Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MEKANIKA BATUAN LANJUT II

PERILAKU RAYAPAN DAN MODEL REOLOGI


PADA BATUAN

Disusun oleh :

DANU MIRZA REZKY 212190012

PROGRAM MAGISTER TEKNIK PERTAMBANGAN


KONSENTERASI GEOMEKANIKA
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha


Esa karena dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini merupakan ulasan tentang perilaku rayapan (creep behavior), model
reologi, serta perilaku batuan baik itu Swelling atau Squeezing. Didalam Makalah
ini, akan dijelaskan mengenai penyebab terjadinya rayapan, batuan apa saja yang
berpotensi mengalami rayapan, pengujian rayapan, model reologi yang cocok untuk
hasil pengujian rayapan, serta kaitan rayapan dengan perilaku Rock Swelling dan
Rock Squeezing. Sehingga nantinya dari hasil pengujian tersebut didapatkan
kekuatan jangka panjang dari suatu batuan, artinya seberapa lama batuan tersebut
bisa menahan laju beban konstan yang menimpanya,
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik
dan saran penulis harapkan demi sempurnanya makalah ini, sehingga menjadi lebih
baik. Harapan penulis semoga laporan yang disusun ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, Februari 2020

Danu Mirza Rezky

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
BAB I PERILAKU RAYAPAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Mekanisme terjadinya rayapan ...................................................................... 2
1.3 Perilaku rayapan pada batuan.......................................................................... 3
1.4 Pengujian laboratorium untuk rayapan ........................................................... 7
BAB II MODEL REOLOGI RAYAPAN ......................................................... 9
2.1 Latar belakang ................................................................................................ 9
2.2 Model reologi klasik. ...................................................................................... 9
2.3 Model reologi baru ......................................................................................... 11
BAB III ROCK SWELLING DAN ROCK SQUEEZING .................................. 14
3.1 Rock swelling .............................................................................................. 14
3.1.1 Perilaku rock swelling .................................................................................. 15
3.2 Rock squeezing ............................................................................................ 16
3.2.1 Perilaku rock squeezing ............................................................................... 17
BAB IV CATATAN PENULIS ......................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 21

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Runtuhan beberapa bukaan bawah tanah yang melibatkan


karakterisrtik batuan bergantung waktu ........................................... 2
Gambar 1.2 Kurva Rayapan .................................................................................. 2
Gambar 1.3 (i) Karakteristik rayapan komparatif untuk tingkat tegangan yang
sama pada berbagai tipe batuan, (ii) Penentuan tetapan rayapan
(A = 𝜀0, B = 𝜀p dari kurva regangan-waktu) .................................... 3
Gambar 1.4 Tegangan sebagai faktor pengaruh creep .......................................... 5
Gambar 1.5 Tingkat regangan sebagai faktor pengaruh creep ............................ 5
Gambar 1.6 Temperatur sebagai faktor pengaruh creep ...................................... 6
Gambar 1.7 Tekanan Terbatas sebagai faktor pengaruh creep ............................ 6
Gambar 1.8 Kadar air dan kelembapan sebagai faktor pengaruh creep .............. 7
Gambar 1.9 Model uji creep umum: (a) tegangan konstan; (B) laju regangan
aksial konstan; dan (c) tes relaksasi ................................................. 7
Gambar 1.10 Tata letak skematis dari Peralatan pengujian creep tipe mekanis /
Kantilever ....................................................................................... 8
Gambar 1.11 Peralatan pengujian creep triaksial terkontrol servo ...................... 8
Gambar 2.1 Model Maxwell ................................................................................ 10
Gambar 2.2 Model Kelvin..................................................................................... 11
Gambar 2.3 Model Burger .................................................................................... 12
Gambar 2.4 Model Xi-yuan ................................................................................. 13
Gambar 3.1 Pengangkatan lantai terowongan saat konstruksi ............................. 15
Gambar 3.2 Osmotic swelling .............................................................................. 16
Gambar 3.3 Klasifikasi bentuk tunnel failure pada squeezing rock ..................... 17
Gambar 3.4 Tingkatan variasi tegangan-regangan ............................................... 18
Gambar 3.5 Tahapan squeezing rocks .................................................................. 18

