Anda di halaman 1dari 30

DISKONTINUITAS MASSA BATUAN DAN PENGARUHNYA

PADA STABILITAS LUBANG BUKAAN


PAPER UTS

Disusun oleh :

DANU MIRZA REZKY 212190012

PROGRAM MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN


KONSENTERASI GEOMEKANIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
RINGKASAN

Massa batuan adalah batuan yang diasumsikan heterogen, anisotropi, dan


diskontinu. Heterogen dalam komposisi material penyusunnya, Anisotropi yaitu
gaya yang bekerja pada batuan tidak sama ke segala arah, dan Diskontinu yang
artinya batuan tersebut memiliki bidang lemah. Sebagian besar runtuhan yang
terjadi di lubang bukaan atau terowongan disebabkan karena bidang lemah dari
batuan disekitarnya. Bidang lemah dalam massa batuan antara lain : Lipatan, Sesar,
Kekar, Bidang perlapisan. Akan tetapi keterdapatan kekarlah yang paling umum
dijumpai pada batuan. Oleh karena itu banyak sistem klasifikasi massa batuan yang
memasukkan unsur kekar dalam setiap penentuan kelas batuan. Sebut saja sistem
klasifikasi massa batuan seperti RMR, Q-system, keduanya memasukkan unsur
kekar sebagai salah satu parameter penentuan kelas batuan.
Selain memuat tentang peringkat (kelas) batuan, RMR dan Q-system juga
memuat tentang desain penyanggaan untuk massa batuan yang ada di terowongan.
Sehingga metode empirik ini berguna sebagai studi tahap awal sebelum nantinya
disesuaikan dengan hasil analitik yang didapatkan. Perpaduan dari klasifikasi massa
batuan juga dianjurkan dalam proses penentuan kelas batuan, agar data yang
didapatkan lebih akurat, dan keputusan yang dibuat lebih meyakinkan.
Seperti contoh studi kasus pada penelitian evaluasi massa batuan di
Terowongan Ekplorasi Uranium Eko Remaja, Kalan, Kalimantan Barat yang
menerapkan sistem klasifikasi massa batuan RMR untuk penilaian kualitas massa
batuan di terowongan dan area mana saja yang harus diberi penyangga. Dan
hasilnya cukup representatif dan sesuai dengan keadaan massa batuan di
terowongan.

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha


Esa karena dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini merupakan ulasan tentang Diskontinuitas Massa Batuan dan
Pengaruhnya pada Stabilitas Lubang Bukaan. Didalam Makalah ini, akan dijelaskan
tentang definisi dari massa batuan, diskontinuitas serta contohnya dilapangan.
Dalam makalah ini juga membahas tentang sistem klasifikasi massa batuan yang
digunakan untuk karakterisasi massa batuan di lubang bukaan, serta studi kasus
tentang Evaluasi Massa Batuan di Terowongan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik
dan saran penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini, sehingga menjadi lebih
baik. Harapan penulis semoga laporan yang disusun ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Maret 2020

Danu Mirza Rezky

ii
DAFTAR ISI

RINGKASAN ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
BAB I MASSA BATUAN DAN DISKONTINUITAS .................................... 1
1.1 Batuan utuh dan massa batuan ....................................................................... 1
1.2 Bidang diskontinuitas ..................................................................................... 2
1.2.1 Lipatan (fold)................................................................................................ 2
1.2.2 Kekar (joint) ................................................................................................. 2
1.2.3 Sesar (fault) ................................................................................................. 3
1.2.4 Bidang perlapisan (bedding plane) ............................................................. 4
BAB II KLASIFIKASI MASSA BATUAN ...................................................... 6
2.1 Rock mass rating (RMR) ................................................................................ 6
2.2 Q-system. ......................................................................................................... 10
BAB III CATATAN PENUTUP ........................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Batuan utuh dan massa batuan .......................................................... 1


