 𝜎𝑦 ) + (𝜎𝑦 − 𝜎𝑧 ) + (𝜎𝑧 − 𝜎𝑥 )2 − 6(𝜏 2 𝑥𝑦 + 𝜏 2 𝑦𝑧 + 𝜏 2 𝑧𝑥 )] (1.6)
2

1 3√𝐽
𝜃= 𝑠𝑖𝑛−1 (2𝜎′33 ) (1.7)
3

di mana J3 adalah invarian ketiga dari tekanan deviatorik yang dapatkan dari :

𝜎𝑥 − 𝜎𝑚 𝜏𝑥𝑦 𝜏𝑥𝑧
| 𝜎𝑦 − 𝜎𝑚 𝜏𝑦𝑧 |
𝜎𝑧 − 𝜎𝑚

dan | | menunjukkan ketentuan matriks.


θ disebut sebagai Lode’s angle dari W. Lode (1926).
Dalam hal invariatn stress, persamaan (1.4) dapat ditulis sebagai berikut :

𝑠𝑖𝑛𝜃 sin ∅0
𝐹 = 𝜎 ′ (cos 𝜃 + ) − 𝜎𝑚 sin ∅0 − 𝐶0 cos ∅0 = 0 (1.8)
√3

Persamaan (1.8) adalah bentuk kriteria Mohr-Coulomb yang digunakan


dalam banyak program mekanika batuan. Ini melibatkan dua parameter, 𝐶0 (kohesi)
dan ∅0 (sudut geser dalam).Parameter ini juga dapat diidentifikasi dari kekuatan
tekan uniaksial (fcu) dan kekuatan tarik uniaksial (fct).
Untuk menggambar lingkaran Mohr untuk dua kondisi ini, dan menarik garis
lurus sebagai garis keruntuhan, parameter𝐶0 (kohesi) dan ∅0 (sudut geser dalam)
dapat dihilangkan, kekuatan (fcu) dan (fct) digunakan sebagai gantinya. Gambar 1.4
menunjukkan lingkaran Mohr. dan dengan menggunakan geometri dasar
menunjukkan bahwa :
1−𝛼𝑧
sin ∅0 = (1.9)
1+𝛼𝑧

dan

𝑓𝑐𝑡 √𝛼𝑧
𝐶0 = = 𝑓𝑐𝑢 (1.10)
2√𝛼𝑧 2

7
dimana:

𝑓𝑐𝑡
𝛼𝑧 =
𝑓𝑐𝑢

Substitusi persamaan (1.9) and (1.10) ke persamaan (1.9) dan hasilnya :

1−𝛼 sin 𝜃 1−𝛼𝑧 √𝛼𝑧 2 𝛼


√ 𝑧
𝐹 = −𝜎𝑚 (1+𝛼𝑧 ) + 𝜎 ′ (cos 𝜃 )− 𝑓𝑐𝑢 1+𝛼 =0 (1.11)
𝑧 √3 1+𝛼𝑧 2 𝑧

Yang dapat ditulis ulang sebagai:


𝑎
𝐹 = 𝑎𝜎𝑚 + 𝜎 ′ (𝑏 𝑐𝑜𝑠 𝜃 − sin 𝜃) − 𝑓𝑐𝑢 = 0 (1.12)
√3

Dimana:
1 − 𝛼𝑧
𝑎= −
𝛼𝑧

1 + 𝛼𝑧
𝑏=
𝛼𝑧

Gambar 1.4
Hubungan antara C0, ∅0 , and fcu, 𝛼𝑧

Persamaan (1.12) adalah representasi alternatif dari kondisi kegagalan Mohr-


Couiomb menggunakan parameter fisik yang tersedia secara umum seperti
kekuatan tarik uniaksial dan kuat tekan.
Dalam banyak situasi praktis, bahkan dua parameter (fct, fcu) mungkin tidak
tersedia. Banyak sistem klasifikasi batuan menggunakan uji beban titik yang
sekarang sudah terkenal. International Society for Rock Mechanis (ISRM) pada
tahun (1985) telah mengeluarkan pedoman untuk menentukan kekuatan beban titik.

8
Dalam tes ini sepotong batu utuh dihancurkan antara dua pelat standar. Tes ini
adalah versi dari uji kekuatan tarik Brasil (Goodman. 1980), Menggunakan
prosedur standar yang ditetapkan oleh ISRM, nilai kekuatan yang terkait dengan
sampel batuan utuh yang memiliki diameter 50 mm (Is (50)) dapat/ telah dihitung.
fct dan fcu telah dikorelasikan dengan (Is (50)) untuk batuan isotropik dan
dibuktikan dengan persamaan berikut :
𝑓𝑐𝑡 = 1.25 𝐼𝑠 (50) , 𝑓𝑐𝑢 = 1.25 𝐼𝑠 (50) (1.13)

Sunstitusi persamaan ini dengan persamaan (1.11) atau (1.12) , yang hasilnya

1
𝐹 = −𝜎𝑚 + 𝜎 ′ (1.12 𝑐𝑜𝑠 𝜃 − sin 𝜃) − 1.33𝐼𝑠 (50) = 0 (1.14)
√3

yang merupakan representasi alternatif lain dari kriteria kegagalan Mohr-Coulomb


menggunakan parameter fisik tunggal, yaitu. kekuatan beban titik.