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis batuan berdasarkan mekanisme mikroskopis faktor intrinsik ...... 4
Tabel 3.1 Perbandingan Fenomena Squeezing dan Swelling ................................ 14
Tabel 3.2 Gambaran mekanisme swelling ............................................................ 15
Tabel 3.3 Squeezing Level .................................................................................... 19

iv
BAB I
PERILAKU RAYAPAN

1.1. Latar belakang


Beberapa definisi kekuatan jangka panjang menurut berbagai peneliti
terdahulu adalah: Fundamental strength (Griggs, 1939), True strength (Phillips,
1948), dan menurut (Vutukuri, 1978 dan Vutukuri & Katsuyama 1994) Time
dependent atau kekuatan jangka panjang adalah tegangan maksimum yang dapat
ditahan batuan tanpa terjadi runtuhan pada skala waktu yang ditentukan.
Menurut ASTM (American Standard of Testing and Material ) D 4406 – 84
(Reapproved 1989), rayapan didefinisikan sebagai regangan atau deformasi
bergantung terhadap waktu yang terjadi sebagai akibat adanya tegangan aksial
konstan. Pada batuan, rayapan dapat dilihat sebagai fenomena proses terjadinya dan
penambahan regangan sebagai adanya pembebanan konstan secara terus menerus
selama suatu kurun waktu tertentu. Rayapan juga dapat terjadi karena adanya
pengaruh suhu (Kraus, 1980).
Studi mengenai perilaku sebagai fungsi bergantung waktu pada umumnya
disebut sebagai rayapan, yang merupakan bagian penting dalam mekanika batuan.
Dalam pekerjaan baik itu di permukaan (surface) atau bawah tanah (underground),
rayapan akan terjadi sesudah penggalian dan membutuhkan suatu analisis untuk
dapat memperkirakan perilaku batuan selanjutnya.
Menurut American Society for Testing and Materials (ASTM D653, 1978)
rayapan adalah gerak lambat pada batuan atau tanah yang pada umumnya tidak
dapat dilihat kecuali dengan pengamatan dalam jangka waktu yang panjang.
Rayapan merupakan representasi dari regangan atau deformasi yang bergantung
waktu, yaitu regangan yang menerus pada tegangan yang dipertahankan konstan.
Gambar 1.1. merupakan bukti lapangan yang menunjukkan bahwa penggalian
batuan berubah dalam bentuknya seiring waktu (time dependent) setelah sistem
penyanggaannya dipasang dan redistribusi tegangan di sekitarnya selesai. Dapat
dilihat seiring berjalannya waktu pergerakan dari massa batuan terjadi di dalam
terowongan tersebut, yang berarti bahwa rayapan pada batuan yang ada di
terowongan tersebut harus di cermati serta di analisis untuk menilai seberapa besar

1
pengaruh yang di berikan terhadap stabilitas terowongan, sehingga dengan adanya
analisis tentang rayapan batuan ini, nantinya berguna untuk menentukan sistem
penyangga yang efektif untuk membuat terowongan tersebut tetap aman.

Gambar 1.1 Runtuhan beberapa bukaan bawah tanah yang melibatkan


karakterisrtik batuan bergantung waktu. (Roy, 2015)
1.2. Mekanisme Terjadinya Rayapan
Creep (rayapan) biasanya diungkapkan dalam bentuk regangan dengan
persamaan:
𝑑𝜀
𝜀 ∙ = 𝑑𝑡 (𝜎1 − 𝜎3 ), T 𝑎𝑟𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡 (1.1)

di mana 𝜀 ∙ adalah laju regangan, ε adalah regangan, t adalah waktu, 𝜎1 − 𝜎3 adalah


perbedaan tegangan utama dan T adalah suhu.

Gambar 1.2 Kurva Rayapan (Yohannes, 2017)

2
Mekanisme terjadinya rayapan yang ideal terdiri atas tahapan sebagai berikut:
(lihat Gambar 1.2)
- Tahap terjadinya regangan elastik seketika (kurva OA)
- Tahap terjadinya rayapan primer (kurva AB)
- Tahap terjadinya rayapan sekunder (kurva BC)
- Tahap terjadinya rayapan tersier (kurva CD)
Uji rayapan uniaksial adalah salah satu uji laboratorium yang dapat
mengakomodasi analisis terhadap perilaku bergantung waktu.
1.3. Perilaku Rayapan Pada Batuan
Deformasi ductile batuan dapat dikendalikan oleh berbagai mekanisme
mikroskopis (skala yang sangat kecil). Mekanisme utama adalah: tekanan, creep
difusi, dan microfracturing. Keempat mekanisme ini diatur oleh faktor intrinsik
seperti ukuran butir, kadar air dan porositas dan faktor ekstrinsik seperti tegangan,
laju regangan, tekanan dan suhu (Tabel 1.1).

