Disusun oleh :
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jenis batuan berdasarkan mekanisme mikroskopis faktor intrinsik ...... 4
Tabel 3.1 Perbandingan Fenomena Squeezing dan Swelling ................................ 14
Tabel 3.2 Gambaran mekanisme swelling ............................................................ 15
Tabel 3.3 Squeezing Level .................................................................................... 19
iv
BAB I
PERILAKU RAYAPAN
1
pengaruh yang di berikan terhadap stabilitas terowongan, sehingga dengan adanya
analisis tentang rayapan batuan ini, nantinya berguna untuk menentukan sistem
penyangga yang efektif untuk membuat terowongan tersebut tetap aman.
2
Mekanisme terjadinya rayapan yang ideal terdiri atas tahapan sebagai berikut:
(lihat Gambar 1.2)
- Tahap terjadinya regangan elastik seketika (kurva OA)
- Tahap terjadinya rayapan primer (kurva AB)
- Tahap terjadinya rayapan sekunder (kurva BC)
- Tahap terjadinya rayapan tersier (kurva CD)
Uji rayapan uniaksial adalah salah satu uji laboratorium yang dapat
mengakomodasi analisis terhadap perilaku bergantung waktu.
1.3. Perilaku Rayapan Pada Batuan
Deformasi ductile batuan dapat dikendalikan oleh berbagai mekanisme
mikroskopis (skala yang sangat kecil). Mekanisme utama adalah: tekanan, creep
difusi, dan microfracturing. Keempat mekanisme ini diatur oleh faktor intrinsik
seperti ukuran butir, kadar air dan porositas dan faktor ekstrinsik seperti tegangan,
laju regangan, tekanan dan suhu (Tabel 1.1).
Gambar 1.3. (i) Karakteristik rayapan komparatif untuk tingkat tegangan yang
sama pada berbagai tipe batuan, (ii) Penentuan tetapan rayapan (A = 𝜀0, B = 𝜀p
dari kurva regangan-waktu). (Roy, 2015)
di mana C adalah konstan tergantung pada bahan dan mekanisme creep tertentu, m
dan b adalah eksponen creep, Q adalah energi aktivasi dari mekanisme creep, σ
3
diterapkan tegangan, d adalah ukuran butir bahan, k adalah konstanta Boltzmann
dan T adalah suhu absolut.
15
Sedangkan faktor ekstrinsik adalah tegangan (𝜎 n), tekanan batas (𝜎 p), suhu
(T) dan laju regangan (𝜀) akan dibahas sebagai berikut:
4
a. Tegangan
Creep meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat tegangan. Batuan
yang berbeda membutuhkan tingkat deviatoric tegangan yang berbeda untuk
merayap pada tingkat yang sama.
b. Tingkat Regangan
Di bawah tekanan konstan, laju regangan tergantung pada besarnya tegangan
dan suhu. Tingkat regangan yang lebih rendah menghasilkan pengurangan tegangan
puncak sekaligus peningkatan kekuatan pasca puncak (failure). Dengan demikian
peningkatan laju regangan meningkatkan kerapuhan dan kehilangan kekuatan
setelah puncak (Gambar 1.5).
Gambar 1.5. Tingkat regangan sebagai faktor pengaruh creep (Roy, 2015)
c. Temperatur
Tingkat creep meningkat dengan meningkatnya suhu (gambar 5).
Peningkatan suhu mengurangi porositas yang meningkatkan kekuatan batuan.
Rayapan di sebagian besar batuan lunak adalah suhu sensitif, misalnya antara 35 °
5
C dan 100 ° C, ε dalam batu garam dapat bervariasi dengan dua urutan besarnya.
Namun batuan keras yang utuh membutuhkan suhu tinggi (> 300 ° C) untuk rayapan
jangka panjang yang signifikan.
Gambar 1.7. Tekanan Terbatas sebagai faktor pengaruh creep (1) Zhang, 2012 (2)
Ladanyi,1993
e. Kadar air dan Kelembapan
Kehadiran pori air dalam batuan mempengaruhi perilaku batuan dalam dua
cara; meningkatkan tingkat pembentukan retak di bawah tekanan dan menghasilkan
(internal confinement) sementara. Dengan demikian deformasi creep meningkat
dengan meningkatnya kadar air yang mengurangi kekuatan jangka panjang batuan.
6
Kering Jenuh
Gambar 1.8. Kadar air dan kelembapan sebagai faktor pengaruh creep (Roy, 2015)
1.4. Pengujian Laboratorium untuk rayapan
Sebagian besar uji laboratorium dilakukan dalam mesin uji untuk uji uniaksial
atau triaksial yang dirancang untuk spesimen silinder. Peralatan untuk uji creep
dapat dari tipe kantilever mekanis atau tipe terkontrol servo (beban / perpindahan)
(Gambar 1.11). Tipe yang dikontrol servo lebih disukai daripada tipe kantilever
karena mampu mempertahankan beban konstan untuk waktu yang cukup lama
dibandingkan dengan kantilever yang memiliki kapasitas pemuatan terbatas
Gambar 1.9. Model uji creep umum: (a) tegangan konstan; (B) laju regangan
aksial konstan; dan (c) tes relaksasi (Dusseault dan Fordham, 1993)
7
Gambar 1.10. Tata letak skematis dari Peralatan pengujian creep tipe mekanis /
kantilever (Dusseault dan Fordham, 1993)
8
BAB II
MODEL REOLOGI RAYAPAN
9
batuan. Di antara banyak model elemen reologi, beberapa model termasuk model
Kelvin, model Burgers dan model Xi-yuan banyak digunakan.
