Disusun oleh :
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Grafik kombinasi blok volume (Vb), Joint condition (jC), dan
Jointing parameter (Jp) ..................................................................... 5
Gambar 1.2 Persamaan empirik dari efek skala pada UCS .................................. 6
Gambar 1.3 Jointing parameter (Jp) found from joint condition (jC), jointing
intensity (Vb, Jv, RQD), and UCS .................................................... 7
Gambar 1.4 Aplikasi RMi pada Rock Mechanics dan Rock Engineering ............ 8
Gambar 2.1 Stand-up time versus unsupported span for various rock mass
classes according to RMR ................................................................ 20
Gambar 2.2 Hubungan antara RMR dan Modulus reduction factor ..................... 21
Gambar 2.3 Korelasi antara modulus deformasi dari massa batuan dan RMR .... 21
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Joint Roughness Found from Smoothness and Waviness ................... 3
Tabel 1.2 Joint Lengh and Continuity Factor (jL) ............................................. 3
Tabel 1.3 Characterization and Rating of Joint Alteration Factor ................... 4
Tabel 1.4 Klasifikasi Rmi .................................................................................. 6
Tabel 1.5 Suggested numerical division of ground according to NATM .......... 9
Tabel 2.1 Strenghth of Intact Rock Material ...................................................... 12
Tabel 2.2 Rock Quality Designation .................................................................. 12
Tabel 2.3 Spasi bidang diskontinuitas ................................................................ 13
Tabel 2.4 Condition of Discontinuities .............................................................. 13
Tabel 2.5 The RMR system : Guidelines for classification of discontinuity
Condition ............................................................................................ 13
Tabel 2.6 Kondisi Air tanah ............................................................................... 14
Tabel 2.7 Orientasi diskontinuitas ...................................................................... 16
Tabel 2.8 Assesment of joint orientation effect on tunnels ................................. 16
Tabel 2.9 Assesment of joint orientation effect on stability of dam foundation .. 17
Tabel 2.10 Adjusment for joint orientation .......................................................... 17
Tabel 2.11 Design parameter and engineering properties of rock mass ............. 18
Tabel 2.12 Guidelines for excavation and support of rock tunnels in according
with the rock mass rating system ....................................................... 24
Tabel 2.13 Adjustment factor for the influence of TBM crew (FE) on TBM
advance rate ...................................................................................... 27
Tabel 2.14 Adjustment factor for the influence of excavation length (FA) on
TBM advance rate ............................................................................. 27
iv
BAB I
ROCK MASS INDEX (RMi)
1
Tipe batuan juga menjadi aspek penting jika kekarnya tidak menerus
(terputus-putus), karena deskripsi batuan mencakup geologi dan jenis material
pembentuk di sekitar lokasi, meskipun sifat batuan dalam banyak kasus ditentukan
penyebab terbentuknya oleh kekar. Ingatlah selalu bahwa sifat-sifat (karakteristik)
batuan memiliki pengaruh besar pada pembentukan dan pengembangan kekar.
Pertimbangan-pertimbangan diatas dan studi lebih dari 15 sistem klasifikasi
yang berbeda telah digunakan oleh Palmstrom (1995) ketika memilih parameter
masukan untuk RMi sebagai berikut:
1. Ukuran blok yang digambarkan oleh kekar : diukur sebagai volume blok,
(Vb).
2. Kekuatan material blok : diukur sebagai UCS, (qc).
3. Kekuatan geser permukaan blok : ditandai oleh faktor karakteristik kekar,
(jR) dan (jA).
4. Ukuran dan terminasi kekar: diberikan sebagai faktor panjang dan
kontinuitasnya, (jL).