Gambar 1.2 Struktur lipatan .................................................................................. 2
Gambar 1.3 Joint sets ........................................................................................... 3
Gambar 1.4 (a) Shear joint, (b) tensional joint ..................................................... 3
Gambar 1.5 Contoh zona patahan ......................................................................... 4
Gambar 1.6 Bidang perlapisan dan sesar pada brittle rock ................................... 4
Gambar 1.7 Diskontinuitas massa batuan di terowongan ..................................... 5
Gambar 2.1 Desain penyanggaan berdasarkan klasifikasi massa batuan
Q-system .......................................................................................... 17
Gambar 2.2 Penyangga permanen berdasarkan nilai Q dan span/ESR ................ 18
Gambar 3.1 Muka terowongan dan sistem penyangga terowongan ..................... 20
Gambar 3.2 Pola diskontinuitas kekar pada batuan metalanau di LP1 ................ 20
Gambar 3.3 Hasil analisis antara RMR dengan roof span pada masing-masing
Lokasi ............................................................................................... 21

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Strenghth of Intact Rock Material ......................................................... 7


Tabel 2.2 Rock Quality Designation .................................................................... 7
Tabel 2.3 Spasi bidang diskontinuitas .................................................................. 7
Tabel 2.4 Condition of Discontinuities ................................................................ 8
Tabel 2.5 The RMR system : Guidelines for classification of discontinuity
Condition .............................................................................................. 8
Tabel 2.6 Kondisi Air tanah ................................................................................. 9
Tabel 2.7 Assesment of joint orientation effect on tunnels .................................. 9
Tabel 2.8 Adjusment for joint orientation ............................................................ 9
Tabel 2.9 Design parameter and engineering properties of rock mass ............... 10
Tabel 2.10 Panduan untuk penggalian dan penyanggaan berdasarkan RMR ...... 10
Tabel 2.11 Rock Quality Designation .................................................................. 11
Tabel 2.12 Jumlah set kekar (𝐽𝑛 ) .......................................................................... 12
Tabel 2.13 Kekasaran kekar (𝐽𝑟 ) .......................................................................... 12
Tabel 2.14 Alterasi pada kekar (𝐽𝑎 ) ...................................................................... 13
Tabel 2.15 Faktor reduksi air pada kekar (𝐽𝑤 ) ..................................................... 14
Tabel 2.16 SRF (stress reduction factor) ............................................................. 14
Tabel 2.17 Rock Mass Quality System ................................................................. 15
Tabel 2.18 Nilai ESR ........................................................................................... 16
Tabel 3.1 Hasil perhitungan RMR ....................................................................... 20

v
BAB I
MASSA BATUAN DAN DISKONTINUITAS

1.1. Batuan utuh dan Massa batuan


Hal mendasar yang harus diketahui sebelum mempelajari diskontinuitas
massa batuan adalah definisi tentang batuan utuh (intact rock) dan massa batuan
(rock mass). Batuan utuh adalah batuan yang di asumsikan homogen, isotrop, dan
kontinu. Homogen dalam komposisi material penyusunnya, Isotrop yaitu gaya yang
bekerja pada batuan sama ke segala arah, dan Kontinu ialah hamper tidak memiliki
bidang lemah. Sedangkan massa batuan adalah batuan yang diasumsikan heterogen,
anisotropi, dan diskontinu. Heterogen dalam komposisi material penyusunnya,
Anisotropi yaitu gaya yang bekerja pada batuan tidak sama ke segala arah, dan
Diskontinu yang artinya batuan tersebut memiliki bidang lemah. Dengan kata lain
batuan utuh digunakan untuk skala pengujian laboratorium, yang hasilnya bisa
digunakan untuk mengestimasi keadaan massa batuan sesungguhnya dilapangan.
Ilustrasi batuan utuh dan massa batuan bisa dilihat pada (Gambar 1).

