Gigi Tiruan Akrilik
posted in dentist-try, Uncategorized by nilakhurinin
Basis gigi tiruan dapat dibuat dari logam atau non logam, namun sampai saat
ini kebanyakan basis gigi tiruan terbuat dari bahan non logam terutama polimer.Bahan
basis gigi tiruan polimer yang paling umum digunakan adalah resin akrilik atau disebut
polimetil metakrilat.
Bahan basis thermo-hardening adalah bahan basis yang mengalami perubahan kimia
dalam proses dan pembentukan. Hasil dari produk tersebut berbeda dari bahan dasar
setelah selesai diproses, bahan ini tidak dapat dilunakkan dengan panas ataupun
dibentuk ulang. Contoh bahan thermo-hardening adalah fenol-formaldehid, vulkanit, dan
resin akrilik.
Vulkanit merupakan bahan pertama yang paling banyak digunakan untuk memproduksi
basis gigi tiruan. Bahan ini terbuat dari karet yang mengandung 32% sulfur dan oksida
logam untuk memberikan warna.3 Akan tetapi, bahan ini mempunyai kekurangan dalam
hal estetis, mengabsorpsi saliva serta dapat menyebabkan stomatitis.
Resin akrilik (polimetil metakrilat) adalah rantai polimer yang terdiri dari unit-unit metil
metakrilat yang berulang. Menurut American Dental Association (1974), resin akrilik
dibedakan menjadi dua yaitu:
b. Resin akrilik swapolimerisasi ; komposisi resin ini sama dengan polimerisasi panas
kecuali cairannya mengandung bahan aktivator yang polimerisasinya dapat berlangsung
pada suhu kamar. Resin ini disebut juga self cured autopolimeryzing, atau bahan yang
diaktivasi secara kimia
Thermo-hardening resin akrilik memiliki sifat porositas dan penyerapan air yang tinggi,
perubahan volumetrik, mudah fraktur serta mempunyai kandungan sisa monomer.
2. Thermo-plastic
Bahan thermo-plastic adalah bahan yang tidak mengalami perubahan kimia dalam
proses pembentukannya. Produk yang dihasilkan serupa dengan bahan dasar, hanya
saja terjadi perubahan dalam bentuknya. Bahan ini dapat dilunakkan dengan panas dan
dibentuk menjadi bentuk yang lain. Jenis bahan dari kelompok ini yang digunakan
sebagai bahan basis gigi tiruan antara lain : seluloid, selulosa nitrat, resin vinil, nilon,
polikarbonat, dan resin akrilik.
Seluloid mulai diperkenalkan pada tahun 1869. Pada awal penggunaan, bahan ini
mempunyai sifat estetis yang baik. Namun seiring berlalunya waktu, bahan ini kurang
diminati karena terjadinya perubahan warna, serta mudah menimbulkan stain karena
sifat porositas yang dimiliki.
Bahan vinil diperkenalkan sebagai bahan basis gigitiruan pada tahun 1932. Sifat umum
resin ini memenuhi syarat basis gigitiruan, tetapi ketahanan yang rendah terhadap fatik,
sering menyebabkan masalah fraktur beberapa waktu setelah pemakaian. Menjelang
akhir tahun 1960an, mulailah dikembangkan bahan vinil-akrilik. Kelebihan dari bahan ini
yaitu sedikit penyerapan air, sehingga meningkatkan ketahanan terhadap fatik dan
impak. Namun, kekurangan yang dimiliki, yaitu modulus elastisitas yang rendah serta
penghantar panas yang rendah.
Polikarbonat adalah rantai polimer dari bisphenol-A carbonat. Bahan ini cukup populer
dan banyak digunakan dalam kedokteran gigi sejak dahulu sebagai mahkota sementara.
Bahan ini cukup kuat, tahan terhadap fraktur dan fleksibel. Tetapi, polikarbonat tidak
dapat menahan tekanan oklusal sehingga tidak dapat mempertahankan dimensi vertikal
dalam jangka waktu yang lama.
Thermo-plastic akrilik mempunyai ketahanan terhadap fraktur, kekuatan tekan,
fleksibilitas yang baik, serta sedikit kandungan sisa monomer. Tetapi bahan ini tidak
dapat mempertahankan dimensi vertikal dalam waktu yang lama. Contoh dari thermo-
plastic akrilik adalah Flexite M.P. yang diperoleh dari campuran khusus polimer dan
mempunyai kekuatan impak tertinggi dibandingkan bahan jenis akrilik lainnya.