2
Tabel 1.1 Joint Roughness Found from Smoothness and Waviness
(Palmstrom, 1996, 2000)
Tabel 1.2 Joint Lengh and Continuity Factor (jL) (Palmstrom, 1996, 2000)
Hasil dari tes skala besar dan pengukuran lapangan dari kekuatan massa
batuan telah digunakan untuk menentukan bagaimana Vb dan jC, dapat
dikombinasikan untuk menilai parameter kekar, (JP). Kalibrasi telah dilakukan
dengan menggunakan hasil tes UCS yang diketahui dan parameter yang melekat
dari massa batuan. Nilai untuk Vb dan JP diplotkan Gambar 1.1, dan garis-garis
yang mewakili jC dinyatakan dengan persamaan :
𝑗𝐶 = 𝑗𝐿 (𝑗𝑅/𝑗𝐴) (1.3)
3
masing. Kekasaran kekar (jR) bersama dengan alterasi kekar (jA) dapat digunakan
untuk menentukan sudut gesek seperti pada sistem Q (Q-system) dari Barton, Lien,
dan Linde (1974) dalam Bab 8. Klasifikasi RMi disajikan pada Tabel 1.4. Sebagai
contoh, jC dan JP paling sering diberikan dengan persamaan:
Untuk jC =1.75 parameter kekar dapat dengan mudah dinyatakan sebagai berikut :
dan untuk jC = 1 parameter kekar dari Persamaan (1.2) dinyatakan sebagai berikut:
𝑗𝑃 = 0.2 𝑉𝑏 0.37
4
Gambar 1.1 Grafik kombinasi blok volume (Vb), Joint condition (jC), dan
Jointing parameter (Jp) (Palmstrom, 1996)
1.4. Efek skala
Efek skala signifikan umumnya terlibat ketika ukuran sampel diperbesar dari
laboratorium ke ukuran lapangan (Gambar di bab 3.1). Dari kalibrasi yang
dijelaskan sebelumnya, RMi terkait dengan sampel besar di mana efek skala telah
dimasukkan dalam JP. Faktor ukuran kekar (jL) juga merupakan variabel skala.
Namun, untuk massa batu masif tempat penyambungan parameter JP ≈ 1, efek
skala untuk UCS (qc) harus diperhitungkan sebagai qc terkait untuk ukuran sampel
50 mm. Barton (1990) mengemukakan dari data yang disajikan oleh Hoek dan
Brown (1980) dan Wagner (1987) bahwa kekuatan tekan yang sebenarnya untuk
sampel berukuran besar dengan diameter (dalam milimeter) dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut (Gambar 1.3):
5
Tabel 1.4. Klasifikasi RMi (Palmstrom, 1996)
Gambar 1.4 menunjukkan diagram yang sama dengan Gambar 10.1 di mana
pengukuran selain volume blok juga dapat diterapkan untuk menentukan jC. Ini
ditunjukkan di bagian kiri atas diagram pada Gambar 1.4. Di sini, jumlah kekar
volumetrik (Jv) untuk berbagai set kekar dapat digunakan sebagai ganti dari volume
blok. Juga, RQD dapat digunakan, tetapi ketidakmampuannya untuk
mengkarakterisasi batuan masif dan massa batuan yang sangat terkekarkan
menyebabkan pengurangan pada nilai JP.
Gambar 1.2. Persamaan empirik dari efek skala pada UCS (Barton, 1990)
6
Gambar 1.3. Jointing parameter (Jp) found from joint condition (jC), jointing
intensity (Vb, Jv, RQD), and UCS (Palmstrom, 1996)
1.5. Aplikasi dari RMi
Gambar 1.5 menunjukkan area utama aplikasi RMi bersama dengan pengaruh
parameternya di berbagai bidang. Nilai RMi tidak dapat digunakan secara langsung
dalam sistem klasifikasi karena banyak dari mereka terdiri dari sistem mereka
sendiri. Beberapa parameter input dalam RMi mirip dengan yang digunakan dalam
klasifikasi lain dan kemudian dapat diterapkan kurang lebih secara langsung.
Parameter jointing (JP) dalam RMi mirip dengan konstanta 𝑠 (= 𝐽𝑝 2 ) pada
kriteria keruntuhan Hoek-brown (persamaan di 13.6) untuk massa batuan. Dari Vb
dan jC, Cai et al. (2004) Kuantitatif Geological Strength Index (GSI) sesuai
Persamaan. (22.5). Kekuatan massa batuan karakteristik yang ditemukan dari RMi
juga dapat diterapkan untuk karakterisasi numerik pada NATM (New Austria
Tunneling Method).