Gambar 1.3. (i) Karakteristik rayapan komparatif untuk tingkat tegangan yang
sama pada berbagai tipe batuan, (ii) Penentuan tetapan rayapan (A = 𝜀0, B = 𝜀p
dari kurva regangan-waktu). (Roy, 2015)

Bentuk umum persamaan yang mengatur mekanisme creep adalah:


𝑄
𝑑𝜀 𝐶𝜎𝑚
= 𝑒 −𝑘𝑇 (1.2)
𝑑𝑡 𝑑𝑏

di mana C adalah konstan tergantung pada bahan dan mekanisme creep tertentu, m
dan b adalah eksponen creep, Q adalah energi aktivasi dari mekanisme creep, σ

3
diterapkan tegangan, d adalah ukuran butir bahan, k adalah konstanta Boltzmann
dan T adalah suhu absolut.

Tabel 1.1 Jenis batuan berdasarkan mekanisme mikroskopis faktor intrinsik


(Dusseault and Fordham, 1993)
Mekanisme Tingkat Tegangan deviator Temp Eksponen
Jenis batuan
perpindahan regangan (s-1) (𝜎1- 𝜎3) eratur tegangan

Batuan keras Patahan kecil/ 6-10


(porositas pecahan kecil/ 10-11- 10-14 Tinggi (10-15 MPa) Rendah
silica kataklas
rendah)
Perpindahan 3-7
Kering Renda
dan pecahan 10-3- 10-9 Tinggi (10-15 MPa)
kompak h-
kecil
karbonat tinggi
Jointed 1-2
Difusi/ solusi
basah/karb 10-12- 10-14 Rendah (1-5 MPa) Tinggi
tekanan
onat
berpori
Batu pasir pecahan kecil/ 10-11- 10-13 /10- Tinggi ke rendah Rendah
6-10/3-
dengan solusi tekanan 3- (5-10MPa) 6/<1
porositas tinggi
10-9 /10-15
Shale 1-10
Pecahan kecil/ Tinggi ke rendah Renda
dengan >10-15
solusi teanan (5-10MPa) h-
porositas
tinggi
tinggi/
slates
Batu garam Semua 10-6- 10-10/10-3- Tinggi ke rendah tinggi 1-10

deformasi 10-9 /10-14-10- (1-15MPa)

15

Sedangkan faktor ekstrinsik adalah tegangan (𝜎 n), tekanan batas (𝜎 p), suhu
(T) dan laju regangan (𝜀) akan dibahas sebagai berikut:

4
a. Tegangan
Creep meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat tegangan. Batuan
yang berbeda membutuhkan tingkat deviatoric tegangan yang berbeda untuk
merayap pada tingkat yang sama.

Gambar 1.4. Tegangan sebagai faktor pengaruh creep (Roy, 2015)

b. Tingkat Regangan
Di bawah tekanan konstan, laju regangan tergantung pada besarnya tegangan
dan suhu. Tingkat regangan yang lebih rendah menghasilkan pengurangan tegangan
puncak sekaligus peningkatan kekuatan pasca puncak (failure). Dengan demikian
peningkatan laju regangan meningkatkan kerapuhan dan kehilangan kekuatan
setelah puncak (Gambar 1.5).

Gambar 1.5. Tingkat regangan sebagai faktor pengaruh creep (Roy, 2015)

c. Temperatur
Tingkat creep meningkat dengan meningkatnya suhu (gambar 5).
Peningkatan suhu mengurangi porositas yang meningkatkan kekuatan batuan.
Rayapan di sebagian besar batuan lunak adalah suhu sensitif, misalnya antara 35 °

5
C dan 100 ° C, ε dalam batu garam dapat bervariasi dengan dua urutan besarnya.
Namun batuan keras yang utuh membutuhkan suhu tinggi (> 300 ° C) untuk rayapan
jangka panjang yang signifikan.

Gambar 1.6. Temperatur sebagai faktor pengaruh creep (Roy, 2015)


d. Tekanan terbatas (confining pressure)
Efek dari peningkatan tekanan terbatas adalah untuk menurunkan laju creep,
karena keterbatasan bertindak untuk menekan tegangan yang terkait dengan
pertumbuhan retak yang mengarah ke penutupan microcracks. Tingkat creep
menurun dengan meningkatnya tekanan di sekelilingnya. Perubahan waktu menuju
failure meningkat dan perilaku batuan berubah dari rapuh ke lentur (Gambar 1.7).

