Proses Geologi Dan Massa Batuan Di Alam
Proses Geologi Dan Massa Batuan Di Alam
Oleh :
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Definisi Tanah dan Batuan ........................................................... 1
1.2 Proses Pembentukan Batuan ........................................................ 2
i
DAFTAR GAMBAR
ii
Gambar 3.16 Contoh sesar mendatar di alam .................................................. 20
Gambar 3.17 Posisi hanging wall pada sesar naik ......................................... 21
Gambar 3.18 Sesar normal .............................................................................. 21
Gambar 3.19 Graben ....................................................................................... 22
Gambar 3.20 Horst .......................................................................................... 22
Gambar 4.8 Zona subduksi pada metamorfisme regional ............................... 23
Gambar 4.9 Alterasi hidrotermal ..................................................................... 24
Gambar 4.10 Penamaan pada batuan metamorf .............................................. 25
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gambar 1.1 Siklus Batuan (Earle, 2015)
Pada siklus batuan diatas dapat dijelaskan secara singkat dapat dilihat bahwa
untuk pembentukan batuan beku berasal dari magma cair yang mengalami
pendinginan dan terpadatkan. Ketika batuan beku berada di permukaan, batuan
beku akan mengalami pelapukan dan erosi sehingga pecah menjadi bagian-bagian
kecil kemudian terbawa oleh air atau angin dan membentuk endapan sedimen
seperti di pantai, pasir, dan sungai. Secara bertahap endapan sedimen terkubur
dengan lapisan lainnya kemudian mengalami tekanan dan suhu yang lebih tinggi
sehingga terjadi pembatuan ( lithification ). Jika proses perlapisan terus berlanjut,
akan berakibat peningkatan suhu dan tekanan pada endapan kemudian bagian
batuan sedimen yang lebih dalam akan mengalami kristalisasi menjadi batuan
metamorf. Siklus batuan akan selesai ketika batuan metamorf menjadi sangat panas
kemudian meleleh dan kembali menjadi magma. Batuan beku dan batuan sedimen
dapat kembali menjadi batuan metamorf jika adanya proses pengendapan dan
adanya proses tektonik lempeng. Batuan metamorf yang berada di permukaan juga
dapat menjadi batuan sedimen ketika mengalami pelapukan akibat perubahan iklim
permukaan.
2
BAB II
KLASIFIKASI BATUAN
3
(Crawford, 1998). Biasanya memiliki tekstur butiran halus yang berarti mineral
kandungan berukuran 1 mm dalam diameter. Pada kondisi batuan ekstrusif,
secara umum batuan yang terbentuk ada 3 jenis yaitu, mafic,felsic, dan
intermediate. Pada Mafic rocks, kandungan silika mencapai 50% dan tinggi
kandungan besi, magnesium, dan kalsium sehingga memberikan warna yang
gelap. Pada Felsic rocks, memiliki kandungan silika, potasium, sodium, dan
aluminium yang sangat kaya dengan kandungan besi, magnesium, dan kalsium
yang sedikit dengan warna yang lebih cerah dibandingkan mafic rocks dengan
magma yang lebih kental karena kandungan silika yang banyak. Kemudian
Intermediate rock, memiliki kandungan diantara mafic rocks dan felsic rocks.
2. Batuan Beku Intrusif (Plutonic Rocks) - Batuan yang terbentuk didalam
permukaan bumi dengan pembentukan yang tersembunyi di bawah permukaan
sampai terkikisnya lapisan batuan penutup (Waltham, 2002). Batuan beku ini
memiliki tubuh batuan yang besar yang disebut Batholith dengan instrusi
berbentuk gumpalan relatif dengan ukuran sama yang umumnya berdiameter 5-
50 km. Selain Batholith, batuan beku intrusif ini juga memiliki tubuh batuan
yang lebih kecil dengan sebutan Dykes yang terbentuk oleh magma yang
mengalir pada celah batuan dengan lebar celah sekitar 1-50 m. Salah satu intrusi
yang memiliki bentuk paralel pipih dengan sebaran yang luas disebut dengan
Sills. Batuan beku intrusif juga memiliki jenis batuan yang sama dengan batuan
beku intrusif yaitu mafic rocks, felsic rocks, dan intermediate rocks.
Gambar 2.2 Klasifikasi batuan intrusif dan ekstrusif (Turk & Thompson, 1998)
4
Berdasarkan Gambar 2.2 diatas beberapa batuan yaitu Andesit, Basalt, dan
Rhyolite merupakan batuan beku ekstrusif. Basalt biasanya terbentuk pertama kali
dari lava, dengan kandungan ferromagnesian mineral yang tinggi dengan 25–50%
kandungan silika sehingga biasanya berwarna hijau tua, abu-abu, dan hitam.