7
Palmstrom (1995) mengklaim bahwa penerapan RMi dalam penyanggaan
batuan melibatkan lebih banyak pengumpulan dan penerapan input data secara
sistematis. RMi juga menggunakan definisi yang lebih jelas dari berbagai jenis
tanah. Ini mencakup berbagai kondisi tanah yang lebih luas dan mencakup lebih
banyak variabel daripada dua sistem klasifikasi utama RMR dan Q-sistem.
Palmstrom dan Singh (2001) mengemukakan korelasi antara modulus deformasi
dan RMI (𝐸𝑑 = 7 𝑅𝑀𝑖 0.4 , 𝐺𝑝𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑅𝑀𝑖 > 1).
Gambar 1.4 Aplikasi RMi pada Rock Mechanics dan Rock Engineering
(Palmstrom, 1996)
8
Tabel 1.5 Suggested numerical division of ground according to NATM
(Palmstrom, 1996)
9
dan sifat untuk massa batuan. oleh karena itu, tidak mungkin untuk mencirikan
semua kombinasi ini dalam satu angka. Namun, harus ditambahkan bahwa RMi
mungkin mencirikan kisaran yang lebih luas tentang material batuan daripada
kebanyakan sistem klasifikasi lainnya.
2. Akurasi dalam RMi
Nilai dari parameter jointing (JP) adalah dikalibrasi dari beberapa tes
kompresi skala besar. Kedua evaluasi tersebut dari berbagai faktor (jR, jA, dan Vb)
dalam JP dan ukuran sampel yang diuji dalam beberapa kasus tidak mengandung
blok yang cukup untuk mewakili massa batuan kontinu, yang menghasilkan
kesalahan tertentu dalam parameter yang dikembangkan untuk JP. Selain itu, hasil
tes yang digunakan sebagian dari sampel kering dan sebagian lagi dari sampel
basah, yang mungkin telah mengurangi keakuratan data.
Dalam beberapa kasus kesalahan dalam berbagai parameter sebagian dapat
menetralkan satu sama lain. Kekuatan bukanlah sifat unik dari bahan rapuh.
Bieniawski (1973) menyadari bahwa nilai kekuatan yang sangat cepat berubah
lereng, fondasi, dan terowongan. Dengan demikian, RMR mempertimbangkan jenis
struktur (lihat Bab 6), Tetapi RMi tidak. Jadi faktor mobilisasi diperlukan dalam JP.
3. Pengaruh Menggabungkan Parameter Yang Bervariasi dalam Rentang
Parameter input untuk RMi mengekspresikan berbagai variasi terkait dengan
perubahan di perwakilan yang sebenarnya volume massa batuan. Kombinasi
variabel-variabel ini dalam RMi (dan lainnya sistem klasifikasi) dapat
menyebabkan kesalahan.
Dari diskusi sebelumnya, RMi dalam banyak kasus tidak akurat dalam
mengkarakterisasi kekuatan kumpulan material yang sedemikian rumit yang
membentuk massa batuan. Karena alasan ini, RMi dianggap sebagai ekspresi relatif
dari kekuatan massa batuan. Kumar (2002) mencoba untuk membandingkan RMi
dan Q-system dan menemukan itu RMi sangat konservatif dan Persamaan. (13.9)
berdasarkan hal itu Q-system memberikan penilaian yang lebih baik peningkatan
kekuatan di terowongan.
10
BAB II
ROCK MASS RATING (RMR)
11
2.2. Pengumpulan data lapangan
Peringkat (rating) dari enam parameter sistem RMR diberikan dalam Tabel
2.1 hingga 2.6. Untuk mengurangi keraguan karena penilaian subyektif, peringkat
untuk parameter yang berbeda seharusnya diberi rentang daripada nilai tunggal.
Keenam parameter ini dibahas dalam paragraf berikut. Pemula yang baru belajar
biasanya tidak selalu memahami nilai RMR, Q, dan sebagainya, di suatu lokasi, dan
mereka bingung transisi dari satu kategori ke kategori lainnya (Tabel 2.4 dan 2.5).
Biasanya perkiraan rata-rata RMR cukup baik. ISO 14689 menjelaskan definisi
yang diterima secara internasional untuk material batuan, kekar, dan massa batuan.