Gambar 1.7. Tekanan Terbatas sebagai faktor pengaruh creep (1) Zhang, 2012 (2)
Ladanyi,1993
e. Kadar air dan Kelembapan
Kehadiran pori air dalam batuan mempengaruhi perilaku batuan dalam dua
cara; meningkatkan tingkat pembentukan retak di bawah tekanan dan menghasilkan
(internal confinement) sementara. Dengan demikian deformasi creep meningkat
dengan meningkatnya kadar air yang mengurangi kekuatan jangka panjang batuan.

6
Kering Jenuh
Gambar 1.8. Kadar air dan kelembapan sebagai faktor pengaruh creep (Roy, 2015)
1.4. Pengujian Laboratorium untuk rayapan
Sebagian besar uji laboratorium dilakukan dalam mesin uji untuk uji uniaksial
atau triaksial yang dirancang untuk spesimen silinder. Peralatan untuk uji creep
dapat dari tipe kantilever mekanis atau tipe terkontrol servo (beban / perpindahan)
(Gambar 1.11). Tipe yang dikontrol servo lebih disukai daripada tipe kantilever
karena mampu mempertahankan beban konstan untuk waktu yang cukup lama
dibandingkan dengan kantilever yang memiliki kapasitas pemuatan terbatas

Gambar 1.9. Model uji creep umum: (a) tegangan konstan; (B) laju regangan
aksial konstan; dan (c) tes relaksasi (Dusseault dan Fordham, 1993)

7
Gambar 1.10. Tata letak skematis dari Peralatan pengujian creep tipe mekanis /
kantilever (Dusseault dan Fordham, 1993)

Gambar 1.11. Peralatan pengujian creep triaksial terkontrol servo (ASTM D-


4406, 1998).

8
BAB II
MODEL REOLOGI RAYAPAN

2.1. Latar belakang


Zhong (2019) dalam tulisannya yang berjudul “Overview of the rheological
models for rocks” menyatakan bahwa model rayapan batuan adalah salah satu fokus
utama dalam mekanika batuan, dengan banyak penelitian yang dibuat dalam topik
ini sampai sekarang. Dengan diperkenalkannya rencana lima tahun ke-14 di Cina,
banyak proyek batu skala besar, termasuk terowongan yang ambruk (terkubur
dalam), pencegahan dan pengendalian tanah longsor yang besar di Cina barat daya
telah diusulkan, seperti pembangunan jalan bebas hambatan dari Xichang ke
Zhaotong di provinsi Yunan. Proyek-proyek batu berskala besar ini memberikan
peluang untuk mempelajari mekanika batuan bersamaaan dengan masalah dan
tantangan baru. Di antara mereka, Reologi batuan adalah salah satunya masalah
yang harus dipertimbangkan dalam rekayasa massa batuan.
Lereng dengan skala besar menjadi perhatian utama dalam proyek semacam
itu. Dalam kebanyakan penelitian, bidang struktural diambil sebagai objek
penelitian utama dalam analisis stabilitas batuan. Namun, pengaruh karakteristik
dari batu pada stabilitas lereng jarang dipertimbangkan. Di antara banyak sifat
batuan, Karakteristik reologi batuan penting untuk stabilitas jangka panjang batuan.
Karena itu, karakterisasi reologi batuan sangat berarti untuk penelitian stabilitas
lereng, dan menetapkan reologi batuan model sangat penting. Beberapa model
klasik telah dikedepankan, dan beragam model tersebut ditingkatkan. Dalam
tulisannya, Zhong (2019) menyajikan model klasik dan model baru dari reologi
batuan, antara lain :
2.2. Model Reologi Klasik
Menjadi fokus utama dari banyak penelitian dalam dan luar negeri, model
elemen reologi adalah salah satu yang penting dari model reologi batuan. Langkah
pertama dari kombinasi model elemen reologi untuk mengatur beberapa elemen
dasar sesuai dengan sifat elastis, plastik dan viscous batuan. Kemudian, unsur-unsur
digabungkan menjadi model konstitutif yang dapat mencerminkan sifat reologi dari
jenis batu tertentu, sehingga dapat mensimulasikan hubungan tegangan-regangan

9
batuan. Di antara banyak model elemen reologi, beberapa model termasuk model
Kelvin, model Burgers dan model Xi-yuan banyak digunakan.
Membuat asumsi properti untuk elemen dasar dalam model reologi adalah
langkah penting dalam model pembentukan. Menurut penelitian dalam beberapa
tahun terakhir, unsur-unsur dasar berikut telah ditetapkan: elastic spring, viscous
dashpot, plastic slider, dan brittle yield element. Berikut adalah jenis model reologi
klasik :
1. Model Maxwell
Merupakan model dengan rangkai seri yang menghubungkan dua elemen
dasar berupa pegas yang bersifat elastik dengan peredam kejut (dashpot) yang
bersifat viscous dengan kurva tegangan- regangan berupa garis lurus dengan
kemiringan yang dimulai tidak dari titik nol yang menandakan adanya regangan
seketika (elastis seketika) dan jika diberikan tegangan yang relatif lebih rendah
terus menerus maka akan bersifat viscous.
Model Maxwell (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1) disusun oleh
elemen elastis a dan elemen aliran b dalam rangkaian seri (berurutan), sehingga
dapat menggambarkan bahan dengan sifat elastisitas dan properties aliran.

