Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS

MIOMA UTERI DALAM KEHAMILAN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Lulus Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Obstetri dan
Ginekologi RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh:
Astari Meidy Rezeky
20174011164

Diajukan kepada:
dr. Alfuun Dhiya An Sp.OG., M.Kes.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Alamat : Gamping, Sleman
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

B. Anamnesis
Keluhan utama :
Kontrol kehamilan G2P0A1 uk 12 minggu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita G2P0A1 hamil 12 minggu datang untuk kontrol rutin kehamilan.
Pasien mengatakan sering merasakan nyeri di perut bagian bawah sejak 1 tahun
sebelum hamil. Perdarahan lewat jalan lahir disangkal. BAB dan BAK lancar, mual
(+), muntah (-), nafsu makan sedikit menurun, demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), asma (-)
Riwayat Penyakit keluarga :
Riwayat hipertensi (-), DM (-), alergi (-), asma (-)

C. Status Obstetri dan Ginekologi


Riwayat Menstruasi :
Usia menarche : 14 tahun
Lama Haid : 5 hari
Siklus Haid : 28 hari, teratur
Ganti Pembalut : 4x/hari
Nyeri saat haid :+
HPHT : 17/7/2018
HPL : 24/4/2019
Riwayat Perkawinan :
Status : Kawin (1 kali)
Lama perkawinan : 2 tahun
Nama Suami : Tn. A
Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas :
Tahun 2017 : abortus  kuretase
Tahun 2018 : hamil ini
Riwayat Ginekologi :
Riwayat mioma uteri sejak 1 tahun yang lalu, riwayat infeksi virus/bakteri (-)
Riwayat KB : -

D. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 114/67 mmHg
Frekuensi Denyut Nadi : 80x/menit
Frekuensi Pernapasan : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,7⁰ C
Antropometri :
Berat badan : 56 kg
BB sebelum hamil : 53 kg
Tinggi badan : 160 cm
Lingkar lengan atas : 26 cm
Tinggi Fundus Uteri : 2 jari diatas symphisis pubis
Kepala-Leher:
Konjungtiva pink, sklera tidak ikterik, bibir tidak sianosis, mukosa basah, LNN (-)
Thoraks:
- Inspeksi : Pernapasan spontan, gerakan dada simetris
- Palpasi : nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+/+), batas jantung tidak membesar
- Auskultasi : Cor (S1/S2 regular, bising (-)), Pulmo (vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen Pelvis:
- Inspeksi : Membesar, bekas luka operasi (-), striae (-)
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia:
- Inspeksi : Darah (-), lendir (-), air ketuban (-)
- Inspekulo : Portio di tengah, tertutup.
- Bimanual : Uretra dan vulva tenang, vagina licin, OUE tertutup
Ekstremitas:
- Akral hangat, kering, CRT<2 detik, edema (-)

E. Pemeriksaan Penunjang
USG :
Janin tunggal, DJJ +, ketuban baik, CRL 5,33 cm sesuai 12 minggu
Tampak massa intrauterin ukuran 41,0 x 34,3 mm
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Mioma Uteri


Mioma Uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat,
disebut juga leiomioma, fibromioma, fibroleiomioma, atau fibroid. Mioma uteri
adalah tumor jinak yang berada pada uterus atau organ rahim.

B. Klasifikasi Mioma
Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma uteri
dibagi 4 jenis antara lain mioma submukosa, mioma intramural, mioma subserosa,
dan mioma intraligamenter. Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis
intramural (54%), subserosa (48,2%), submukosa (6,1%) dan jenis intraligamenter
(4,4%).
1. Mioma submukosa
Berada dibawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma uteri
jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi
mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase,
dengan adanya benjolan waktu kuret. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi,
terutama pada mioma submukosa pedunkulata. Mioma submukosa pedunkulata
adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar
dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi, dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di
atas.
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuklah semacam simpai
yang mengelilingi tumor. Bila didalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi
yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih keatas, sehingga
dapat menimbulkan keluhan miksi.
3. Mioma subserosa
Apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus
diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh diantara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus.