Membuat asumsi properti untuk elemen dasar dalam model reologi adalah
langkah penting dalam model pembentukan. Menurut penelitian dalam beberapa
tahun terakhir, unsur-unsur dasar berikut telah ditetapkan: elastic spring, viscous
dashpot, plastic slider, dan brittle yield element. Berikut adalah jenis model reologi
klasik :
1. Model Maxwell
Merupakan model dengan rangkai seri yang menghubungkan dua elemen
dasar berupa pegas yang bersifat elastik dengan peredam kejut (dashpot) yang
bersifat viscous dengan kurva tegangan- regangan berupa garis lurus dengan
kemiringan yang dimulai tidak dari titik nol yang menandakan adanya regangan
seketika (elastis seketika) dan jika diberikan tegangan yang relatif lebih rendah
terus menerus maka akan bersifat viscous.
Model Maxwell (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1) disusun oleh
elemen elastis a dan elemen aliran b dalam rangkaian seri (berurutan), sehingga
dapat menggambarkan bahan dengan sifat elastisitas dan properties aliran.
10
2. Model Kelvin
Model Kelvin (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2) menghubungkan
elemen elastis a dan elemen aliran b secara parallel menggambarkan hubungan
viskositas dan elastisitas dari material.
11
1. Model Burgers
Model ini merupakan penggabungan dari model Maxwell dan Kelvin dimana
penggabungan menggunakan rangkaian seri. Model Burger merupakan model
sederhana yang representatif untuk menggambarkan perilaku batuan sehingga
banyak digunakan untuk berbagai pengujian batuan dimana prosesnya memiliki
rayapan primer dan sekunder dengan kecepatan tertentu secara konstan. Pada
perilaku batuan dibutuhkan penambahan mengenai konstanta seperti modulus
elastis dan koefisien viskositas.
12
Gambar 2.4 Model Xi-yuan (Zhong, 2019)
Peneliti Tao Bo (2005) menguji mylonite abu-abu-kuning di bagian F3 dari
dinding selatan Jalan Fengshui, 12 lapisan batubara dari Tambang Batubara
Zhaogezhuang dari Grup Kailuan, dengan menggunakan reologi triaksial tester
yang dikembangkan oleh Institut Geologi dan Geofisika dari Akademi Ilmu
Pengetahuan Tiongkok. ifat reologi dipelajari berdasarkan hasil tes. Hasil Kurva
creep dari eksperimen dilengkapi dengan model Burgers dan model Xi-yuan.
Sehingga kesesuaian yang lebih baik tercapai. Oleh karena itu, ketika tegangan akan
memasuki keadaan viscoplastik setelah viskoelastisitas mengalir sampai batas
tertentu, model Xi-yuan dapat mencerminkan properti ini dengan lebih baik teknik
Geotek.
13
BAB III
ROCK SWELLING DAN ROCK SQUEEZING
14
Gambar 3.1 Pengangkatan lantai terowongan saat konstruksi (Pimentel, 2015)
3.1.1 Perilaku Rock Swelling
Mekanisme swelling pada batuan atau tanah terjadi karena adanya mekanisme
tunggal yang terbentuk dari beberapa mekanisme yang digabungkan. Mekanisme
ini bergantung pada jenis kompoisisi mineral pada batuan yang terbagi atas dua
mekanisme mekanisme yaitu fisik berupa tekanan pori dan kimia berupa kaitannya
dengan reaksi kimia (Pimentel, 2015). Gambaran mengenai mekanisme swelling
dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2 Gambaran mekanisme swelling (Pimentel, 2015)
Menurut Kovari & Chiaverio (2007), faktor yang dapat memicu terjadinya
proses swelling pada lingkungan terowongan adalah sebagai berikut:
1. Biasanya batuan tidak homogen, sehingga dapat terkandung mineral
swelling dan potensi swelling akan sangat bervariasi dalam jarak dekat.
15
2. Karena adanya struktur seperti celah, kekar, dan dislokasi bidang
perlapisan, maka tingkat permeabilitas batuan sangat tinggi sehingga dapat
memicu terjadinya swelling.
3. Tingkat pori pada batuan juga menjadi faktor penting karena air dapat
menyebabkan swelling terjadi ketika angka pori pada massa batuan tinggi.
4. Penggalian terowongan yang merubah tegangan sekitar terowongan
sehingga memperbesar permeabilitas dan adanya gradien hidrolik
sepanjang sumbu terowongan dapat menyebabkan swelling.
5. Terjadinya rembesan air pada permukaan terowongan akibat proses
penggalian terowongan.