Gambar 2.1 Model Maxwell (Zhong, 2019)


𝜎∙ 𝜎
Hubungan konstitutif untuk model Maxwell adalah 𝜀 ∙ = + 𝜂∙ Ketika t = 0,
𝐸

ada regangan sesaat, regangan meningkat secara linear dengan meningkatnya


waktu t.
Model ini dapat mewakili elastisitas batu, tetapi batas elastis batu tidak dapat
direfleksikan oleh model ini, seolah-olah ada tekanan kecil yang dapat
menghasilkan cukup regangan, dan batu tampaknya tidak memiliki dasar kekuatan.
Karena itu, model Maxwell hanya model dasar. Saat mewakili jenis batu dan tanah
tertentu, banyak komponen harus dikombinasikan ke dalam model ini.

10
2. Model Kelvin
Model Kelvin (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2) menghubungkan
elemen elastis a dan elemen aliran b secara parallel menggambarkan hubungan
viskositas dan elastisitas dari material.

Gambar 2.2. Model Kelvin (Zhong, 2019)


Relasi konstitutif untuk model Kelvin adalah σ = Eε + η. Dapat disimpulkan
bahwa ketika t = 0, tidak ada regangan sesaat, sedangkan ketika t → ∞, nilai
regangan maksimum akhir hanya sama dengan regangan sesaat model elastomer,
yang setara dengan penundaan regangan elastis. Total deformasi akhir dari model
elastomer dicapai secara bertahap ketika t menuju infinity, oleh karena itu model
Kelvin juga disebut model hysteresis.
Selama tegangan tetap stabil, meskipun regangan meningkat perlahan seiring
waktu, pertambahan akan berkurang seiring waktu dan tidak akan melebihi nilai
tetap batas regangan untuk setiap tekanan. Nilai ini sesuai dengan regangan elastis
maksimum dari elemen elastis dalam kondisi bertegangan. Itu menunjukkan bahwa
material yang diuji memiliki kekuatan, dan itu tidak selalu mengalir (flowing). Nilai
regangan elastis batuan umumnya terbatas. Oleh karena itu, model Kelvin lebih
cocok untuk kondisi deformasi batuan kecil, seperti karena banyak fenomena yang
terkait dengan gempa bumi.
2.3. Model Reologi Baru
Seperti disebutkan di atas, model Maxwell dan model Kelvin adalah dua
model dasar reologi. Model reologi baru diusulkan dengan menambahkan elemen
reologi secara seri atau paralel pada kedua model dasar, mencoba meningkatkan
sifat elastis dan fluiditasnya agar sesuai dengan sifat mekanik batu dan tanah
dipelajari, berikut adalah model reologi baru :

11
1. Model Burgers
Model ini merupakan penggabungan dari model Maxwell dan Kelvin dimana
penggabungan menggunakan rangkaian seri. Model Burger merupakan model
sederhana yang representatif untuk menggambarkan perilaku batuan sehingga
banyak digunakan untuk berbagai pengujian batuan dimana prosesnya memiliki
rayapan primer dan sekunder dengan kecepatan tertentu secara konstan. Pada
perilaku batuan dibutuhkan penambahan mengenai konstanta seperti modulus
elastis dan koefisien viskositas.

Gambar 2.3 Model Burger (Rai, dkk., 2010)


Sehingga persamaan pada model Burger dapat dilihat sebagai berikut.
𝐸 𝑡
𝜎0 𝜎0 𝜎0 − 𝑘
𝜀 (𝑡 ) = + + (1 − 𝑒 3ɳ𝑘
) (2.1)
𝐸𝑚 3ɳ𝑚 𝐸𝑘

Dimana ketika beban diberikan beban secara konstan 𝜎0 dalam waktu 𝑡,


regangan yang dihasilkan merupakan jumlah regangan pada satu model Maxwell
dan Kelvin.
2. Model Xi-yuan
Model Xi-yuan adalah serangkaian model Bingham dan model Kelvin, yang
dicatat sebagai B-K.