1.4.2 Limited tension criterion (Kriteria tegangan terbatas)


Dalam banyak situasi praktis, dianggap memada (cocok) untuk
mendeskripsikan batuan utuh sebagai material dengan tegangan terbatas. Kriteria
kegagalan hanya ditulis sebagai berikut :
𝐹 = −𝜎3 − 𝑓𝑐𝑡 = 0 (1.15)

di mana 𝜎3 adalah tekanan utama minor.


Jika segi stress invariant digunakan di awal. persamaan (3.15) dapat ditulis sebagai
berikut :
1
𝐹 = −𝜎𝑚 + 𝜎 (𝑠𝑖𝑛 𝜃 − −cos 𝜃) − 𝑓𝑐𝑡 = 0 (1.16)
√3

1.4.3 Kriteria Hoek-Brown


Hoek dan Brown (1980) telah mempelajari hasil-hasil percobaan yang
diterbitkan dari berbagai macam batuan. Atas dasar penelitian ini, mereka
merumuskan kondisi keruntuhan sebagai berikut :
1
2
𝜎1 = 𝜎3 + (𝑚𝑓𝑐𝑢 𝜎3 + 𝑠𝑓 𝑐𝑢
) 2
(1.17)

di mana m dan s adalah konstanta dan tergantung pada sifat-sifat batuan serta
tingkat fragmentasi. Persamaan (1.17) dapat ditulis sebagai kriteria keruntuhan
dalam bentuk berikut :

9
1
𝐹 = 𝜎1 − 𝜎3 − (𝑚𝑓𝑐𝑢 𝜎3 + 𝑠𝑓 2 𝑐𝑢 )2 = 0 (1.18)

Beberapa poin tidak ada nilainya jika tidak mengacu pada kriteria ini:
a) Keruntuhan, seperti halnya kriteria Mohr-Coulomb, tidak tergantung pada
tekanan prinsip perantara
b) Selubung dari runtuhan yang melengkung, tidak seperti Mohr-Coulomb yang
merupakan garis lurus. Gambar 1.5 menunjukkan plot kriteria Hoek-Brown
untuk fcu = 100 Mpa. s = 0,004 dan m = 1,7
c) Berdasarkan Kriterianya, yaitu berkaitan dengan massa batuan karena
memperhitungkan data kualitas massa batuan.
Dalam hal invariant stress, persamaan (1.18) dapat ditulis sebagai berikut :
sin 𝜃
𝐹 = 4𝜎′2 cos 𝜃 + 𝑚𝜎′𝑓𝑐𝑢 (cos 𝜃 + √3
− 𝑚𝜎𝑚 𝑓𝑐𝑢 − 𝑠𝑓 2 𝑐𝑢 = 0) (1.19)

Penggunaan kriteria ini dalam metode numerik terbatas saat ini.


1.4.4 Other failure criteria (kriteria keruntuhan lainnya)
Ada sejumlah kriteria keruntuhan lain yang diusulkan oleh berbagai peneliti.
Salah satu yang terkenal di antaranya adalah kriteria Griffith (1921) dan dilanjutkan
oleh Murrell (1963). Selain itu, ada sejumlah teori tentang kekuatan anisotropik
batuan utuh seperti serpih,batu tulis. Seperti yang dibahas sebelumnya, tidak
mungkin batuan utuh dalam massa batuan terkekarkan runtuh kecuali dalam situasi
yang sangat 'terbatas'. Mengingat kompleksitas keseluruhan masalah yang dihadapi
dalam praktik dan kemungkinan variasi besar dalam sifat-sifat batuan, hamper tidak
mungkin untuk mencari kriteria keruntuhan sempurna.

Gambar 1.5
Hubungan antara 𝜎1 dan 𝜎3 representasi dari kriteria keruntuhan Hoek-Brown

10
1.4.5 Flow rule (Teori aliran)
Untuk menggambarkan perilaku batuan utuh. kita perlu mendefinisikan teori
aliran (flow rule). Dengan tidak adanya informasi terperinci dan juga karena fakta
bahwa batuan utuh mungkin tidak pernah luruh. perlakuan yang tepat tentang teori
aliran adalah tidak mungkin mempengaruhi hasil akhir dari analisis numerik. Dalam
hal ini, secara universal diasumsikan bahwa teori aliran adalah 'terkait', yaitu Q. F.