12
Tabel 2.3. Spasi bidang diskontinuitas (Bieniawski, 1979 ; ISO 14689-1, 2003)
13
Tabel 2.6. Kondisi Air tanah (Bieniawski, 1979)
14
berorientasi paling kritis atau peringkat terendah (Edelbro, 2003). Secara luas
disetujui bahwa spasi kekar sangat penting ketika menilai struktur massa batuan.
Karena kehadiran kekar dapat mengurangi kekuatan massa batuan (Bieniawski,
1973).
15
kritis dari orientasi kekar terkait terowongan dan fondasi bendungan. Begitu
peringkat untuk efek kritis pada bidang diskontinuitas diketahui, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 2.9, jumlah peringkat penyesuaian kekar dan RMRbasic
dapat diperoleh, yang disebut "RMR akhir (final)."
Perlu diingat bahwa efek orientasi pada kekar yang kasar tidaklah penting
dalam terowongan, menurut Tabel 2.10. Itu sebabnya orientasi kekar diabaikan
dalam Q-system dari Institut Geoteknik Norwegia (NGI; Bab 8). Efek dari orientasi
kekar lebih penting untuk rafts. Untuk kasus di lereng batuan klasifikasi massa
batuan Slope mass rating (SMR) direkomendasikan (Bab 18). Lereng yang
memotong parit sebelum terowongan harus diklasifikasikan menurut SMR dan
bukan RMR atau Q.
Penelitian diperlukan untuk menyusun tabel baru untuk menilai orientasi
kekar untuk shafts yang tidak termasuk dalam Tabel 2.8. Penelitian juga harus
dilakukan untuk penilaian orientasi kekar untuk fondasi bangunan dan silo dan
sebagainya berdasarkan (Gambar di bab 20.1), karena Tabel 2.9 hanya berlaku
untuk fondasi bendungan, yang dikenai tinggi gaya hidrolik horizontal.
16
Tabel 2.9 Assesment of joint orientation effect on stability of dam foundation
17
diperoleh untuk terowongan dengan orientasi yang berbeda setelah
memperhitungkan orientasi sumbu terowongan yang sehubungan dengan set kekar
pada kondisi kritis (Tabel 2.8).
Klasifikasi dapat digunakan untuk memperkirakan banyak parameter berguna
seperti span tanpa supporting (penyangga), stand-up time, (bridge action period),
dan tekanan pada penyangga untuk bukaan bawah tanah seperti yang ditunjukkan
pada bagian berikut. Mungkin juga digunakan untuk memilih metode penggalian
dan sistem penyangga secara permanen. Kohesi, sudut gesekan dalam, modulus
deformasi massa batuan, dan (allowable bearing pressure) yang diijinkan untuk
pondasi juga dapat diperkirakan untuk menganalisa stabilitas lereng batuan.
Analisis balik (back analysis) lereng batuan yang longsor lebih tepat
dilakukan sebagai pendekatan untuk penilaian parameter kekuatan geser. Korelasi
yang disarankan pada bagian selanjutnya harus digunakan untuk studi kelayakan
dan desain pendahuluan saja. Tes in situ didukung dengan pemodelan numerik bisa
jadi penting, terutama untuk pembukaan besar seperti sebuah gua.
18
2.4. Aplikasi RMR
Properti rekayasa massa batuan berikut dapat diperoleh dengan menggunakan
RMR. Jika Peringkat massa batuan berada dalam kisaran yang diberikan, nilai
properti teknik bisa diinterpolasi di antara rentang properti yang disarankan.
19
dekat lereng batu. Lihat bagian Kekuatan Geser dari Massa Batu pada bab ini dan
Bab 16.
Gambar 2.1 Stand-up time versus unsupported span for various rock mass classes
according to RMR (Bieniawski, 1984)
3. Modulus deformasi
Korelasi berikut ini disarankan untuk menentukan modulus deformasi massa
batu. Modulus deformasi (Ed) diperoleh dari siklus pembebanan uniaksial uji
jacking, sedangkan modulus elastisitas massa batuan (Ee) ditemukan dari siklus
bongkar (unloading cycle).