Gambar 1.1 Batuan utuh dan massa batuan (Hoek,1994)

1
1.2. Bidang diskontinuitas
Bidang diskontinuitas atau bidang lemah pada terowongan bisa terbentuk
karena faktor alami dan buatan. Faktor alami bisa terbentuk karena pengaruh gaya
yang bekerja di dalam bumi, yaitu tektonik, vulkanik, dan seismic (gempa).
Sedangkan faktor buatan bisa disebabkan karena penggalian, yang mana dapat
menyebabkan terjadinya bidang lemah yang baru. Keterdapatan bidang lemah ini
dapat menyebabkan penurunan kekuatan batuan serta berpotensi menyebabkan
ambrukan pada terowongan. Jenis – jenis bidang lemah antara lain:
1.2.1. Lipatan (Fold)
Lipatan adalah kelengkungan atau kenampakan mennyerupai gelombang
pada batuan berlapis (Hammersley, et.al., 2016). Lipatan batuan biasanya terjadi
pada batuan yang bersifat ductile yaitu material yang memiliki sifat elastis sudah
melewati batas elastisitasnya sehingga ketika dikenai gaya maka akan mengalami
deformasi dan tidak kembali ke bentuk semula.

Gambar 1.2 Struktur lipatan (Hammersley, et.al., 2016)


1.2.2. Kekar (Joint)
Kekar merupakan kenampakan umum yang selalu ada pada batuan dan
mempengaruhi perilaku massa batuan termasuk kekuatan massa batuan,
deformabilitas, dan permeabilitas (Hancher, 2015). Kekar biasanya terbentuk
dengan kedalaman dangkal pada kerak bumi dimana batuan pecah dan mengalami
sedikit tarikan yang disebabkan oleh tegangan tensional atau terjadinya
pengangkatan yang luas. Kekar sering terbentuk dalam beberapa rangkaian atau
biasa disebut kekar (sets) (Gambar 1.3).

2
Gambar 1.3 Joint sets (Hammersley, et.al., 2016)
Jenis- jenis kekar berdasarkan pergerakannya di bagi 3, yaitu kekar gerus (shear
joint), Tensional joint, dan Extension joint.

(a) (b)

Gambar 1.4 (a) Shear joint, (b) tensional joint (Noor, 2009)
1.2.3. Sesar (fault)
Menurut Billings (1960), sesar didefinisikan sebagai bidang rekahan yang
disertai oleh adanya pergeseran (displacement) satu blok terhadap blok batuan
lainnya. Jarak pergeseran tersebut dapat hanya beberapa milimeter hingga puluhan
kilometer, sedangkan bidang sesarnya mulai dari yang berukuran beberapa
centimeter hingga puluhan kilometer. Ilustrasi sesar bisa dilihat pada (Gambar 1.5).

3
Gambar 1.5 Contoh zona patahan (Hammersley, et.al., 2016)
1.2.4. Bidang Perlapisan (bedding plane)
Bidang perlapisan terdapat pada batuan sedimen, yang mana bidang ini
membagi batuan sedimen menjadi beberapa lapisan (strata). Bidang perlapisan
dikategorikan sebagai bidang lemah karena ketidakseragaman material penyusun
antar lapisan yang menyebabkan perbedaan kekuatan massa batuan antar lapisan.
Contoh bidang perlapisan (bedding plane) bisa dilihat pada (Gambar 1.6).

Gambar 1.6 Bidang perlapisan dan sesar pada brittle rock (Brady & Brown, 2005)

4
Untuk contoh kenampakan bidang diskontinuitas (bidang lemah) di lubang
bukaan / terowongan bisa dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1.7 Diskontinuitas massa batuan di terowongan