1.4.6 Hardening/softening rules (Teori pengerasan / pelunakan)


Jika diasumsikan perilaku plastis batuan utuh, maka tidak perlu untuk
(hardening rule) Teori pengerasan. Dalam hal ini (keluruhan) hasil dan keruntuhan
batas plastik memiliki arti dan parameter yang sama. sebagai contoh 𝐶0 , ∅0
didefinisikan sebagai (keluruhan) dan fungsi dari keruntuhan.
(Strain softening) dan perilaku pasca puncak (runtuhan) mungkin memiliki
pengaruh yang cukup besar dalam banyak permasalahan yang terjadi. Asumsi yang
paling sederhana adalah asumsi perilaku material brittle, yaitu hilangnya kekuatan
secara tiba-tiba, yang berlaku untuk batuan keras. Untuk batuan lunak, diperlukan
parameter kekuatan residual dan Teori pelunakan yang tepat yang mendefinisikan
perilaku puncak (peak). Penyederhanaan dalam analisis dapat dicapai dengan
mengasumsikan elastis, perilaku plastis idealnya dengan parameter kekuatan
residual. dalam banyak kasus, Ini mungkin mengarah pada desain yang tidak
ekonomis. Sebuah studi penuh tentang perilaku batuan pada mesin uji yang mampu
menangkap perilaku setelah puncak (failure) dengan akurat menjadi penting dalam
kasus tersebut. Sebuah catatan disini bahwa:
Hasil numerik yang diperoleh dengan menggunakan (softening rule) Teori
pelunakan tidaklah 'mutlak' yang berarti bahwa mereka bergantung /terbatas pada
finite/boundary element. Finite element/ (elemen hingga) yang berbeda dapat
menyebabkan hasil yang berbeda. Bazant dan Oh (1983) telah menunjukkan (dalam
konteks struktur beton) bahwa kemiringan kurva (strain softening) penurunan
regangan harus dikaitkan dengan ukuran mesh. Subjek / Penelitin tentang (strain
softening) penurunan regangan masih dilakukan sampai dengan saat ini.

11
1.5 Perubahan dan Kekuatan dari batuan kekar
Perilaku massa batuan terkekarkan didominasi oleh perilaku batuan kekar itu
sendiri. Sejumlah studi eksperimental telah dilakukan untuk memahami perilaku
kekar baik alami maupun (artifial) buatan. (Artificial Joint) / kekar buatan telah
dipelajari terutama karena mereka memiliki keunggulan dalam reproduktifitasnya.
Penelitian tentang studi eksperimental ini telah dilakukan oleh Patton (1966).
Goodman (1970), Barton dan Choubey (1977), Ladanyi dan Archambault (1970),
Bandis et al. (1981), Sun er al. (1985) dan Yoshinaka dan Yamabe (1986). Karena
besarnya biaya dan waktu yang terlibat dalam penelitian ini/ studi eksperimental,
ditambah dengan tuntutan teknik pengukuran yang sangat akurat, sejumlah peneliti
baru-baru ini berupaya mempelajari perilaku sambungan dengan model analitik.
Swan (1983. 1985) dan Sun (1985) telah menggunakan konsep yang
didefinisikan secara matematis. ukuran dan kerapatan digunakan untuk
memprediksi (perubahan) deformabilitas dan kekuatan dari batuan kekar dan
membandingkannya dengan nilai yang terukur pada beberapa kekar yang tampak.
Gerrard (1985) menyajikan studi yang sangat komprehensif tentang formulasi
untuk sifat mekanik dari batuan kekar.
Aspek lain dari penelitian ini adalah model fenomenologis yang diusulkan
oleh berbagai peneliti untuk menggambarkan deformabilitas dan kekuatan batuan
kekar. Lebih banyak penelitian yang berkaitan dengan kekuatan daripada
deformabilitas. Dalam paragraf berikut, kita akan membahas beberapa model
perilaku batuan kekar.
Kekar dalam massa batuan dapat sangat bervariasi dalam keadaan fisik dan
perilaku mekanisnya. Mereka bisa segar atau lapuk, cocok atau tidak cocok. diisi
atau tidak diisi dengan bahan gouge. Perilaku mekanis dari kekar yang diisi diatur
oleh sifat-sifat bahan gouge pengisian, jika ketebalan kekar lebih dari dua kali tinggi
rata-rata kekasaran. Ini dikarenakan keruntuhan terjadi melalui bahan pengisi dan
karakteristik dari kekar yang memainkan peran yang tidak signifikan.

12
1.5.1 Nonlinear elastic model of rock joints (model nonelastik dari batuan
kekar)
Jika tegangan normal (σn) diterapkan pada batuan kekar, itu akan
menyebabkan penutupannya dengan jumlah tertentu, katakanlah 𝛿𝑛 . Gambar 1.6
(a) menunjukkan hubungan khas antara σn dan 𝛿𝑛 .