Perilaku swelling biasanya terjadi pada mineral lempung dengan
mekanisme yang dikenal dengan osmotic swelling, hal ini disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi kation pada matriks lempung dan pori-pori.
16
- Squeezing dapat terjadi pada batuan atau tanah atau pada keduanya dengan
kombinasi tertentu dengan induksi tekanan dan material properties
mendorong zona yang sama pada sekitar terowongan sehingga memicu
terjadinya rayapan.
- Besarnya konvergensi tegangan pada sekitar terowongan berpengaruh pada
squeezing, tegangan in situ, material properties, kondisi geologi, air tanah,
dan sifat massa batuan.
- Squeezing pada massa batuan dapat terjadi seperti pada intact rock, pada
struktur infilling diskontinuitas, kekar dan patahan.
- Squeezing identik dengan tekanan berlebih (overtegangansed) tetapi tidak
termasuk deformasi yang biasanya terjadi di atap dan dinding pada massa
batuan terkekarkan serta tidak adanya fenomena rockburst pada aktivitas
squeezing.
Karena fenomena squeezing khususnya pada tunnel sering terjadi sehingga
menyebabkan penyempitan ke dalam ( pusat terowongan ), maka Aydan (1983)
mengklasifikasikan tiga tipe pergerakan pada tunnel squeezing yang mungkin
terjadi yaitu sebagai berikut.
Gambar 3.3 Klasifikasi bentuk tunnel failure pada squeezing rock (Aydan, 1983)
3.2.1 Perilaku Squeezing Rock
Konsep yang berkembang untuk metode squeezing khususnya pada batuan
dikemukakan oleh Aydan et.al (1993) dimana berdasarkan analogi antara respon
tegangan-regangan aksial pada uji laboratorium dan tegangan-regangan tangential
sebagai respon batuan di sekitar terowongan. Percobaan yang dilakukan
berdasarkan keadaan lima spesimen dengan prosedur pengujian lengkap dan kurva
17
tegangan-regangan untuk batuan dan tanah didapatkan dari uji triaksial dengan
tekanan rendah 𝜎3 (contoh : 𝜎3 /𝜎𝑐 ≤ 1 ) dengan variasi tingkatan regangan yang
ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.
18
4. Weakening State yaitu macrocracks yang terjadi mengalami pembesaran dan
searah dengan orientasi paling kritis.
5. Flowing State yaitu macrocracks sepanjang arah orientasi keritis bertemu dan
membentuk bidang geser dan mengalami keretakan sepanjang bidang.
Pada penggalian terowongan ada faktor yang harus diketahui dalam
mengetahui potensi terjadinya squeezing rock yaitu dengan mengetahui regangan
kritisnya (critical strain). Hal ini sulit diketahui karena tegangan tangential di
sekitar terowongan melebihi pengujian uji kuat tekan uniaksial sehingga pada arah
radial terowongan terjadi zona hancuran dengan pergerakan lambat yang
bergantung terhadap waktu. Berdasarkan percobaan laboratorium dengan spesimen
seperti Gambar 3.3 diatas, Aydan et.al (1993) memberikan persamaan untuk
normalized strain level (ɳP ) sebagai berikut.
𝜀𝑝
ɳP = 𝜀 (3.1)
𝑒
dimana 𝜀𝑒 = batas regangan elastis dan 𝜀𝑝 = batas regangan plastis pada puncak
19
BAB IV
CATATAN PENULIS
Catatan dari penulis setelah membahas isi Bab I – Bab II, Rayapan merupakan
representasi dari regangan atau deformasi yang bergantung waktu, yaitu regangan
yang menerus pada tegangan yang dipertahankan konstan. Pemantauan perilaku
creep (rayapan) pada lereng ataupun terowongan menjadi hal yang penting untuk
dilakukan, karena tegangan atau pembebanan aksial yang konstan terjadi dalam
skala waktu tertentu di lereng ataupun terowongan. Perilaku rayapan juga berbeda-
beda tergantung jenis batuan yang ada di lokasi penambangan.
Untuk mendeteksi adanya rayapan bisa dilakukan dengan pengujian uniaksial
atau triaksial dengan laju pembebanan konstan. Setelah dilakukan pengujian
tersebut di dapatkan distribusi regangan terhadap waktu yang membentuk rayapan.
Kemudian distribusi regangan tersebut dicocokkan dengan model reologi, Model
reologi disusun untuk merepresentasikan perilaku tegangan-regangan-waktu-batas
runtuh/yield secara fenomenologi. Parameter keluaran reologi adalah modulus
elastisitas (𝜀𝑚 ), modulus elastisitas tertunda (𝜀𝑘 ), laju aliran viskos (𝜂𝑚 ), dan laju
elastisitas tertunda (𝜂𝑘 ) yang kemudian digunakan untuk menentukan modulus
elastisitas bergantung waktu. Hasil akhir dari pengujian rayapan adalah untuk
mengetahui kekuatan jangka panjang dari batuan. Artinya seberapa lama batuan
tersebut bisa bertahan dengan laju beban konstan yang diterima.
20
DAFTAR PUSTAKA
21