5
BAB II
KELASIFIKASI MASSA BATUAN

Setelah mempelajari tentang definisi massa batuan dan bidang diskontinuitas


beserta contohnya, maka untuk tahap berikutnya ialah menganalisis serta
mengkelasifikasikan massa batuan tersebut untuk mengetahui kelas batuan dan
perlakuan yang tepat untuk batuan tersebut berdasarkan kelasnya. Ada beberapa
kelasifikasi yang digunakan untuk karakterisasi massa batuan di lubang bukaan,
antara lain:
2.1. Rock Mass Rating (RMR)
Kelasifikasi geomekanik atau sistem penilaian massa batuan (RMR) awalnya
dikembangkan di Dewan Penelitian Ilmiah dan Industri Afrika Selatan (CSIR) oleh
Bieniawski (1973) berdasarkan penelitiannya di terowongan dangkal di batuan
sedimen (Kaiser, MacKay, & Gale, 1986).
Sejak itu kelasifikasi tersebut mengalami beberapa signifikan evolusi: Pada
tahun 1974, pengurangan parameter kelasifikasi dari 8 menjadi 6. Pada tahun 1975,
penyesuaian peringkat dan pengurangan persyaratan pada penyangga yang
direkomendasikan. Pada tahun 1976. Modifikasi batas kelas batuan menjadi
kelipatan genap 20. Pada tahun 1989, mengadopsi deskripsi massa batuan sesuai
ISRM (1978), dan sebagainya.
Untuk menerapkan sistem kelasifikasi ini pada bidang geomekanik, input
yang diberikan harus dibagi menjadi sejumlah unit struktur geologi sehingga
masing-masing jenis massa batuan diwakili oleh unit struktural geologi yang
terpisah untuk memudahkan proses kelasifikasi massa batuan. Enam parameter
berikut (mewakili faktor penyebab) ditentukan untuk setiap unit structural, antara
lain:
1. Kekuatan tekan uniaksial (UCS) dari batuan utuh.
2. Rock quality designation (RQD)
3. Spasi kekar atau bidang diskontinuitas
4. Joint condition (kondisi kekar)
5. Kondisi air tanah

6
Tabel 2.1 Strenghth of Intact Rock Material (Bieniawski, 1989 ;
ISO14689-1, 2003)

Tabel 2.2. Rock Quality Designation (Bieniawski, 1989)

Tabel 2.3. Spasi bidang diskontinuitas (Bieniawski, 1989 ; ISO 14689-1, 2003)

7
Tabel 2.4 Condition of Discontinuities (Bieniawski, 1989)

Tabel 2.5 The RMR system : Guidelines for classification of discontinuity


condition (Bieniawski, 1993)

8
Tabel 2.6. Kondisi Air tanah (Bieniawski, 1989)

Sebagai catatan untuk parameter ke enam, bahwa orientasi diskontinuitas


diperlukan agar data yang diperoleh semakin akurat. Orientasi diskontinuitas
mengacu pada jurus (strike) dan kemiringan (dip) dari bidang diskontinuitas. Strike
diukur dengan mengacu pada utara magnetik. Sudut kemiringan (dip) adalah sudut
antara bidang horizontal dan diskontinuitas diambil ke arah kemiringan bidang.
Nilai strike dan dip dicatat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Assesment of joint orientation effect on tunnels (Bieniawski, 1984)

Tabel 2.8 Adjusment for joint orientation (Bieniawski, 1989)

Dari penjumlahan beberapa parameter diatas, maka didapatkan nilai RMR


yang menandakan dimana letak kelas dari batuan, range nilai kelas batuan bisa
dilihat pada (Gambar 2.9).

9
Tabel 2.9 Design parameter and engineering properties of rock mass (Bieniawski,
1993)

Klasifikasi massa batuan RMR juga memuat tentang rekomendasi


penyanggaan (support) pada lubang bukaan atau terowongan yang dimuat dalam
(Tabel 2.10).
Tabel 2.10 Panduan untuk penggalian dan penyanggaan berdasarkan RMR
(Bieniawski, 1984)

2.2. Q-system
Barton, Lien, dan Lunde (1974) dari Norwegian Geotechnical Institute (NGI)
awalnya mengusulkan Q-sistem klasifikasi massa batuan berdasarkan sekitar 200

10
kasus sejarah terowongan dan gua. Mereka mendefinisikan kualitas massa batuan
(Q) dengan beberapa faktor penyebab dari persamaan:

𝑄 = [𝑅𝑄𝐷 ⁄𝐽𝑛 ][𝐽𝑟 ⁄𝐽𝑎 ][𝐽𝑤 ⁄𝑆𝑅𝐹 ] (2.1)

dimana RQD = Deere’s Rock Quality Designation ≥ 10 cm, 𝐽𝑛 = Jumlah set kekar,
𝐽𝑟 = kekasaran kekar, 𝐽𝑎 = alterasi pada kekar, 𝐽𝑤 = faktor reduksi air pada kekar,
𝑆𝑅𝐹 = (stress reduction factor) untuk mempertimbangkan tegangan institu pada
terowongan yang diamati.