Gambar 1.6
Hubungan perpindahan tegangan relative (a) σn vs 𝛿𝑛 (b) τ vs 𝛿𝑛

Kemiringan kurva pada Gambar 1.5 memberikan 'kekakuan normal


tangensial' (Kn) dari kekar dan pada tingkat tegangan apa pun, didefinisikan sebagai

∆𝜎𝑛
𝐾𝑛 = (1.20)
∆𝛿𝑛

di mana A menunjukkan kenaikan. Perlu dicatat bahwa Kn nilainya kecil ketika 𝜎𝑛 ,


tetapi dengan cepat menumpuk (membesar) saat kekar ditutup. Sebenarnya ada
batas maksimum (joint closure) yaitu 𝜎𝑛 → ∞ as ketika limit ini (𝛿𝑛𝑐 ) tercapai.
Goodman et al. (1968) mengusulkan hubungan hiperbolik yang digambarkan dalam
rumus berikut :
𝛼
𝜎𝑛 = 𝛿 +𝛽 (1.21)
𝑛𝑐 −𝛿𝑛

13
di mana α dan β adalah konstanta yang mendefinisikan bentuk kurva hiperbolik
antara 𝜎𝑛 dan 𝛿𝑛 . Dengan Persamaan yang berbeda (1.21) kita memperoleh hasil
lain untuk Kn, seperti :

𝑑𝜎𝑛 𝛼
𝐾𝑛 = = (𝛿 2
(1.22)
𝑑𝛿𝑛 𝑛𝑐 −𝛿𝑛 )

Dan bisa ditulis sebagai berikut :

(𝜎𝑛 −𝛽)2
𝐾𝑛 = (1.23)
𝛼

Tercatat bahwa persamaan (1.23) hanya berlaku untuk tegangan normal saja.
Biasanya diasumsikan bahwa kekar tidak menawarkan ketahanan yang dapat
diandalkan terhadap tegangan normal yang menyiratkan Kn=0 if 𝜎𝑛 , adalah tarikan.
Jika tegangan geser (τ) diterapkan pada kekar, akan ada perpindahan geser
relatif (𝛿𝑠 ) pada kekar. Gambar 3.6 (b) menunjukkan hubungan tipikal antara τ dan
𝛿𝑠 . Dan Sekarang mungkin untuk mendefinisikan 'kekakuan geser tangensial' (Ks)
persis dengan cara yang sama seperti yang dilakukan untuk kasus tegangan normal.
Jadi :
∆𝜏
𝐾𝑠 = (1.24)
∆𝛿𝑠

K, kira-kira konstan sampai nilai puncak tegangan geser tercapai. Nilai-nilai


nonlinier dapat, bagaimanapun, dapat diambil jika hasil eksperimen membenarkan.
Tercatat bahwa perilaku kekar yang diwakili oleh model ini tidak dapat dipisahkan.
Tegangan geser tidak menghasilkan perpindahan relatif dalam arah normal dan
sebaliknya tegangan normal tidak menghasilkan perpindahan relatif dalam arah
geser.

1.5.2 Elasto-plastic models of rock joints (model eslato-plastic dari batuan


kekar)
Pada model ini, perilaku kekar diasumsikan elasto-plastik. Perilaku elastis
diwakili oleh tangensial elastis awal dan kekakuan geser (𝐾𝑛𝑒 , 𝐾𝑠𝑒 ). Kekuatan
puncak dan dilatancy dari batuan kekar diwakili oleh kriteria keruntuhan dan teori
aliran (flow rule) masing-masing.
Di masa lalu, sejumlah hubungan empiris telah diusulkan berkaitan dengan
kekuatan dan dilation dari batuan kekar. di antaranya adalah yang dikemukakan

14
oleh Patton (1966), Ladanyi dan Archambault (1970), Barton dan Choubey (1977).
Setiap hubungan kekuatan puncak dapat diperlakukan sebagai kriteria keruntuhan
sedangkan teori aliran (flow rule) dapat ditafsirkan dari hubungan dilatasi. Gerrard
(1986) secara detail meneliti banyak dari kekuatan yang diusulkan dan model
dilation dari batuan kekar dan memperhatikan kendala fisik yang sesuai yang harus
diterapkan pada kekar yang masih baru.
Di sini, kita akan bahasan pada beberapa hubungan kekuatan dan hubungan
(flow) 'aliran' yang biasa digunakan dengan mengingat bahwa beberapa di antaranya
mungkin hasilnya tidak sesuai berdasarkan pertimbangan teoritis.

