Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH TERAPI HIPNOTIS LIMA JARI TERHADAP KECEMASAN DAN

KUALITAS TIDUR PADA LANSIA

Adina Kurnia Putri


STIKES Karya Husada Semarang
Adinaputri95@gmail.com

A. Latar Belakang
Lansia (elderly) adalah kelompok usia 60 sampai 74 tahun, yang merupakan
kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya.
Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging
Process atau proses penuaan. Menua merupakan suatu proses yang tidak bisa dihindari
berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Penuaan akan mengakibatkan
perubahan fisik dan psikososial yang ditandai kemunduran secara fisik antara lain
penurunan fungsi panca indera, kulit keriput, dan menurunnya imunitas sehingga
memunculkan berbagai macam penyakit (Kemenkes, 2013).
Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan
segera dan terintegrasi. Seiring dengan bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan
fungsi tubuh pada lansia baik fisik, fisiologis maupun psikologis. Masalah psikologis seperti
kesehatan jiwa yang sering terjadi pada lansia adalah kecemasan, depresi, paranoid, dan
demensia. Jika lansia mengalami masalah tersebut, maka kondisi itu dapat mengganggu
kualitas tidur pada lansia (Maryam dkk, 2011).
Kecemasan digambarkan sebagai perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
keprihatinan mengenai masa yang akan datang, biasanya disebabkan oleh hal-hal yang tidak
jelas dan tidak dapat dipahami serta sering disertai dengan gejala fisiologis. Kecemasan
merupakan gejala yang normal pada manusia namun dapat menjadi patologis apabila gejala
yang timbul bersifat menetap dan berlangsung dalam jangka waktu tertentu yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup Individu terutama lansia (Darmojo, 2009). Kecemasan
terdiri dari dua komponen yaitu psikis / mental yang meliput kecemasan itu sendiri, atau
yang biasa disebut dengan khawatir atau waswas dan komponen yang kedua adalah fisik
yang meliputi jantung berdebar, nafas menjadi cepat, mulut kering, keluhan lambung,
tangan dan kaki terasa dingin dan otot menjadi tegang.
Berdasarkan sensus data Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia pada tahun 2014,
jumlah lansia di Indonesia mencapai 14,4 juta jiwa (7,81%). Pada tahun 2010 diperkirakan
menjadi 23,90 juta jiwa (9,77%). Tahun 2020 diprediksi akan berjumlah 28,8 juta orang
(11,34%). Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007
gangguan tidur menyerang 66% lansia. Secara fungsional perubahan fisik mempunyai
pengaruh pada kehidupan sehari-hari usia lanjut (Depkes RI, 2007). Hasil data didapatkan
prevelensi tidur pada lansia usia 65 tahun keatas di Indonesia sekitar 49% atau 9,3 juta
lansia. (RI D. , 2007)
Tingginya jumlah lansia maka permasalahan yang dihadapi oleh lansia juga semakin
tinggi, terutama dalam mengalami tingkat kecemasan yang tinggi disebabkan oleh berbagai
faktor seperti memikirkan umur yang semakin lanjut sehingga berdampak pada
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dan memikirkan masalah yang terjadi pada
keluarga. Seiring dengan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi maka berdampak pada
kualitas dan pola tidur lansia yang tidak baik sehingga mengakibatkan berbagai macam
kemungkinan lansia mengalami penurunan kesehatan (Arfian, 2013).
Kualitas tidur pada lansia merupakan kepuasan individu terhadap tidurnya yang
meliputi waktu, latensi tidur, waktu yang dibutuhkan saat tidur, lama waktu tidur, frekuensi,
kepuasan tidur, rasa lelah saat bangun tidur, dan perasaan tidak segar saat bangun (Modjod,
2007). Penyebab yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur yaitu penyakit,
lingkungan, motivasi, daya hidup, stres psikologis seperti depresi dan kecemasan, obat-
obatan dan alkohol. Pengaruh proses penuaan mengakibatkan berbagai macam masalah
yaitu baik secara fisik, psikologis, sosial ekonomi. Pada lanjut usia gangguan psikologis
yang sering dijumpai yaitu kecemasan.
Berdasarkan hasil penelitian Wiyanto (2010), menunjukkan bahwa didapatkan
sebanyak 42% dari 35 lansia mengalami tingkat kecemasan yang tinggi disebabkan oleh
barbagai faktor seperti faktor eksternal berupa ancaman terhadap integritas biologis dan
ancaman terhadap konsep diri serta faktor internal berupa umur, status pendidikan, status
ekonomi. Hal tersebut berdampak pada pola tidur lansia yang menurun. Pola tidur yang
dialami lansia biasanya terbangun dimalam hari dan seringkali lansia memerlukan waktu
yang lama untuk dapat kembali tidur. Kebutuhan tidur lansia yang baik sekitar 6 jam setiap
malam (Titus, 2011).
Data World Health Organization (WHO) sebanyak 121 juta individu dimana 5,8%