Andesit memiliki warna lebih cerah dengan kandungan silika dan plagioklas
feldspar lebih banyak serta kandungan ferromagnesian mineral dibandingkan
dengan Basalt. Rhyolite merupakan batuan yang memiliki kandungan silika hingga
65% dan beberapa ferromagnesian mineral sehingga biasanya berwarna pink atau
cream. Kemudian untuk Gabbro dan Granit merupakan kelompok batuan intrusif.
Gabbro merupakan mafic rock (batuan gelap) dengan struktur kimia dan
kandungan mineralnya sama dengan Basalt sedangkan Granit merupakan felsic
rock (batuan terang) dengan komposisi yang sama dengan Rhyolit.
5
Menurut Crawford 1998, batuan sedimen klastik terbentuk dari
penggabungan beberapa material seperti kerikil (gravel), pasir (sand), atau mineral
lempung (clay) yang diperoleh dari pelapukan dan juga hancuran batuan yang sudah
ada sebelumnya. Batuan sedimen klastik terbentuk dari beberapa hancuran fragmen
batuan lain kemudian tertransportasi, terendapkan, dan tersementasikan sehingga
komposisi batuan sedimen klastik memiliki lebih dari 85% semua material pada
batuan sedimen seperti batu pasir (sandstone), batu lanau (siltstone), batu serpih
(shale).
Gambar 2.4 Komposisi pada batuan sedimen (Turk & Thompson, 1998)
Kandungan kimia dari batuan sedimen berasal dari proses biologi atau proses
kimia yang umumnya terjadi di bawah permukaan air, dimana mineral mengkristal
di dasar laut. Kemudian untuk batuan sedimen organik seperti batubara (coal)
memiliki akumulasi pembentukannya sendiri yaitu berasal dari sisa-sisa
pengendapan organik dari tumbuhan atau hewan sehingga batubara memiliki ciri
khasnya sendiri.
1. Batuan Sedimen Klastik – Klasifikasi dari ukuran butir berdasarkan jenis
fragmennya. Proses transportasi material menunjukkan seberapa besar
ukuran butirnya bergantung juga dengan jarak trasnportasinya. Batu
lempung adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya ukuran
lempung; batu lanau adalah batuan sedimen klastik yang berukuran lanau;
batupasir adalah batuan sedimen klastik yang ukuran butirnya pasir,
sedangkan konglomerat dan breksi adalah batuan sedimen klastik yang
ukuran butirnya mulai dari lempung hingga bongkah. Konglomerat dan
breksi dibedakan berdasarkan perbedaan bentuk butirnya, dimana bentuk
6
butir konglomerat membundar sedangkan breksi memiliki bentuk butir yang
menyudut.
7
Untuk memperjelas tentang pemahaman klasifikasi Satuan Sedimen bisa
dilihat pada Tabel 2.1 tentang klasifikasi Batuan Sedimen.
Tabel 2.1 Klasifikasi Batuan Sedimen (Tucker, 1982)
8
lingkungan kimia batuan. Selain itu, deformasi tekntonik mengalami
perkembangan dan mempengaruhi pembentukan tekstur batuan metamorf. Kondisi
ini terdiri dari empat lingkungan pembentukan (Turk & Thompson, 1998), yaitu :
1. Metamorfisme Kontak – Terjadi dimana magma mengalami kontak dengan
batuan sekitarnya. Batuan yang dikenai kontak dapat merupakan batuan beku,
sedimen, atau metamorf. Batuan metamorf yang memiliki kelas paling tinggi
berasal dari batuan kontak yang paling dekat dengan magma sedangkan kelas
batuan yang lebih rendah biasanya terjadi kontak yang lebih jauh dari magma
dan cenderung lebih ke arah permukaan (Gambar 2.7).
Gambar 2.7 Metamorfisme kontak pada country rock (Turk & Thompson, 1998)
2. Metamorfisme Regional – Terjadi di dekat zona subduksi dimana gaya tektonik
membentuk pegunungan dan merusak batuan. Metamorfisme ini merupakan
yang paling luas pada bagian kerak bumi.
9
Pada Gambar 2.8, terlihat bahwa magma membentuk zona subduksi dimana
lapisan litosfer pada samudra tenggelam di bawah benua. Ketika magma naik,
panas akan terjadi pada kerak bumi dengan daerah yang luas sehingga suhu yang
tinggi membentuk batuan metamorf pada daerah yang luas.