1.5.2.1 Model Mohr-Coulomb


Ini mungkin model yang paling dasar dari batuan kekar tetapi telah banyak
digunakan dalam analisis teknik dan desain struktur batuan. Di sini kekuatan
keruntuhan batuan kekar diasumsikan sebagai :
𝐹 = |𝜎𝑠 | − 𝜎𝑛 tan ∅ − 𝑐 = 0 (1.25)

dimana |𝜎𝑠 | adalah nilai absolut dari tegangan geser pada bidang kekar. 𝜎𝑛 adalah
tegangan normal pada bidang, ∅ dan c adalah 'sudut gesek' dan 'kohesi'. masing-
masing, untuk kekar.
Jika (flow rule) teori aliran yang terkait dimasukkan, laju regangan normal
plastis (∈𝑝𝑛 ) dan regangan geser (𝛾 𝑝 ) dijelaskan oleh persamaan (2.9).
𝜗𝐹 − tan ∅
∈𝑝 𝜗𝜎
{ 𝑛𝑝 } = 𝜆′ { 𝜗𝐹𝑛 } = 𝜆′ { } (1.26)
𝛾
𝜗𝜎𝑠 1

Yang menerangkan bahwa :


𝑝
∈𝑛
= − tan ∅ (1.27)
𝛾𝑝

Oleh karena itu, dilatant (perhatikan tanda negatif pada sisi kanan persamaan
(1.27), yaitu kenaikan perpindahan geser (∆𝛿𝑠 ) sepanjang kekar disertai dengan
kenaikan perpindahan normal (∆𝛿𝑛 ) diberikan oleh persamaan berikut:

∆𝛿𝑛 = − tan ∅ . ∆𝛿𝑠 (1.28)

Tingkat (dilation) konstan dan terus berlanjut. Perilaku ini sangat tidak realistis.

15
(Dilatancy) dari batu kekar sangat kompleks. Kecenderungan rata-rata dan
ketinggian dari kekasaran memainkan peran dominan dalam menentukan tingkat
dilation dan (dilation) maksimum yang dapat terjadi pada bidang kekar. (Gambar
1.7) menunjukkan model sederhana yang diusulkan oleh Patton (1966). Dua tipe
perilaku yang berbeda dapat diidentifikasi dari model ini:
(a) Pada tegangan normal rendah. ada kecenderungan untuk merespon kekasaran
yang mengarah ke dilation (pembesaran) dari kekar. Didalam bidang. Karena
bertepatan dengan kecenderungan asperities. tidak ada (dilation)/
(pembesaran).
(b) Pada tegangan normal yang tinggi, kerusakan pada dasar akan menghambat
kecenderungan untuk dilation (pembesaran).
Roberts dan Einstein (1978) menyajikan model yang sangat komprehensif
untuk diskontinuitas batuan. Dari berbagai penelitian telah ditetapkan bahwa flow
rule/ teori aliran untuk batuan kekar harus tidak berhubungan. Merujuk pada
persamaan (2.8), fungsi potensial plastis dapat ditulis dengan memperkenalkan
sudut dilatancy variabel (ψ). Jadi
𝑄 = |𝜎𝑠 | − 𝜎𝑛 tan 𝜓 = 0 (1.29)

Di mana ψ dapat diidentifikasi dari hasil percobaan pada batuan kekar.


Jelaslah bahwa ketika perpindahan normal pada batuan kekar sama dengan tinggi
rata-rata kekasaran, dilation (pembesaran) harus berhenti, mis. Ψ → 0
Dalam situasi tertentu, kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh
dilatancy batuan kekar. Jika massa batuan tertahan, penekanan dilatan karena
batasan batas menyebabkan peningkatan tegangan normal pada kekar Peningkatan
ini pada gilirannya menyebabkan peningkatan kekuatan. Untuk itu Analisis
numerik harus dilakukan. karena itu. perhatikan dengan cermat pemodelan
dilatancy dari batuan kekar dalam situasi seperti itu.
Terkadang. khususnya dalam situasi desain. adalah tepat untuk memasukkan
cut-off 'no tension' ke kriteria keruntuhan (persamaan (1.25) yang dianggap valid
hanya jika 𝜎𝑛 kompresif. Dengan demikian, persamaan kriteria keruntuhan
tambahan adalah :

𝐹 = (−𝜎𝑛 ) = 0 (1.30)

16
Diambil nilai yang valid untuk 𝜎𝑛 < 0.

Gambar 1.7
Konsep mekanika dari dilatancy di batuan kekar pada tegangan normal rendah