12
Gambar 2.4 Model Xi-yuan (Zhong, 2019)
Peneliti Tao Bo (2005) menguji mylonite abu-abu-kuning di bagian F3 dari
dinding selatan Jalan Fengshui, 12 lapisan batubara dari Tambang Batubara
Zhaogezhuang dari Grup Kailuan, dengan menggunakan reologi triaksial tester
yang dikembangkan oleh Institut Geologi dan Geofisika dari Akademi Ilmu
Pengetahuan Tiongkok. ifat reologi dipelajari berdasarkan hasil tes. Hasil Kurva
creep dari eksperimen dilengkapi dengan model Burgers dan model Xi-yuan.
Sehingga kesesuaian yang lebih baik tercapai. Oleh karena itu, ketika tegangan akan
memasuki keadaan viscoplastik setelah viskoelastisitas mengalir sampai batas
tertentu, model Xi-yuan dapat mencerminkan properti ini dengan lebih baik teknik
Geotek.

13
BAB III
ROCK SWELLING DAN ROCK SQUEEZING

3.1. Rock Swelling


Menurut Hoek (2007), swelling terjadi perlahan pada terowongan dengan
arah menuju pusat terowongan karena adanya pengembangan seperti kondisi
formasi batuan sekitar yang mengandung montmorillonite. Menurut Terzaghi
(1946) swelling rock merupakan penyempitan pada terowongan karena adanya
ekspansi yang mengandung batuan dengan mineral lempung seperti
montmorillonite dengan penambahan volume yang cepat.
Dalam perbandingannya ada beberapa hal yang membedakan antara
fenomena squeezing dan swelling baik dari akibat terjadinya, proses runtuhannya,
zona yang terpengaruh, dan waktu terjadinya. Perbandingan antara squeezing dan
swelling dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.1 Perbandingan Fenomena Squeezing dan Swelling

Pada terowongan biasanya penyebab terjadinya swelling rock dapat


disebabkan adanya deformasi yang besar yang biasanya terjadi pengangkatan pada
lantai atau tegangan berlebihan pada lining hingga menyebabkan kerusakan parah
(Pimentel, 2015).

14
Gambar 3.1 Pengangkatan lantai terowongan saat konstruksi (Pimentel, 2015)
3.1.1 Perilaku Rock Swelling
Mekanisme swelling pada batuan atau tanah terjadi karena adanya mekanisme
tunggal yang terbentuk dari beberapa mekanisme yang digabungkan. Mekanisme
ini bergantung pada jenis kompoisisi mineral pada batuan yang terbagi atas dua
mekanisme mekanisme yaitu fisik berupa tekanan pori dan kimia berupa kaitannya
dengan reaksi kimia (Pimentel, 2015). Gambaran mengenai mekanisme swelling
dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut ini.
Tabel 3.2 Gambaran mekanisme swelling (Pimentel, 2015)

Menurut Kovari & Chiaverio (2007), faktor yang dapat memicu terjadinya
proses swelling pada lingkungan terowongan adalah sebagai berikut:
1. Biasanya batuan tidak homogen, sehingga dapat terkandung mineral
swelling dan potensi swelling akan sangat bervariasi dalam jarak dekat.

15
2. Karena adanya struktur seperti celah, kekar, dan dislokasi bidang
perlapisan, maka tingkat permeabilitas batuan sangat tinggi sehingga dapat
memicu terjadinya swelling.
3. Tingkat pori pada batuan juga menjadi faktor penting karena air dapat
menyebabkan swelling terjadi ketika angka pori pada massa batuan tinggi.
4. Penggalian terowongan yang merubah tegangan sekitar terowongan
sehingga memperbesar permeabilitas dan adanya gradien hidrolik
sepanjang sumbu terowongan dapat menyebabkan swelling.
5. Terjadinya rembesan air pada permukaan terowongan akibat proses
penggalian terowongan.
Perilaku swelling biasanya terjadi pada mineral lempung dengan
mekanisme yang dikenal dengan osmotic swelling, hal ini disebabkan oleh
perbedaan konsentrasi kation pada matriks lempung dan pori-pori.