3. Metamorfisme Burial – Terjadi pada proses timbunan (burial) yang berada
dalam cekungan ( basin ) sedimen. Dengan meningkatnya kedalaman cekungan
sedimen maka terjadi peningkatan suhu dan tekanan karena aliran panas
regional. Pada zona pembentukan ini, tekanan memadatkan lumpur dengan
kandungan kaya akan lempung dan menekan air pada endapan sedimen sehingga
air kembali ke laut. Metamorfisme timbunan ini terjadi tanpa tanpa deformasi
tektonik sehingga mineral metamorfik tumbuh dengan orientasi secara acak.
4. Metamorfisme Hidrotermal –Metamorfisme hidrotermal juga biasa disebut
alterasi hidrotermal dan metasomatisme yang terjadi karena ion larut dalam
panas dan air bereaksi dengan batu untuk merubah komposisi kimia pada mineral
sulfur untuk membentuk asam sulfat sehingga bersifat lebih korosif (Turk &
Thompson, 1998). Air magmatik ini dilepaskan oleh magma yang membeku dan
terlepas dari batuan ketika metamorfisme terjadi. Kebanyakan perubahan
hidrotermal disebabkan sirkulasi air tanah yang memenuhi tanah dan batuan
dasar. Air tanah yang dingin akan turun melalui rekahan batuan sampai
kedalaman beberapa kilometer dimana mengalami peningkatan suhu karena
dipanaskan oleh batuan yang lebih panas (Gambar 2.9).
10
Untuk memperjelas tentang pemahaman klasifikasi Batuan Metamorf bisa
dilihat pada Tabel 2.2 tentang klasifikasi Batuan Metamorf .
Tabel 2.2 Klasifikasi Batuan Metamorf (Hencer, 2015)
11
BAB III
STRUKTUR BATUAN
12
Pada gambar diatas ketika stress melebihi batas elastis (elastic limit) dari
suatu benda yang bersifat brittle (getas), maka akan terjadi rekahan yang berarti
kekuatan tekanan yang bekerja melebihi ketahanan benda terhadap tekanan yang
diberikan. Sedangkan pada benda yang bersifat ductile jika dikenai tekanan maka
benda/batuan akan berubah mengikuti tekanan yang diterima karena bersifat plastis
(tidak dapat kembali pada bentuk awalnya) dan jika tekanan terus diberikan maka
pada titik tertentu batuan akan mengalami fracture karena telah melebihi batas
plastisnya.
Stress memiliki klasifikasi yaitu compressive stress yang merupakan gaya
tekan yang bekerja dari dua arah sehingga menyebabkan perubahan bentuk benda
menjadi memendek. Prinsip kerja pada stress dapat dilihat pada aplikasi Silly Putty
(karet sintetis) dibawah ini.
13
Jika material dikenai gaya berlawanan arah (Gambar 3.3) maka respon benda
terhadap stress yaitu mengikuti arah tekanannya sehingga benda dapat memanjang,
sedangkan ketika tekanan berlangsung dengan cepat maka benda akan merenggang
dan seketika patah/pecah (Hammersley, et.al., 2016)
Ketika suatu stress bekerja pada suatu bidang dengan gaya paralel, gaya yang
terjadi yaitu shear stress (Hammersley, et.al., 2016). Ketika shear stress bekerja,
maka arah gaya berlawanan mengarah pada bidang suatu benda menyebabkan
bidang tersebut mengalami distorsi (perubahan bentuk) dengan prisip pergeseran.
Aplikasi shear stress dapat dilihat pada Gambar 3.4 berikut ini.
14
3.2.1 Geometri Lipatan
Berdasarkan bentuknya yang seperti gelombang, lipatan memiliki 2 bentuk
utama yaitu antiklin dan sinklin (Gambar 3.6). Antiklin merupakan lipatan
berbentuk cembungan dengan batuan yang lebih tua berada pada sumbu lipatan
(hinge lines) di tengah lipatan sedangkan sinklin merupakan lipatan dengan bentuk
berlawanan dengan antiklin sehingga tampak seperti cekungan dengan batuan lebih
muda berada pada tengah lipatan.
Gambar 3.6 Antiklin dan sinklin pada lipatan (Hammersley, et.al., 2016)
3.2.2 Interpretasi Lipatan
Lipatan memiliki berbagai bentuk variasi dan ukuran. yaitu open folds,
isoclinar folds, overturned folds, dan recumbent folds.
1. Open Folds – merupakan lipatan dengan tubuh yang besar dengan bentuk
lipatan terbuka dan tidak mengalami deformasi sehingga tidak terjadi penebalan
atau penipisan lapisan batuan dengan sudut lipatan yang besar (Gambar 3.7).
15
2. Isoclinal folds – berbeda dengan open-folds yang memiliki sudah besar,
isoclinal folds memiliki sudut lipatan yang kecil sehingga memiliki lipatan yang
rapat dan berbentuk paralel (Gambar 3.8).