adalah pria dan 9,5% wanita (Keliat, 2013), penduduk di dunia mengalami gangguan panik
mencari bantuan terutama karena mereka tidak menyadari bahwa gejala fisik yang
mereka alami disebabkan oleh masalah ansietas (Stuart, 2006). Prevalensi lansia di Jawa
Tengah yang mengalami kecemasan berjumlah 12%. Prevalensi kecemasan pada lansia usia
55-64 tahun sebesar 14,2%, pada lansia usia 65-74 tahun sebesar 18,0%, lansia usia 75 tahun
sebesar 28,7% (DinKes Jateng, 2013). Prevalansi Lansia di Kabupaten Kendal, yang
mengalami kecemasan sebesar 29,6%, dengan prevalensi tertinggi berada di wilayah
Kecamatan Kota Kendal yaitu sebesar 26,6% (Profil Kendal, 2012).
Dampak dari kecemasan yang berlebihan bagi lansia yaitu susah tidur. Gangguan
tidur merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dihadapi oleh lansia. Kondisi ini
membutuhkan perhatian yang serius. Buruknya kualitas tidur lansia disebabkan oleh
meningkatnya latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur dan terbangun lebih awal karena
proses penuaan. Proses penuaan tersebut menyebabkan penurunan fungsi neurontransmiter
yang ditandai dengan menurunnya distribusi norepinefrin (Hidayati, 2012).
Keadaan ini menunjukkan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam
kuantitas dan kualitas tidur yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya
hidup yang diinginkan, gangguan tidur yang kronis secara fisiologis, jika seseorang tidak
mendapatkan tidur cukup untuk mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek
seperti pelupa, konfusi dan disorientasi (Stanley, 2007).
Terapi farmakologi seperti obat anti cemas (anxiolytic) dapat membantu
menurunkan cemas tetapi memiliki efek ketergantungan, sedangkan terapi non farmakologi
seperti psikoterapi, terapi tertawa, terapi kognitif, relaksasi dan salah satunya dengan
hipnotis lima jari (Heriani, H, 2016). Hipnotis lima jari adalah pemberian perlakuan pada
mahasiswa dalam keadaan rileks, kemudian memusatkan pikiran pada bayangan atau
kenangan yang diciptakan sambil menyentuhkan lima jari secara berurutan dengan
membayangkan kenangan saat menikmati (Hastuti, 2015). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Hastuti & Arumsari (2015) ada pengaruh terapi hipnosis lima jari dalam
menurunkan ansietas. Latihan lima jari merupakan salah satu bagian dari teknik relaksasi.
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat
mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Ketika seseorang dalam keadaan
terhipnosis sesorang tersebut akan merasakan tingkat relaksasi yang tinggi, pikiran dan
perasaan pasien terfokus pada suatu kondisi yang terpisah dari lingkungan. Menurut
Setiawan (2014), manfaat dari terapi hipnosis lima jari antara lain: memberikan ketenangan
batin bagi individu, mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah, mengurangi ketegangan,
mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur menjadi nyenyak.
B. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum :
Mengetahui Pengaruh Terapi Hipnotis Lima Jari Terhadap Kecemasan dan Kualitas
Tidur pada Lansia.
b. Tujuan Khusus :
1. Mendeskripsikan tingkat kecemasan dan kualitas tdiur sebelum diberikan terapi
hipnotis lima jari pada lansia.
2. Mendeskripsikan tingkat kecemasan dan kualitas tidur setelah diberikan terapi
hipnotis lima jari pada lansia.
3. Menganalisis perbedaan sebelum dan sesudah perlakuan pengaruh terapi hipnotis
lima jari terhadap kecemasan dan kualitas tidur pada lansia.
C. Tinjauan Teori
1. Lansia
a. Definisi Lansia
Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan secara
terus menerus dan berkesinambungan yang akan menyebabkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada tubuh yang mempengaruhi fungsi dan kemampuan
tubuh secara keseluruhan (Muhith, 2016).
b. Klasifikasi Lansia
Batasan umur pada lansia menurut WHO dalam Maryam et al. (2008) meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
c. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya (Stanley and Beare 2006; Dewi
2014; Muhith and Siyoto et al. 2016) :
1. Perubahan Kondisi Fisik
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat
sel sampai ke seluruh sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernafasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
musculoskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan integument.
Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia diantaranya
lansia mudah jatuh, mudah lelah, nyeri pada dada, berdebar-debar, sesak
nafas pada saat melakukan aktivitas/kerja fisik, gangguan fungsi penglihatan
dan pendengaran.
2. Perubahan Kondisi Mental