Teori terkait flow harus digunakan dalam kasus ini karena jika tidak maka
tidak akan mungkin untuk melonggarkan (mengurangi) tegangan di sepanjang
batuan kekar. Dikarenakan juga pengetahuan kita tentang kekar yang mengalami
aksi gabungan dari tegangan dan geser sangat terbatas. karena itu, sangat sulit untuk
melakukan penyelidikan eksperimental dalam tegangan tersebut. Secara
konseptual. kelihatannya suatu kekar akan mampu menahan kuat geser saat di
bawah tegangan normal tarik karena kekasaran akan 'saling bertautan'. Namun,
ketika bukaan kekar sama dengan atau lebih besar dari tinggi rata-rata kekasaran,
penguncian harus berhenti dan kekar tidak akan mampu menahan tegangan geser
maupun tegangan Tarik sehingga akan menyebabkan failure (runtuh).
Gambar 1.8 menunjukkan kriteria Mohr-Coulomb dalam 𝜎𝑠 , 𝜎𝑛 . Fungsi
potensial plastis di berbagai zona juga ditampilkan pada gambar. Dengan asumsi
kekar mengalami perilaku pseudo-viscoplastic. strategi untuk kemungkinan jalur
relaksasi tegangan dari beberapa poin khas juga ditunjukkan digambar.
Model Mohr-Coulomb memiliki kelemahan utama. Yaitu c dan ø pada
persamaan (1.25) tidak benar-benar konstan. Mereka bergantung pada 𝜎𝑛 . Nilai 𝜎𝑛 ,
pada batuan kekar dapat bervariasi berdasarkan beberapa urutan besarnya dalam
struktur yang akan dianalisis. Oleh karena itu, memilih satu nilai / nilai tunggal
yang sesuai dari c dan ø untuk satu set kekar menjadi sulit,bahkan tidak mungkin.

17
Gambar 1.8
Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb dengan tegangan cut-off

1.5.2.2 Model Barton and Chaubey


Berdasarkan studi eksperimental yang luas dari kekar buatan dan alami,
Barton dan Chaubey (1977) mengusulkan persamaan empiris untuk kekuatan
puncak batuan kekar dalam bentuk kriteria keruntuhan dapat ditulis sebagai berikut:
𝐽𝐶𝑆
𝐹 = |𝜎𝑠 − 𝜎𝑛 tan (𝐽𝑅𝐶 𝑙𝑜𝑔10 ( 𝜎 ) + ∅𝑟 )| = 0 (1.31)
𝑛

Dimana

JRC adalah koefisien kekasaran kekar

JCS adalah kekuatan tekan dinding kekar

∅𝑟 , adalah sudut gesek residual.

Tiga parameter ini merupakan variabel independen dari tegangan normal


pada kekar. Alur persamaan (1.31) ditunjukkan pada Gambar 1.9. Tercatat bahwa
kekar tidak memiliki kekuatan tarik dan tidak perlu mengadopsi cut-off seperti pada
fungsi hasil Mohr-pengujian lapangan sederhana. Metode untuk memperolehnya
dan menginterpretasikan nilai-nilai mereka terkandung dalam pedoman yang telah
di buat oleh International Society for Rock Mechanics (1978).
Jika teori aliran/flow rule terkait diasumsikan, sudut pembesaran pada
kekuatan puncak dapat dengan mudah dihitung dengan persamaan pembeda (1.31).
Namun, sudut pembesaran terkomputasi (ψ) berdasarkan teori aliran yang terkait

18
tidak cocok dengan nilai yang diamati secara eksperimental. Pande dan Xiong
(1982) mengusulkan fungsi potensial plastis berikut untuk mencocokkan hasil
percobaan Barton dan Chaubey.

Gambar 1.9
Kriteria Keruntuhan Barton dan Choubey untuk batuan kekar (untuk ∅𝑠 =25o)

𝜎𝑛 tan 𝜆1 𝐽𝑅𝐶 𝜎𝑛2


𝑄 = |𝜎𝑠 | + − = 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡 (1.32)
𝐾1 263.86 𝐽𝐶𝑆

Dimana

𝐽𝐶𝑆
𝐾1 = (1 − tan 𝜆1 tan ∅2 ) and 𝜆1 = 𝐽𝑅𝐶 𝑙𝑜𝑔 10 ( 𝜎 )
𝑛

Tabel 3.1 menunjukkan perbandingan nilai percobaan dengan yang dihitung


menggunakan persamaan (1.32) sebagai fungsi potensial plastic, Kecocokan pun
terlihat. Poin pentingnya adalah itu. jika data eksperimental pada dilatancy dari
kekar tersedia, maka sangat mungkin untuk merumuskan/ mencocokkan secara
matematika untuk fungsi potensial plastik.

1.5.3 Post peak behaviour of joints (perilaku kekar setelah puncak)


Jika kekar diuji pada tegangan normal konstan 𝜎𝑛 , kekuatan geser puncak
diperoleh setelah perpindahan geser tertentu. Jika perpindahan lebih lanjut
diterapkan, tegangan geser sebenarnya berkurang seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1.10. Pengurangan kekuatan ini (penurunan regangan) dalam banyak kasus
dianggap linier.
Untuk model Mohr-Coulomb, sudah lazim untuk menganggap kohesi
residual sebagai nol dan sudut sisa gesekan antara 25-30o. Sekali lagi, hasil

19
percobaan uji kekar diperlukan untuk dapat merumuskan hukum penurunan
regangan yang tepat.