C. Etiologi
Etiologi dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui pasti, diduga merupakan
penyakit multifaktorial. Faktor – faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di
samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron, dan Human
Growth Hormone.
 Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali terdapat
pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen.
Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium.
Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti
endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%),
adenomiosis (16,5 %), dan hiperplasia endometrium (9,3%). Mioma uteri
banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas.
Enzim 17B hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang
pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen
yang lebih banyak daripada miometrium normal.
 Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
 Human Growth Hormone
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu Human Placental
Lactogen (HPL), terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan
yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari
aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

D. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang di duga kuat sebagai faktor risiko terjadinya mioma uteri :
a. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, tumor ini paling
sering memberikan gejala klinis antara 35-45 tahun.
b. Riwayat Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan mioma meningkatkan faktor risiko. Jika
seorang ibu mempunyai mioma, maka risiko yang dihadapi putrinya sekitar 3 kali
lebih tinggi berbanding dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga.
c. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau wanita yang relatif infertil, tetapi
sampai saat ini belum diketahui apakah infertilitas menyebabkan mioma uteri atau
sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan
ini saling mempengaruhi.
d. Ras dan Etnik
Statistik menggambarkan wanita dari Afrika-Amerika mempunyai 3 hingga 5
kali lipat risiko mengalami fibroid berbanding wanita kulit putih. Seperti yang
disebutkan di atas, sebanyak 20% dari wanita kulit putih dan 50% dari wanita kulit
hitam dengan usia di atas 30 tahun mengalami mioma uteri.
e. Obesitas
Obesitas akan menjurus kepada peningkatan BMI sekaligus meningkatkan
risiko kejadian dan perkembangan mioma.
f. Makanan
Makan daging yang berlebihan dapat meningkatkan risiko terjadinya mioma.
Makan makanan mengandungi sayuran hijau dapat melindungi wanita dari
pertumbuhan mioma.
g. Fungsi Ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana uteri muncul setelah menarke, berkembang saat kehamilan dan
mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama
sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen
pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh
estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan
produksi reseptor progesterone, faktor – faktor yang distimulasi oleh estrogen.
Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasikan oleh
estrogen lebih banyak pada mioma dari pada miometrium normal, yang mana hal ini
mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti – bukti masih kurang
menyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah
menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu, tumor ini kadang –
kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada
usia dini.

E. Patogenesis
Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri sampai saat ini belum diketahui.
Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya mioma uteri. Hipotesis ini
didukung oleh adanya mioma uteri yang banyak ditemukan pada usia reproduksi dan
kejadiannya rendah pada usia menopause. Hormon ovarium dipercaya menstimulasi
pertumbuhan mioma karena adanya peningkatan insidennya setelah menarke. Pada
kehamilan, pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun setelah menopause.
Perempuan nulipara mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya mioma uteri,
sedangkan perempuan multipara mempunyai risiko relatif menurun untuk terjadinya
mioma uteri.
Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa jaringan mioma uteri lebih
banyak mengandung reseptor estrogen jika dibandingkan dengan miometrium normal.

F. Manifestasi Klinis Mioma Uteri Secara Umum


Kebanyakan mioma uteri asimptomatik. Tanda dan gejala dari mioma uteri hanya
terjadi pada 35-50% pasien. Gejala yang disebabkan oleh mioma uteri bergantung
pada lokasi, ukuran, dan jumlah mioma. Gejala yang paling sering adalah:
- Perdarahan uterus yang abnormal.
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering
terjadi. Gejala ini terjadi pada 30% pasien dengan mioma uteri. Mekanisme yang
menyebabkan perdarahan uterus abnormal pada mioma uteri adalah peningkatan
ukuran permukaan endometrium, peningkatan vaskularisasi aliran darah ke uterus,
gangguan kontraktilitas uterus, dan ulserasi endometrium pada mioma
submukosum.
- Nyeri
Nyeri abdomen yang terlokalisir dapat terjadi pada mioma yang mengalami
perubahan menjadi “degenerasi merah”, torsi (mioma subserosum pedunculated).
- Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapat menimbulkan penekanan terhadap organ sekitar.
Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi, maupun
dispareunia.
- Infertilitas
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi ovum akibat oklusi tuba bilateral.

G. Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan gejala seperti menoragia (menstruasi dalam
jumlah banyak), perut terasa penuh dan membesar, dan nyeri panggul kronik
(berkepanjangan). Nyeri bisa terjadi saat menstruasi, setelah berhubungan seksual,
atau ketika terjadi penekanan pada panggul. Nyeri terjadi karena terpuntirnya
mioma yang bertangkai, pelebaran leher rahim akibat desakan mioma atau
degenerasi (kematian sel) dari mioma. Gejala lainnya adalah gejala gangguan
berkemih akibat mioma yang besar dan menekan saluran kemih menyebabkan
gejala frekuensi (sering berkemih) dan hidronefrosis (pembesaran ginjal),
penekanan rektosigmoid (bagian terbawah usus besar) yang mengakibatkan
konstipasi (sulit BAB) atau sumbatan usus, prolaps atau keluarnya mioma melalui
leher rahim dengan gejala nyeri hebat, luka, dan infeksi, dan bendungan pembuluh
darah vena daerah tungkai serta kemungkinan tromboflebitis sekunder karena
penekanan pelvis (rongga panggul). Gejala gangguan reproduksi seperti infertilitas
ataupun abortus berulang dapat terjadi sesuai lokasi dan besarnya mioma.
2. Pemeriksaan fisik
Hampir kebanyakan mioma uteri dapat didiagnosa melalui pemeriksaan bimanual
rutin maupun dari palpasi abdomen bila ukuran mioma yang besar. Diagnosa
semakin jelas bila pada pemeriksaan bimanual diraba permukaan uterus yang
berbenjol akibat pnonjolan massa maupun adanya pembesaran uterus. Palpasi
abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah. Pemeriksaan ginekologi
dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim
atau mengisi kavum Douglas. Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor
umumnya rata.
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan laboratorium. Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma.
Hal ini disebabkan perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat
besi
- USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan
keadaan adnexa dalam rongga pelvis.