Lansia pada umumnya mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Perubahan-perubahan ini erat sekali kaitannya dengan perubahan
fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pegetahuan, dan situasi
lingkungan. Dalam segi mental dan emosional lansia sering muncul perasaan
pesimis, perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut,
merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan
karena tidak berguna lagi.
3. Perubahan Psikososial
Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap
perubahan ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang
bersangkutan.
4. Perubahan Kognitif
Perubahan fungsi kognitif pada lansia diantaranya adalah kemunduran
pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan memerlukan memori
jangka pendek, kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran dan
kemampuan verbal akan menetap apabila tidak diikuti dengan penyakit
penyerta.
5. Perubahan Spiritual
Menurut Maslow (1970) menyatakan bahwa agama dan kepercayaan
lansia seiring bertambahnya usia akan semakin terintegrasi dalam
kehidupannya.
d. Masalah yang Sering Dihadapi Oleh Lansia
Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi lansia adalah sebagai
berikut :
1. Demensia 4. Gangguan Psikomatik
2. Stres 5. Gangguan penggunaan alkohol
3. Skizofrenia 6. Gangguan Tidur/Insomia
4. Gangguan Kecemasan
2. Kecemasan (Anxiety)
a. Definisi Kecemasan
Kecemasan (anxiety) merupakan perasaan takut yang tidak jelas
penyebabnya dan tidak didukung oleh situasi yang ada. Kecemasan dapat dirasakan
oleh setiap orang jika mengalami tekanan dan perasaan mendalam yang
menyebabkan masalah psikiatrik dan dapat berkembang dalam jangka waktu lama.
Kecemasan merupakan gejala yang normal pada manusia namun dapat
menjadi patologis apabila gejala yang timbul bersifat menetap dan berlangsung
dalam jangka waktu tertentu yang dapat mengganggu kelangsungan hidup Individu
terutama lansia (Darmojo, 2009).
b. Aspek-Aspek Kecemasan
Gail W. Stuart (2006: 149) mengelompokkan kecemasan (anxiety) dalam
respon perilaku, kognitif, dan afektif, diantaranya:
1. Perilaku diantaranya:
a. Gelisah d. Reaksi terkejut
b. Ketegangan fisik e. Bicara cepat
c. Tremor
2. Kognitif diantaranya:
a. Perhatian terganggu d. Salah dalam memberikan penilian
b. Konsentrasi buruk e. preokupasi
c. Pelupa f. Hambatan berpikir
3. Afektif diantaranya:
a. Gelisah c. Ketakutan
b. Tegang d. Kecemasan
c. Jenis Kecemasan
Menurut Spilberger (dalam Triantoro Safaria & Nofrans Eka Saputra, 2012: 53)
menjelaskan kecemasan dalam dua bentuk, yaitu:
1. Trait anxiety
Trait anxiety, yaitu adanya rasa khawatir dan terancam yang menghinggapi diri
seseorang terhadap kondisi yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan ini
disebabkan oleh kepribadian individu yang memang memiliki potensi cemas
dibandingkan dengan individu yang lainnya.
2. State anxiety
State anxiety, merupakan kondisi emosional dan keadaan sementara pada diri
individu dengan adanya perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan secara
sadar serta bersifat subjektif.
3. Kualitas Tidur
a. Definisi Tidur
Tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).
Pola tidur mencakup kualitas dan kuantitas tidur seseorang dimana kualitas
tidur adalah jumlah tahapan NREM dan REM yang dialami seseorang dalam siklus
tidurnya, dan kuantitas tidur adalah jumlah lamanya waktu tidur yang dihabiskan
seseorang dalam sehari (Tarwoto & Wartonah, 2006).
b. Fisiologis Tidur
Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan
mekanisme serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat
otak agar dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem
pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan
kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat
pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mensefalon dan bagian
atas pons. Selain itu, reticular activating system (RAS) dapat memberikan
rangsangan visual, pendengaran, nyeri, dan perabaan juga dapat menerima stimulasi
dari korteks serebri termasuk rangasangan emosi dan proses pikir.
c. Fungsi Tidur
Fungsi tidur menurut Tarwoto &Wartonah, 2006 adalah restorative
(memperbaiki) kembali organ – organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali
tersebut berbeda saat Rapid Eye Movement (REM) dan Nonrapid Eye Movement
(NREM). Nonrapid Eye Movement akan mempengaruhi proses anabolik dan
sintesis makromolekul ribonukleic acid (RNA). Rapid Eye Movement akan
mempengaruhi pembentukan hubungan baru pada korteks dan sistem neuroendokrin
yang menuju otak.
d. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur
1. Penyakit
2. Lingkungan
3. Motivasi
4. Gaya Hidup
5. Stres Psikologis
6. Obat-obatan
7. Alkohol