Nilon adalah nama generik dari termoplastik polimer, dan pertama kali digunakan
sebagai basis gigitiruan pada tahun 1950an. Bahan ini mempunyai ketahanan impak
yang tinggi, akan tetapi bahan ini memiliki kelemahan yaitu dapat terjadi perubahan
warna serta dapat menyerap air.
Bagaimana syarat resin akrilik yang dapat digunakan dalam kedokteran gigi?
Syarat Resin Akrilik Dalam Kedokteran Gigi
1. Pertimbangan biologis → Tidak berbau, tidak berasa, tidak toksik dan tidak mengiritasi
jaringan mulut.
2. Sifat fisik memiliki kekuatan terhadap tekan gigit atau pengunyahan, tekanan
benturan, keausan, kestabilan dimensi.
3. Sifat estetik → Menunjukkan translusensi dan tidak berubah warna setelah
pembentukan.
4. Tahan abrasi, mudah direparasi dan dibersihkan
5. Biokompabilitas dengan jaringan lunak mulut
6. Biaya ekonomis dan mudah dalam manipulasi
Perbandingan bahan akrilik heat cured dengan bahan akrilik self cured sebagai berikut :
• Komposisinya sama tapi pada bahan self cured cairannya mengandung bahan activator
seperti dimethyl paratoluidin.
• Porositas bahan self cured lebih besar daripada heat cured, meskipun ini tidak mudah
dilihat pada resin yang diberi pigmen. Hal ini disebabkan oleh karena terlarutnya udara
dalam monomer yang tidak larut dalam polimer pada suhu kamar.
• Secara umum bahan self cured mempunyai berat molekul rata-rata lebih rendah dan
mengandung lebih banyak sisa monomer yaitu sekitar 2-5 %.
• Bahan sel cured tidak sekuat heat cured, transverse strength bahan ini kira-kira 80%
dari bahan heat cured. Ini mungkin berkaitan dengan berat molekulnya yang lebih
ringan.
• Mengenai sifat-sifat rheologynya, bahan heat cured lebih baik dari self cured karena
bahan self cured menunjukkan distorsi yang lebih besar dari pemakaian. Pada
pengukuran creep bahan polimetil metakrilat, polimer heat cured mempunyai deformasi
awal yang lebih kecil juga lebih sedikit creep dan lebih cepat kembali dibandingkan
dengan bahan self cured.
• Stabilitas warna bahan self cured jelek, bila dipakai activator amina tertiar dapat terjadi
penguningan setelah beberapa lama.
Manipulasi Heat Cured Acrylic Perbandingan monomer dan polymer akan menentukan
sturktur resin. Perbandingan monomer dan polymer, biasanya 3 sampai 3,5/1 satuan
volume atau 2,5/1 satuan berat. Bila ratio terlalu tinggi, tidak semua polymer sanggup
dibasahi oleh monomer akibatnya acrylic yang digodok akan bergranula. Selain itu juga
tidak boleh terlalu rendah karena sewaktu polmerisasi monomer murni terjadi pngerutan
sekitar 21% satuan volume. Pada adonan acrylic yang berasal dari perbandingan
monomer dan polymer yang benar, kontraksi sekitar 7%. Bila terlalu banyak monomer,
maka kontraksi yang terjadi akan lebih besar.Pencampuran polymer dan monomer harus
dilakukan dalam tempat yang terbuat dari keramik atau gelas yang tidak tembus cahaya
(mixing jar). Hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi polymerisasi awal.
Bila polymer dan monomer dicampuur, akan terjadi reaksi dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
Tahap 1 : Adonan seperti pasir basah (sandy stage).
Tahap 2 : Adonan seperti Lumpur basah (mushy stage).
Tahap 3 : Adonan apabila disentuh dengan jari atau alat bersifat lekat, apabila ditarik
akan membentuk serat (stringy stage). Butir-butir polimer mulai larut, monomer bebas
meresap ke dalam polimer.
Tahap 4 : Adonan bersifat plastis (dough stage). Pada tahap ini sifat lekat hilang dan
adonan mudah dibentuk sesuai dengan yang kita inginkan.