Untuk berbagai kondisi batuan, Kelas batuan harus diperoleh melalui enam
parameter diatas. Target dari Q-system adalah untuk mengkarakterisasi massa
batuan dan desain empiris awal dari sistem penyanggaan untuk terowongan dan gua
(lihat bagian Desain tentang Dukungan di bagian selanjutnya dalam hal ini bab).
Ada 1.260 catatan kasus untuk membuktikan kemanjuran pendekatan desain ini; ini
sistem klasifikasi terbaik untuk dukungan terowongan (Kumar, 2002). Keenam
parameter dari Q-system bisa dilihat pada (Tabel 2.11 – 2.16)

Tabel 2.11 Rock Quality Designation

11
Tabel 2.12 Jumlah set kekar (𝐽𝑛 )

Tabel 2.13 Kekasaran kekar (𝐽𝑟 )

12
Tabel 2.14 Alterasi pada kekar (𝐽𝑎 )

13
Tabel 2.15 Faktor reduksi air pada kekar (𝐽𝑤 )

Tabel 2.16 SRF (stress reduction factor)

14
Dari enam parameter diatas, nilai yang didapatkan dimasukkan pada
(persamaan 2.1), Sehingga didapatkan kelas batuan berdasarkan Q-system pada
tabel 2.17.
Tabel 2.17 Rock Mass Quality System

15
Q-system juga digunakan untuk menentukan desain sistem penyanggaan.
Akan tetapi, Selain nilai Q, ada dua faktor lain yang menentukan desain penyanggan
di bukaan bawah tanah dan gua. Faktor-faktor ini adalah (safety requirement) yang
ditunjukkan lewat nilai ESR (Excavation Support Ratio) dan dimensi. misalnya:
lebar atau ketinggian bukaan bawah tanah.
Lebar atau tinggi dinding ESR dapat digunakan untuk mendapatkan
"Equivalent dimension" dengan persamaan:

Span or Height in m
= Equivalent dimension
ESR
Tabel 2.18 Nilai ESR

Untuk desain sistem penyanggaan pada Q-system memadukan equivalent


dimension dan nilai dari Q, yang bisa dilihat pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2.

16
Gambar 2.1 Desain penyanggaan berdasarkan klasifikasi massa batuan Q-system

17
Gambar 2.2 Penyangga permanen berdasarkan nilai Q dan span/ESR

18
BAB III
CATATAN PENUTUP

Sebagian besar deformasi atau runtuhan yang terjadi di lubang bukaan di kontrol
oleh keberadaaan kekar, oleh karenanya banyak sistem klasifikasi massa batuan yang
memasukkan unsur kekar dalam setiap penentuan kelas batuan, karena keberadaan
kekar hampir selalu ditemukan dalam massa batuan. Sebut saja sistem klasifikasi massa
batuan seperti RMR, Q-system, RMI, ketiganya memasukkan unsur kekar sebagai salah
satu parameter penentuan kelas batuan.
Ada sebuah studi kasus yang bisa dijadikan acuan tentang penerapan klasifikasi
massa batuan pada terowongan. Studi kasus ini dilakukan di Terowongan eksplorasi
uranium Eko Remaja, Kalan, Kalimantan Barat yang merupakan salah satu sarana
penelitian cebakan uranium yang sangat penting. Terowongan ini dibangun tahun 1980
dengan panjang 618 meter dan menembus Bukit Eko di kedua sisinya. Walau batuan
di terowongan tersebut relatif kompak, tetapi memiliki zona lemah di beberapa
bagiannya. Penyanggaan merupakan metode yang digunakan untuk menanggulangi
keruntuhan tanah dan batuan yang terjadi pada zona lemah di terowongan. Pemasangan
penyangga yang selama ini dilakukan berdasarkan pola keruntuhan yang terjadi pada
saat pembukaan terowongan tanpa melalui studi khusus menyangkut karakterisasi
massa batuan dan kebutuhan sistem penyangga. Dan dilakukannya Penelitian ini untuk
mengevaluasi tingkat keselamatan terowongan Eko-Remaja dan kesesuaian lokasi
penyangga. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan karakteristik massa batuan
menggunakan metode Rock Mass Rating (RMR) antara lokasi penyangga batuan
terpasang dan lokasi penyangga batuan tidak terpasang. Berdasarkan hasil analisis,
nilai RMR pada lokasi terpasang penyangga diklasifikasikan ke dalam kelas IV atau
batuan buruk. Sementara itu, di lokasi tidak terpasang penyangga batuan
diklasifikasikan ke dalam kelas II atau batuan baik. Berdasarkan korelasi antara hasil
perhitungan RMR dengan roof span terowongan Eko-Remaja disimpulkan bahwa
posisi penyanggaan terowongan yang diwakili oleh lokasi pengamatan pada kedalaman