8. Diet
4. Terapi Hipnotis Lima Jari Terhadap Kecemasan dan Kualitas Tidur Lansia
Terapi farmakologi seperti obat anti cemas (anxiolytic) dapat membantu
menurunkan cemas tetapi memiliki efek ketergantungan, sedangkan terapi non
farmakologi seperti psikoterapi, terapi tertawa, terapi kognitif, relaksasi dan salah
satunya dengan hipnotis lima jari (Heriani, H, 2016). Hipnotis lima jari adalah
pemberian perlakuan pada mahasiswa dalam keadaan rileks, kemudian memusatkan
pikiran pada bayangan atau kenangan yang diciptakan sambil menyentuhkan lima jari
secara berurutan dengan membayangkan kenangan saat menikmati (Hastuti, 2015).
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena
dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Ketika seseorang dalam
keadaan terhipnosis sesorang tersebut akan merasakan tingkat relaksasi yang tinggi,
pikiran dan perasaan pasien terfokus pada suatu kondisi yang terpisah dari lingkungan.
Menurut Setiawan (2014), manfaat dari terapi hipnosis lima jari antara lain:
memberikan ketenangan batin bagi individu, mengurangi rasa cemas, khawatir dan
gelisah, mengurangi ketegangan, mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih
rendah dan tidur menjadi nyenyak.
D. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Quasy Ekspreiment. Desain dalam penelitian ini menggunakan pre
test and post test without control group design untuk mengetahui akibat yang
ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan. Peneliti ingin mengetahui pengaruh
terapi hipnotis lima jari terhadap kecemasan dan kualitas tidur pada lansia.
E. Waktu dan Tempat
1. Waktu
Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan September 2019 sampai Agustus
2021.
2. Tempat
Penelitian ini dilakukan di Panti Jompo Pucang Gading Semarang karena diketahui
bahwa banyak lansia dengan kasus kecemasan dan gangguan tidur.
F. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang di dapat langsung dari responden, dari
variabel independen yaitu terapi hipnotis lima jari sedangkan untuk variabel
dependen yaitu kecemasan dan kualitas tidur lansia menggunakan lembar
observasi yaitu mengumpulkan data dengan cara melakukan pengamatan
langsung kepada responden untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan
diteliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapat tanpa bertemu langsung dengan
responden atau orang kedua. Dalam penelitian menggunakan data sekunder yaitu
pengurus panti.
2. Prosedur Pengumpulan Data
1) Peneliti mengajukan surat permohonan melakukan penelitian kepada Ketua
STIKES Karya Husada Semarang.
2) Penelitian memberikan Surat Pengantar Peneliti kepada Dinas Sosial Kabupaten
Semarang dan Pengurus Panti Jompo Pucang Gading Semarang.
3) Melakukan studi pendahuluan.
4) Peneliti menentukan responden yang akan dijadikan sampel peneliti, kemudian
memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan peneliti kepada responden.
5) Setelah responden setuju untuk dijadikan responden dalam penelitian, maka
responden disarankan untuk mengisi lembar informed concent.
6) Melakukan terapi hipnotis lima jari pada ruangan yang tenang sebanyak 1x
dalam seminggu selama 10-15 menit.
7) Melakukan penyusunan laporan penelitian.
G. Metode Analisa Data
Analisis penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tepat, ada
empat dalam pengolahan data yang harus dilakukan (Arikunto, 2013) :
1. Editing
Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas dan
konsisten.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/bilangan.Kode biasanya digunakan untuk mengidentifikasi data
demografi responde.
3. Processing
Processing yaitu memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis.
4. Cleaning
Cleaning merupakan bagian pengecekan kembali data yang sudah di-entry
apakah ada kesalahan atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, D. F. & I., 2016. Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia). Jurnal
Konselor, No. 2 , Volume Volume 5, pp. 93-99.

Badan Pusat Statistik. (2014). Perkembangan Proporsi Penduduk Lansia di Indonesia Tahun 1980-
2020. Dalam situasi dan Analisis Lanjut Usia. 2014. Jakarta Selatan.

Hastuti & Harumsari. 2015. Pengaruh Terapi Hipnotis Lima Jari Untuk Menurunkan Kecemasan
Pada Mahasiswa Yang Sedang Menyusun Skripsi Di STIKES Muhammadiyah Klaten. Jurnal
Ilmu Kesehatan Vol. 10 No 21.

J. & Z. N., 2010. Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Lansia Melalui Terapi Musik Langgam Jawa.
Jurnal Keperawatan Indonesia, No. 3 , Volume Volume 13 , pp. 195-201 .

K, C. I., 2016. Pengaruh Gabungan Sugesti dan Musik Instrumentalia. ADLN ed. Malang:
Universtitas Airlangga .

Anda mungkin juga menyukai