𝐸𝑑 = 𝐸𝑟 . 𝑀𝑅𝐹 (2.1)
Ada perkiraan korelasi antara modulus deformasi dan RMR disarankan oleh
Bieniawski (1978) untuk massa batuan (hard rock) (qc> 100 MPa).
20
Serafim dan Pereira (1983) menyarankan korelasi berikut:
Korelasi ini ditunjukkan pada Gambar 2.3. Di sini qc berarti rata-ratakuat tekan
uniaksial batuan utuh dalam MPa.
Gambar 2.2 Hubungan antara RMR dan Modulus reduction factor (Singh, 1979)
Gambar 2.3 Korelasi antara modulus deformasi dari massa batuan dan RMR
(Bieniawski, 1984)
Modulus deformasi massa batuan kering dan lemah (qc <100 MPa) sekitar
bukaan bawah tanah yang terletak di kedalaman lebih dari 50 m tergantung pada
pengekangan tekanan karena overburden dan dapat ditentukan oleh korelasi berikut
(Verman, 1993):
21
𝐸𝑑 = 0.3 𝐻 ∝ . 10(𝑅𝑀𝑅−20)/38 , 𝐺𝑃𝑎 (2.4a)
di mana 𝛼 = 0,16 hingga 0,30 (lebih tinggi untuk batuan yang buruk) dan H =
kedalaman lokasi dengan pertimbangan di bawah permukaan tanah dalam meter 50
m. Read, Richards, dan Perrin (1999) mengemukakan korelasi berikut:
22
100−𝑅𝑀𝑅
𝑃𝑣 = [ ] .𝛾 .𝐵 (2.5)
100
23
penggalian. Langkah-langkah dukungan pada Tabel 2.12 adalah untuk dukungan
permanen.
Keterkaitan antara RMR dan Q disajikan pada Bab 9, di bagian ini Interelasi
Antara Q dan RMR. Gambar 13.3 menawarkan kriteria untuk berbagai jenis rock
burst sesuai dengan nilai RMR dan 𝜎1/q1.
Tabel 2.12 Guidelines for excavation and support of rock tunnels in according
with the rock mass rating system (Bieniawski, 1984)
24
2.6. Rock Mass Excavability Index for TBM (indeks excavability massa batuan
untuk TBM)
Bieniawski (2007) menganalisis lebih dari 500 sejarah kasus untuk
mengembangkan daya gali massa batuan (RME) indeks untuk memperkirakan
kinerja TBM perisai ganda dan tipe terbuka. Excavability didefinisikan sebagai
tingkat penggalian yang dinyatakan dalam kinerja mesin di meter per hari.
Bieniawski et al. (2006) menemukan bahwa parameter dengan pengaruh kuat
pada tingkat rata-rata lanjutan (ARA), dinyatakan dalam m / hari, adalah abrasivitas
(atau kemampuan pengeboran), jarak diskontinuitas, dan stand-up time.
Selain itu, diputuskan untuk memasukkan keduanya parameter batuan dasar
yaitu UCS dari material batuan dan aliran air tanah, karena dalam beberapa kasus
kedua faktor ini sangat mempengaruhi kemajuan TBM. Lima parameter dipilih,
distribusi tertimbang dilakukan. Bobot ini telah dianalisis secara statistik,
meminimalkan kesalahan dalam prediksi ARA dan menghasilkan peringkat yang
ditunjukkan pada Tabel 2.14. Dengan demikian, indeks RME didasarkan pada lima
parameter input tercantum dalam tabel bersama dengan peringkat yang terkait
dengan masing-masing.
Dari lima parameter yang tercantum dalam Tabel 2.14, tiga parameter yaitu :
kekuatan uniaksial, diskontinuitas di bagian depan terowongan, dan aliran air tanah
bisa dengan mudah diperoleh oleh ahli geologi teknik yang berpengalaman. Untuk
waktu siaga untuk terowongan yang digali TBM, diperlukan estimasi RMR.
Gambar 2.1 menunjukkan grafik RMR untuk estimasi stand-up time untuk
terowongan.
Sejak grafik ini awalnya dikembangkan untuk pengeboran dan peledakan
terowongan, korelasi berikut tersedia antara RMR D & B dan RMRTBM berdasarkan
hasil karya Alber (2000).