19
38 m, 73 m, dan 165 m sudah sesuai dengan sistem karakterisasi massa batuan
menggunakan metode RMR.
Berikut gambar tentang kenampakan terowongan dan hasil dari klasifikasi massa
batuannya

Gambar 3.1 Muka terowongan dan sistem penyangga terowongan (Kamajati, 2016)

Gambar 3.2 Pola diskontinuitas kekar pada batuan metalanau di LP1 (kamajati, 2016)

Tabel 3.1 Hasil perhitungan RMR (Kamajati, 2016)

20
Gambar 3.3 menyatakan bahwa lokasi yang membutuhkan penyangga berada
pada LP1, yang mana penentuan hasil ini berdasarkan hubungan antara roof span dan
nilai RMR, dan didapatkan juga stand up time untuk LP1 lebih pendek dibanding LP2
dan LP3, olrh karenanya dibutuhkan penyanggaan untuk lokasi LP1.

Gambar 3.3 Hasil analisis antara RMR dengan roof span pada masing-masing lokasi
(Kamajati, 2016)

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Barton, N., Lien, R., & Lunde, J. (1974). Engineering classification of rock
masses for the design of rock support. In Rock mechanics (Vol. 6, pp. 189–
236). New York: Springer-Verlag.
2. Bieniawski, Z. T. (1978). Determining rock mass deformability, experience
from case histories. International Journal of Rock Mechanics and Mining
Sciences-Geomechanics Abstracts, 15, 237–247.
3. Bieniawski, Z. T. (1973). Engineering classification of jointed rock masses.
Transactions of the South African Institution of Civil Engineers, 15(12),
335–344.
4. Bieniawski, Z. T. (1989). The geomechanics classification in rock
engineering applications. In Proceedings of the 4th Congress of the
International Society for Rock Mechanics (Vol. 2, pp. 41–48). ISRM
Montreux, September 2–8.
5. Hammersley, L., Carlson, D.H., Plummer, C.C., 2016. Physical Geology 15th
Edition. New York: McGraw-Hill Education.
6. ISO 14689-1. (2003). (E). Geotechnical investigation and testing-
Identification and classification of rock-Part 1: Identification and
description (pp. 1–16). Geneva: International Organization for
Standardization.
7. Kamajati, D., Syaeful, H., Garwan, Mirna Berliana. (2016). Evaluasi masssa
batuan terowongan eksplorasi uranium Eko-Remaja, Kalan, Kalimantan
Barat. Eksplorium volume 37 no, 2 (2016) : 89-100.
8. Kumar, N. (2002). Rock mass characterisation and evaluation of supports for
tunnels in Himalaya (p. 295). Ph.D. Thesis. Uttarakhand, India: WRDM,
ITT, Roorkee.
9. NGI. (2015). Using the Q-system. Oslo : Allkopi AS.
10. Panthee, S., Singh, P.K., Kanithola, A., Singh, T.N. (2016). Control of rock
joint parameters on deformation of tunnel opening. Journal of Rock
Mechanics and Geotechnical Engineering 8 (2016) 489-498.
11. Singh, B., & Goel, R. K. (1999). Engineering Rock mass classification:
tunneling, foundations, and landslides. United Kingdom : Elsevier Science
Ltd.

22

Anda mungkin juga menyukai