H. Hubungan Kehamilan Dengan Mioma Uteri


Sekitar 10-30% wanita dengan mioma uteri akan berkomplikasi terhadap kehamilan.
Komplikasi yang terjadi tergantung lokasi, besar massa, dan usia kehamilan.
Beberapa komplikasi mioma uteri dalam kehamilan adalah sebagai berikut.
a. Kehamilan trimester awal
- Abortus
Tingkat abortus spontan meningkat pada kehamilan dengan mioma uteri
dibandingkan dengan wanita tanpa mioma uteri (14% vs 7,6% secara
berurutan). Beberapa penelitian menunjukkan ukuran mioma yang semakin
besar tidak akan meningkatkan resiko terjadinya abortus, namun mioma uteri
multipel dapat meningkatkan resiko abortus dibandingkan dengan mioma
tunggal (23,6% vs 8%). Lokasi mioma juga penting. Abortus lebih sering
terjadi pada mioma yang berada pada korpus uterus dibandingkan dengan
mioma pada segmen bawah rahim dan mioma uteri intramural atau
submukosum. Mekanisme mioma uteri menyebabkan abortus masih belum
jelas. Peningkatan iritabilitas uterus dan kontraktilitas, efek kompresi mioma,
dan gangguan aliran darah uteroplasenta akibat massa mioma.
- Perdarahan
Perdarahan pada kehamilan trimester awal terjadi apabila plasenta berimplantasi
dekat dengan massa mioma bila dibandingkan dengan implantasi plasenta yang
tidak kontak dengan mioma uteri (60% vs 90%).
b. Kehamilan Trimester Akhir
- Persalinan Prematur dan Ketuban Pecah Dini
Persalinan preterm ditemukan lebih tinggi insidensinya (16,1% vs 8,7%) pada
wanita hamil dengan mioma uteri dibandingkan yang normal. Pada suatu meta
analisis juga ditunjukkan mioma uteri dalam kehamilan berkaitan dengan
peningkatan risiko ketuban pecah dini.
- Solusio Plasenta
Pada wanita hamil dengan mioma uteri akan meningkatkan resiko terjadinya
solusio plasenta hingga tiga kali lipat. Mioma submukosum, mioma
retroplasenta, dan volume mioma melebihi 200 cm3 merupakan faktor resiko
terjadinya solusio plasenta.
- Plasenta Previa
Hubungan antara mioma uteri dan plasenta previa sudah diteliti pada dua studi
dimana adanya mioma uteri berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
plasenta previa sebanyak dua kali lipat.
- Pertumbuhan Janin Terhambat dan Anomali Fetus
Jarang mioma uteri menyebabkan pertumbuhan janin terhambat. Namun pada
beberapa kasus mioma dapat menekan dan menyebabkan distorsi pada kavum
uterus sehingga menyebabkan deformitas pada fetus.
c. Persalinan
- Malpresentasi, distosia, dan seksio sesaria
Beberapa studi menunjukkan bahwa mioma uteri meningkatkan resiko seksio
sesaria. Pada studi sistematik wanita dengan mioma uteri meningkatkan resiko
seksio sesaria 3,7 kali lipat (48,8% vs 13,3%). Hal ini disebabkan karena
terjadinya distosia pada persalinan.
- Perdarahan Postpartum
- Retensio Plasenta
- Ruptur Uterus Setelah Miomektomi

I. Penatalaksanaan
Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma dalam
kehamilan karena risiko terjadinya perdarahan tinggi. Demikian pula tidak dilakukan
abortus provokatus.
Pada usia kehamilan 12 – 22 minggu, suplai darah ke mioma dapat terhenti
menyebabkan terjadinya degenerasi merah. Apabila terjadi degenerasi merah pada
mioma, biasanya sikap konservatif dengan istirahat-baring dengan pengawasan yang
ketat memberi hasil yang cukup memuaskan. Terapi pembedahan pada mioma uteri
dilakukan terhadap mioma yang menimbulkan gejala. Menurut American College of
Obstetricans and Gynecologists (ACOG) dan American Society for Reproductive
Medicine (ASRM) indikasi pembedahan pada pasien dengan mioma uteri adalah.
1. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
2. Sangkaan adanya keganasan.
3. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
4. Infertilitas karena gangguan ada cavum uteri maupun karena oklusi tuba fallopi.
5. Nyeri dan penekanan yang sangat mengganggu.
6. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
7. Anemia akibat perdarahan

Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi dan juga histerektomi.


a. Miomektomi
Pada umumnya miomektomi tidak dilakukan bersamaan dengan seksio sesarea
karena dapat terjadi perdarahan yang massif sewaktu operasi sebagai akibat
vaskularisasi bertambah. Miomektomi sering dilakukan pada wanita yang ingin
mempertahankan fungsi reproduksinya. Tindakan miomektomi dapat dilakukan
dengan laparotomi, histeroskopi maupun dengan laparoskopi
b. Histerektomi
Pada mioma uteri, sebesar 30% dari seluruh kasus dilakukan histerektomi. Teknik
ini dilakukan pada pasien dengan indikasi bila didapati keluhan menorrhagia,
metrorhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar
usia kehamilan 12-14 minggu. Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu total abdominal histerektomi (TAH) dan subtotal abdominal
histerektomi (STAH). STAH dilakukan untuk menghindari daripada terjadinya
perdarahan yang massif, trauma pada ureter, kandung kemih dan rektum.

J. Prognosis
Meskipun ada banyak komplikasi yang bisa saja terjadi, pada umumnya banyak ibu
hamil dengan mioma uteri memiliki kehamilan yang normal dan persalinan yang
sukses.

Anda mungkin juga menyukai