Konstruksi oleh TBM umumnya menghasilkan nilai RMR yang lebih tinggi
untuk bagian terowongan yang sama digali baik dengan pengeboran dan peledakan
karena bentuknya yang bundar dan kurang mengurangi kerusakan pada massa
batuan di sekitarnya oleh mesin pengeboran.
25
Indeks RME diperoleh dengan penjumlahan dari lima parameter input pada
Tabel 2.14, yang mentabulasikan peringkat yang sesuai untuk rentang yang
diberikan. Menggunakan indeks RME di Eq. (2.8), tingkat kemajuan rata-rata
"teoritis" (ARAT) dalam m / hari TBM bisa Diperkirakan (Bieniawski et al., 2006).
1. Pengaruh kru TBM (FE): Kru TBM yang menangani mesin tunneling Setiap
hari memiliki pengaruh penting terhadap kinerja yang dicapai. Penyesuaian
faktor kru TBM tercantum pada Tabel 2.15.
2. Pengaruh panjang yang digali (FA): Saat penggalian terowongan meningkat,
TBM kinerja meningkat karena adaptasi mesin. Kuantitatif pengaruh
penyesuaian faktor adaptasi (FA) ini diberikan pada Tabel 2.16.
3. Pengaruh diameter terowongan (FD): Persamaan (2.8) diturunkan untuk
terowongan dengan diameter mendekati 10 m. Memperhatikan pengaruh
terowongan yang berbeda diameter, D (dalam meter), pada tingkat kemajuan
TBM, koefisien (FD) diusulkan seperti yang terlihat pada Persamaan. (2.9)
(Bieniawski, 2007).
Penggabungan efek dari tiga faktor penyesuaian, ARAR dapat diberikan dari
Persamaan. (2.10).
26
Tabel 2.13 Adjustment factor for the influence of TBM crew (FE) on TBM advance
rate
Tabel 2.14 Adjustment factor for the influence of excavation length (FA) on TBM
advance rate
27
1. RMR bisa digunakan untuk memperkirakan kemajuan pengeboran
terowongan dengan TBM (Tunnelling Boring Machine).
2. Memperhitungkan pengaruh air tanah dalam penentuan kalsifikasi massa
batuan dan bisa digunakan untuk memperkirakan modulus deformasi dari
massa batuan
28
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
1. RMi bisa digunakan untuk klasifikasi massa batuan dengan data masukan
yang terbatas.
2. Menggunakan parameter dalam RMi dapat meningkatkan input dalam
sistem klasifikasi massa batuan lainnya dan dalam NATM (New Austria
Tnnelling Method).
3. Keterbatasan dari RMi adalah kurang akurat untuk digunakan dalam
karakterisasi massa batuan dengan struktur yang kompleks, karena input
parameter dalam RMi yang praktis dan sederhana.
4. Pada klasifikasi RMR, proses pengklasifikasian massa batuan dibagi
menjadi sejumlah unit struktur geologi, sehingga masing-masing jenis
massa batuan diwakili oleh unit struktural geologi yang terpisah untuk
memudahkan proses klasifikasi massa batuan
5. RMR bisa digunakan untuk memperkirakan kemajuan pengeboran
terowongan dengan TBM (Tunnelling Boring Machine)
6. Keterbatasan dari RMR adalah Kurang cocok diterapkan untuk bukaan
terowongan dengan massa batuan yang buruk, serta sistem ini tidak
berfungsi baik untuk struktur batuan yang kompleks, seperti keberadaan
sesar, dan zona lemah lainnya.
3.2. Saran
Dalam proses pengklasifikasian massa batuan, hendaknya menggunakan
perbandingan antara berbagai macam sistem klasifikasi massa batuan, untuk
mendapatkan hasil yang paling akurat sesuai dengan lokasi penelitian.
29
DAFTAR PUSTAKA
30
15. Palmstrom, A., & Singh, R. (2001). The deformation modulus of rock
masses-Comparison between in situ tests and indirect estimates.
Tunnelling and Underground Space Technology, 16, 115–131.
16. Singh, B., & Goel, R. K. (1999). Engineering Rock mass classification:
tunneling, foundations, and landslides. United Kingdom : Elsevier
Science Ltd.
31