16
mengalami pemendekan secara ekstrim yaitu seperti pada Pegunungan
Himalaya.
17
3.3.1 Jenis Pergerakan Kekar
Menurut Noor (2009), ada 3 karakterisasi kekar yang umumnya dijumpai
pada batuan yang biasanya terbentuk karena adanya pengaruh proses tektonik,
yaitu :
1. Shear Joint
Shear Joint atau (Kekar Gerus) adalah retakan / rekahan yang membentuk
pola saling berpotongan membentuk sudut lancip dengan arah gaya utama.
Kekar jenis shear joint umumnya bersifat tertutup.
2. Tension Joint
Merupakan retakan/rekahan yang berpola sejajar dengan arah gaya utama
yang umumnya memiliki bentuk rekahan bersifat terbuka.
3. Extension Joint
Extension Joint atau (Release Joint) adalah retakan/rekahan yang berpola
tegak lurus dengan arah gaya utama dan bentuk rekahan umumnya terbuka.
(a) (b)
Gambar 3.12 (a) Shear joint, (b) tensional joint (Noor, 2009)
Selain pembentukan kekar dengan pengaruh tektonik, pembentukan kekar
dengan proses non tektonik juga dapat terjadi yaitu dengan pendinginan batuan
pada luar permukaan bumi sehingga menjadi rekahan primer yang terbentuk dengan
kenampakan seperti tabung memanjang berbentuk hexagonal atau disebut
columnar joint (Gambar 3.13). Biasanya bentuk columnar joint ditemukan pada
batuan basalt karena mengalami pendinginan dari mud-carcks (Billings, 1946).
Pada pembentukannya, tensional forces bekerja pada bidang horizontal dan semua
gaya yang bekerja memiliki arah yang sama pada bidang sehingga terjadi retakan
pada bidang tiga pecahan vertikal dengan sudut 120o antara satu dengan yang lain
dan bagian tengan bidang terdistribusi membentuk hexagonal.
18
Gambar 3.13 Columnar joint (Hammersley, et.al., 2016)
19
Patahan memiliki 3 prinsip dasar yang membedakan satu dengan lainnya
berdasarkan pergeserannya (Noor, 2009), yaitu :
1. Sesar Mendatar (Strike-slip Fault) adalah sesar yang pergerakannya sejajar,
blok bagian kiri relatif bergeser kearah yang berlawanan dengan blok bagian
kanannya. Berdasarkan arah pergerakan sesarnya, sesar mendatar dapat dibagi
menjadi 2 (dua) jenis sesar, yaitu:
(a) Sesar Mendatar Dextral (sesar mendatar menganan) adalah sesar yang
arah pergerakannya searah dengan arah perputaran jarum jam.
(b) Sesar Mendatar Sinistral (sesar mendatar mengiri) adalah sesar yang arah
pergeserannya berlawanan arah dengan arah perputaran jarum jam.
20
2. Sesar Naik (Reverse Fault) adalah sesar dimana salah satu blok batuan bergeser
ke arah atas dan blok bagian lainnya bergeser ke arah bawah disepanjang bidang
sesarnya. Pada umumnya bidang sesar naik mempunyai kemiringan lebih kecil
dari 45o (Noor, 2009). Pada sesar naik pergerakan dari hanging wall bergerak
relatif daripada foot wall yang biasanya pergerakan terbentuknya sesar naik
desebabkan oleh compressional stress secara mendatar (Gambar 3.17).
Gambar 3.17 Posisi hanging wall pada sesar naik (Hammersley, et.al., 2016)
3. Sesar Normal (Dip-Slip Fault) adalah sesar yang terjadi karena pergeseran blok
batuan akibat pengaruh gaya gravitasi. Secara umum, sesar normal terjadi
sebagai akibat dari hilangnya pengaruh gaya sehingga batuan menuju ke posisi
seimbang (isostasi). Sesar normal dapat terjadi dari kekar tension, release
maupun kekar gerus (Noor, 2009).
21
normal mengindikasikan bahwa kedua bagian bidang mengalami pergerakan
dengan cara pergeseran antar kedua bidang.
Ketika sesar normal terjadi pada permukaan kerak bumi dan terjadi gaya
sehingga kerak bumi mengalami extension, sedangkan hanging wall pada kerak
bumi cenderung mengalami pergerakan ke arah bawah sepanjang patahan sebagai
respon terhadap gaya yang bekerja pada kerak bumi sehingga beberapa waktu
biasanya permukaan kerak bumi akan menimbulkan patahan dan membentuk
permukaan yang relatif rendah dibandingkan permukaan sekitarnya atau biasa
disebut graben (Gambar 3.19).
22
DAFTAR PUSTAKA
23