Tabel 1.1. Perbandingan sudut pembesaran terukur dengan yang diprediksi oleh
persamaan (1.32)

Rock type No of Measured Computed


Samples of dilation angle of dilation
Alpite 36 25.5 o 23.Co
Granite 38 20.9 o 20.2o
Hornfels 17 26.5 o 26.2o
Calcareous shale 11 14.8 o 19.1o
Slate 7 6.8 o -
Gneiss 17 17.3 o 15.5o
Soapstone model 5 16.2 o 18.6o
fractures 130 13.2o -
Data diambil oleh Barton dan Choubey (1977)

Gambar 1.10
Perilaku pasca puncak dari batuan kekar (a) τ vs 𝛿𝑠 , (Menurut Bandis et al, 1981)
(b) hubungan ideal antara τ dan 𝛿𝑠

20
Untuk model Barton dan Chaubey, tampaknya masuk akal untuk
mengasumsikan bahwa JRC bervariasi dari nilai puncak ke nol sebagai regangan
geser plastik menumpuk di kekar. Pada kondisi residual. kekuatan dirumuskan
sebagai berikut:

𝛿𝑠 = 𝜎𝑛 tan ∅𝑟 (1.33)

Pertanyaannya adalah apakah perpindahan geser (atau regangan) pada kekar


yang mengurangi kekuatan terhadap nilai residu? Ini tergantung pada karakteristik
sambungan seperti tinggi rata-rata, kemiringan dan kepadatan dari batuan.

1.6 More Sophisticated Models (Model mutahkir lainnya)


Secara konseptual, adalah mungkin untuk membangun model yang sangat
canggih dan kompleks dari perilaku batuan kekar. Salah satu model tersebut telah
diusulkan oleh Pande (1985). Ini didasarkan pada model plastisitas 'Bounding
Surface' dari Dafalias dan Popov (1975). Padahal itu adalah kemampuan menangani
situasi bongkar muat dan pemuatan kembali kekar. Model ini membutuhkan
delapan parameter. Dari sudut pandang praktis, cukup sulit untuk mendapatkan
nilai yang dapat diandalkan dari banyak parameter tanpa menghabiskan banyak
waktu dan uang. Namun dalam struktur kritis seperti penyimpanan limbah nuklir
dan masalah yang berkaitan dengan teknik perminyakan. investasi semacam itu
mungkin sangat bermanfaat.

1.7 Rangkuman
Dari bab ini dibahas mengenai sifat mekanik pada batuan utuh dan batuan
kekar, baik itu dari perilaku fisik dan permodelan numeriknya berdasarkan teori
elasto-plastisitas dan elasto-viscoplasitisitas. dari bab kita mempelajari juga
perubahan yang terjadi pada batuan utuh, yang dibahas lebih lanjut pada kriteria
keruntuhan pada batuan utuh, yang diwakili oleh Kriteria Mohr-Coulomb dan
Kriteria Hoek dan Brown beserta fungsi matematis yang ada didalamnya, sehingga
nantinya diperoleh kekuatan batuan. Perbedaan mendasar dari kriteria Mohr-
Coulomb dan Hoek-Brown bisa dilihat dari tipikal kurvanya. Untuk kriteria Mohr-
Coulomb dia linear, sedangkan Hoek-Brown non-linear. Untuk parameter dari
Kriteria Mohr-Coulomb terdapat 2 parameter : yaitu kohesi dan sudut geser dalam,
sedangkan pada Kriteria Hoek dan Brown parameter yang digunakan ialah m,s,dan

21
a. nilai m,s dan a merupakan konstanta nilainya telah diketahui. Dalam
perkembangannya, Hoek-Brown melakukan modifikasi pada metode yang ia buat
sebelumnya. Dan hasilnya ialah dengan diperkenalkannya metode Generalised
Hoek Brown, dengan penambahan Geological strength index yang mana nilai GSI
ini bisa langsung diterapkan pada kriteria Hoek-Brown, sehingga metode yang baru
dari hoek-brown ini mempermudah engineer dalam mengestimasi nilai kekuatan
batuan tanpa harus menunggu hasil laboratoium. Mohr-Coulomb bisa digunakan
untuk tanah dan batuan, sedangkan Hoek-Brown untuk batuan saja. Untuk
pemilihan metode yang akan digunakan di lapangan baik Mohr-Coulomb atau
Hoek-Brown tergantung dari masing-masing engineer sesuai dengan pertimbangan
yang menyangkut kondisi lapangan, ketersediaan waktu, ketersediaan data, dan
juga alat bantu yang dipakai dan pemahaman engineer yang bertugas.