Tahap 5 : Kenyal seperti karet (rubbery stage). Pada tahap ini lebih banyak monomer
yang menguap, terutama pada permukaannya sehingga terjadi permukaan yang kasar.
Tahap 6 : Kaku dan keras (rigid stage). Pada tahap ini adonan telah menjadi keras dan
getas pada permukaannya, sedang keadaan bagian dalam adukan masih kenyal.Waktu
dough (waktu sampai tercapainya konsistensi liat) tergantung pada:
1. Ukuran partikel polymer; partikel yang lebih kecil akan lebih cepat dan lebih cepat
mencapai dough.
2. Berat molekul polymer; lebih kecil berat molekul lebih cepat terbentuk konsistensi liat.
3. Adanya Plasticizer yang bisa mempercepat terjadinya dough.
4. Suhu; pembentukan dough dapat diperlambat dengan menyimpan adonan dalam
tempat yang dingin.
5. Perbandingan monomer dan polymer; bila ratio tinggi maka waktu dough lebih
singkat.
Pengisian Ruang Cetak (Mould Space) dengan Acrylic
Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi dengan acrylic.
Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam yang
biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan acrylic, lebih dulu
diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang umumnya menggunakan could mould
seal (CMS). Ruang cetak diisi dengan akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis
(dough stage). Pemberian separator tersebut dimaksudkan untuk:
a. Mencegah merembesnya monomer ke bahan cetakan (gips) dan ber-polimerisasi di
dalam gips sehingga menghasilkan permukaan yang kasar dan merekat dengan bahan
cetakan/gips.
b. Mencegah air dari bahan cetakan masuk ke dalam resin acrylic. Sewaktu melakukan
pengisian ke dalam cetakan pelu diperhatikan :
– Cetakan terisi penuh.
- Sewaktu dipress terdapat tekanan yang cukup pada cetakan, ini dapat dicapai dengan
cara mengisikan dough sedikit lebih banyak ke dalam cetakan. Selama polimerisasi
terjadi kontraksi yang mengakibatkan berkurangnya tekanan di dalam cetakan.
Pengisian yang kurang dapat menyebabkan terjadi shrinkage porosity. Ruang cetak diisi
dengan acrylic pada tahap adonan mencapai tahap plastis (dough). Agar merat dan
padat, maka dipelukan pengepresan dengan menggunakan alat hydraulic bench press.
Sebaiknya pengepresan dilakukan dilakukan berulang-ulang agar rongga cetak terisi
penuh dan padat.
Cara pengepresan yang benar adalah:
1. Adonan yang telah mencapai tahap dough dimasukkkan ke dalam rongga cetak,
kemudian kedua bagian kuvet ditutup dan diselipi kertas selofan.
Pengepresan awal dilakkukan sebesar 900psi, kelebihan acrylic dipotong dengan pisau
model. Kedua bagian kuvet dikembalikan, diselipi kertas selofan.
2. Pengepresan dilakukan lagi seperti di atas, tetapi tekanan ditingkatkan menjadi 1200
psi. Kelebihan acrylic dipotong dengan pisau model. Kedua bagian kuvet dikembalikan
tanpa diselipi kertas selofan.
3. Pengepresan terakhir dilakukan dengan tekanan 1500 psi, kemudian kuvet diambil
dan dipindahkan pada begel.Pemasakan (Curing)
Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah pengisian
(packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan (curing) di dalam oven atau
boiling water (air panas). Di dalam pemasakan harus diperhati-kan, lamanya dan
kecepatan peningkatan suhu/temperature.
Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat. Ada tiga metode
pemasakan resin acrylic, yaitu:
1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air setinggi 5 cm
diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga mencapai
temperature 700C (dipertahankan selama 10 menit). Kemudian temperaturnya
ditingkatkan hingga 1000C (dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan
dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dan beugel
dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan selama 20 menit),
api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperature ruang.
3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (1000C), kemudian kuvet dan beugel
dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah mendidih api segera
dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit.
Kuvet dan begel yang terletak dalam water bath harus dibiarkan dingin secara perlahan-
lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi antara gips dan acrylic yang
menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan
akan akan memberi kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis.
Selama pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol
perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah menguap, maka
berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan kurang sempurnanya polimerisasi
dan terjadi porositas pada permukaan acrylic.