Gambar 3.2 Osmotic swelling (Schaldich et.al., 2012)


3.2. Rock Squeezing
Menurut Terzaghi (1946) squeezing pada batuan merupakan kondisi pada
batuan akibibat penggalian dimana tidak mengalami peningkatan volume yang
cepat. Sedangkan International Society for Rock Mechanics (ISRM)
mendefinisikan pengertian dari squeezing yaitu merupakan deformasi skala besar
yang bergantung pada waktu (time dependent) yang terjadi di sekitar tunnel dan
bukaan tunnel lain dengan asosiasi bersama rayapan (creep) karena tegangan
(tegangans) melebihi kuat geser (sehear strength) yang mengalami deformasi
berlanjut pada saat konstruksi atau dalam waktu yang lama. Beberapa pendapat
yang mendukung definisi tersebut yaitu :

16
- Squeezing dapat terjadi pada batuan atau tanah atau pada keduanya dengan
kombinasi tertentu dengan induksi tekanan dan material properties
mendorong zona yang sama pada sekitar terowongan sehingga memicu
terjadinya rayapan.
- Besarnya konvergensi tegangan pada sekitar terowongan berpengaruh pada
squeezing, tegangan in situ, material properties, kondisi geologi, air tanah,
dan sifat massa batuan.
- Squeezing pada massa batuan dapat terjadi seperti pada intact rock, pada
struktur infilling diskontinuitas, kekar dan patahan.
- Squeezing identik dengan tekanan berlebih (overtegangansed) tetapi tidak
termasuk deformasi yang biasanya terjadi di atap dan dinding pada massa
batuan terkekarkan serta tidak adanya fenomena rockburst pada aktivitas
squeezing.
Karena fenomena squeezing khususnya pada tunnel sering terjadi sehingga
menyebabkan penyempitan ke dalam ( pusat terowongan ), maka Aydan (1983)
mengklasifikasikan tiga tipe pergerakan pada tunnel squeezing yang mungkin
terjadi yaitu sebagai berikut.

Gambar 3.3 Klasifikasi bentuk tunnel failure pada squeezing rock (Aydan, 1983)
3.2.1 Perilaku Squeezing Rock
Konsep yang berkembang untuk metode squeezing khususnya pada batuan
dikemukakan oleh Aydan et.al (1993) dimana berdasarkan analogi antara respon
tegangan-regangan aksial pada uji laboratorium dan tegangan-regangan tangential
sebagai respon batuan di sekitar terowongan. Percobaan yang dilakukan
berdasarkan keadaan lima spesimen dengan prosedur pengujian lengkap dan kurva

17
tegangan-regangan untuk batuan dan tanah didapatkan dari uji triaksial dengan
tekanan rendah 𝜎3 (contoh : 𝜎3 /𝜎𝑐 ≤ 1 ) dengan variasi tingkatan regangan yang
ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.4 Tingkatan variasi tegangan-regangan (Aydan et.al., 1993)


Sedangkan untuk asosiasi tahapan untuk squeezing rocks melalui percobaan dengan
lima spesimen ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.5 Tahapan squeezing rocks (Aydan et.al., 1993)


Tahapan berdasarkan gambar diatas dapat dibagi menjadi lima tahapan gambaran
terjadinya squeezing berdasarkan uji laboratorium. Tahapan yang terjadi
berdasarkan ilustrasi Gambar 3.3 diatas adalah :
1. Elastic State yaitu batuan mengalami perilaku linier dan tanpa rekahan yang
terlihat.
2. Hardening State yaitu mulai terjadinya rekahan kecil (microcracking) dengan
arah orientasi umumnya searah dengan beban maksimum.
3. Yielding State yaitu ketika mencapai puncak pada kurva, microcracks
menyatu dan membuat macrocracks.

18
4. Weakening State yaitu macrocracks yang terjadi mengalami pembesaran dan
searah dengan orientasi paling kritis.
5. Flowing State yaitu macrocracks sepanjang arah orientasi keritis bertemu dan
membentuk bidang geser dan mengalami keretakan sepanjang bidang.
Pada penggalian terowongan ada faktor yang harus diketahui dalam
mengetahui potensi terjadinya squeezing rock yaitu dengan mengetahui regangan
kritisnya (critical strain). Hal ini sulit diketahui karena tegangan tangential di
sekitar terowongan melebihi pengujian uji kuat tekan uniaksial sehingga pada arah
radial terowongan terjadi zona hancuran dengan pergerakan lambat yang
bergantung terhadap waktu. Berdasarkan percobaan laboratorium dengan spesimen
seperti Gambar 3.3 diatas, Aydan et.al (1993) memberikan persamaan untuk
normalized strain level (ɳP ) sebagai berikut.
𝜀𝑝
ɳP = 𝜀 (3.1)
𝑒

dimana 𝜀𝑒 = batas regangan elastis dan 𝜀𝑝 = batas regangan plastis pada puncak

kurva tegangan-regangan. Sehingga Nilai critical strain dapat terjadi untuk


squeezing rock condition untuk terowongan yaitu 1% atau diklasifikasikan pada
Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.3 Squeezing Level (Aydan et.al., 1993)