REFERENSI

Bandis, S. C., Lurnsden, A. C.. and Barton, N. R. (1981). Experimental studies of


scale effects on the shear behaviour of rock joints. Inil. Jl. Rock Mech. Min. Sci.,
18, 1-21.
Barton, N. R.., and Choubey. V. (1977). 'The shear strength of rock joints in theory
and practice.' Rock Mech., 10. 1-54.

Barton, N. e al. (1978). Suggcsted methods for the quantitative description of


discontinuities in rock masses. for ISRM Commission on Standardization of Lab
and Field Tests. Inl. J. Rock Mech. Min. Sci., 15(6), 319-68.

Bazant, Z., and Oh, B. H. (1983). Crack band theory for fracture of conerete and
geomaterials. A.S.C.E. Eng. Mech. Dn.. 109(3), 849-65

Brady, B. H. G., and Brown. E. T. (1985). Rock Mechanics for underground


mining. London: George Allen and Unwin.

Dafalias, Y. F.. and Popov. E. P. (1975). 'A model of nonlinear hardening materials
for complex loading. Acta Mechanica, 21, 173-92.

Farmer, I. W. (1983). Engineering Behaviour of Rocks. London: Chapman&Hall.

Goodman, R. E. (1970). The deformability of joints.' ASTM Spec. Tech. Publ. 477.

22
Goodman, R. E. (1980). Introduction to Rock Mechanics, New York: J.Wiley &
Sons.

Goodman, R. E., Taylor, R.. and Brekke, T. L. (1968). "A model for the mechanics
of jointed rocks' l. A.S.C.E. Geotech. Dn., 94SM(3). 637-59

Gerrard, C.(1985). 'Formulations for the mechanical properties of rock joins Proc.
Intl. Symp. Fundamentals of Rock Joints, Centek Press, Lulea. 405-22.

Gerrard, C.(1986). 'Shear failure of rock joints: appropriate constraints for empirical
relations. Intl. JI. Rock Mech. Min. Sci, 23(20), (6), 421-29.

Griffith, A. A. (1921). The phenomenon of rupture and flow in solids. Phil. Trans.
Roy. Soc. Loridon A221, 163-98.

ISRM-Commission on Testing Methods (1985). Suggested method for determining


Joint load strength. Inif. Jl. Rock Mech. Min. Sci.. 22(2). 51-60.

Hoek. E.. and Brown. E. T. (1980). Underground Excavation in Rock. London:


Institution of Mining and Metallurgy

Jaeger. J.. and Cook. N. G. W. (1976). Fundamentals of Rock Mechanics. 2nd


edn,London: Chapman & Hall.

Ladanyi, B.. and Archambault. G. (1970). Simulation of the shear behaviour of a


jointed rock mass. Proc. 11th Symp. on Rock Mechanics (AIME), 105-25.

Lode. W. (1926). Zeits. Phys.. 36, 913.

Murrel. S. (1963). *A criterion for brittle fracture of rocks and concrete under
triaxial stressS and the effect of pore pressure on the criterion. Proc. 5th Rock Mech.
Symp.. Pergamon Press.

Patton. F. D. (1966). Multiple modes of shear failure in rock. Proc. Ist Cong. SRM
(Lisbon), 1, 509-13.

Pande. G. N., and Xiong, W. (1982). "An improved multilaminate model of join ted
rock masses. Numerical Models in Geomech. (eds R. Dungar, G. N. Pande and J.
A. Studer). A. A. Balkema, Rotterdam, 218-26

23
Pande. G. N. (1985). A constitutive model of rock joints.' Proc. Intl. Symp.
Fundamentals of Rock Joints (ed. O. Stephansson). Centek Publ., Lulea. Sweden.

Roberts, W. J., and Einstein. H. A. (1978). Comprehensive model of rock


discontinuities. Jl. A.S.C.E. 104(GTS). 553-69

Sun. Z. (1985). Asperity model for closure and shear. Proc. Intl. Symp.
Fundamenials of Rock Joinis, Centek Press. Lulea, 173-83.

Su. Z. Gerrard, C. M.. and Stephansson (1985). Rock joint compliance tests for
compression and shear loads. Intl. Jl. Rock Mech. Min. Sci., 22(4), 197-213.

Swan. G. (1983). Determination of stiffness and other joint properties from


roughness measurements. Rock Mech. &Rock Eng., 16, 19-38.

Swan. G. (1985). "Methods of roughness analysis for predicting rock joint


behaviour. Proc. Intl. Symp. Fundamenials of Rock Joints. Centek Press, Lulea,
153-61.

Yoshinaka. R.. and Yambe, T. (1986). Joint stiffness and the deformation behavior
of discontinuous rock. Intl. JI. Rock Mech. Min. Sci.. 23(1). 19-28.

24

Anda mungkin juga menyukai