19
BAB IV
CATATAN PENULIS

Catatan dari penulis setelah membahas isi Bab I – Bab II, Rayapan merupakan
representasi dari regangan atau deformasi yang bergantung waktu, yaitu regangan
yang menerus pada tegangan yang dipertahankan konstan. Pemantauan perilaku
creep (rayapan) pada lereng ataupun terowongan menjadi hal yang penting untuk
dilakukan, karena tegangan atau pembebanan aksial yang konstan terjadi dalam
skala waktu tertentu di lereng ataupun terowongan. Perilaku rayapan juga berbeda-
beda tergantung jenis batuan yang ada di lokasi penambangan.
Untuk mendeteksi adanya rayapan bisa dilakukan dengan pengujian uniaksial
atau triaksial dengan laju pembebanan konstan. Setelah dilakukan pengujian
tersebut di dapatkan distribusi regangan terhadap waktu yang membentuk rayapan.
Kemudian distribusi regangan tersebut dicocokkan dengan model reologi, Model
reologi disusun untuk merepresentasikan perilaku tegangan-regangan-waktu-batas
runtuh/yield secara fenomenologi. Parameter keluaran reologi adalah modulus
elastisitas (𝜀𝑚 ), modulus elastisitas tertunda (𝜀𝑘 ), laju aliran viskos (𝜂𝑚 ), dan laju
elastisitas tertunda (𝜂𝑘 ) yang kemudian digunakan untuk menentukan modulus
elastisitas bergantung waktu. Hasil akhir dari pengujian rayapan adalah untuk
mengetahui kekuatan jangka panjang dari batuan. Artinya seberapa lama batuan
tersebut bisa bertahan dengan laju beban konstan yang diterima.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. ASTM D 4406–93 (Reapproved 1998). Standard test method for creep of


cylindrical rock core specimens in triaxial compression, 1-5.
2. Aydan,Ö, Ito,T, Özbay, U, Kwasniewski, M, Shariar,K , Okuno, T, zgenog˘lu,
A, Malan, D.F and Okada, T (2014). ISRM suggested methods for determining
the creep characteristics of rock, Rock Mechanics and Rock Engineering,
vol.47, 275-290.
3. Dusseault, M.B and Fordham,C.J (1993). Time dependent behaviour of rocks,
In: Comprehensive Rock Engineering, Vol. 3, 119-149.
4. Ladanyi, B (1993). Time dependent response of rock around tunnels,
Comprehensive Rock Engg, vol. 2, 77-112.
5. Rai, M.A., Kramadibrata, Suseno, Wattimena, R.K., Mekanika Batuan,
Laboratorium Geomekanika Dan Peralatan Tambang, Penerbit ITB Bandung,
2014
6. Rato,Y. M. N. F. R. D., Arif,Irwandy., Widodo,N.P.,Pratama,Ryan.(2017).
Analisis Perilaku Bergantung Waktu Pada Batuan Vein Kurasa dengan Uji
Rayapan Uniaksial Beban Konstan, di Proceeding Seminar Nasional
Geomekanika IV.
7. Roy, M.G., Rao, S.K., (2015) Analysis of creep behaviour of soft rocks in
tunneling. Conference: ISEG-EGNM, 2015.
8. Tao Bo, Wu.FaQuan, Guo, Gai.Mei, Zhou, Rui.Guang. (2005). Flexibility of
Visco-Elastoplastic Model to Rheological Characteristics of Rock and Solution
of Rheological Parameter. Chinese Journal of Rock Mechanics and
Engineering.17:3165-3171.
9. Zhang, Z.L, Xu,W.Y, Wang, W and Wang, R.B (2012). Triaxial creep tests of
rock from the compressive zone of dam foundation in Xiangjiaba hydropower
station, Int J Rock Mech Min Sci, vol. 50, 133-139.
10. Zhong, Tingkun. (2019). Overview of the rheological models for rocks, in: IOP
Conf. Series: Earth and Environmental Science 358 (2019) 032020.
11. Pimentel,E. (2015) Existing methods for swelling tests – a critical review. In
Energy Procedia 76.2015.96 – 105.
12. Aydan,Ö, Akagi,T, Kawamoto, T. (1993). The squeezing potential of rocks
around tunnels, Theory and prediction. Rock Mechanics and Rock
Engineering volume 26, p.137–163(1993)

21

Anda mungkin juga menyukai